Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HERPES SIMPLEKS
Rizna Ariani Said, Muh. Ridwan Hasbi
I.
PENDAHULUAN
I. 1 Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabakan oleh virus
herpes simpleks (Herpesvirus hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens. Manifestasi klinis utamanya
adalah infeksi mukokutaneus, dengan HSV tipe 1 (HSV-1) yang hampir
selalu dihubungkan dengan penyakit-penyakit orofasial, sedangkan HSV
tipe 2 (HSV-2) biasanya dihubungkan dengan infeksi perigenital.1,2
I. 2 Epidemiologi
Insiden infeksi primer dengan HSV-1 sebagian besar terjadi pada
anak-anak, dimana 3060% anak-anak terekspos oleh virus ini.
Kecepatan infeksi oleh virus ini meningkat sesuai pertambahan usia.
Mayoritas populasi di atas usia 30 tahun atau lebih tua seropositif untuk
HSV-1. Angka kejadian HSV-2 berhubungan dengan perilaku seksual
dan prevalensi infeksi pada partner seksual yang potensial. Angka
seroprevalens HSV-2 di Amerika Serikat sebesar 22 % pada populasi
usia 12 tahun atau lebih. Di China, data mengenai infeksi menular
seksual termasuk infeksi HSV-2 diantara populasi yang berisiko terbatas.
Pekerja seks wanita di China merupakan salah satu populasi penting
dalam meningkatnya angka kejadian PMS/HIV epidemi lokal dan
dianggap sebagai populasi perantara untuk transmisi heteroseksual dari
HIV/PMS dari kelompok beresiko tinggi ke populasi umum.2,3
I. 4 Pencegahan
Strategi pencegahan infeksi HSV saat ini terbukti tidak adekuat.
Infeksi HSV dapat dicegah dengan menghindari seks bebas. Kondom
dapat menurunkan angka penularan jika digunakan secara rutin.
Sikrumsisi pada pria dapat mencegah angka penularan infeksi HSV-2
sebanyak 10%. Selain itu, saat ini sedang dikembangkan vaksin yang
efektif dan terapi antiviral.2
II. PEMBAHASAN
II.1 Penegakan Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Infeksi dari penyakit ini dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu infeksi
primer, fase laten, dan infeksi rekurens.
Infeksi Primer
Setelah masa inkubasi 3-5 hari (rentang 1-40 hari), vesikel
kecil muncul pada alat kelamin, sering dikaitkan dengan gejala
yang mirip dengan flu. Vesikel tersebut segera pecah meninggalkan
ulkus kecil yang akhirnya dapat bergabung untuk menghasilkan
area ulserasi yang cukup luas dan sangat nyeri. Lesi mulai sembuh
setelah sekitar 12 hari. Herpes dapat menyebabkan uretritis yang
ditandai dengan disuria. 90% wanita memiliki servisitis dan
menghasilkan sekret vagina berlebihan. Gambaran klinis lainnya
termasuk nyeri limfadenopati inguinal, sakit kepala dan fotofobia
(meningitis aseptik), retensi urin (radiculopathy sacral), faringitis,
dan lesi ekstra genital (di jari, bibir, bokong).6
Fase Laten
Pada fase ini berarti tidak ditemukan gejala klinis pada
penderita, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis. Pada fase ini, episode klinis pertama dari herpes
dimana rata-rata pada HSV-2 terjadi 3-4 kali serangan per tahun
dibandingkan dengan HSV-1 yaitu 2 kali dalam setahun. Gejala
herpes genital yang rekuren ini kadang-kadang ringan. Sekitar 55%
dari pasien akan mengalami gejala prodromal seperti pins and
needles genital, nyeri tajam pada bokong dan tungkai, atau rasa tidak
nyaman pada inguinal yang dihubungkan dengan limfadenopati.
Gejala neuralgia sakralis merupakan kasus yang paling menyita
perhatian pada kasus rekurensi ini pada beberapa pasien.2,6
Manifestasi klinis infeksi HSV tergantung dimana lokasi dan
status imunologis dari penderita. Infeksi primer dengan HSV,
dinamakan demikian karena terjadi pada orang yang tidak pernah
memiliki kekebalan tubuh sebelumnya baik terhadap HSV-1 atau
HSV-2, umumnya memiliki gejala yang lebih berat, dengan gejala dan
Herpes Orolabialis
Herpes orolabialis hampir semua disebabkan oleh HSV-1.
