Вы находитесь на странице: 1из 34

Rhinitis Alergi

Lisan (10.2008.029, kelompok A7)


Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510.
Pink_promises@hotmail.com
______________________________________________________________________________

Pendahuluan
Rinitis merupakan penyakit radang hidung yang dapat dibagi dalam dua kategori umum
yaitu purulen dan non purulen. Rinitis purulen dapat berupa rinitis akut yang disebabkan oleh
infeksi virus, runisinusitis purulen kronis, polip hidung yang terinfeksi, rinitis purulen dan rinitis
alergi musiman, rinitis alergi prenial, dan rinitis non alergi atau rinitis vasomotor.
Alergi adalah suatu manifestasi klinis sebagai reaksi imun tubuh saat terpapar dengan
suatu benda asing seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, makanan, atau gigitan serangga.
Rinitis alergi adalah suatu inflamasi pada membran hidung yang disebabkan oleh reaksi yang
diperantarai oleh IgE sebagai reaksi terhadap alergen.
Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis sangat penting. Rinitis alergi biasanya mulai
timbul pada masa kanak-kanak dan ditandai dengan gejala obstruksi hidung, sering bersin, gatal
hidung dan rinore. Di samping itu, membuktikan adanya zat anti-IgE spesifik, sedapat mungkin
bisa kuantitatif, juga penting. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tes kulit dan RAST (radio
allergosorbent test).
Secara umum, rinitis alergi memberikan respon yang baik pada pengobatan dengan
antihistamin dan dekongestan. Imunoterapi biasanya efektif tetapi hanya dibaerikan bila
pengobatan lain gagal.

Isi
Anamnesis
Apakah hidung tersumbat?
Apakah hidung dan mata gatal dan disertai air mata keluar (lakrimasi)?
Bagaimana rinore yang keluar?
- Rinore encer dan banyak
Apakah ada gejala penyerta seperti mual, bersendawa, kembung, diare, somnolen, atau
insomnia?
Apakah sebelumnya ada riwayat kontak dengan bahan allergen seperti debu, tepung sari,
bulu binatang?
Apakah mulut dan tenggorok terasa kering?
Anamnesis pada Rhinitis Vasmotor :
Apakah mengkonsumsi obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,
seperti ergotamin, chlorpomazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topical?
Apakah merokok atau sering terhirup asap rokok?
Apakah suka makan makanan pedas dan panas?
Apakah memakai pil anti kehamilan?
Apakah suka cemas dan tegang?
Apakah hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri?
- Iya, tergantung posisi pasien
Apakah terdapat rinore?
- Terdapat rinorea yang mucus atau serous, kadang-kadang agak banyak.
Apakah gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur?
- Iya, oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab
Anamnesis pada Rhinitis Simpleks :

Apakah ada rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung?


Apakah timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer?
Apakah demam dan nyeri kepala?
Apakah rinore seperti air sampai menjadi serosa?
- Iya, bila terjadi infeksi sekunder bakteri, sekresi menjadi mukopurulen terutama
disebabkan oleh Streptococcus, Pneumococcus, Hemophylus influenzae atau
Staphylococcus dan sumbatan di hidung bertambah.

Anamnesis pada Rhinitis Medikamentosa :


Apakah memakai vasokonstriktor topical (obat tetes atau semprot hidung)?
Apakah hidung tersumbat terus menerus dan berair?

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung. Adakah
pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan ini dapat dipalpasi adanya
krepitasi tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan
sinus paranasal.1
Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior.
Diperlukan speculum hidung. Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan. Otoskop
dapat dipergunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.
Speculum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah speculum
berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu hidung
tidak terjepit. Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media,
konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus
diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi yang lain. Kadang-kadang rongga hidung ini sempit
karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-organ yang disebut
di atas lebih jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit untuk
mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka, sehingga rongga hidung lebih lapang.1
Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior
sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior
diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus
untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca ini dimasukkan, suhu
kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa. Pasien
diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. Pasien bernapas
melalui mulut supaya uvula terangkat ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap ke atas
dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula dan sampai nasofaring. Setelah kaca berada di
nasofaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung, uvula akan turun kembali dan rongga
nasofaring terbuka. Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca

dibuka ke lateral sedikit untuk melihat konka superior, konka media, dan konka inferior serta
meatus superior dan meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapat
diidentifukasi torus tubarius, muara tuba Eustachius dan fossa Rossenmuller, kemudian kaca
diputar ke sisi lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan
memakai nasofaringoskop.1
Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya dapat
dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan
membandingkan luas pengembunan udara pada spatula kiri dan kanan.1
Rinoskopi anterior
Pemeriksaan hidung dimulai dengan inspeksi dan palpasi hidung bagian luar.
Diperhatikan bentuk dan posisi hidung dan adanya pembengkakan dan perubahan warna hidung
dan daerah sekitarnya. Dengan mendorong puncak hidung ke atas diperoleh kesan tentang
kedudukan septum-nasi dan konka-nasalis-inferior. Untuk memeriksa bagian dalam hidung
digunakan spekulum hidung, corong telingan atau otoskop untik membuka rongga hidung dan
mendorong bulu-hidung ke samping. Tekanan spekulum pada septum dirasakan nyeri. Oleh
karena itu, spekulum dimasukksan ke dalam rongga hidung dengan sudut 45 o. Dengan
mendorong kepala pasien agak ke depan pada waktu rinoskopi anterior, dapat dilihat bagian
bawah rongga hidung; sedang dengan mendorong kepala ke belakangtampak bagian atasnya.
Pada waktu inspeksi, perhatikan adanya secret-hidung, asimetri (terutama ketidakrataan septumhidung), selaput lender, konka, edema, dan luas rongga hidung.2
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa hidung edema, basah, berwarna pucat atau livid
dengan konka edema disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi dan bersifat ireversibel. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau
polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan
konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. 2
Gejala spesifik lain pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic
shinner pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi
karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari
itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan.

Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok-gosok hidung oleh punggung
tangan ini lama kelamaan akan rnengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian
sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langitlangit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies
adenoid). Dinding posterior faring tampak granular dan edema (cobblestone appearance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).3

Gambar 1. Manifestasi klinik rinitis alergi3


Pada pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergika memperlihatkan lakrimasi
berlebihan, sklera dan konjungtiva yang merah, daerah gelap periorbita (mata biru alergi),
pembengkakan sedang sampai nyata dari konka nasalis yang berwarna kepucatan hingga
keunguan, sekret hidung encer jernih dan keriput lateral dari krista hidung.3
a. Wajah

Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan

vasodilatasi atau obstruksi hidung


Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah
bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.

