Вы находитесь на странице: 1из 16

PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

HERPES SIMPLEKS
Rizna Ariani Said, Muh. Ridwan Hasbi
I.

PENDAHULUAN
I. 1 Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabakan oleh virus
herpes simpleks (Herpesvirus hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens. Manifestasi klinis utamanya
adalah infeksi mukokutaneus, dengan HSV tipe 1 (HSV-1) yang hampir
selalu dihubungkan dengan penyakit-penyakit orofasial, sedangkan HSV
tipe 2 (HSV-2) biasanya dihubungkan dengan infeksi perigenital.1,2
I. 2 Epidemiologi
Insiden infeksi primer dengan HSV-1 sebagian besar terjadi pada
anak-anak, dimana 3060% anak-anak terekspos oleh virus ini.
Kecepatan infeksi oleh virus ini meningkat sesuai pertambahan usia.
Mayoritas populasi di atas usia 30 tahun atau lebih tua seropositif untuk
HSV-1. Angka kejadian HSV-2 berhubungan dengan perilaku seksual
dan prevalensi infeksi pada partner seksual yang potensial. Angka
seroprevalens HSV-2 di Amerika Serikat sebesar 22 % pada populasi
usia 12 tahun atau lebih. Di China, data mengenai infeksi menular
seksual termasuk infeksi HSV-2 diantara populasi yang berisiko terbatas.
Pekerja seks wanita di China merupakan salah satu populasi penting
dalam meningkatnya angka kejadian PMS/HIV epidemi lokal dan
dianggap sebagai populasi perantara untuk transmisi heteroseksual dari
HIV/PMS dari kelompok beresiko tinggi ke populasi umum.2,3

I. 3 Etiologi dan Patogenesis


HSV merupakan bagian dari famili Herpesviridae, grup dari
lipid-enveloped double-stranded DNA virus yang bertanggung jawab
untuk berbagai macam infeksi yang umum pada manusia. Kedua serotipe
HSV yang terkait erat dengan Varicella-Zoster Virus (VZV) adalah
anggota dari subfamili virus -Herpesviridae.2,4
Kedua tipe HSV baik tipe 1 maupun tipe 2 didapatkan melalui
kontak langsung, droplet, adanya sekret infeksius yang masuk melalui
kulit atau membran mukosa, dimana infeksi primernya tampak jelas.
Infeksi primer tipe 1 terjadi terutama pada bayi dan anak-anak , dimana
pada umumnya kasus ini bersifat minimal atau kadang-kadang subklinis.
Infeksi tipe 2 terjadi terutama saat setelah pubertas dan kadang
transmisinya melalui hubungan seksual. Infeksi HSV tipe 2 primer
umumnya lebih sering bersifat simptomatik.2,4
Pada kebanyakan kasus dari herpes labialis dan fasialis yang
disebabkan oleh HSV-1 didapatkan pada masa anak-anak sebelum
berumur 4 tahun. Infeksi awal mungkin berasal dari kontak droplet dan
dalam bentuk virus gingivostomatitis. Herpes genital pada umumnya
disebabkan oleh HSV-2 dan biasanya didapatkan karena aktivitas
seksual. Infeksi primer mungkin dalam bentuk vulvovaginitis berat pada
pasien wanita.2,5
Secara in vivo, infeksi HSV dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu
infeksi akut, latensi dan reaktivasi virus. Selama fase infeksi akut, virus
bereplikasi di tempat inokulasinya yaitu pada permukaan mukokutaneus,
yang menyebabkan adanya lesi primer dimana virus ini dengan cepat
menyebar dan menginfeksi saraf sensoris terminal, yang akan menjalar
ke nukleus neuronal pada ganglion saraf sensoris regional. Pada bagian
neuron yang terinfeksi ini, infeksi laten terjadi sebagai episom dan
ekspresi gen HSV tidak tampak. Pada tahap akhir, replikasi tereaktivasi
seiring dengan transpor aksonal anterograde dari replikasi virus yang
baru ke perifer, pada port of entry lesi awal atau di dekatnya.1,2

I. 4 Pencegahan
Strategi pencegahan infeksi HSV saat ini terbukti tidak adekuat.
Infeksi HSV dapat dicegah dengan menghindari seks bebas. Kondom
dapat menurunkan angka penularan jika digunakan secara rutin.
Sikrumsisi pada pria dapat mencegah angka penularan infeksi HSV-2
sebanyak 10%. Selain itu, saat ini sedang dikembangkan vaksin yang
efektif dan terapi antiviral.2