Pada 1 % kasus atau kurang pada kasus infeksi baru terjadi
gingivostomatitis herpetis, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Onset biasanya diikuti dengan demam tinggi,
limfadenopati regional, dan malaise. Manifestasi klinis yang
paling sering muncul pada orolabialis herpes ini adalah
cold sore atau demam blister.7
Herpetik Sikosis
Infeksi herpes simpleks awal atau rekuren (biasanya akibat
HSV-1) dapat berdampak terutama pada folikel rambut.
Tampilan klinis mungkin beragam mulai dari papul
folikuler yang tererosi hingga lesi yang luas hingga
mencapai janggut. Onset muali dari sangat akut (beberapa
hari) hingga subakut atau kronik.7
Herpes genitalia
Herpes
genital
biasanya
disebabkan
oleh
HSV-2,
penyakit
yang
menyebar
(ensefalitis,
hepatitis,
b. Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan Tzanck
Spesimen diperoleh dari dasar blister yang segar dan telah ruptur,
dan pewarnaan dilakukan dengan spesimen diletakkan pada kaca
objek dan diwarnai dengan Giemsa atau pewarna lain yang mirip.
Hasil pewarnaan yang positif akan memperlihatkan efek dari
virus herpes yaitu dengan ditemukannya keratinosit dengan inti
balon dan sel raksasa multinuklear dengan perubahannya. Tes ini
cepat, murah dan dapat dilakukan dengan peralatan yang mudah
dijangkau. Tingkat sensitivitas pewarnaan yang dilakukan oleh
orang yang berpengalaman dengan menggunakan material yang
berasal dari vesikel segar mencapai lebih dari 70%. Pada lesi
pustular,
sensitivitasnya
menurun.
Tes
ini
tidak
dapat
Biopsi
Biopsi lesi herpes menunjukkan gambaran yang patognomonis
tetapi pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk meneliti lesi yang
secara klinis atipikal. Biopsi tidak dapat membedakan HSV 1,
HSV 2 dan HZV.5
Kultur
Kebanyakan laboratorium sekarang dapat melakukan pembagian
tipe herpes. Kemungkinan mendapatkan kultur yang positif akan
sangat tergantung pada tahap lesi: ulkus melepaskan virus lebih
bayak dari lesi krusta. Hal ini perlu dijelaskan kepada pasien yang
mungkin tidak sepenuhnya mengerti mengapa mereka didiagnosis
memiliki herpes pada konsultasi awal mereka, dan kemudian satu
atau dua minggu kemudian dikatakan bahwa "tes herpes" mereka
adalah negatif. Beberapa laboratorium sekarang melakukan PCR
untuk mendiagnosis infeksi herpes. Hal ini dianggap sebagai
metode yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan diagnosis
biakan virus.6
ini
memerlukan
sistem
antibodi
monoklonal
dan
dan mudah. Hasil tes ini bisa didapatkan dalam waktu 1 jam atau
kurang setelah pengambilan spesimen dilakukan.5
Tes Serologi
Tes serologi yang membedakan antara antobodi HSV tipe 1 dan
tipe 2 sekarang tersedia tetapi harus digunakan secara selektif.
Tes serologi tidak dianjurkan dilakukan pada diagnostik untuk
herpes primer. Serologi memiliki peran berguna mungkin pada
pasien dengan ulserasi genital yang berulang dan herpes dengan
hasi; kultur negatif. Sebuah hasil negatif hampir mengeliminasi
virus herpes sebagai penyebab ulserasi, meskipun hasil negatif
palsu memang terjadi, sedangkan hasil yang positif untuk antibodi
HSV tipe 2 membuat diagnosis herpes genital sangat mungkin.6,7
c. Diagnosis Banding
1. Kandidiasis
Kandidiasis vulva terkadang disalahartikan sebagai herpes genital
terutama bila ada nyeri vulva parah dengan gangguan dari epitel
vulva. Sebaliknya, herpes rekuren dapat menghasilkan sedikit
ketidaknyamanan pada vulva dan dianggap oleh pasien hanya
sebagai serangan jamur. Untuk alasan ini, penting untuk
10
II.2 Penatalaksanaan
Semua orang yang telah aktif secara seksual sebaiknya diedukasi
mengenai perjalanan penyakit dan resiko dari terjangkitnya serta
transmisi dari Penyakit Menular Seksual, termasuk HSV. Studi
menunjukkan bahwa setengah dari pasien dengan infeksi HSV-2 yang
asimptomatik tidak mengetahui penyakitnya dan dapat diajari
bagaimana mengenali gejala dan tanda dari hespes genital. Dan, pasien
juga sebaiknya diberikan konseling mengenai perilaku seks yang aman.
