Вы находитесь на странице: 1из 8

secara umum perbedaan antara keduanya adalah

-pada piramidalis fungsi utamanya adalah sebagai penjalaran impuls dalam kontraksi
otot dan tidak ada penyilangan impuls seperti yang terjadi pada extrapiramidalis,
-pada extrapiramidalis fungsi utamanya adalah sebagai sistem pengontrolan, berperan
penting dalam menentukan besar kecilnya impuls yang dihasilkan sehingga kita dapat
menentukan apakah mau mengambil cangkir yang berjarak 20 cm atau pun 1 m
STRUKTUR PENYUSUN SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL
Gerakan volunter dipengaruhi oleh interaksi sistem piramidal, ekstrapiramidal,
dan serebelum. Sistem ekstrapiramidal meliputi :

Basal ganglia : nucleus caudatus, putamen, globus pallidus.


Substansia nigra
Nucleus rubra
NEUROFARMAKOLOGI
Neurotransmiter merupakan zat yang disintesis dan disimpan di presinaptik
dan dapat dilepaskan ke dalam sinaptik gap bila mendapatkan stimulus yang adekuat.
Pada saat dilepaskan neurotransmiter tersebut dapat bereaksi dengan reseptor
khususnya yang berada pada neuron postsinaps. Beberapa neurotransmiter tersebut
antara lain : acetylcholine, dopamine, gamma aminobutyric acid, serotonin, dan
glutamate.
Asetilkolin disintesis oleh small striatal cells yang mempunyai
konsentrasi tertinggi di striatum dan mempunyai efek eksitasi. Sedangkan dopamin
dihasilkan di substansia nigra pars kompakta dimana konsentrasi tertinggi terdapat di
substansia nigra dan memiliki efek inhibisi.
Pada keadaan normal, kedua neurotransmiter tersebut berada dalam keadaan
yang seimbang jumlahnya antara asetilkolin dan dopamin. Namun, dalam keadaan
ketidakseimbangan kedua neurotransmiter tersebut mengakibatkan berbagai kelainan.
Pada keadaan dimana dopamin berlebih akan menimbulkan gangguan gerakan yang
disebut dengan chorea. Pada keadaan dimana dopamin berkurang dapat menimbulkan
gangguan gerakan yang disebut parkinsonisme.
GABA disintesis di striatum dan globus palidus, memiliki efek inhibisi,
kekurangan GABA berhubungan dengan chorea huntington.
GAMBARAN KLINIS
Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap
terdiri dari defisit fungsional primer ( gejala negatif ) yang ditimbulkan oleh tidak
berfungsinya sistem dan efek sekunder ( gejala positif ) yang timbul akibat hilangnya
pengaruh sistem itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi traktus
ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom, yaitu :

1.

Sindrom hiperkinetik hipotonik : asetilkolin , dopamin

Tonus otot menurun


Gerak involunter / ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus
2. Sindrom hipokinetik hipertonik : asetilkolin , dopamin

Tonus otot meningkat


Gerak spontan / asosiatif
Gerak involunter spontan
Pada : parkinson
I.Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena produksinya yang
berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :

1.

Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini
merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit parkinson sehingga
menimbulkan berkurangnya ekspresi wajah, berkurangnya kedipan mata dan
mengurangi perubahan postur pada saat duduk.
2. Gangguan postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit
parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat
mempertahankan keseimbangan secara cepat. Penderita akan terjatuh bila berputar
dan didorong.
II.Gejala Positif
Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun disinhibisi dari
dopamin, tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur. Gejala positif, terdiri dari :

1.

1.

Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara
pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut, dan mengenai gerakan
fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila
disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda Cogwheel. Pada penyakit
parkinson terdapat gejala positif dan gejala negatif seperti tremor dan bradikinesia.
Sedangkan pada Chorea huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu :
Chorea.

LMN : dimulai dari kornu anterior sampai radiks anterior & posterior
UMN : dimulai dari korteks serebri sampai kornu anterior
perbedaan klinis dari lesi pada kedua tempat tersebut adalah
LMN : hilangnya/berkurangnya refleks fisiologis
UMN : peningkatan dari refleks fisiologis
Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf ,
salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut serabutnya berada tepat pada
traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya berada pada
ujung anterior medula spinalis, serat seratnya berjalan menuju otot.
Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas ( upper motor neuron ) dan yang
terakhir disebut neuron motorik batah ( lower motor neuron ). Setiap saraf motorik
yang menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf saraf
motorik bawah.
Jaras motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak
dibentuk oleh UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak,
menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak,
menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN.
LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju
sambungan mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.
Ciri ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :
UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak
ada atropi otot, reflek hiperaktif dan abnormal.
LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot,
atropi otot, tidak ada atau penurunan reflek.

Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang
disebut motor pathway. Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang
lengkap disepanjang semua motor pathway. Adanya kerusakan pada ujungnya
menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan pergerakan otot.
Hal ini menurunkan efesiensi disebabkan kelemahan, juga disebut paresis.
Kehilangan hubungan yang komplit menghalangi adanya keinginan untuk bergerak
lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis. Batas antara kelemahan dan
paralisis tidak absolut. Keadaan yang menyebabkan kelemahan mungkin berkembang
menjadi kelumpuhan. Pada tangan yang lain, kekuatan mungkin memperbaiki
lumpuhnya anggota badan. Regenerasi saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan
yang mana kekuatan dapat kembali untuk otot yang lumpuh. Paralisis lebih banyak
disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin mebuat ototo lemah, lembek
dan tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang
normal ketika otot digerakkan.
Tipe paralisis :
monoplegia yaitu hanya mengenai satu anggota badan
diplegia yaitu mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi badan, contohnya :
kedua lengan atau kedua sisi wajah
hemiplegia yaitu mengenai satu sisi badan atau separuh badan
quadriplegia yaitu mengenai semua keempat anggota badan dan batang tubuh
Penyebab kelumpuhan

Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau
batang otak ( pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang otak ( sistem saraf
perifer ). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah stroke, tumor, truma
( disebabkan jatuh atau pukulan ), multiple sclerosis ( penyakit yang merusak bungkus
pelindung yang menutupi sel saraf ), serebral palsy ( keadaan yang disebabkan injuri
pada otak yang terjadi sesaat setelah lahir ), gangguan metabolik ( gangguan dalam
penghambatan kemampuan tubuh untuk mempertahankannya ).
Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau
kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam
atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang termasuk : tumor, herniasi sendi
( juga disebut ruptur sendi ), spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang atau
multiple sklerosis.
Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel sindrom, Gullain
Barre Syndrom, radiasi, toksin atau racun, CIDP, penyakit dimielinisasi.
Tanda dan gejala
Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian saraf yang rusak.
Hemiplegia disebabkan kerusakan otak pada sisi berlawanan dengan paralysis,
biasanya dari stroke. Paraplegia terjadi setelah injuri pada bagian bawah batang otak ,
dan quadriplegia terjadi setelah kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu
atau lebih tinggi ( saraf yang mengontrol lengan sejajar tulang belakang ). Diplegia
biasanya mengindikasikan kerusakan otak, lebih sering karena serebral palsy.
Monoplegia mungkin disebabkan pemisahan kerusakan diantara system saraf pusat
atau saraf perifer. Kelemahan atau paralysis hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki
dapat mengindikasikan penyakit diemelinisasi.
Gejala berfluktuasi dalam membedakan bagian tubuh mungkin disebabkan multiple
sclerosis. Kejadian paralysis lebih sering disebabkan injuri atau stroke. Penjalaran
paralysis mengindikasikan penyakit degeneratif, penyakit infeski seperti GBS atau
CIDP, gangguan metabolisme . Gejala lain yang sering menyertai paralisis termasuk
mati rasa dan perasaan
kesemutan, nyeri, perubahan penglihatan , kesulitan berbicara,atau masalah dengan
keseimbangan. Cedera pada batang otak sering menyebabkan menurunnya fungsi
kandung kemih, BAB dan organ sex. Injuri diatas batang otak dapat menyebabkan
kesulitan dalam bernafas.
Kelainan pada saraf bisa berupa kelainan pada:
1.
Korteks Cerebri: cirinya terjadi gangguan fungsi luhur yaitu gangguan dalam
berbahasa, gangguan fraksi, dan gangguan genosis.
2.
Capsula Interna: terdapat nervus VII dan XII yang bersifat kontralateral. bila ada
kelainan maka menyebabkan lesi pada otot-otot bicara yang mengakibatkan bicara
pelo.
3.
Medulla Spinalis: bila lesi setinggi cervical terjadi kelumpuhan tangan dan kaki,
bila lesi setinggi thorakal terjadi kelumpuhan tungkai, bila lesi setinggi lumbosakral
terjadi kelumpuhan hanya tungkai. Perbedaan lesi pada thorakal dan lumbosakral
yaitu pada letak lesi motoriknya. kalo pada thorakal di upper motorneuron, sedangkan
pada lumbosakral di lower motorneuron.
4.
Batang otak: Lesi berupa kelumpuhan anggota gerak yang bersifat kontralateral
(bila lumpuh pada sebelah kanan maa lesi pada saraf sebelah kiri)
Upper Motor Neuron (UMN)
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau
melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut
merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, gyrus tersebut dinamakan

