Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Keratitis Dendritik OS
Oleh:
Jasreena Kaur Sandal
11.2013.165
Pembimbing :
dr. Indah Puspajaya, Sp.M
NIM
: 11.2013.165
Dr. Pembimbing
.............................
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan
: Ny. R A
: 30 tahun
: Islam
: Guru
: Jl.Ratu Dibalau,Bandar Lampung
: 10 Juli 2015
ANAMNESIS
Dilakukan auto anamnesis pada tanggal 10 Juli 2015.
Keluhan Utama:
Penglihatan mata kiri menurun sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Mata kiri berair (tidak terlalu banyak ), merah dan mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik Rumah Sakit Imanuel dengan keluhan penglihatan mata kiri
menurun, mata berair terutama pada hari malam dan merah. Gejala diawali mata merah
terasa perih, bengkak dan mengganjal seperti berpasir sejak 3 hari yang lalu. Satu hari
yang lalu pasien menggunakan obat tetes yang dibeli di apotek dan merah menghilang.
Tidak ada demam, silau atau rasa berkelilipan dan belekan. Tidak diawali batuk pilek atau
tenggorokan. Riwayat kena debu disangkal.Tidak ada riwayat pemakaian lensa kontak.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Umum:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Alergi (-)
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat trauma mata sebelumnya (-)
2
III.
- Hipertensi (+)
- Diabetes Melitus (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Pernapasan
Suhu
Nadi
Kepala
Mulut
THT
Thoraks
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
OS
Infiltrat dendritik
KETERANGAN
1. VISUS
Visus
Koreksi
OD
6/6
-
OS
6/20
3
Addisi
Distansi pupil
Kacamata Lama
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal ke semua arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal ke semua arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada (superior)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemis
Krepitasi
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
Korpus alienum
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
5. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
4
6. SKLERA
Warna
Ikterik
Putih
Tidak Ada
Putih
Tidak ada
Jernih
Rata
11 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Jernih
Rata
11 mm
Reflek Kornea (-)
Ada(dendritik)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Sedang
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Sedang
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Coklat
Coklat
Kripte
Jelas
Jelas
Sinekia
Tidak ada
Tidak ada
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada
7. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus senilis
Edema
8. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
9. IRIS
10. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung
11. LENSA
Kejernihan
Ditengah
Bulat
3 mm
+
+
Jernih
Ditengah
Bulat
3 mm
+
+
Jernih
5
Letak
Shadow test
Di tengah
Tidak dilakukan
Di tengah
Tidak dilakukan
Jernih
Jernih
Tegas
Orange
2:3
0.4
+
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tegas
Orange
2:3
0.4
+
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal/palpasi
14.6
ada
Tidak ada
Normal/palpasi
17.3
Normal
Normal
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Slitlamp.
- Uji fluoresein
RESUME
Subjektif
Anamnesis:
6
Pasien datang ke poliklinik Rumah Sakit Imanuel dengan keluhan penglihatan mata kiri
menurun, mata berair terutama pada hari malam dan kadang gatal. Gejala diawali mata
merah terasa perih, bengkak dan mengganjal seperti berpasir sejak 3 hari yang lalu. Satu
hari yang lalu pasien menggunakan obat tetes yang dibeli di apotek dan merah
menghilang.
Objektif
Pada pemeriksaan generalisata:
Pada pemeriksaan fisik status generalis : Ku : tampak sakit ringan, tekanan darah
110/70 mmHg.
Pada pemeriksaan ophtalmologis:
- Visus OD 6/6
- Visus OS 6/20
- Palpebral superior OS terasa nyeri
- Konjungtiva bulbi OS ada injeksi siliar.
- Kornea OS ada infiltrat dendritik.
- Refleks Kornea menurun
- Nyeri tekan OS
VI.
VII.
VIII.
IX.
DIAGNOSIS KERJA
Keratitis Dendritik OS
DIAGNOSIS BANDING
- Keratitis herpes zoster
- Erosi kornea berulang
- Keratitis bacterial
- Keratitis acantamoeba pseudodendritis
- Keratitis vaccinia
PENATALAKSANAAN
- Trifluridine 1% drops 9x/ hari
- Acyclovir oral 5x400 mg selama 7-10 hari
- Atropine 1%
- Artificial tears 4-8x / hari
- Antibiotic topical
- Debridement
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
: Bonam
: Bonam
7
Ad Sanationam
: Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan
tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membrane Descemet, ataupun
endotel.1 Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat
dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis
dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi
menjadi epitelial, subepitelial stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian
sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik,
disiform, dan bentuk lainnya.
Keratitis herpes simpleks atau keratitis dendritik merupakan salah satu infeksi kornea
yang disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan
edema pada lapisan kornea.2 Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis
pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulkan kematian
sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. 2 Penyebab keratitis 90% disebabkan
oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella.
Anatomi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.
Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior dari
kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11 mm 3
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk dilakukan oleh kornea2. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik.
Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang
berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari
sirkulasi limbus. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda :
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descment dan lapisan endotel.1-4
Lapisan kornea1-4
1. Epitel
- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
-
tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
-
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama yang kadangkadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
-
5. Endotel
10
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.1 Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus.1 Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.1 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.
Fisiologi Kornea
Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk memproteksi
lensa intraokular.3 Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara mempertahankan sifat
transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes.4 Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative
jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar
epitel dan endotel. Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga
lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :4
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu
nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat
11
gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata
dari infeksi.2
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau
fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi.2-4 Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi .
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel
utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui
kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus
Definisi Keratitis
Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi seluler
dan kongesti siliar.
Epidemiologi
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata.
Di Amerika Serikat insidensi keratitis HSV pada tahun 2000 kira kira 24 000 kasus keratitis baru
dan 58 000 serangan per tahun. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara
4- 13 kasus per 100.000 orang tiap tahun. 5 Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per
100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna
pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan
lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang
menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang
tidak diketahui penyebabnya
12
Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan
keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain
adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang
masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi
atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.6
Keratitis herpes simpleks merupakan peradangan pada kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe I maupun tipe II. Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan
virus DNA rantai ganda yang termasuk ke dalam famili herpesviridae.3,7 Mengandung 3
komponen pembentuk utama. Bagian inti yang mengandung DNA virus, membran sel dan casid.
Tegument terletak di antara kapsid dan selubung serta berbagai protein yang dikirim ke dalam sel
yang terinfeksi selama fusi.
Keratitis acanthamoeba juga bisa menimbulkan gambaran dendritik. Infeksi mata
Acanthamoeba pada pemakai lensa kontak yang jarang namun serius, dan mereka sering
memulai karena penanganan yang tidak tepat lensa dan kebersihan yang buruk. Erosi kornea
berulang dan keratitis vaksinasi juga memiliki gambaran dendritik.
Patofisiologi
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme
pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel
hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Kerusakan
terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan
membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap
virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak
13
jaringan stroma disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus
dan reaksi radangnya.
Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kornea kurang vaskuler,
sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV. Pada
hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara imunologik
tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak.2 Infeksi herpes simpleks
laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus
menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis
superior, ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus.
Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat
berlindung virus herpes simpleks.2,8,9
Gejala Klinis
Infeksi primer herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan ditandai oleh adanya
demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus
terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau
lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopic
2,3,7
14
Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian pusat yang
terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea umumnya timbul pada awal
infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin tidak datang berobat. Sering ada riwayat
lepuh lepuh, demam atau infeksi herpes lain, namun ulserasi kornea kadang kadang
merupakan satu satunya gejala infeksi herpes rekurens.2,3,7,9,10
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel,
berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea.1 Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap
keratitis
lain
oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati
bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak
adanya foto-fobia.
Keratitis herpes simplek juga dapat dibedakan atas bentuk superfisial, profunda, dan
bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. Keratitis superfisial dapat berupa pungtata,
dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis
pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka kematian
sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Lesi bentuk dendritik merupakan
gambaran yang khas pada kornea, memiliki percabangan linear khas dengan tepian kabur,
memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Pemulasan fluoresein memudahkan melihat dendrit,
namun sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea yang lain dan
harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial.2
Ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geografik yaitu sebentuk penyakit dendritik
menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar hat ini terjadi akibat bentukan ulkus
bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus
menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus. Tepian ulkus tidak kabur.
Sensasi kornea, seperti halnya penyakit dendritik, menurun. Lesi epitel kornea lain yang dapat
ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial blotchy, keratitis epitelial stelata, dan keratitis
filamentosa. Namun semua ini umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas
dalam satu dua hari.2,7,9
15
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster,
pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus
plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.1
Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum pada infeksi HSV.
Stroma didaerah pusat yang edema berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti, dan umumnya
tanpa vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup berat untuk membentuk lipatan-lipatan
dimembran descement. Mungkin terdapat endapan keratik tepat dibawah lesi diskiformis itu,
namun dapat pula diseluruh endotel karena sering bersamaan dengan uveitis anterior. Seperti
kebanyakan lesi herpes pada orang imunokompeten, keratitis disciformis normalnya sembuh
sendiri, setelah berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Edema adalah tanda terpenting, dan
penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan vaskularisasi.2
Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang sering disertai
vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus. Kadang-kadang dijumpai adanya
infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai
polimorfonuklear disertai reaksi antigen antibodi virus herpes simpleks. Penipisan dan perforasi
kornea dapat terjadi dengan cepat, apalagi jika dipakai kortikosteroid topikal. Jika terdapat
penyakit stroma dengan ulkus epitel, akan sulit dibedakan superinfeksi bakteri atau fungi pada
penyakit herpes. Pada penyakit epitelial harus diteliti benar adanya tanda tanda khas herpes,
namun unsur bakteri atau fungi dapat saja ada dan dapat pula disebabkan oleh reaksi imun akut,
yang sekali lagi harus mempertimbangkan adanya penyakit virus aktif. Mungkin terlihat
hipopion dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau fungi sekunder.2
16
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan
mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea,
misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun erosi
yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari
gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah
memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau
virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakitpenyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi
khusus.4
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda
yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur
kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat
membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti:
pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin,
neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea,
keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.5,9 Tanda-tanda yang ditemukan ini juga
berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
17
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang
dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda
tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas
mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi
partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema
yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel
kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis
dilakukan
melalui
inspeksi
dengan
pencahayaan
adekuat.
