Вы находитесь на странице: 1из 10

CEKUNGAN BANGGAI ( BANGGAI BASIN )

Oleh :
Freddie Wira A. (140710070038), Adrie Wiranata (140710070042), Rifki Asrul Sani
(140710070075), Sandy Tirta S. (140710070091), Aji Wibowo (140710077003)
Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran
2010
Disusun guna memenuhi salah satu tugas matakuliah Stratigrafi Indonesia

PENDAHULUAN
Banggai Sula Mikrocontinent merupakan bagian dari lempeng benua Australia-New
Guinea yang terlepas selama zaman Mesozoik akhir. Hal ini didukung dengan adanya
kesamaan dalam stratigrafi Pra-Cretaceous berada diatas basement Paleozoic granitic dan
metamorphic. Selama periode Miosen hingga Pliosen, Mikrocontinent bertubrukan dengan
lempeng Asiatic menghasilkan obduction kearah timur dari ophiolite di Timurlaut Sulawesi.
GEOLOGI REGIONAL
1. Kerangka Tektonik
Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan
Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengr (1986) dicoba diterapkan
di Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan
terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan
bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini
lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh
pascabenturan). Eksplorasi hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan buktibukti bahwa telah terjadi escape tectonics di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone
benturan dicirikan oleh jalur sesar-lipatan yang ketat, sementara hasil escape tectonics

dicirikan oleh sesar-sesar mendatar regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau
pemekaran kerak Bumi.
Awang H. Satyana (2007) mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang
membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan
pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awaltengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang
juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda
(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan
dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda,
pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya,
Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk
di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum
di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red RiverSabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-LuparAdang, dan Sesar Sumatra.
Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur
kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan
dengan tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur
lipatan dan sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa
sesar-sesar mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan
zone benturan. Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar
Waipoga, Sesar Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal
area) Papua Utara (termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan
Cekungan Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat
runtuhan untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang
terbentuk juga mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.
Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan
Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai
benturan ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti TareraAiduna, Sorong, Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics pascabenturan.
Cekungan Bintuni yang terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin
yang terbentuk sebagai akibat post-collision extensional structure.
Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika
mikro-kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur.

Kedua mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh
Sesar Sorong. Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi
Timur dan Jalur Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini
telah diikuti tectonic escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan
Sulawesi, pembentukan sesar-sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo,
Hamilton, Matano, dan Balantak, dan pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini
di beberapa tempat telah membuka cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat
mekanisme trans-tensional seperti danau-danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.
Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi
utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah
membentuk jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di
wilaya Seram, jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikrokontinen Kepala Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini,
pembukaan ini adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk
hampir sejajar dengan orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan
pembentukan serta pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan
dengan escape tectonics pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau
collapse yang mengikuti arc-continent collision. Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan
bahwa tectonic escapes adalah gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah
konvergen seperti Indonesia. Konsep escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk
pemahaman bagaimana benua terbangun dan terpotong-potong.
Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Australia Utara New
Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Banggai-Sula terpisah dan bergerak kearah
barat Lempeng Asia. Periode extensional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi klastika
jurasik dari daratan ke laut dangkal yang berada diatas anoxic shale laut dalam. Secara utama
proses sedimentasi passive margin terjadi dalam Cretaceous hingga Tersier selama
pergerakannya kearah barat.
Collision dari Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen Tengah hingga
Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi ophiolite, sedang ditekan menuju
timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula. Episode compressive merupakan hal yang
mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan Taliabu. Mengikuti aktivitas
pensesaran dan pengangkatan dari Sulawesi timus, kearah timur dihubungkan dengan
pengendapan molasses yang dimulai pada Pliosen awal. Sedimen molasses pada periode

Pliosen dan Pleistosen, mengalami progradasi kearah timur mengisi area cekungan hingga ke
bagian barat pulau Peleng.

Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Banggai

Di bagian utara Banggai-Sula mikrokontinen merupakan batasan dengan lempeng laut


Maluku. Sedimen yang terdeformasi menunjukan bukti obduksi menuju north-dipping bagian
Mesozoik hingga Tersier. Sequence yang terdeformasi mungkin menjadi bagian yang
tersusun atas sedimen imbrikasi dari batuan asal Banggai-Sula tapi lebih menyerupai sebuah

mlange tektonik yang menutupi laut Maluku. Jauh ke utara diketahui kandungan sedimen
yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa dan batuan vulkanik.

