Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak. Hal ini
terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang dalam 16
tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari
tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan
30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.1
Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa
kesadaran terganggu, binggung, gerakan otot abnormal yang sifatmya involunter.2 Definisi
klasik dari epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang berlangsung
lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Selama kejang, aliran darah otak, oksigen,
konsumsi glukosa, karbon dioksida dan produksi asam laktat meningkat. Kejang singkat
jarang menghasilkan efek yang berlangsung pada otak. Kejang yang berkepanjangan dapat
menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi inin
dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen.3
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan
overdosis obat.4 Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu
untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan
penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.2
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam.
Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu 100.4 F atau 38C), tanpa infeksi
sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi
pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling
umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National
Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan
sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang
terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal,
berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Anak-anak yang
mengalami kejang demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia,
atau keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of
Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang sangat baik.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI
Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai dengan
perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan aktivitas
elektrik di otak5. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang berulang karena ada proses
yang mendasari6. Sedangkan intractable seizure adalah kejang dimana penggunaan obat obatan tidak cukup kuat untuk menangani kejang7.
2.2.
KLASIFIKASI
Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan
menjadi6 :
1. Kejang parsial
Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer
serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang
mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga
13 tahun8. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi :
dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat kejang,
pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap ngecap,
jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali disertai mual dan muntah.
Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan
gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
biasanya menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan
dengan kejang tonik klonik.
2. Kejang Umum
Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua hemisfer
serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang umum dapat
dikelompokkan menjadi :
iba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang
progresif.
Kejang mioklonik
Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba
tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi hingga ratusan
kali per hari.
Kejang atonik
Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba tiba.
Kejang absens
Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau
disebut juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens
tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba tiba,
kehilangan kesadaran sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan
kosong. Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode
kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada anak berusia
kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal ditandai dengan gerakan seperti
hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas, dan disertai
dengan perubahan kesadaran7.
3. Kejang tak terklasifikasi
Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak
dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial. Kejang ini
termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia 1 tahun6.
2.3.
ETIOLOGI
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan
ekstrakranial.
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus,
infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti
hipoglikemia,
hipokalsemia,
hepatik
ensefalopati,
uremia,
hiperproteinemia,
anak berusia kurang dari 1 tahun, tanda-tanda iritasi meningens adalah tanda-tanda
di atas atau rasa gelisah atau rewel selama manipulasi kepala atau kaki oleh dokter
dan atau menggembungnya fontanel. Perlu ditekankan bahwa tanda-tanda klinis
meningitis tidak sensitif dan jika klinisi curiga bahwa meningitis positif, pungsi
lumbal tidak boleh ditunda sampai tanda-tanda ini muncul.1
2. Pencitraan
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah episode kejang demam sederhana,
tapi bisa dipertimbangkan
misalnya mikrosefali atau makrosefali, defisit neurologis yang sudah ada, defisit
neurologis post-iktal bertahan selama lebih dari beberapa jam, atau ketika ada
kejang demam berulang yang kompleks, atau kejang yang dicurigai bukan kejang
demam Magnetic Resonance Imaging lebih sensitif dibandingkan Computed
Tomography untuk mendeteksi proses intrakranial yang dapat menyebabkan
kejang.1
3. Electroencephalography (EEG)
Kelainan epileptiform relatif umum didapatkan pada anak-anak dengan kejang
demam. EEG sendiri memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia
tiga tahun dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan
ensefalopatik akut.1
2.5.
GEJALA KLINIS
Ketika anak menampakkan gejala klinis seperti kejang, maka pemeriksa harus segera
menentukkan sebab dari kejang tersebut. Penting untuk mengetahui apakah yang dialami
seorang anak benar adalah kejang atau bukan kejang. Berikut adalah beberapa kondisi
pediatrik yang dapat disalahartikan sebagai kejang :
1. Sinkop
Sinkop biasanya didahului oleh dizziness, pandangan yang kabur, penderita tahu jika
sebentar lagi akan kehilangan kesadaran, dan pucat. Sinkop biasanya terjadi pada
siang hari dan posisi penderita sedang berdiri. Sedangkan kejang terjadi secara tiba
tiba, kapan saja, dan dimana saja.