Larutan
flouresent
dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa.
Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat
alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat
jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati hati ke seluruh kornea.
Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat
Terapi obat
Pengobatan menggunakan agen antivirus baik oral maupun topikal efektif untuk
mengobati infeksi keratitis herpes simpleks. Agen antivirus yang dipakai pada keratitis herpes
antara lain :
Idoxuridine
Sering digunakan untuk infeksi pada epitel kornea. Infeksi yang ditandai dengan
timbulnya gambaran dendritik lebih memberikan respon yang baik dengan menggunakan
19
obat ini daripada infeksi pada stroma. Idoxuridine merupakan analog dari thymidine.
Obat ini menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga toksik untuk epitel
normal dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat dalam larutan1% dan
diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Resistensi terhadap obat ini
dilaporkan terdapat pada 1,5 4% kasus. Obat ini sering menimbulkan efek samping
antara lain keratitis pungtata, dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi
pungtum lakrimalis.2,7,12
Vidarabine
Suatu turunan dari adenin yang cara kerjanya dengan menghambat sintesis DNA
virus pada tahap awal. Hanya terdapat dalam bentuk salep 3% yang diberikan lima kali
sehari. Apabila tidak ada tanda perbaikan setelah 7 hari pemakaian atau dalam 21 hari
proses reepitelisasi tidak sempurna maka pertimbangkan untuk memakai obat lain.
Trifluridine
Merupakan analog dari thymidine, menghambat DNA polymerase virus.
Trifluridine dapat berpenetrasi dengan baik melalui kornea dan lebih manjur ( tingkat
kesembuhan 95% dibandingkan dengan obat topikal yang lain. Obat ini jauh lebih efektif
untuk penyakit stroma daripada yang lain. Terdapat dalam larutan 1% diberikan setiap 4
jam. Apabila tidak ada respon setelah 7 14 hari pemakaian obat ini maka dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan obat lain. Seperti Idoxuridine, obat ini sering
menimbulkan reaksi toksik.
Acyclovir
Obat ini merupakan derivat guanin. Di dalam sel yang terinfeksi virus herpes,
acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat, 30 100 kali
lebih cepat dari pada di dalam sel yang tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja
sebagai penghambat dan sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga
mencegah sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi proses sel yang
normal.Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes mata berat,
khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif
( aczema herpeticum ). Terdapat dalam betuk tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal
dalam bentuk salep 3 % yang diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain
akan tetapi dengan efek samping yang minimal. 3,10
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel
kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini
20
Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang
mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit
herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan
kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga
sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens. 2
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi
mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai
secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft petak lamelar berhasil baik pada kasus
tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih
kecil kemungkinan terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi
mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simplek. 2
Prognosis baik apabila tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak
diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala sisa.
Pembahasan Kasus
Diagnosis pasien ini adalah keratitis dendritik pada mata kirinya. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pada anamnesis, pasien ini
datang dengan keluhan penglihatan mata kiri menurun, mata berair terutama pada hari malam
dan merah. Gejala diawali mata merah terasa perih, bengkak dan mengganjal seperti berpasir
sejak 3 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan visus mata kiri menurun. Palbebra
superior terasa nyeri dan terdapat injeksi siliar pada konjugntiva bulbi OS. Pemeriksaan dengan
uji fluorescein ditemukan infiltrat dendritik OS , reflek kornea menurun dan ada nyeri tekan OS.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dengan debridemen dan siklopegik
(atropi 1% atau hematropin 5%) ditutup dengan bebat tekan selama 72 jam dengan tujuan untuk
memberikan rasa nyaman pada mata pasien. Trifluridine 1% tetes tiap 4 jam untuk menghambat
DNA polymerase virus dan berpenetrasi dengan baik melalui kornea. Acyclovir 400 mg tablet,
5x/hari untuk mencegah proses sintesis DNA virus lebih lanjut dan dengan efek samping yang
minimal. Acyclovir oral bermanfaat untuk pengobatan penyakit herpes mata berat, khususnya
pada orang atropik.
Daftar Pustaka
22
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005. hal 147-
158
2. Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asburys General Ophthalmology Sixteenth
Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153
3. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal 89
100.
4. Dr.Saptoyo Argo Morosidi, SpM;dr.Margrette Franciscus Paliyama, SpM.Msc.2011. Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Ukrida
5. Ryan C. Young, BA; David O. Hodge, MS; Thomas J. Liesega,Keith H. Incidence,
Recurrence,
and
Outcomes
of
Herpes
Simplex
Virus
Eye
Disease.JAMA
23