korteks motorik. Mereka berada di lapisan Ke V dan masing-masing memiliki


hubungan dengan gerak otot tertentu . Yang berads di korteks motorik yang
menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot
kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik dekat dengan fisura lateralis
serebri mengurus gerak otot larings, farings, dan lidah. Penyelidikan dengan
elektrostimulasi mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat
dipetakan pada seluruh kawasan korteks motorik sisi kontralateral. Peta itu dikenal
sebagai homenkulus motorik.
Dari bagian mesial gyrus presentralis (=area4 = korteks motorik) ke bagian lateral
bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah, tungkai atas,
pinggul, abdomen/thoraks, bahu, lengan, tangan jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita
suara, lidah dan otot penelan. Yanfg menarik adalah luasnya kawasan peta gerakan
tangkas khusus dan terbatasnya kawasan gerakan tangkas umum. Seperti
diperlihatkan oleh homenkulus motorik, kawasan gerakan otot-otot jari/tangan adalah
jauh lebih luas ketimbang kawasan gerakan otot jari/kali. Melalui aksonnya neuron
korteks motorik menghubungkan motoneuron yang membentuk inti motorik saraf
kranial dan motoneuron di kornu anterius medulla spinalis.
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar kortikospinal. Sebagai berkas
saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di tingkat talamus dan
ganglia basalis mereka terdapat diantara kedua bangunan tersebut. Itulah yang dikenal
sebagai kapsula interna, yang dapat dibagi dalam krus anterius dan krus posterius.
Sudut yang dibentuk kedua bangunan interna itu dikenal sebagai genu. Penataan
somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motorik ditemukan kembali di kawasan
kapsula interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus posterior.
Di tingkat mesencephalon, serabut saraf itu berkumpul 3/5 bagian tengah pedunkulus
serebri dan diapit oleh daerah-daerah serabut fropontin dari sisi medial dan serabutserabut parietotemporopontin dari sisi lateral. Maka dari itu, bangunan yang
merupakan lanjutan dari pes pontis, mengandung hanya serabut-serabut kortikobulbar
dan kortikospinal saja. Bangunan itu dikenal sebagai piramis dan merupakan bagian
ventral medulla oblongata.
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka
(di dalam pedunkulus serebri, lalu di dalam pes pontis dan akhirnya di piramis), untuk
menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial
motorik (n.III, n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n.X, n.XI, dan n.XII) atau interneuronnya
disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf
kranial motorik sisi ipsilateral juga.
Di perbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut
kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral
(=traktus piramidalis lateralis), yang berjalan di funikulus posterolateralis
kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke
medulla spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras
kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis. Kawasan jaras piramidal dan
ventral makin ke kaudal makin kecil, karena banyak serabut yang sudah mengakhiri
perjalanan. Pada bagian servical disampaikan 55 % jumlah serabut kortikospinal,
sedangkan pada bagian torakal dan lumbosakral berturut-turut mendapat 20 % dan
25%. Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motorik berada di intumesensia
servikalis dan lumbalis, yang mengurus otot-otot anggota gerak atas dan bawah.
Adapun seluruh serabut motorik yang tidak melalui piramid dinamakan sistem
ekstrapiramidalis, yang fungsinya mengatur secara kasar otot-otot voluntar.
Lower Motor Neuron (LMN)

Lower motor neuron mencakup sel-sel motorik nuklei saraf kranial dan aksonnya
serta sel-sel kornu anterior medulla spinalis dan aksonnya. Serabut-serabut motorik
keluar melalui radiks anterior atau motorik.
2.

Patomekanisme terjadinya kelemahan ekstremitas


Paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai)
adalah kerusakan yang menyeluruh, tetapi belum menruntuhkan
semua neuron korteks piramidalis.
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa
adanya kelainan atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan
jaringan oleh trauma atau infeksi, ataupun penekanan langsung dan
tidak langsung oleh massa hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut
selanjutnya akan mengakibatkan adanya gangguan pada tractus
kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak
atas dan bawah.

Pengertian paresis dan jenis-jenisnya.