b. Hidung
Mukosa hidung pada pasien alergi biasanya basal), pucat dan berwarna
merah jambu keabuan. Konka tampak membengkak (Gambar 2). Jika terdapat
infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi mulai dari encer dan mukoid hingga kental
dan purulen; pada saat yang sama, mukosa menjadi merah dan meradang, terbendung,
atau bahkan kering sama sekali. Polip dapat timbul pada antrum maksilaris dan regio
etmoidalis, kemudian meluas ke dalam meatus superior dan media. Selain itu, dapat
terjadi pembahan degeneratif polipoid pada seluruh mukosa hidung, atau menutup
dinding hidung lateral; namun, tampilan klasik mukosa bidung ini tidak selalu
ditemukan. Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik, namun dapat terlihat pertebalan
lapisan mukosa dan terkadang pengumpulan sekret. Bila ostia alami menjadi
tersumbat akibat pembengkakan hebat, maka suatu gambaran air fluid level atau
bahkan bayangan opak total, dapat nyata dalam rongga sinus. 3

Gambar 2. Perbandingan dari pandangan rinoskopi anterior pada hidung normal dengn hidung penderita
rinitis alergi dengan konka yang membengkak. 3

Rinoskopi posterior
Bagian belakang hidung dan nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior. Kaca
tenggorok yang kecil dipanasi hingga sama dengan suhu tubuh untuk mencegah timbulnya
embun hawa panas. Dengan menggunakan spatel, lidah ditekan ke bawah. Pasien mengucapkan
aa dan cermin menghadap ke atas, serta kaca diletakkan di belakang langit-langit. Sentuhan

pada selaput faring sering menimbulkan refleks muntah. Pasien diminta bernapas melalui hidung
agar langit-langit lunak sedikit turun ke bawah, sehingga ruang untuk melihat ke rongga
nasofaring menjadi agak luas. Melalui pantulan kaca, hanya dapat dilihat sepintas sebagian dari
nasofaring. Dengan menggerakan kaca sedikit ke kanan dan kiri, dapat diperoleh kesan secara
keseluruhan. Perhatikan lubang-koana, lubang saluran Eustachius (tuba auditiva) yang dilingkari
oleh penonjolan (torus tubarius) yang dikelilingi oleh fossa Rosenmuller dan atap nasofaring
dengan kemungkinan adanya adenoid. Sebagai pengganti spekulum hidung, pada anak-anak
dapat pula digunakan corong-telinga atau otoskop. Melalui koana dapat dilihat ujung konkainferior; kadang-kadang tampak semua konka. Pemeriksaan ini, oleh dokter THT, seringkali
dilakukan dengan endoskop. Bila perlu nasofaring dapat pula diperiksa dengan palpasi jaritangan. Palpasi nasofaring dengan jari tangan sering dirasakan tidak enak oleh pasien. Kadangkadang diperlukan analgesik lokal dengan menyemprotkan xylocain.
Untuk mempermudah masuknya alat ke nasofaring, palatum molle dapat ditarik ke depan
dengan retractor velum atau dengan pipa-PVC yang dimasukkan ke dalam hidung dan ujungnya
keluar ke mulut, kemudian ujung yang dihidung dan yang di mulut dipersatukan.
Suara bindeng karena insufisiensi velum-palatinum dapat diperiksa dengan menggunakan
pipa-auskultasi (otoskop dari Lucas) yang dimasukkan ke dalam hidung pasien dan ujung yang
lain ditempelkan ke telinga pemeriksa. Pengucapan kata-kata seperti kukuk dan bobo pada
keadaan normal tidak terdengar. Pada suara bindeng, jelas terdengar melalui pipa-auskultasi.
Pemeriksaan penghidu
Pada waktu memeriksa indera penghidu, reseptor-penghidu dapat terangsang melalui n.
olfaktorius maupun n. trigeminus. N. trigeminus peka terhadap bahan kimia seperti amoniak dan
chloroform. Rangsangan pada n. trigeminus dapat menimbulkan penghentian sementara
pernapasan.2
Pemeriksaan indera penghidu dalam praktek dilakukan secara bergantian pada setiap
lubang hidung dengan member tujuh bahan dasar penghidu. Dengan demikian, dapat dibuat
olfaktogram atas dasar reaksi terhadap bahan-bahan seperti kamper, muscus (bagian ini berbau
menyengat), bunga mawar, menthol, ether, bau asam, dan bau busuk. Usaha untuk menera
konsentrasi bahan penghidu untuk pengembangan tes-tes penghidu standar sampai sekarang
belum didapat secara global. Dengan penelitian kemungkinan dapat dibuat elektroolfaktometri.2
Rinometri dan rinomanometri

Daya tembus hidung dapat diperiksa dengan menggunakan sepotong lempeng kaca logam
yang dingin dan diletakkan di bawah lubang hidung; pasien bernapas dengan mulut tertutup (tes
Zwaardemaker). Besarnya bercak embun-pernapasan dapat member kesan daya-tembus kedua
lubang hidung.
Metode yang lebih modern sekaligus mengukur volume pernapasan tiap satuan waktu
yang melalui kedua atau salah satu lubang hidung (cara modern sering memanfaatkan computer)
serta perbedaan tekanan antara nares dan koane (rinomanometri). Hasil bagi antara kedua nilai
memberikan seberapa besar daya tembus hidung atau lebih lanjut, seberapa besar ketahanan
hidung.
Rinometri akustik mengukur setiap penampang pada seluruh panjang hidung dengan
memanfaatkan pantulan dan terobosan gelombang-gelombang suara ultrasonic. Cara ini dapat
pula dipakai setelah pemakaian dekongestan atau allergen.
Dengan palpasi, dapat diukur nyeri-tekan dan nyeri-ketok di dekat tempat keluarnya
nn.infra dan supraorbitalis dan di atas elemen gigi rahang-atas.
Pada infeksi sinus paranasal, terutama diperhatikan lubang ekskresi dalam meatus medius
dan meatus superior. Namun, keduanya sering tidak ditemukan, karena ostium tersumbat akibat
edema-peradangan. Pada peradangan sinus frontal dan etmoid yang berat (pada anak-anak kecil)
dapat timbul pembengkakan dan kemerahan kulit yang berada di atasnya atau kelopak-mata.
Pemeriksaan Laboratorium
In vitro
Pemeriksaan sitologi hidung
Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan
alergi inhalan. Jika basofil (>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.3
Pada rinitis alergi tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bed) dengan
pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang intersuliler
dan penebalan membran basal, dan ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung. Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Di luar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi
proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.4
Hitung eosinofil dalam darah tepi
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis
alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi
kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked lmmuno Sorbent Assay Test).5
Kadar IgE serum merupakan suatu imunoglobulin. Imunoglobulin adalah kelompok
protein yang dianggap sebagai antibodi. Selama reaksi alergi dan anafilaksis kadar IgE akan
meningkat. Nilai rujukan pada dewasa: <40 mg/dL. Kadar IgE total pada alergika kemungkinan
akan meningkat. IgE total > 200 dan IgE RAST untuk alergen-alergen dengan tingkat skor 1+ s/d
4+.5
In vivo
Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes
kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan
menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes
dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam
berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET selain alergen penyebab juga
dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi dan desensitisasi dapat
diketahui.5