2. Breath holding spells
Breath holding spells merupakam salah satu episode apnea pada anak anak,
biasanya berkaitan dengan penurunan kesadaran. Breath holding spells terjadi pada
5% anak anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Ada beberapa tipe dari Breath
holding spells yang menyerupai episode kejang, yaitu cyanotic spell dan pallid spell.
Pada cyanotic spell, anak menangis kuat diikuti dengan menahan napas, sianosis,
rigiditas otot dan pincang, serta seringkali disertai dengan gerakan seperti kejang pada
ekstremitas. Pallid spell terjadi dengan rangsangan nyeri, diikuti dengan penderita
tampak pucat dan kehilangan kesadaran yang singkat.
3. Migrain
Pada anak dengan migrain, anak dapat kehilangan kesadaran, yang sering diawali
dengan pandangan kabur, dizziness, dan kehilangan postur tubuh.
4. Paroxysmal movement disorders
Paroxysmal movement disorders melibatkan aktivitas motorik yang abnormal dan
dapat menyerupai kejang dan penurunan kesadaran jarang terjadi. Tics adalah gerakan
berulang dan singkat dan dapat terjadi pada bagian tubuh manapun. Tics muncul
terutama pada keadaan stres dan biasanya dapat ditekan kemunculannya. Shuddering
attacks adalah tremor pada seluruh tubuh yang berlangsung selama beberapa detik dan
setelah itu kembali ke aktivitas normal. Distonia akut ditandai dengan kontraksi wajah
dan batang tubuh secara involunter dengan postur yang abnormal dan wajah yang
5.
meringis.
Pseudoseizures
Pseudoseizures dapat muncul dengan gerakan seperti pada paroxysmal movement
disorders. Pseudoseizures sulit dibedakan dengan kejang yang sebenarnya dan sering
6.
2.6.
TATALAKSANA
2.6.1. Penilaian Awal
Langkah pertama dalam pengelolaan pasien yang mengalami kejang adalah untuk
menilai dan mendukung saluran napas, pernapasan dan sirkulasi. Ini akan memastikan
bahwa kejang tidak membahayakan pasokan darah beroksigen ke otak dan tidak
menyebabkan cedera sekunder terhadap hipoksia dan atau iskemia. 2,4 Penilaian awal
terdiri dari :
1.
Airway
Saluran napas yang bebas adalah syarat pertama. Lakukan penilaian patensi
jalan napas dengan metode look, listen dan feel. Jika jalan napas tidak bebas,
maka kita harus membuka dan menjaganya dengan cara head tilt- chin lift
atau jaw thrust manuver dan memberikan ventilasi dengan bag-valve-mask
jika perlu. Jika jalan napas terganggu karena kejang, mengendalikan kejang
dengan antikonvulsan umumnya akan mengontrol jalan napas. Bahkan jika
jalan napas telah bebas, orofaring mungkin perlu dibersihkan dari sekret oleh
2.
suction. 2,4
Breathing
Penilaian kemampuan pernapasan dilihat dari laju pernapasan, suara napas
yang merintih, ekspansi dada, denyut jantung dan warna kulit. Pemantauan
saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan pulse oksimetry. Jika anak
menderita hipoventilasi, respirasi harus didukung dengan oksigen melalui
3.