Gambar 2. Keadaan Tektonik pada Cekungan Banggai.

Ditempat lain, sesar normal periode Pliosen akhir hingga Pleistosen diakibatkan
bagian dari gaya tekanan compressive awal, dihasilkan dari subsidence pada selat Peleng.
Kompleks Collisi / terusan sabuk diinterpretasikan terbentuk sebagai suatu hasil dari proses
kolisi, yang terjadi selama Kala Miosen, dari Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula dan
sebuah Busur vulkanik Tersier, yang membentuk daerah yang dikenal sebagai Sulawesi

Tengah pada saat ini. Proses Collisi menghasilkan lipatan yang mempengaruhi daerah
disekitarnya, penujaman, dan
imbrikasi dari sedimenter, dan juga pada ubduksi dari salah satu massa ophiolit terbesar di
dunia, yakni Sabuk Ophiolit Sulawesi Bagian Timur.
Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula diinterpretasikan mempunyai lokasi awal
yang jauh ke arah timur dari lokasinya yang sekarang, dipredeksikan di dekat daerah New
Guinea Bagian Tengah, dan membentuk Lempeng Kontinen Mayor dari Australia-New
Guinea, dimana lempeng ini sendiri terbentuk sebagai hasil dari proses pemisahan dari
Gondwana, yang terjadi selama Masa Mesozoikum. Pada saat proses pemisahan berlangsung,
lempeng mikro mengalami pemekaran ke arah barat, dan subduksi kerak oceanic yang
cenderung ke arah barat, berhubungan dengan bagian tepi dari lempeng mikro yang dikenal
pada saat sekarang ini dengan Sulawesi Barat.
Inisial sedimentasi yang berada di atas basement batuan beku atau metamorfik dari
Lempeng mikro Banggai-Sula yang berumur Paleozoikum Akhir dimulai dari sedimen laut
dangkal hingga laut dalam, sedimen klastik berumur Jura, sedimen khas hasil pemisahan,
batas pemekaran sikuen. Batupasir laut dangkal dan material lempung dijumpai pada daerah
Peleng Timur dan fasies laut dalam, termasuk turbidit, dijumpai pada daerah bagian barat dari
Sulawesi Timur. Sedimentasi pasif yang terjadi selama Zaman Kapur hingga Paleogen,
sebagai hasil dari proses pemekaran ke arah barat dari lempeng mikro yang
berkesinambungan. Adanya singkapan yang muncul di permukaan yang terbatas dan data
well memperlihatkan bahwa sedimentasi karbonat dimulai pada Kala Eosen pada bagian
selatan dan barat dari wilayah ini, sementara di daerah lain di bagian timur sedimentasi
karbonat tidak jelas terjadi hingga Kala Miosen. Pada
suatu paparan (shelf) dengan kaberadaan karbonat yang ekstensif, dilokalisir oleh
pertumbuhan terumbu karang, mengelilingi wilayah Banggai Sula selama Kala Miosen.
Selama Kala Miosen Akhir hingga Pliosen Awal, collisi dari lempeng mikro dengan
bagian luar, busur non-vulkanik menghasilkan gaya kompresi yang mengarah ke timur,
terobosan dan imbrikasi dari sedimenter, dan obduksi dari ophiolit mulai dari tepian lempeng
Asia ke Lempeng Mikro Banggai-Sula. Plat Banggai-Sula bersama dengan sedimenter bagian
atas pada akhirnya merupakan plat yang yang berada di dalam overthrust sedimenter Tersier
dan Mesozoik dan batuan beku ultrabasa yang membentuk kompleks collisi pada saat ini.
Bersama dengan sedimen flysch, yang dihasilkan oleh proses erosi dari kompleks collisi,
terjadi di depan dari penunjaman bagian timur. Komponen utama dari sedimen ini adalah
debris ophiolit.