Gambar 3. Skin test untuk mengetahui alergen penyebab5


Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen
langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan uji
kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test
(IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi
("Challenge Test').5
Alergen ingestan secara tuntas hilang dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
"Challenge Test", makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu
makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.5
Dengan lengkapnya pemeriksaan ini, selain alergen jenis penyebab, juga dapat diketahui
besarnya konsentrasi alergen yang dapat menetralkan reaksi akibat alergen tersebut.5
Uji klinis Alergi
Uji Diet. Terdapat dua kategori utama: uji makanan provokatif dan berbagai macam diet
eliminasi. Yang pertama pada dasarnya merupakan pengekangan diri dari makanan tersangka
selama empat hingga sepuluh hari, kemudian makanan tersebut dikonsumsi dalam jumlah besar.
Pasien melaporkan perubahan-perubahan subjektif dan mengamati data objektif. Diet eliminasi
telah dikembangkan untuk sereal, susu, telur, dan buah, dimana pemeriksa memilih diet tertentu
untuk pasien. Pasien biasanya sulit untuk terlibat dalam lebih dari satu macam diet demikian
pada saat yang bersamaan.5
Uji in Vitro. Uji makanan sitotoksik digunakan sebagai uji skrining. Bilamana leukosit
dari lapisan buffs coat plasma pasien dihancurkan oleh adanya antigen makanan, maka
kepekaan dapat dicurigai. 5

Uji Radioalergosorben. Uji ini memerlukan inkubasi antibodi pasien dengan antigen
dalam konsentrasi tertentu yang terikat pada kertas radioaktif. Dapat mengukur kadar
antibodi IgE dan terbukti lebih bernilai untuk hipersensitivitas tipe segera. 5
Ekhografi
Dilakukan dengan sebuah alat, seperti pulpen, yang ditekankan pada tempat sinus
paranasal dan mengeluarkan gelombang-gelombang ultrason. Gelombang-gelombang yang
terpantul kembali digambarkan pada sebuah layar. Dari pola gambar di atas layar ini, dapat
ditarik kesimpulan mengenai adanya udara atau cairan, penebalan selaput lendir, kista, dan tumor
di dalam sinus paranasal.2

Working Diagnosis
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet,
1986). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.5
Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:5
1. Rinitis Alergi musiman(Seasonal, Hay Fever, Polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO
Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi:5
1. Intermitten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Gambar 2. Klasifikasi Rinitis Alergika menudur ARIA 2

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang menganggu.
2. Sedang atau berat, bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.
Rinitis Alergi Musiman
Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergi musiman, hanya ada di Negara yang mempunyai
4 musim. Allergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungan (pollen) dan spora jamur. Oleh karena
itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak
ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).5
Penyakit ini timbulnya periodic, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat konsentrasi
allergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai
timbulnya pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari
tahun ke tahun, tergantung pada banyaknya allergen di udara. Factor herediter pada penyakit ini
sangat berperan.5
Rinitis Alergi Sepanjang Tahun (perennial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus menerus, tanpa varias musim, jadi
dapat ditemukan sepanjang tahun.5

Penyebab yang paling sering ialah allergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan
alergi ingestan. Alergi inhalan utama adalah allergen dalam rumah dan diluar rumah. Alergen
inhalan dalam rumah terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur,
tumpukkan baju, dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya terutama berasa dari serpihan
kulit dan feses tungau D. pteronyssinus, D. farinae, dan Biomia tropicallis, kecoa, dan bulu
binatang peliharaan. Allergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur. Allergen ingestan
sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya diserta dengan gejala alergi yang lain,
seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perennial lebih
ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka
komplikasinya lebih sering ditemukan.5

Gambar 4. Algoritma Diagnosis Rinitis Alergika menurut ARIA 20082

Manifestasi Klinik5-6
Rhinitia alergika secara khas digambarkan dengan gejala-gejala kongesti atau sumbatan
hidung, bersin, mata berair, dan gatal, dan postnatal drip.
Gejala alergi hidung berbeda dengan rhinitis infeksiosa. Respons alergi biasanya ditandai
oleh bersin, kongesti hidung, dan rinore yang encer dan banyak. Tidak ada demam dan secret
biasanya tidak mengental ataupun menjadi purulen seperti yang terjadi pada rhinitis infeksiosa.
Awitan gejala timbiul cepat setelah paparan allergen, dapat berupa mata atau palatum yang gatal
berair. Biasanya dapat terungkap suatu pola musiman atau kaitan dengan bulu binatang, debu,
asap atau inhalan lain. Gejala penyerta seeperti mual, bersendawa, kembung, diare, somnolen,
atau insomnia dapat juga member kesan suatu allergen yang ditelan, serta membedakan pasienpasien ini dari penderita rhinitis virus. Perbedaan penting lainnya adalah rhinitis alergika umunya
berlangsung lebih lama dari rhinitis virus. Pada pasien dengan diathesis alergika, sering kali
terdapat riwayat alergi atau asma dalam keluarga. Seperti pada rhinitis virus, maka sinusitis
bakterialis akut juga dapat timbul sekunder akibat sumbatan ostia dan pengumpulan secret.
Gejala lain adalah keluar ingus(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan
oleh pasien.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata
yang terjadi karena stais vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak mengosok-gosok hidung, karena gatal. Keadaan
ini desebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut
allergic crease.

Etiologi
Rinitis alergi adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas
humoral yang dimediasi oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) dan terjadi sebagai respons terhadap
antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi saluran napas atas.7 Rinitis alergi diduga
melibatkan antibodi reaginik, basofil, sel mast, dan pelepasan zat mediator seperti histamin,

prostaglandin dan leukotrien, yang pada gilirannya bekerja pada saluran hidung dan
menimbulkan manifestasi klinis. Mekanisme imunologis lain mungkin terlibat dalam
menimbulkan reaksi peradangan dalam hidung.6
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif
terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa
serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau,
terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides
pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko
untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan
faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk
tumbuhnya jamur. Riwayat hobi berkebun/rekreasi ke pegunungan membantu identifikasi untuk
terpaparnya serbuk sari.8
Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor
nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang,
perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.
Berdasarkan cara masuknya, alergen terbagi menjadi:

Alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan, misalkan debu rumah, misalnya
tungau debu rumah (D. Pteronyssinus, D. Farinae, B. Tropicalis), kecoa, serpihan epitel
kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergilus

Alternia).
Alergen ingestan yang masuk lewat makanan, misalnya susu, telur, ikan laut, udang,

kepiting, telur, kacang-kacangan dan lain-lain.


Alergen injektan yang masuk lewat suntikan atau tusukan, misalnya penisilin, gigitan

serangga (sengatan lebah).


Alergen kontaktan yang masuk lewat kulit, misalkan obat kosmetik atau salep.