Harus ditekankan bahwa kebanyakan dari transmisi terjadi pada fase
asimptomatik dan berasal dari penderita yang tidak memiliki lesi yang
klasik. Pasien yang menderita herpes genital harus diberikan konseling
untuk tidak melakukan hubungan seksual selama sakit dan selama 1
atau 2 hari setelahnya, dan menggunakan kondom selama sakit. Terapi
antivirus supresif juga bisa menjadi opsi untuk orang-orang yang terkait
transmisi virus ini dari pasangannya.2
Wanita hamil yang menderita herpes genital harus diyakinkan
bahwa resiko dari transmisi virus herpes ke bayi selama kehamilan
sangat rendah. Rekomendasi penanganan wanita hamil dengan herpes
genita rekuren termasuk evaluasi klinis selama melahirkan, dengan
11
Fase Primer
Asiklovir sistemik adalah pilihan perawatan untuk infeksi herpes
simpleks primer yang parah atau berpotensi parah, tetapi tidak ada efek
pada pembentukan latensi virus dan tingkat kekambuhan setelah terapi.
Pengobatan harus dimulai sesegera mungkin. Dosis umum adalah
5mg/kg/iv/8jam. Sebagai obat yang diekskresikan melalui ginjal, maka
dosis harus diperkecil pada gagal ginjal. Kenaikan sementara ureum
dan
kreatinin
darah
dapat
terjadi
pada
suntikan
bolus,
Fase Rekuren
Herpes labialis rekuren mungkin tidak memerlukan perawatan
jika serangan ringan atau jarang. Oral asiklovir dimulai sesegera
mungkin setelah timbulnya gejala dapat mempersingkat durasi dan
mengurangi intensitas sebuah episode. Jika sering kambuh, profilaktik
12
13
saat
melahirkan
begitu
besar
sehingga
operasi
caesar
atau
Valasiklovir.
Namun,
Herpotherm
dapat
14
III. KESIMPULAN
Virus herpes simpleks merupakan virus DNA yang paling sering
menyerang manusia. Setelah bereplikasi di kulit atau mukosa,
virus
menginfeksi ujung saraf lokal dan naik menuju ganglion kemudian menjadi
memasuki fase laten sampai akhirnya tereaktivasi. Ada jenis dua virus herpes
simpleks: tipe I dan tipe II. Tipe I umumnya menyebabkan penyakit orofasial,
sementara tipe II biasanya menyebabkan infeksi kelamin., namun keduanya
dapat menyerang baik kelamin maupun mulut dan rekurens. Kebanyakan tipe
I menyerang anak-anak sementara tipe II orang dewasa. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan gejala klinis yang muncul didukung dengan pemeriksaan
penunjang PCR, kultur virus, dan serologi. Terapi infeksi virus herpes
simpleks bisa menggunakan asiklovir, valasiklovir, ataupun famsiklovir.
Regimen maupun dosis disesuaikan dengan keadaan klinis pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Herpes Simplex. In: Juanda PDdA, Hamzah dM, Aisah
PDdS, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. p. 381-3.
2. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Ktz
SI, Gilcrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Flitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 7th ed. United States of Amerika: McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2008. p. 1873-84.
3. Chen S, et al. Seroposivity and Risk Factors for Herpes Simplex Virus
Type 2 Infection among Female Sex Workers in Guangxi, China. PubMed
Med. J. 2013; Vol 8: p. 1-5
4. Sterling JC. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 1-4. Oxford: Blackwell
Publishing Company; 2004. p. 25.15-25.36.
5. Daniel J. Trozak M, Dan J. Tennenhouse M, JD, John J. Russell M.
Herpes Simplex Recidivans. In: Daniel J. Trozak M, Dan J. Tennenhouse
M, JD, John J. Russell M, editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 325-33, 435
6. Sonnex C. Genital Ulceration. In: Sonnex C, editor. Sexual Health and
Genital Medicine in Clinical Practice. London: Springer Ltd.; 2007. p. 93,
97-106
7. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Viral Diseases. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the skin: Clinical
Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 367-75.
8. Schlippe G, Voss W, Brenn LC. Application and Tolerability of
Herpotherm in the Treatment of Genital Herpes. PubMed Med. J. 2013;
Vol 6: p. 163-66
16