II. PEMBAHASAN
II.1 Penegakan Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Infeksi dari penyakit ini dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu infeksi
primer, fase laten, dan infeksi rekurens.
Infeksi Primer
Setelah masa inkubasi 3-5 hari (rentang 1-40 hari), vesikel
kecil muncul pada alat kelamin, sering dikaitkan dengan gejala
yang mirip dengan flu. Vesikel tersebut segera pecah meninggalkan
ulkus kecil yang akhirnya dapat bergabung untuk menghasilkan
area ulserasi yang cukup luas dan sangat nyeri. Lesi mulai sembuh
setelah sekitar 12 hari. Herpes dapat menyebabkan uretritis yang
ditandai dengan disuria. 90% wanita memiliki servisitis dan
menghasilkan sekret vagina berlebihan. Gambaran klinis lainnya
termasuk nyeri limfadenopati inguinal, sakit kepala dan fotofobia
(meningitis aseptik), retensi urin (radiculopathy sacral), faringitis,
dan lesi ekstra genital (di jari, bibir, bokong).6
Fase Laten
Pada fase ini berarti tidak ditemukan gejala klinis pada
penderita, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis. Pada fase ini, episode klinis pertama dari herpes

simpleks terjadi pada pasien-pasien dengan riwayat paparan virus


sebelumnya (tipe 1 atau tipe 2).1,6
Infeksi Rekuren
Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam tidak
aktif, dengan faktor pencetus menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Faktor pencetus itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya) trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) dan
dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang
merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi
primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan
gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas,
gatal, dan nyeri. Infeksi rekuren ini dapat timbul pada tempat yang
sama (loco), atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco).1,2
Kira-kira 90% pasien dengan herpes genital tipe 2 akan
mengalami rekurensi dalam satu tahun sejak serangan pertama,
sedangkan pada HSV tipe 1 55% kemungkinan pasien akan
mengalami rekurensi. Frekuensi dan rekurensi

ini juga berbeda,

dimana rata-rata pada HSV-2 terjadi 3-4 kali serangan per tahun
dibandingkan dengan HSV-1 yaitu 2 kali dalam setahun. Gejala
herpes genital yang rekuren ini kadang-kadang ringan. Sekitar 55%
dari pasien akan mengalami gejala prodromal seperti pins and
needles genital, nyeri tajam pada bokong dan tungkai, atau rasa tidak
nyaman pada inguinal yang dihubungkan dengan limfadenopati.
Gejala neuralgia sakralis merupakan kasus yang paling menyita
perhatian pada kasus rekurensi ini pada beberapa pasien.2,6
Manifestasi klinis infeksi HSV tergantung dimana lokasi dan
status imunologis dari penderita. Infeksi primer dengan HSV,
dinamakan demikian karena terjadi pada orang yang tidak pernah
memiliki kekebalan tubuh sebelumnya baik terhadap HSV-1 atau
HSV-2, umumnya memiliki gejala yang lebih berat, dengan gejala dan

tanda sistemik, dan memiliki kemungkinan terjadinya komplikasi


yang lebih tinggi dibandingkan dengan episode rekuren.2

Herpes Orolabialis
Herpes orolabialis hampir semua disebabkan oleh HSV-1.
Pada 1 % kasus atau kurang pada kasus infeksi baru terjadi
gingivostomatitis herpetis, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Onset biasanya diikuti dengan demam tinggi,
limfadenopati regional, dan malaise. Manifestasi klinis yang
paling sering muncul pada orolabialis herpes ini adalah
cold sore atau demam blister.7

Gambar 1. Herpes labialis. Lesi rekuren paling sering di


daerah atas bibir (dikutip dari kepustakaan 4)

Herpetik Sikosis
Infeksi herpes simpleks awal atau rekuren (biasanya akibat
HSV-1) dapat berdampak terutama pada folikel rambut.
Tampilan klinis mungkin beragam mulai dari papul
folikuler yang tererosi hingga lesi yang luas hingga
mencapai janggut. Onset muali dari sangat akut (beberapa
hari) hingga subakut atau kronik.7