1. Stratigrafi
Banggai Sula Mikrokontinen memiliki urutan stratigrafi yang diurutkan berdasarkan
umur dari Paleozoikum hingga Kuarter (Gambar.3).
Batuan alas (basement) merupakan basal klastik berumur Paleogen tipis (Eosen akhirOligosen awal) dan batuan karbonat, dan dalam skala regional berupa batuan karbonat dan
klastik (Kelompok Salodik).
Pra Jurasik
Metamorphic Tanpa Nama
Basement berupa batuan metamorf terdiri atas slate, schist, dan gneiss yang mungkin
sudah mengalami proses deformasi pada periode Paleozoikum Atas. Selama Permian Akhir
hingga Triassic batuan granite bercampur dengan Basement. Tingkat metamofisme tinggi
dihasilkan oleh intrusi ini yang sebagiannya merupakan hornfel. Batuan alas (Basement) dari
Lempeng Mikro Banggai Sula terlihat dalam bentuk outcrop/singkapan di Pulau Peleng dan
beberapa singkapan yang terdapat di Tomori PSC, merupakan sekis primer yang terintrusi
oleh Granit berumur Perm hingga Trias.
Granit Banggai
Granit diperkirakan berumur Permian Akhir hingga Triassic. Terdapat bermacammacam intrusi di daerah ini, termasuk Orthoclase merah kaya granit, granadiorit, diorite
kuarsa, mikrodiorit, syenite porphiri, aplite dan pegmatite. Di Banggai dan Selatan Taliabu,
granit terlihat segar dan ini menjadi dalil kemunculannya relatif masih baru sebagai hasil dari
proses pengangkatan dan pensesaran. Terlihat jelas seperti pada pulai Kano, granit mengalami
pelapukan secara intensif, ini memungkinkan terjadi selama periode pembukaan benua yang
berasosiasi dengan rifting pada Jurassic Awal. Variasi outcrop dari batuan yang berumur
Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai, terutama pada sabuk
ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan meliputi batugamping
pelagic dan batulempung, batugamping laut dangkal dan turbidit, dan batupasir. Keduanya
merupakan reservoir potensial dan batuan induk yang terekam. Diperkirakan sekitar 14.000
kaki dari sedimen Tersier dikenali pada bagian tengah wilayah lepas pantai dari blok Tomori
dari interpretasi seismic. Sedimen-sedimen tersebut cenderung menebal secara signifikan
kearah barat dan barat daya.

Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai.

Mangole Vulkanik
Muncul dengan ketebalan sekitar 1000m di Banggai, Taliabu, dan Mangole dan
termasuk didalamnya rhyolite, dasit, ignimbrite lithic tuff dan breksi pada Pulau Bangga yang
mengandung fragmen batuan metamorf. Sedimentasi karbonat terus berlangsung hingga
zaman Kuarter dan pengangkatan pada zaman recent secara ekstensiv memunculkan beberapa
dari endapan-endapan ini.

Formasi Luwuk/Peleng
Terbentuknya batugamping pada Formasi Luwuk dan Peleng ditemukan lebih banyak
pada Pulau Peleng. Tipe sedimen utama digambarkan sebagai karang konglomerat karena ini
terbentuk oleh campuran acak dari karang-karang yang hancur, molusca, algae dan
foraminifera. Pengendapan terjadi dibawah kondisi energy yang tinggi, dalam beberapa kasus
kemungkinan berasosiasi dengan lereng curam sesar aktif yang mengindikasikan seluruh
wilayah tetap menyisakan aktifitas geologi yang aktif.
Endapan Recent, Alluvium
Berupa lempung, lanau, pasir dan gravel yang berasosiasi dengan rawa-rawa, sungai
dan pantai yang muncul dalam lokasi yang bermacam-macam disekitar pesisir dan dekat bibir
sung

Gambar 4. Gambaran sederhana satuan batuan berumur akhir Paleozoikum di wilayah Timur Indonesia,
Papua Nugini dan Australia bagian Timur (Amiruddin, 2000).

Daftar Pustaka

Sutrisno dan Benyamin. 2003. Sari Stratigrafi Indonesia. Komisi Sandi


Stratigrafi Indonesia, Lokakarya Stratigrafi Indonesia-IAGI, 36p. Pulau Jawa,
Bandung.
IAGI. 2000. An Outline of The Geology of Indonesia. Ikatan Ahli Geologi
Indonesia. Jakarta. PT. PATRA NUSA DUA. 2006. Indonesia Basin Summaries
(IBS). The Gateway To Petroleum Investment In Indonesia. Jakarta.
Kusnida, D. dan Subarsyah. 2008. Deep

Sea Sediment Gravity Flow Deposits in

Gulf of Tomini, Sulawesi. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 4 Desember 2008: 217-225.
Bandung.

Amiruddin. 2009. A Review on Permian to Triassic Active or Convergent Margin in


Southeasternmost Gondwanaland: Possibility of Exploration Target for Tin and

Hydrocarbon Deposits in the Eastern Indonesia. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.
1 Maret 2009: 31-41. Bandung.

Вам также может понравиться