4.
berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran kembali ke
normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti epilepsi. Jika memungkinkan
beri pula pemantauan dengan ECG dan pulse-oksimetri. 2,4
2.6.3. Medikasi Pada Kejadian Akut (first and second line anticonvulsant)
Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi. Dahulu
di tahun 1960an obat antiepilepsiyang digunakan dalam pengelolaan kejang telah
berkembang karena ketersediaan obat diazepam intravena. Sekarang obat anti kejang
yang menjadi pilihan pertama adalah benzodiazepin. Hal ini dikarenakan
benzodiazepin dapat dengan cepat mengkontrol kejang dengan efek samping yang
minimal. Selain itu benzodiazepin dapat diberikan dari beberapa rute dan dapat
diberikan kembali dalam waktu singkat.2
Obat anti kejang yang menjadi pilihan kedua, untuk kejang refrakter harus
kompatibel dengan obat pilihan pertama. Idealnya bekerja secara sinergis tanpa efek
samping dan menjadi lebih efektif dalam mencegah berkelanjutan kejang. Pilihan obat
lini kedua tersebut adalah fenitoin dan fenobarbital.2
Dalam pemilihan obat anti konvulsan, hasil yang diinginkan adalah yang paling
cepat menghentikan kejang akut dengan efek samping terkecil dan biaya yang
minimal. Persyaratan obat tersebut belumlah cukup karena harus pula meliputi
kemudahan pemberian dan tersedianya obat tersebut di pasaran. Pengobatan dini
sangat penting,karena setelah kejangditetapkan selama lebih dari 15 menit,
penangannanya akan lebih sulit. Protokol penanganan kejang berbasis lini ini
digunakan di tiga rumah sakit anak-anakdi New South Wales. Protokol inipun telah di
akui oleh Advance Paediatric Life Support (APLS) di Inggris pada tahun 2000.2
2.6.3.1.
yang
tidak
responsif
terhadap
terapi,
kejang
menetap
10
Fenobarbital telah digunakan dalam kontrol kejang sejak tahun 1912 dan
digunakan di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan anti konvulsan
yang lainnya, fenobarbital dianggap lebih murah dan sangat efektif.
Setelah pemberian intravena terdapat distribusi bifasik dan sangat
menyebar melalui seluruh pembuluh darah termasuk pembuluih darah
otak. Meskipun penetrasi ke otak telah dilaporkan terjadi 12-60 menit
setelah pemberian, penetrasi ini terjadi lebih cepat dalam status
epileptikus karenapeningkatan aliran darah otak. Fenibarbital digunakan
sebagai anti konvulsan lini kedua pada periode neonatal. Dosis
pemberian adalah 5-10 mg/kg.2
11
3.
ditemukan.10
Pengobatan profilaksis
Hilang timbul (intermittent) : anti konvulsan segera diberikan pada waktu
pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C) dengan menggunakan diazepam
12
13
merupakan dose related effect. Untuk anak dibawah usia 2 tahun dapat
meningkatkan resiko toksisitas hepar dan pankreatik. Asam valproat juga
mengganggu metabolisme dari obat antikonvulsan lain yaitu meningkatkan
jumlah obat fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, diazepam, clonazepam, dan
ethosuksamid di dalam darah.7
2. Lamotrigine (Lamictal)
Obat ini juga dapat digunakan untuk pengobatan kejang pada Lennox
Gustaut syndrome. Dosis maintenance yang digunakan sekitar 5-15
mg/kg/hari, tetapi dikarenakan obat ini mengganggu kerja antikonvulsan
lainnya, penetapan dosis harus dilakukan ketika diberikan bersamaan dengan
antikonvulsan lainnya. Lamictal harus diberikan dosis rendah pada awal
pemberian jika diberikan pada pasien yang mengkonsumsi asam valproat dan
pada dosis tinggi jika diberikan pada pasien yang juga meminum fenitoin,
karbamezepin, fenobarbital, atau pirimidon. Efek samping dari obat ini
adalah gangguan traktus gastrointestinal, somnolen, pusing, sakit kepala, dan
diplopia. Efek yang paling mengkhawatirkan adalah munculnya ruam