Herpes genitalia
Herpes

genital

biasanya

disebabkan

oleh

HSV-2,

menyebabkan 85 % dari lesi awal dan lebih dari 98 % lesi


rekuren. Herpes genital menyebar melalui kontak kulit,

biasanya pada aktivitas seksual. Masa inkubasinya sekitar 5


hari. Pada hakikatnya semua orang yang terinfeksi dengan
HSV-2 kana mengalami rekurensi, bahkan jika infeksi awal
merupakan subklinis atau asimptomatik. Rekurensi diawali
dengan gejala prodromal rasa terbakar, gatal, atau rasa
kesemutan. Biasanya dalam 24 jam, papul merah akan
muncul, berkembang menjadi blister berisi cairan jernih
selam 24 jam, dan terjadi erosi 24-36 jam berikutnya, dan
akan membaik dalam 2-3 hari kedepan.7

Gambar 2. Lesi yang tersebar di batang penis (dikutip dari


kepustaan 4)

Herpes Simpleks intrauterin dan pada neonatus


70 % dari kasus herpes simpleks neonatus disebabkan oleh
HSV-2. Infeksi HSV-1 neonatus umumnya didapatkan post
natal melalui kontak dengan penyakit orolabial, tetapi
mungkin juga terjadi intrapartum jika ibunya terinfeksi
HSV-1. Spektrum klinis dari herpes simpleks neotaus ini
dapat dibagi ke dalam 3 bentuk : infeksi lokal pada kulit,
mata atau mulut (SEM), penyakit sistem saraf pusat (SSP),
dan

penyakit

yang

menyebar

(ensefalitis,

hepatitis,

pneumonia, dan koagulopati).7

Gambar 3. Infeksi HSV tipe II pada neonatus (dikutip dari


kepustakaan 2)

b. Pemeriksaan Penunjang

Pewarnaan Tzanck
Spesimen diperoleh dari dasar blister yang segar dan telah ruptur,
dan pewarnaan dilakukan dengan spesimen diletakkan pada kaca
objek dan diwarnai dengan Giemsa atau pewarna lain yang mirip.
Hasil pewarnaan yang positif akan memperlihatkan efek dari
virus herpes yaitu dengan ditemukannya keratinosit dengan inti
balon dan sel raksasa multinuklear dengan perubahannya. Tes ini
cepat, murah dan dapat dilakukan dengan peralatan yang mudah
dijangkau. Tingkat sensitivitas pewarnaan yang dilakukan oleh
orang yang berpengalaman dengan menggunakan material yang
berasal dari vesikel segar mencapai lebih dari 70%. Pada lesi
pustular,

sensitivitasnya

menurun.

Tes

ini

tidak

dapat

membedakan HSV 1, HSV 2, atau herpes zoster virus.5

Biopsi
Biopsi lesi herpes menunjukkan gambaran yang patognomonis
tetapi pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk meneliti lesi yang
secara klinis atipikal. Biopsi tidak dapat membedakan HSV 1,
HSV 2 dan HZV.5

Tes Fiksasi Komplemen


Titer akan meningkat secara cepat selama infeksi primer dan akan
bernilai jika didapatkan titer pada fase akut dan fase convalescent.
Pada kasus rekurensi, titer memperlihatkan perubahan yang
sedikit dan tidak bermakna. Western Blot dan tes immunoassay
enzyme-linked jika tersedia, sensitif dan dapat membedakan jenis
virus.5

Kultur
Kebanyakan laboratorium sekarang dapat melakukan pembagian
tipe herpes. Kemungkinan mendapatkan kultur yang positif akan
sangat tergantung pada tahap lesi: ulkus melepaskan virus lebih
bayak dari lesi krusta. Hal ini perlu dijelaskan kepada pasien yang
mungkin tidak sepenuhnya mengerti mengapa mereka didiagnosis
memiliki herpes pada konsultasi awal mereka, dan kemudian satu
atau dua minggu kemudian dikatakan bahwa "tes herpes" mereka
adalah negatif. Beberapa laboratorium sekarang melakukan PCR
untuk mendiagnosis infeksi herpes. Hal ini dianggap sebagai
metode yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan diagnosis
biakan virus.6

Tes Rapid Immunofluoresens


Tes

ini

memerlukan

sistem

antibodi

monoklonal

dan

menunjukkan tingkat sensitivitas sebesar 65%. Selain itu tes ini


dapat membedakan HSV 1, HSV 2 dan HZV. Spesimen yang
diambil berasal dari pewarnaan dari blister. Tes ini sangat praktis

dan mudah. Hasil tes ini bisa didapatkan dalam waktu 1 jam atau
kurang setelah pengambilan spesimen dilakukan.5

Polymerase Chain Reaction (PCR)