Epidemiologi
Rinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan di seluruh dunia,
sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang semakin meningkat sehingga
berdampak pada kehidupan sosial, kenerja di sekolah serta produktivitas kerja. Diperkirakan

biaya yang dihabiskan baik secara langsung maupun tidak langsung akibat rinitis alergi ini
sekitar 5,3 miliar dolar amerika pertahun.6
Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita rinitis alergi atau sekitar
20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rinitis alergi sekitar 15% pada laki-laki dan 14%
pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini mungkin diakibatkan karena perbedaan geografik,
tipe dan potensi alergen.6
Rinitis alergi dapat terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-beda tergantung
perbedaan genetik, faktor geografi, lingkungan serta jumlah populasi. Dalam hubungannya
dengan jenis kelamin, jika rinitis alergi terjadi pada masa kanak-kanak maka laki-laki lebih
tinggi daripada wanita namun pada masa dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita.
Dilihat dari segi onset rinitis alergi umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa
muda. Dilaporkan bahwa rinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi
antara onset 8-11 tahun, namun demikian rinitis alergi dapat terjadi pada semua umur.6

Patofisiologi
Rinitis alergi terjadi jika suatu antigen pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi
merangsang satu dari enam reseptor neurokimia hidung berupa reseptor histamin H1,
adrenoseptor , adrenoseptor 2, kolinoseptor, reseptor histamin H3, dan reseptor iritan. Dari
semua reseptor, yang terpenting adalah reseptor histamin H1. Bila reseptor histamin H1
terangsang oleh histamin, hal ini akan meningkatkan tahanan jalan napas hidung, menyebabkan
bersin, gatal, dan rinore.6
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate
Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak
dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi
Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas)
setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.5
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC

kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya
di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
Imunoglobulin E (IgE). Pada alergi, interleukin-4 (IL-4) secara khusus dilepaskan oleh CD4
sehingga menghasilkan proliferasi limfosit B. Sel B mengalami perubahan isotipe sedemikian
rupa sehingga mereka berubah dari memproduksi IgM menjadi memproduksi sejumlah besar
IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk
ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE
di permukaan sel mastosit atau basofil
(sel mediator) sehingga ke dua sel ini
menjadi

aktif.

Proses

ini

disebut

tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah


tersensitisasi terpapar dengan alergen
yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi

(pecahnya

dinding

sel)

mastosit dan basofil dnegna akibat


terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk

(Preformed

Mediators)

terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediatros antara lain
prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF), dan berbagai sitoikin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF). Inilah yang
disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).5
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Seain
histamim merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan ransangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1).5

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang meyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrodil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL
ini, ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,
netrofil, basofil dna mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL-4, IL-5,
dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada sekret
hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiper-responsif hidung adalah akibat peranan eosinofil
dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major
Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Perocidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik
(alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang
merangsang, perubahan cuaca, dan kelembapan udara yang tinggi.5
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri
dari :
1. Respon primer:
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan
dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi
berlanjut menjadi respons sekunder.
2. Respon sekunder:
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem
imunitas seluler atau humoral atau kedua-duanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada
defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier:
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat
sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi
anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik/sitolitik, tipe 3 atau reaksi
kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberkulin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis
kerusakan jaringanyang banyak dijumpai dibidang THT adalah tripe 1 yaitu rinitis alergi.
Respons alergi merupakan respons terhadap pajanan alergen, tetapi dapat mengakibatkan
perubahan kronis dalam mukosa pernapasan dengan gejala menetap. Berbagai efek klinis yang
terjadi bergantung pada alergen, individu, dan jaringan yang terutama menjadi sasaran untuk
respons alergi. Pada rinitis alergika:9

Mukosa nasal mengalami edema dengan peningkatan produksi mukus.


Upaya inspirasi dnegan tekanan jalan napas nasal negatif mengakibatkan kolaps nasal
dan obstruksi jalan napas. Penyumbatan tuba eustachius dapat mengakibatkan otitis

serosa dan dapat mengakibatkan otitis media.


Inflamasi pernapasan atas berhubungan dengan respons inflamasi jalan napas bawah dan

dapat dihubungkan dengan asma.


Sering terjadi respons fase lambat yang dimediasi oleh memori sel T dan eosinofil dengan
gejala berulang 4 sampai 12 jam setelah pajanan awal.

Penatalaksanaan5
Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi :
a. Penghindaran alergen.
Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah
kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit
tidak berlangsung dan gejalapun dapat dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit
mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk
mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.
b. Pengobatan medikamentosa
Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja
molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah
pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan
untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor
kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling
sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorbsi secara
oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat
seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase
lambat.
Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau tanpa kombinasi denfgan antihistamin atau topikal. Namun
pemakaian secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari
terjadinya rinitis alergi medikamentosa.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat
tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah
sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil,
mengurangi aktifitas limfosit.
Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas
inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk
rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.
Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada
penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaan.
c.

Imunoterapi spesifik
Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih
menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan
penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran
masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai
20 g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus
dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan.
Indikasi imunoterapi spesifik subkutan
-

Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional

Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin


H1 dan farmakoterapi

Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi

Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak


diinginkan

Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik oral


-

Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar dari
pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.

Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi


subkutan

Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatan

Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk
melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.
d.

Imunoterapi non-spesifik
Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti
pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan
reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat
berbeda.
Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam
sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga
tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin proinflammatory.

e.

Edukasi
Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam
menurunkan gejala alergis. Mekanisme biomolekulernya terajadi pada peningkatan populasi
limfosit TH yang berguna pada penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme
imunopsikoneurologis.

f.

Operatif
Tindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang
sangat selektif. Seperti tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah:5
1. Polip hidung.
Beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.

Preventif10

Cara yang terbaik untuk mengawasi adanya gejala alergi adalah mencegah terjadinya pencetus
alergi. Jika Anda mengalami demam debu, maka Anda berpotensi terkena alergi ketika alergen
udara sedang tinggi:
1.
2.
3.
4.
5.

Tinggal saja di dalam rumah, dan jika mungkin, tutup semua jendela.
Gunakan AC.
Hindari menggunakan kipas angin yang menarik udara dari luar.
Untuk mengeringkan bahan cucian Jangan menggantungnya di luar.
Segera setelah Anda dari luar rumah, ganti pakaian Anda dengan yang (relatif)

bebas debu.
6. Gunakan filter udara jenis HEPA di kamar tidur Anda.
Jika Anda menderita alergi rinitis abadi:
1. Menghindarkan alergen penyebab dapat dicapai dengan mengisolasi pasien dari alergen,
menempatkan suatu sawar antara pasien dengan alergen atau menjauhkan alergen dari
pasien.
2. Tutupi bantal dan kasur dengan penutup tungau debu.
3. Singkirkan karpet; langsung ke ubin atau lantai kayu yang keras. Gunakan karpet dan cuci
daerah itu sesering mungkin dengan air yang sangat panas.
4. Jauhkan hewan peliharaan dari kamar tidur.

Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari rinitis alergika sulit dipastikan. Ada kesan klinis
bahwa gejala-gejala rinitis alergika berkurang dengan bertanbahnya usia. Seseorang yang
mendapat rinitis alergi saat anak-anak, tidak menunjukkan gejala pada dewasa. Seseorang yang
mengalami alergi setelah usia 20 tahun, akan berlanjut sampai usia 40 tahun.
Gejala rinitis alergi dapat diobati, tetapi gejala tersebut akan muncul setiap kali pasien
terpapar alergen. Meskipun alergi rinitis bukan kondisi yang serius, tetapi dapat mengganggu
kualitas kehidupan pasien dalam beraktivitas sehari-hari, tergantung pada seberapa parah gejala
yang muncul.

Differential Diagnosis
a. Rhinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,
alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi
oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung dekongestan).
Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai.3
Gangguan vasomotor hidung ialah terdapatnya gangugan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Kelainan ini mempunyai
gejala yang mirip dengan rhinitis alergi. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga
sebagai akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Oleh karena itu kelainan ini disebut juga
vasomotor catarrh, atau vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non specific
allergic rhinitis.3

Pemeriksaan Fisik Rhinitis Vasomotor


Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa

hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), tetapi dapat pula pucat. Hal
ini perlu dibedakan dengan rhinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak
rata). Pada rongga hidung terdapat secret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan
rinore secret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya. 3

Pemeriksaan Laboratorium Rhinitis Vasomotor


Pemeriksaan laboratorik dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi.

Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada secret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit.
Tes kulit biasanya negative. Bila pada tes ini hasilnya positif, biasanya hanya kebetulan. 3

Etiologi Rhinitis Vasomotor

Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan fungsi
vasomotor. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :3
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpomazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang dan makanan yang pedas dan panas.

3. faktor endokrin, seperti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. faktor psikis, seperti rasa cemas dan tegang
Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik,
seeprti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara
dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan
dan stres/emosi. Pada keadaan normal, faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh
individu tersebut.

Epidemiologi Rhinitis Vasomotor


Mygind (1988), seperti yang dikutip oleh Sunaryo (1998), memperkirakan sebanyak 30-

60% dari kasus rhinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis vasomotor dan lebih banyak
dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita. Walaupun demikian insidens pastinya tidak
diketahui. Biasanya timbul pada dekade ke 3-4. Secara umum prevalensi rhinitis vasomotor
bervariasi antara 7-21%.11-12
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon (1989) dijumpai sebanyak
21%

menderita kelihan hidung non-alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang

berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non-alergi dijumpai pada decade
ke-3.13
Sibbald dan Rink (1991) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita
rhinitis perennial dimana setengah diantaranya menderita rhinitis vasomotor. Sunaryo dkk (1998)
pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rhinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta
menjumpai kasus rhinitis vasomotor sebanyak 33 kasus (1,38%) sedangkan pasien dengan
diagnosis rhinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (10,07%).12-13

Patofisiologi Rhinitis Vasomotor14


Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar.

Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan

parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf
otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf
simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti sel
mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide
intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidakhanya mengontrol diameter pembuluh
darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf
parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini
tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis vasomotor.
Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa
diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara
dan stress ( emosional atau fisikal ).
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis vasomotor yaitu:
1. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. Mengurangi peptide vasoaktif
4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan.

Manifestasi Klinik Rhinitis Vasomotor3

Untuk memahami gejala yang timbul pada rhinitis vasomotor perlu diketahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan siklus nasi, yaitu kemampuan untuk dapat bernapas dengan
tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya.
Gejala yang didapat pada rintis vasomotor ialah hidung tersumbat, bergantian kiri dan
kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinorea yang mucus atau serous,
kadang-kadang agak banyak. Keluhan ini jarang disertai dengan bersin, dan tidak terdapat rasa
gatal di mata.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan
suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 2 golongan, yaitu golongan
obstruksi (blockers) dan golongan rinorea (sneezers). Pada golongan rinore (sneezers), gejala
dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik topikal; dan golongan obstruksi (blockers) yang
kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan
vasokonstriktor oral.
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinorea. Oleh
karena golongan rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan
yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.

Penatalaksanaan Rhinitis Vasomotor3


Pengobatan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab

dan gejala yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :
1.Menghindari penyebab / pencetus
2. Pengobatan simptomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, diatermi, kauterisasi
konka yang hipertrofi dengan memakai larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat. Dapat juga
diberikan kortikosteroid topical, misalnya budesonid, dua kali sehari dengan dosis 100-200
mikrogram sehari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat
setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topical baru
dalam larutan aqua seperti flutikason propionate dengan pemakaian cukup satu kali sehari
dengan dosis 200 mcg.
3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi konka inferior.

4. Neurektomi n.vidianus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada n.vidianus, bila


dengan cara di atas tidak memberikan hasil. Operasi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan
komplikasi, seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau anastesis
infraorbita dan anastesis palatum.

Komplikasi Rhinitis Vasomotor3

Komplikasi yang dapat muncul pada rhinitis vasomotor adalah :


1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah

Preventif Rhinitis Vasomotor

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjauhkan rangsangan non-spesifik


seperti ;
1. Jangan merokok karena asap rokok dapat menjadi pencetus terjadinya rhinitis vasomotor
2. Hindari pemakaian parfum
3. Jangan mengkonsumsi minuman beralkohol dan makanan pedas

Prognosis Rhinitis Vasomotor


Prognosis dari rhinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik dengan
tiba-tiba, tetapi bias juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan. Golongan obstruksi lebih
baik dibandingkan golongan rinore.3,15
b. Rhinitis Simpleks/ Infeksiosa (Pilek, Salesma, Common Cold, Coryza)
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Sering disebut juga sebagai selesma, common cold, flu. Rinitis infeksiosa atau common cold
adalah suatu penyakit ringan yang berlangsung singkat, gejala utama ditemukan pada saluran
pernapasan atas dengan predominan gejala hidung.4

Pemeriksaan Rhinitis Simpleks


Pada rhinitis simpleks, kita periksa suhu. Akan terjadi demam. Permukaan mukosa

hidung merah dan bengkak.4

Etiologi Rhinitis Simpleks


Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus-

virus lainnya adalah myxovirus, virus Coxsackie, dan virus ECHO. Waktu inkubasinya

bervariasi satu sampai tiga hari, disusul oleh tahapan viral selama tiga hari. Setalah itu seringkali
timbul suatu superinfeksi bakterial. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai
akibat tidak adanya kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan,
adanya penyakit menahun, dan lain-lain).4
Kelompok yang secara pasti lebih mudah tertular adalah orang-orang yang mempunyai
kelainan pada hidung atau tenggorokan (misalnya pembesaran tonsil), kelelahan atau stress
emosional, alergi di hidung atau tenggorokan, wanita pada pertengahan siklus menstruasi.16