kemerahan di kulit yang dapat merupakan tanda tanda dari Stevens
Johnson syndrome7. Pada studi yang dilakukan pada Shahid Sadoughi
Hospital di Iran yang dilakukan oleh Fallah R, et al, meneliti 22 anak laki
laki dan 18 anak perempuan yang mengalami intractable epilepsy dengan
Lennox Gastaut syndrome didapatkan hasil nilai rata rata angka kejadian
kejang selama penelitian yang dihitung setiap minggu dan dilakukan sebelum
dan sesudah pemberian lamotrigin mengindikasikan bahwa penggunaan
lamotrigin efektif dalam mengurangi kejang dan disarankan menjadi terapi
tambahan pada penanganan intractable epilepsi pada kasus Lennox Gastaut
syndrome.11
3. Felbamate (Felbatole)
Obat ini dipakai untuk refractory seizure yang tidak dapat ditangani
dengan pengobatan lain. Penggunaan obat ini sebagian besar dipakai untuk
Lennox Gustaut syndrome. Dosis yang diberikan sekitar 15-45 mg/kg,
diberikan 3 sampai 4 kali sehari. Pemberian harus dimulai dengan dosis yang
paling rendah berdasarkan kisaran dosis terapeutik dan harus digunakan
sebagai terapi tunggal dikarenakan resiko terjadinya efek samping lebih
tinggi jika diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lain. Pada interaksi
obat, felbamat meningkatkan kadar serum fenobarbital, fenitoin, asam
14
15
16
dan elevasi kadar enzim hati dan pankreas. Efek lain yang dapat terjadi yaitu infeksi dan QT
interval yang memanjang. Oleh karena itu, pemeriksaan EKG dan evaluasi kondisi metabolik
pasien harus diperhatikan sebelum diet ini dimulai. Evaluasi laboratorium harus dilakukan
sepanjang diet ini dilakukan.7
Selain penanganan dengan diet ketogenik ini dapat juga dilakukan penanganan lain.
Ketika seseorang mengalami kondisi intractable seizure dan tidak memberi respon terhadap
pemberian obat terdapat pendekatan lain yang harus dilakukan untuk menangani kejang
tersebut. Salah satu caranya dengan stimulasi nervus vagus.13
Nervus vagus berjalan mulai dari leher ke dada hingga ke abdomen dan serat
tambahan menghubungkan nervus vagus ke otak. Stimulasi nervus vagus mengganggu
kerentangan otak untuk mengalami serangan kejang. Beberapa studi ilmiah, yang hasilnya
disetujui oleh US Food and Drug Administration, menunjukkan penurunan kejang ketika
nervus vagus di stimulasi oleh listrik. Stimulasi listrik dilakukan melalui battery powered
metal stimulator yang ditanam di bawah kulit dada pasien lalu dihubungkan dengan kabel
yang menghubungkan kabel ke nervus vagus sinistra dan lalu dialiri listrik sebagai stimulasi
pada siklus yang diprogram. Biasanya stimulasi dilakukan selama 30 detik dan diistirahatkan
selama 5 menit. Beberapa orang terkadang mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi
terkadang terdapat beberapa orang yang tidak merasakan perubahan apapun. Hasil terapi
stimulasi nervus vagus tidak dapat diprediksi. Kejang yang dialami pasien bisa berkurang
secara drastis tetapi tidak dapat menghilangkan kejang tersebut secara total. Efek samping
penggunaan cara ini adalah batuk dan suara nafas deperti mendengkur dan terjadi biasanya
pada saat stimulasi dilakukan.13
Selain penanganan dengan stimulasi nervus vagus, yang dapat dilakukan pada
intractable seizure yaitu operasi pada area otak yang mencetuskan terjadinya kejang.13
Operasi biasanya menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kejang. Rasio
kesuksesan unruk menghentikan kejang sekitar 50 90% tergantung penyebab dari kejang
tersebut dan lokasi dari kelainan yang terdapat di otak.13
2.6.6. Edukasi Keluarga Perjalanan Penyakit dan Rekurensi
Edukasi pasien dan pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari pengelolaan
kejang demam. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain:
1.