Tes PCR yang dilakukan dimana sampel berasal dari spesimen
blister yang menunjukkan sensitivitas 83% dimana tes ini sama
dengan kultur. PCR memberikan hasil yang cepat dan dapat
membedakan HZV dan HSV-1 dan HSV-2 dan HZV. Selain itu
tes ini juga positif ketika spesimen diambil dari krusta dan
material yang berasal dari lesi dimana hasil kultur, Tzanck, RIF
sulit dinilai. Namun teknologi ini mahal dan tidak tersedia di
semua tempat. PCR sebaiknya dilakukan untuk kasus-kasus yang
atipik atau pada keadaan-keadaan tertentu. Dengan PCR, HCZ
dan HSV dapat dibedakan dalam waktu 6 jam.5

Tes Serologi
Tes serologi yang membedakan antara antobodi HSV tipe 1 dan
tipe 2 sekarang tersedia tetapi harus digunakan secara selektif.
Tes serologi tidak dianjurkan dilakukan pada diagnostik untuk
herpes primer. Serologi memiliki peran berguna mungkin pada
pasien dengan ulserasi genital yang berulang dan herpes dengan
hasi; kultur negatif. Sebuah hasil negatif hampir mengeliminasi
virus herpes sebagai penyebab ulserasi, meskipun hasil negatif
palsu memang terjadi, sedangkan hasil yang positif untuk antibodi
HSV tipe 2 membuat diagnosis herpes genital sangat mungkin.6,7

c. Diagnosis Banding
1. Kandidiasis
Kandidiasis vulva terkadang disalahartikan sebagai herpes genital
terutama bila ada nyeri vulva parah dengan gangguan dari epitel
vulva. Sebaliknya, herpes rekuren dapat menghasilkan sedikit
ketidaknyamanan pada vulva dan dianggap oleh pasien hanya
sebagai serangan jamur. Untuk alasan ini, penting untuk

menjelaskan kepada pasien dengan riwayat herpes genital bahwa


gejala minor yang muncul mungkin simtom dari kambuhnya herpes
dan bahwa perawatan perlu dilakukan selama hubungan seksual.6
2. Sifilis
Ulkus pada sifilis biasanya tidak nyeri meskipun infeksi sekunder
dapat menyebabkan nyeri. Ulkus pada sifilis primer dapat tak
terdeteksi dan ruam merah generalisata dari sifilis sekunder kadang
dihubungkan dengan limfadenopati dan demam.6

Gambar 4. Ulkus pada sifilis primer (dikutip dari kepustakaan 6)


3. Trauma
Lesi traumatik biasanya mucul sebagai hasil hubungan seksual
yang terlalu kasar atau seks oral agak terlalu kuat. Lesi sering
muncul sebagai lecet daripada ulkus asli, namun swab untuk kultur
herpes simplex virus harus dilakukan untuk menjawab pasien yang
sering datang dengan kesan keliru bahwa lesi itu terkait dengan
kerusakan kulit fisik.6

Gambar 5. Ulkus genital sindrom Behcet (dikutip dari


kepustakaan 6)

10

4. Fixed Drug Eruption


Kasus yang lebih parah pada Fixed Drug Eruption dapat
memperlihatkan lesi berupa ulserasi.6

Gambar 6. Fixed Drug Eruption (dikutip adri kepustakaan 6)

II.2 Penatalaksanaan
Semua orang yang telah aktif secara seksual sebaiknya diedukasi
mengenai perjalanan penyakit dan resiko dari terjangkitnya serta
transmisi dari Penyakit Menular Seksual, termasuk HSV. Studi
menunjukkan bahwa setengah dari pasien dengan infeksi HSV-2 yang
asimptomatik tidak mengetahui penyakitnya dan dapat diajari
bagaimana mengenali gejala dan tanda dari hespes genital. Dan, pasien
juga sebaiknya diberikan konseling mengenai perilaku seks yang aman.
Harus ditekankan bahwa kebanyakan dari transmisi terjadi pada fase
asimptomatik dan berasal dari penderita yang tidak memiliki lesi yang
klasik. Pasien yang menderita herpes genital harus diberikan konseling
untuk tidak melakukan hubungan seksual selama sakit dan selama 1
atau 2 hari setelahnya, dan menggunakan kondom selama sakit. Terapi
antivirus supresif juga bisa menjadi opsi untuk orang-orang yang terkait
transmisi virus ini dari pasangannya.2
Wanita hamil yang menderita herpes genital harus diyakinkan
bahwa resiko dari transmisi virus herpes ke bayi selama kehamilan
sangat rendah. Rekomendasi penanganan wanita hamil dengan herpes
genita rekuren termasuk evaluasi klinis selama melahirkan, dengan