Epidemiologi Rhinitis Simpleks16


Penyakit ini terdapat di seluruh dunia. Di daerah beriklim sedang, serangan lebih banyak

pada musim gugur awal dan musim dingin, berkurang di akhir musim semi. Anggota masyarakat
yang terisolir merupakan kelompok yang mudah sekali terkena. Jutaan penduduk di Amerika
Serikat menderita common cold dan flu setiap tahunnya. Rata-rata setiap orang pertahun
menderita 2-4 kali common cold atau ada lebih dari 600 juta kasus setiap tahunnya.
Virus diduga ditularkan melalui kontak dekat, melalui droplet besar. Jari penderita flu
biasanya terkontaminasi karena seringnya berkontak dengan virus yang dikeluarkan dari hidung.
Penularan pada orang yang rentan kemudian terjadi dari tangan ke tangan atau tangan ke benda
(misalnya knop pintu) lalu ke tangan. Inokulasi sendiri dengan kontaminasi tangan, mungkin
merupakan cara penularan yang lebih penting daripada penularan partikel melalui udara.
Flu pada anak-anak menyebar lebih cepat daripada flu pada orang dewasa. Orang dewasa
dalam rumah tangga dengan seorang anak usia sekolah dua kali lebih banyak menderita flu
daripada orang dewasa dalam rumah tangga yang tidak memiliki anak usia sekolah.
Dalam satu masyarakat, banyak serotype rinovirus menyebabkan penyakit dalam satu
musim, dan pelbagai serotype lain mendominasi selama musim penyakit pernapasan yang
berbeda.

Patogenesis Rhinitis Simpleks


Patogenesis infeksi rhinovirus yaitu masuknya virus melalui hidung selanjutnya terjadi

infeksi pada sel epitel saluran pernapasan atas. Replikasi virus mencapai puncaknya setelah 48

jam dan berakhir dalam 3 minggu. Gejala seperti bersin-bersin, hidung beringus atau tersumbat
dan tenggorokan gatal terjadi 16 -72 jam setelah inokulasi. Gejala berakhir sekitar 1 -2 minggu.
Gejala lain yaitu malaise, demam, kedinginan, sakit kepala, mialgia, nyeri tenggorok, suara serak
dan batuk.17

Manifestasi Klinik Rhinitis Simpleks4


Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering

dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung
tampak merah dan membengkak.
Ingus mulanya seperti air sampai menjadi serosa. Bila terjadi infeksi sekunder bakteri,
sekresi menjadi mukopurulen terutama disebabkan oleh Streptococcus, Pneumococcus,
Hemophylus influenzae atau Staphylococcus dan sumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang dan pasien akan sembuh
sesudah 5-10 hari.

Penatalaksanaan Rhinitis Simpleks

Non Medika Mentosa17


Penderita diusahakan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusakahan agar

tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Jika terdapat demam atau gejala yang
berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di rumah.
Minum banyak cairan akan membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan
mengurangi sesak di dada.
Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan
sekret yang kental.

Medika Mentosa4
Tidak ada terapi yang spesifik untuk rhinitis simpleks. Disamping istirahat diberikan
obat-obatan simptomatis, seperti analgetika, antipiretik, dan obat dekongestan. Antibiotika hanya
diberikan bila terdapat infeksi sekunder atau komplikasi.

Komplikasi Rhinitis Simpleks4

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :


-

Sinusitis

- Faringitis

Tuba katar

- Bronkitis

Otitis Media

- Pneumonia

Preventif Rhinitis Simpleks17


Yang terpenting adalah dalam menjaga sistim imun anda bekerja baik yaitu dibutuhkan

olahraga secara teratur, makanan seimbang dan tidur yang adekuat (cukup). Selain itu, tidak
kalah pentingnya untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun dengan air mengalir
sebelum makan, sesudah menggunakan toilet dan setelah batuk-bersin.
Tutuplah mulut ketika batuk-bersin dengan tissue (langsung buang ke tempat sampah)
atau jika tidak ada tissue tutup dengan bagian dalam tangan (yang bagian terdekat dengan siku),
sehingga virus tidak gampang tersebar ke orang lain. Dengan batuk-bersin menutup mulut
dengan tangan,dan ketika tangan memegang suatu barang, seperti buku, meja atau lainnya, akan
mempercepat/mempermudah penyebaran virus ini. Sebaliknya jika ditutup dengan bagian dalam
tangan siku ini,daerah ini jarang sekali menyentuh barang lain.
c. Rhinitis Medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung, berupa gangguan respons normal
vasomotor, sebagai akibat pemakaian vasokonstriksi topical (obat tetes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang

menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan(drug
abuse).3

Pemeriksaan Rhinitis Medikamentosa


Pada pemeriksaan tampak edema konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila

diuji dengan adrenalin, edema konka tidak berkurang.3

Etiologi Rhinitis Medikamentosa


Rhintis medikamentosa disebabkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (obat tetes

atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan (drug abuse).3

Patofisiologi Rhinitis Medikamentosa3


Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan atau iritan,

sehingga harus berhati-hati memakai topical vasokonstriktor. Obat topical vasokonstriktor dari
golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasi terganggu dan akan berfungsi normal
kembali apabila pemakaian obat itu dihentikan.
Pemakaian topical vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama akan
menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi,
sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering
dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfaadrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas
reseptor alfa-adrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung) menghilang. Akan
terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai rebound
congestion.
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam
waktu lama ialah : 1. Silia rusak 2. Sel goblet berubah ukurannya 3. Membran basal menebal 4.
Pembuluh darah melebar 5. Stroma tampak edema 6. Hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan
pH secret hidung 7. Lapisan submukosa menebal 8. Lapisan periostium menebal.

Oleh karena itu pemakaian obat topical vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu
minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonic dengan secret hidung normal (pH antara 6,3 dan
6,5).

Manifestasi Klinik Rhinitis Medikamentosa


Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan

tampak edema konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin,
edema konka tidak berkurang.3

Penatalaksanaan Rhinitis Medikamentosa3

1. Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung


2. Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid
oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tapering off)
dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari, (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2 : 35
mg dan seterusnya). Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topical selama minimal
2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung
3. Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 3 minggu, pasien dirujuk ke dokter THT.

Preventif Rhinitis Medikamentosa


Pencegahan yang dapat dilakukan adalah yaitu dengan tidak memakai obat

vasokonstriktor topikal (obat tetes atau semprot hidung) dalam waktu lama dan
berlebihan (drug abuse).

Kesimpulan
Rinitis

alergika

merupakan

penyakit

inflamasi

yang

disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas tubuh terhadap suatu allergen. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen
inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Dan dalam mendiagnosa rinitis alergika, akan
ditemukan gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal pada hidung, dan terseumbat setelah mukosa
hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E. Pentalaksanaan yang paling penting pada
rinitis alergika adalah dengan cara menghindari tubuh dari paparan alergen. Prognosis pada

umumnya ditentukan dari baik tidaknya seseorang dalam menghindari alergen. Pada umumnya
baik, dan dapat dikontrol .