Membantu keluarga untuk mengatasi pengalaman yang menakutkan dan
menyingkirkan asumsi bahwa anak mereka akan meninggal saat kejang
demam pertama dengan kesepakatan keluarga untuk memahami prognosis
2.
dari kejang.
Memastikan keluarga mengerti bahwa tidak ada peningkatan risiko
keterlambatan intelektual jika kejang kurang dari 30 menit.
17
3.
Memberikan
keluarga
informasi
tentang
risiko
kekambuhan
kejang
berikutnya.1
2.6.7. Rekurensi
Risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah sekitar 33%.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kekambuhan meliputi kejang
demam pertama pada usia muda, riwayat keluarga kejang demam, durasi pendek demam
sebelum kejang atau demam yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat faktor
genetik yang mempengaruhi terjadinya kejang. Hal ini terlihat dari risiko saudara kandung
untuk menderita kejang adalah sekitar 10-20% dan dapat lebih tinggi jika orang tua juga
memiliki riwayat kejang. Profilaksis terus menerus dengan obat antiepilepsi tidak
dianjurkan.1
2.6.8. Penanganan Pertama Saat di Rumah
Hal yang harus dilakukan pertama saat dirumah dan berhadapan dengan anak yang
sedang kejang adalah tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau memasukkan
sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka pada lantai dan
menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu saat mulai dan
berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter. Setelah kejang berhenti,
tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat mereka nyaman.
Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan pasien saat pasien
mengalami kejang aktif. Bawalah pasien ke dokter atau instansi kesehatan setempat sesegera
mungkin.14
18
BAB III
KESIMPULAN
Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai dengan
perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan aktivitas
elektrik di otak.
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan
overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu
untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan
penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan kejang harus diketahui dan dilakukan dengan
tepat. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menilai dan mendukung saluran napas,
pernapasan dan sirkulasi untuk memastikan bahwa kejang tidak membahayakan pasokan
darah beroksigen ke otak dan tidak menyebabkan cedera sekunder terhadap hipoksia dan atau
iskemia.
Penatalaksanaan kedua adalah tanda-tanda vital harus dinilai ulang setiap 15 menit
sementara kejang berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran
kembali ke normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti-epilepsi.
Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi. Terapi lini
pertama adalah diazepam, midazolam dan paraldehyde. Terapi lini kedua adalah fenitoin dan
fenobarbital.
Edukasi terhadap keluarga juga sangat penting dalam penanganan kegawatdaruratan
pasien kejang di rumah. Keluarga harus tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau
memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka
pada lantai dan menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu
saat mulai dan berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter Setelah
kejang berhenti, tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat
mereka nyaman. Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan
pasien saat pasien mengalami kejang aktif dan bawalah sesegera mungkin pasien ke dokter
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia
Medical Association. 2010.
2. Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines. NSW
Department of Health. 2009.
3. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a
Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394
4. Convulsions in Children. Pediatric Guidelines. 2006. October;1-3
5. Sampson HA dan Leung D. Seizures in Childhood. Di dalam: Kliegman et al. Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.
6. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Epilepsy. Di
Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition: McGraw Hill. 2008.
7. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am.
2006;53:257-277
8. Major P, Thiele E.A. Seizures in Children: Determining the Variation. Pediatrics in
Review. 2007;28:363-371.
9. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK
Annual Congress. 2013
10. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002:2(4);59-62.
11. Fallah R, Karbasi A.S, Golestan M. Efficacy and Safety of Lamotrigene in Lennox
Gastaut Syndrome. Iran Journal Child Neurology. 2009 December;33-38.
12. Tavazolli A,Ghofrani M,Rouzrokh M,Eznollah A.Efficacy of Oxarbazepine Add On
Therapy on Intractable Seizures in Children. Journal of Neuroscience and Behavioural
Health, 2010 September;3:30-34.
13. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershon A. Rudolphs Pediatrics 22nd
Edition. San Fransisco:McGraw-Hill. 2012.
14. Febrile Convulsions in Children. Victoria Departement of Health. December 2010.
20