11

diindikasikannya melahirkan secara seksio caesaria bila ada gejala dan


tanda dari infeksi aktif (termasuk gejala prodromal).2
Wanita yang telah diketahui tidak mengidap herpes genital
berdasarkan anamnesis dan tes serologis harus diberikan konsultasi
terhadap gejala dan tanda dari HSV dan bagaimana cara menghindari
terjangkitnya infeksi ini selama kehamilan. Tes serologi dapat
membantu dalam konseling pada pasangan yang partner pria-nya
menderita herpes genital rekuren dan pada wanita hamil yang rentan
terinfeksi.2
1.

Fase Primer
Asiklovir sistemik adalah pilihan perawatan untuk infeksi herpes
simpleks primer yang parah atau berpotensi parah, tetapi tidak ada efek
pada pembentukan latensi virus dan tingkat kekambuhan setelah terapi.
Pengobatan harus dimulai sesegera mungkin. Dosis umum adalah
5mg/kg/iv/8jam. Sebagai obat yang diekskresikan melalui ginjal, maka
dosis harus diperkecil pada gagal ginjal. Kenaikan sementara ureum
dan

kreatinin

darah

dapat

terjadi

pada

suntikan

bolus,

direkomendasikan untuk infusi lambat, lebih 1 jam pada pasien cukup


terhidrasi. Dosis oral yang biasa adalah 200 mg lima kali sehari,
meskipun 800 mg dua kali sehari telah digunakan dengan sukses. Obat
ini diberikan selama 5 hari atau lebih. Pada anak-anak suspensi oral
diberikan 15 mg/kgBB 5 kali/hari selama 7 hari. Valasikrovir 1000 mg
2 kali sehari selama 10 hari mempunyai efektivitas yang sama dengan
Asiklovir. Herpes neonatus diterapi dengan asiklovir intravena dosis
tinggi (60 mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-3 minggu).4
2.

Fase Rekuren
Herpes labialis rekuren mungkin tidak memerlukan perawatan
jika serangan ringan atau jarang. Oral asiklovir dimulai sesegera
mungkin setelah timbulnya gejala dapat mempersingkat durasi dan
mengurangi intensitas sebuah episode. Jika sering kambuh, profilaktik

12

asiklovir jangka panjang dengan dosis 200-400 mg dua kali sehari


selama 4 - 6 bulan dapat meningkatkan waktu antara episode.4
Pada pasien imunokompromis, mukokutan herpes simpleks
memperlihatkan respon yang baik dengan intravena asiklovir. Setelah
pemaparan, infeksi dapat dicegah dengan intravena atau asiklovir oral,
yang harus dimulai beberapa hari sebelum imunosupresi diantisipasi
dan berlanjut ke sepanjang periode risiko terbesar.4
Erupsi awal herpes genital meningkat secara signifikan dengan
oral asiklovir, tetapi kurang berpengaruh pada infeksi berulang. Namun,
pengobatan pada infeksi rekuren yang lebih parah mungkin bermanfaat,
dalam kasus seperti itu penting untuk meminimalkan penundaan
sebelum memulai pengobatan, dan pasien harus memiliki persediaan
tablet dan harus dimulai atas inisiatif sendiri. Dosis umum: asiklovir
200 mg 5 kali sehari selama 5 hari atau 400 mg 3 kalo sehari;
valasiklovir 500 mg 2 kali sehari selama 3 hari; famsiklovir 125 mg 2
kali sehari selama 5 hari. Dosis profilaksis bervariasi antara 200 dan
1000 mg sehari, regimen khas adalah 400 mg dua kali sehari, secara
bertahap dikurangi untuk menemukan dosis efektif minimum untuk
masing-masing pasien. Valasiklovir 250 mg dua kali sehari atau 1 g
sekali sehari atau famsiklovir 125 mg tiga kali sehari atau 250 mg dua
kali sehari juga efektif dalam menekan episode berulang.4
Topikal asiklovir baik digunakan untuk herpes keratitis. Dalam
pengobatan erupsi rekuren herpes labialis, dan herpes genital episode
pertama dan rekuren, perbaikan telah dibuktikan tetapi tampaknya
kurang mengesankan dari yang diperoleh oleh dalam beberapa studi.
Demikian pula, tidak ada bukti kuat bahwa pengaruh asiklovir topikal
berjalan baik pada perjalanan rekuren kutaneus herpes simpleks.
Pensiklovir topikal lebih baik dibandingkan dengan asiklovir, dan
mengurangi durasi nyeri dan erupsi.4
Topikal asiklovir baik digunakan untuk herpes keratitis. Dalam
pengobatan erupsi rekuren herpes labialis, dan herpes genital episode
pertama dan rekuren, perbaikan telah dibuktikan tetapi tampaknya

13

kurang mengesankan dari yang diperoleh oleh dalam beberapa studi.