Daftar Pustaka
1. Hilger PA. Penyakit hidung. Dalam: Adams GL, Boeis LR, Higler PA, editor. Boeis Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC., 1997.h.211-4.
2. Bousquet et al. Allergy.New York:ARIA, 2008;63 Suppl 86:8-160.
3. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kasakeyan E. Rinitis Vasomotor. Dalam: Soepardo EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.h.135-7.
4. Wardani RS, Mangunkusumo E. Dalam: Soepardo EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.h.139-41.
5. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis alergi. Dalam: Soepardo EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.h.128-34.
6. Blumenthal MN. Kelainan alergi pada pasien THT. Dalam: Adams GL, Boeis LR, Higler
PA, editor. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit BUku
Kedokteran EGC., 1997.h.196-8.
7. Herawati S, Rukmini S. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk
mahasiswa fakultas kedokteran gigi. Jakarta: EGC; 2005.
8. Krouse, John H. Chadwick, Stephen J. Gordon, Bruce R. Derebery, M. Jennifer. Allergy
and

immunology,

an

otolaryngic

approach.

USA:

Lippincott

Williams&Wilkins,2002.p.209-19.
9. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisilogi: pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2007.h.377-81.
10. Gunawan GS, Setiabudy R, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta:
Departemen

Farmakologi

dan

Terapeutik

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia,2007.
11. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB, Ed. Otolaryngology Head
and Neck Surgery. Philadelphia Lippincot Comp, 1993.p.269-87
12. Jones AS. Intrinsic Rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology Scott Browns
Otolaryngology 6th ed. London : Butter Worth-Heinemam, 1997.p.4/9/1-17

13. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rhinitis di Poliklinik THT RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII,
Semarang, 28-30 Oktober, 1999
14. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis. Edisi Januari 2005. Diunduh dari
http://www.medschool.Isuhsc.edu/otor/vasorhi.htm, 28 Maret 2011
15. Rinitis Vasomotor. Dalam Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan
W. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI;
2005.h.99-100
16. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Kelompok Rinovirus.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.h.484-5
17. Common Cold. Edisi Maret 2010. Diunduh dari www.mediacastore.com, 28 Maret 2011