Paresis (kelemahan) adalah hilangnya tenaga otot sehingga
gerak voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan
gerakan yang terbatas. Paresis disebabkan oleh kerusakan yang
menyeluruh, tetapi belum menruntuhkan semua neuron korteks
piramidalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh
kontralateral yang ringan sampai berat.
Jenis-jenis paresis, yaitu:
a.
Monoparesis
Monoparesis adalah kelemahan pada salah satu ekstremitas atas atau salah satu
ekstermitas bawah.
b.
Hemiparesis
Hemiparesis adalah kelemahan otot pada lengan dan tungkai
pada satu sisi.
c.
Paraparesis
Paraparesis adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
d.
Tetraparesis/Quadraparesis
Tetraparesis adalah kelemahan pada kedua ekstremitas atas dan kedua ekstemitas
bawah.
7.
Pemeriksaan fisis neurologis dan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan fisis neurologi
a.
Pemeriksaan fungsi kesadaran
b.
Pemeriksaan fungsi kortikal luhur
c.
Pemeriksaan tanda rangsang menings
d.
Pemeriksaan fungsi koordinasi
e.
Pemeriksaan fungsi sensorik : sensasi taktil dan nyeri superfisial
f.
Pemeriksaan fungsi motorik : bentuk otot, kekuatan otot, dan tonus otot
g.
Pemeriksaan refleks fifiologis : refleks bisep, trisep, brachioradialis, patella dan

achilles
h.
Pemeriksaan refleks patologis : Babinski, Hoffmann-Tromne, Oppenheim,
Gordon, Chatdot, Skifer.
i.
Pemeriksaan nervus kranialis : Nervus kranialis I-nervus kranialis XII
Pemeriksaan penunjang neurologi
a.
Pungsi Lumbal
b.
EMG dan ENG
c.
EEG
d. TCD
e.
SSEP
f.
BAEP
g.
PET
Lesi di korteks serebri
Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera
traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontra-lateral. Temuan klinis
khas yang berkaitan dengan lesi di lokasi tersebut adalah paresis ekstremitas atas
bagian distal yang dominan, konsekuensi fungsional yang terberat adalah gangguan
kontrol motorik halus. Kelemahan tersebut tidak total (paresis, bukan plegia), dan
lebih berupa gangguan flaksid, bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan
(nonpiramidal) sebagian besar tidak terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut (a)
dapat menimbulkan kejang fokal.
1.2. Lesi di kapsula interna
Jika kapsula interna terlibat (misalnya, oleh perdarahan atau iskemia), akan terjadi
hemiplegia spastik kontralaterallesi pada level ini mengenai serabut piramidal dan
serabut non piramidal, karena serabut kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Paresis
pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flaksid (pada fase syok) tetapi menjadi
spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut
nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
1.3. Lesi setingkat pedunkulus serebri
Lesi setingkat pedunkulus serebri, seperti proses vaskular, perdarahan, atau tumor,
menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan
nervus okulomotorius.
1.4. Lesi pons
Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada tumor, iskemia batang
otak, perdarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral.
Serabut-serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus hipoglosalis telah
berjalan ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini; dengan demikian,
kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus fasialis tipe sentral jarang terjadi,
1.5. Lesi pada piramid medula
Lesi pada piramid medula dapat merusak serabut-serabut traktus piramidalis secara
terisolasi, karena serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal pada tingkat
ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flaksid kontralateral. Kelemahan tidak
bersifat total (paresis, bukan plegia), karena jaras desendenss lain tidak terganggu.
1.6. Lesi traktus piramidalis di medula spinalis
Lesi traktus piramidalis di medula spinalis. Suatu lesi yang mengenai traktus
piramidalis pada level servikal (misalnya, akibat tumor, mielitis, trauma)
menyebabkan hemiplegia spastik ipsilateral; ipsilateral karena traktus tersebut telah
menyilang pada level yang lebih tinggi, dan spastik karena traktus tersebut
mengandung serabut-serabut piramidalis dan non piramidalis pada level ini. Lesi

bilateral di medula spinalis servikalis bagian atas dapat menyebabkan kuadriparesis


atau kuadriplegia.
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron(UMN) atau
kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/ kelemahanyang terjadi pada
kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula
spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena
tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada
LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula
spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,thorakal,
lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan
lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota
gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerahini maka akan
berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
1. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapatmenyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari
bagiandibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi
kelumpuhan ototringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi
pada UMN dapat menyebabkan paresespastic sedangkan lesi pada LMN
menyebabkan parese flacsid

Вам также может понравиться