Demikian pula, tidak ada bukti kuat bahwa pengaruh asiklovir topikal
berjalan baik pada perjalanan rekuren kutaneus herpes simpleks.
Pensiklovir topikal lebih baik dibandingkan dengan asiklovir, dan
mengurangi durasi nyeri dan erupsi jika dibandingkan dengan placebo.4
Perlawanan herpes simpleks untuk asiklovir tidak muncul sebagai
masalah yang signifikan pada pasien imunokompeten. Namun dalam
imunokompromis, strain resisten yang menyebabkan lesi keras telah
muncul setelah jangka panjang atau pengobatan sering diulang.
Perlawanan biasanya karena perubahan, atau kehilangan, virus timidin
kinase atau perubahan polimerase DNA virus yang lebih jarang.4
Risiko terhadap bayi dari vulvovaginitis herpes primer pada ibu
pada

saat

melahirkan

begitu

besar

sehingga

operasi

caesar

diindikasikan, dan profilaksis asiklovir harus dipertimbangkan untuk


neonatus.4
Herpes genital relaps dapat bermanifestasi dengan adanya bintik
merah kecil yang tak terlihat hingga blister yang sangat nyeri pada
membran mukosa dan kulit genital. Hingga saat ini, penanganan dari
herpes genital termasuk pemakaian sistemik antivirus seperti Asiklovir,
Famsiklovir,

atau

Valasiklovir.

Namun,

Herpotherm

dapat

mempersingkat durasi herpes pada bibir dan mencegah rekurensi ketika


digunakan pada awal perjalanan penyakit.8

14

III. KESIMPULAN
Virus herpes simpleks merupakan virus DNA yang paling sering
menyerang manusia. Setelah bereplikasi di kulit atau mukosa,

virus

menginfeksi ujung saraf lokal dan naik menuju ganglion kemudian menjadi
memasuki fase laten sampai akhirnya tereaktivasi. Ada jenis dua virus herpes
simpleks: tipe I dan tipe II. Tipe I umumnya menyebabkan penyakit orofasial,
sementara tipe II biasanya menyebabkan infeksi kelamin., namun keduanya
dapat menyerang baik kelamin maupun mulut dan rekurens. Kebanyakan tipe
I menyerang anak-anak sementara tipe II orang dewasa. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan gejala klinis yang muncul didukung dengan pemeriksaan
penunjang PCR, kultur virus, dan serologi. Terapi infeksi virus herpes
simpleks bisa menggunakan asiklovir, valasiklovir, ataupun famsiklovir.
Regimen maupun dosis disesuaikan dengan keadaan klinis pasien.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Herpes Simplex. In: Juanda PDdA, Hamzah dM, Aisah
PDdS, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. p. 381-3.
2. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Ktz
SI, Gilcrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Flitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. 7th ed. United States of Amerika: McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2008. p. 1873-84.
3. Chen S, et al. Seroposivity and Risk Factors for Herpes Simplex Virus
Type 2 Infection among Female Sex Workers in Guangxi, China. PubMed
Med. J. 2013; Vol 8: p. 1-5
4. Sterling JC. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 1-4. Oxford: Blackwell
Publishing Company; 2004. p. 25.15-25.36.
5. Daniel J. Trozak M, Dan J. Tennenhouse M, JD, John J. Russell M.
Herpes Simplex Recidivans. In: Daniel J. Trozak M, Dan J. Tennenhouse
M, JD, John J. Russell M, editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 325-33, 435
6. Sonnex C. Genital Ulceration. In: Sonnex C, editor. Sexual Health and
Genital Medicine in Clinical Practice. London: Springer Ltd.; 2007. p. 93,
97-106
7. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Viral Diseases. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the skin: Clinical
Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 367-75.
8. Schlippe G, Voss W, Brenn LC. Application and Tolerability of
Herpotherm in the Treatment of Genital Herpes. PubMed Med. J. 2013;
Vol 6: p. 163-66

16

Вам также может понравиться