Вам также может понравиться

  • Referat Herpes Zoster Otikus
    Referat Herpes Zoster Otikus
    Документ13 страниц
    Referat Herpes Zoster Otikus
    Najla Mastura
    Оценок пока нет
  • REFARAT THT Fida
    REFARAT THT Fida
    Документ17 страниц
    REFARAT THT Fida
    Fida Anis
    Оценок пока нет
  • (Referat) Sinusitis Jamur
    (Referat) Sinusitis Jamur
    Документ35 страниц
    (Referat) Sinusitis Jamur
    Bella Rosari
    Оценок пока нет
  • Makalah Rhinitis Vasomotor
    Makalah Rhinitis Vasomotor
    Документ16 страниц
    Makalah Rhinitis Vasomotor
    fajarfaiz
    Оценок пока нет
  • Referat Rinitis Kronis
    Referat Rinitis Kronis
    Документ22 страницы
    Referat Rinitis Kronis
    della
    Оценок пока нет
  • Rhinitis Alergi
    Rhinitis Alergi
    Документ30 страниц
    Rhinitis Alergi
    Dinaa Fatiyah Bakri
    Оценок пока нет
  • Referat Sinusitis (Ayu)
    Referat Sinusitis (Ayu)
    Документ17 страниц
    Referat Sinusitis (Ayu)
    Ayu Kusuma Ningrum
    Оценок пока нет
  • Refarat SLE
    Refarat SLE
    Документ10 страниц
    Refarat SLE
    Anonymous 77RlE4yRgd
    Оценок пока нет
  • Jurnal Konjungtivitis Alergi
    Jurnal Konjungtivitis Alergi
    Документ12 страниц
    Jurnal Konjungtivitis Alergi
    Alwi Qatsir Alya
    Оценок пока нет
  • Hidung Meler
    Hidung Meler
    Документ7 страниц
    Hidung Meler
    Zulkhairi Amir
    Оценок пока нет
  • Tuli Konduksi
    Tuli Konduksi
    Документ1 страница
    Tuli Konduksi
    Noer As
    Оценок пока нет
  • Obstruksi Saluran Nafas Atas
    Obstruksi Saluran Nafas Atas
    Документ10 страниц
    Obstruksi Saluran Nafas Atas
    syukur1991
    Оценок пока нет
  • Referat Anatomi Telinga
     Referat Anatomi Telinga
    Документ12 страниц
    Referat Anatomi Telinga
    Dedeh Asliah
    100% (1)
  • Referat Mabuk Perjalanan
    Referat Mabuk Perjalanan
    Документ22 страницы
    Referat Mabuk Perjalanan
    Ario
    Оценок пока нет
  • Rhinitis Medikamentosa
    Rhinitis Medikamentosa
    Документ4 страницы
    Rhinitis Medikamentosa
    Wisuda Arafat
    Оценок пока нет
  • Referat Skleritis
    Referat Skleritis
    Документ45 страниц
    Referat Skleritis
    patricia
    Оценок пока нет
  • JR Neuro
    JR Neuro
    Документ14 страниц
    JR Neuro
    ikhsan syakban a.s
    Оценок пока нет
  • DD Mata Merah
    DD Mata Merah
    Документ39 страниц
    DD Mata Merah
    Verryna Maghfira
    Оценок пока нет
  • Case OMA Stadium Oklusi Tuba As
    Case OMA Stadium Oklusi Tuba As
    Документ9 страниц
    Case OMA Stadium Oklusi Tuba As
    Laksmi 'Ami' Paramita
    Оценок пока нет
  • Serumen Prop
    Serumen Prop
    Документ5 страниц
    Serumen Prop
    AraBSari
    Оценок пока нет
  • Rinitis Vasomotor Dan Rinitis Alergi
    Rinitis Vasomotor Dan Rinitis Alergi
    Документ26 страниц
    Rinitis Vasomotor Dan Rinitis Alergi
    Talytha Alethea
    Оценок пока нет
  • Referat Rhinitis
    Referat Rhinitis
    Документ9 страниц
    Referat Rhinitis
    Faradila Hakim
    Оценок пока нет
  • Smothering
    Smothering
    Документ8 страниц
    Smothering
    Muhammad Kemal Putra
    Оценок пока нет
  • SGD 1 THT LBM 5
    SGD 1 THT LBM 5
    Документ17 страниц
    SGD 1 THT LBM 5
    Hastyo Wibowo
    Оценок пока нет
  • Refka DM Tipe 2
    Refka DM Tipe 2
    Документ27 страниц
    Refka DM Tipe 2
    TiyaTyraSidora
    Оценок пока нет
  • Corpus Alienum Di Bronkus
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Документ10 страниц
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Rahma Larasati Syaheeda
    Оценок пока нет
  • Refrat Inverted Papiloma
    Refrat Inverted Papiloma
    Документ25 страниц
    Refrat Inverted Papiloma
    johanes_ck
    Оценок пока нет
  • Rhinitis Alergi (Gejala, PF, Penunjang, Tatalaksana ARIA WHO)
    Rhinitis Alergi (Gejala, PF, Penunjang, Tatalaksana ARIA WHO)
    Документ11 страниц
    Rhinitis Alergi (Gejala, PF, Penunjang, Tatalaksana ARIA WHO)
    Estu Paramadina Pratama
    Оценок пока нет
  • LAPORAN TUTORIAL Sken B
    LAPORAN TUTORIAL Sken B
    Документ50 страниц
    LAPORAN TUTORIAL Sken B
    Aisyah Sri Delima II
    Оценок пока нет
  • Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Документ22 страницы
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Mira C. Karuniawati
    Оценок пока нет
  • Angina Ludwig
    Angina Ludwig
    Документ11 страниц
    Angina Ludwig
    Esha Pradnyana
    Оценок пока нет
  • Presbikusis
    Presbikusis
    Документ70 страниц
    Presbikusis
    Ikhbar Falah
    Оценок пока нет
  • Referat Emboli Air Ketuban
    Referat Emboli Air Ketuban
    Документ13 страниц
    Referat Emboli Air Ketuban
    kautsarre
    Оценок пока нет
  • Rhinosinusitis Pada Anak
    Rhinosinusitis Pada Anak
    Документ12 страниц
    Rhinosinusitis Pada Anak
    Melfi Riqqah
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus Epiglotitis Akut
    Refleksi Kasus Epiglotitis Akut
    Документ23 страницы
    Refleksi Kasus Epiglotitis Akut
    Irham Hasbi
    Оценок пока нет
  • Obat Adrenergik, Serotonin, Jaras Bahasa, Sindrom Arteri
    Obat Adrenergik, Serotonin, Jaras Bahasa, Sindrom Arteri
    Документ13 страниц
    Obat Adrenergik, Serotonin, Jaras Bahasa, Sindrom Arteri
    Errina Yustira
    Оценок пока нет
  • Referat Dakriosistitis
    Referat Dakriosistitis
    Документ19 страниц
    Referat Dakriosistitis
    aldhisnm
    Оценок пока нет
  • Referat THT Labirinitis Kel. D
    Referat THT Labirinitis Kel. D
    Документ24 страницы
    Referat THT Labirinitis Kel. D
    cef
    Оценок пока нет
  • CRS Omsk
    CRS Omsk
    Документ25 страниц
    CRS Omsk
    Siti Ardina Sari
    Оценок пока нет
  • Refreshing Asma Bronkial
    Refreshing Asma Bronkial
    Документ20 страниц
    Refreshing Asma Bronkial
    Annisa Trihandayani
    Оценок пока нет
  • TRAKEOSTOMI
    TRAKEOSTOMI
    Документ15 страниц
    TRAKEOSTOMI
    Reny AyuNisa
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus OMA Stadium Kataralis
    Refleksi Kasus OMA Stadium Kataralis
    Документ14 страниц
    Refleksi Kasus OMA Stadium Kataralis
    Okki Masitah Syahfitri Nasution
    Оценок пока нет
  • Dakriosistitis
    Dakriosistitis
    Документ22 страницы
    Dakriosistitis
    nino123456
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi Polip AZMI
    Patofisiologi Polip AZMI
    Документ10 страниц
    Patofisiologi Polip AZMI
    Arif Rahman Dm
    Оценок пока нет
  • LPR
    LPR
    Документ8 страниц
    LPR
    nurul
    Оценок пока нет
  • Referat Rhinitis Atrofi (1) Yg Bener
    Referat Rhinitis Atrofi (1) Yg Bener
    Документ18 страниц
    Referat Rhinitis Atrofi (1) Yg Bener
    lauralay
    Оценок пока нет
  • Tonsilitis Akut
    Tonsilitis Akut
    Документ17 страниц
    Tonsilitis Akut
    Anonymous 9aJagi4
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KASUS Efusi Pleura Ec TB
    LAPORAN KASUS Efusi Pleura Ec TB
    Документ3 страницы
    LAPORAN KASUS Efusi Pleura Ec TB
    Adisti Zakyatunnisa
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KASUS Diare
    LAPORAN KASUS Diare
    Документ39 страниц
    LAPORAN KASUS Diare
    Ike Annisa Rachmawanti
    Оценок пока нет
  • Ref TONSILITIS Krisna
    Ref TONSILITIS Krisna
    Документ66 страниц
    Ref TONSILITIS Krisna
    Ibrahim Adnan
    Оценок пока нет
  • Ppt. OME
    Ppt. OME
    Документ25 страниц
    Ppt. OME
    fahrunidianiramani
    Оценок пока нет
  • Refarat Inverted Papilloma
    Refarat Inverted Papilloma
    Документ13 страниц
    Refarat Inverted Papilloma
    Riko_Susilo
    Оценок пока нет
  • Dokumen - Tips Rhinitis Alergi PBL 23
    Dokumen - Tips Rhinitis Alergi PBL 23
    Документ24 страницы
    Dokumen - Tips Rhinitis Alergi PBL 23
    Steviany Stezan
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Dan Anamnesis Hidung
    Pemeriksaan Dan Anamnesis Hidung
    Документ5 страниц
    Pemeriksaan Dan Anamnesis Hidung
    Ansh Nviariynti
    Оценок пока нет
  • C6 Sken 2
    C6 Sken 2
    Документ19 страниц
    C6 Sken 2
    Nicholas Jeremy
    Оценок пока нет
  • Rhinitis Akut Anatomi, Diagnosis
    Rhinitis Akut Anatomi, Diagnosis
    Документ8 страниц
    Rhinitis Akut Anatomi, Diagnosis
    vmvliv
    Оценок пока нет
  • Alat Dan Pemeriksaan Hidung
    Alat Dan Pemeriksaan Hidung
    Документ6 страниц
    Alat Dan Pemeriksaan Hidung
    Laode Moh Hidayatullah
    0% (1)
  • Komentari 1
    Komentari 1
    Документ2 страницы
    Komentari 1
    Ghisca Chairiyah Ami
    Оценок пока нет
  • Rhinosinusitis Kronik Dengan Polip Nasi
    Rhinosinusitis Kronik Dengan Polip Nasi
    Документ13 страниц
    Rhinosinusitis Kronik Dengan Polip Nasi
    YogaZunandy
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik Hidung
    Pemeriksaan Fisik Hidung
    Документ3 страницы
    Pemeriksaan Fisik Hidung
    Ttozick
    Оценок пока нет
  • Khotbah Minggu
    Khotbah Minggu
    Документ13 страниц
    Khotbah Minggu
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Seminar Perempuan Bijak
    Seminar Perempuan Bijak
    Документ21 страница
    Seminar Perempuan Bijak
    LusyDianaJacob
    100% (1)
  • Nefrolitiasis
    Nefrolitiasis
    Документ6 страниц
    Nefrolitiasis
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Manifestasi Klinis Malaria
    Manifestasi Klinis Malaria
    Документ4 страницы
    Manifestasi Klinis Malaria
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Etika Kristen
    Etika Kristen
    Документ6 страниц
    Etika Kristen
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Nefrolitiasis
    Nefrolitiasis
    Документ6 страниц
    Nefrolitiasis
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Документ23 страницы
    Trauma Ginjal
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет
  • Nefrolitiasis
    Nefrolitiasis
    Документ6 страниц
    Nefrolitiasis
    LusyDianaJacob
    Оценок пока нет