Вы находитесь на странице: 1из 106

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS

BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN


PADA YAYASAN AL MUHAJIRIN KOTA DEPOK

Oleh :
DIYAH ADAWIAH
Nim : 105082002751

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama Mahasiswa

: Diyah Adawiah

NIM

: 105082002751

Tempat/Tanggal Lahir

: Depok, 06 Oktober 1987

Program Studi

: Akuntansi

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
UIN)Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karena ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

Agustus 2011

Diyah Adawiah

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah bagi Nabi
Muhammad SAW atas kegigihan- Nya dalam mengubah zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul Analisis Penerapan
Perencanaan Pajak Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada Yayasan
Al-Muhajirin Kota Depok, tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan,
bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Orang tua tercinta, yang telah memberikan semangat kepada ananda baik
moral dan materil, sehingga ananda dapat bersemangat dalam mengerjakan
penelitian ini.

2.

Bapak Dr. Yahya Hamja, MM. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dalam pembuatan skripsi ini.

3.

Ibu Rini SE, AK, Msi. Selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan
baik, tanpa motivasi dari beliau penulis tak akan sesemangat ini.

4.

Bendaharawan Yayasan Al-Muhajirin, Bapak H. Ridwan yang telah


mengijinkan penulis untuk meriset yayasan yang di jabat olehnya.

5.

Seluruh Karyawan Al-Muhajirin Kota Depok bidang keuangan, yang


berkenan meluangkan waktunya untuk menjawab segala pertanyaan yang
saya berikan serta kebaikan hatinya untuk memberikan data-data yang
dibutuhkan oleh penulis.

iii

6.

Kak Dadun, yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan


skripsi ini, smoga usaha kaka dilancarkan dan diberi kesuksesan oleh Allah
SWT, Amin.

7.

Teman-teman yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.


Ada vannie, ijjah, ani ina, melli and sariicha semangat terus untuk meraih
cita-cita.

8.

Mr. Ardiansyah, yang telah banyak membantu penulis baik moril maupun
materil dalam penyusunan skripsi.
Penulis sadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Terutama karena kekurangan dan keterbatasan yang ada pada kami. Akhirnya
penulis berharap agar segala daya dan upaya dalam menyusun skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi pembaca, semoga Allah
mengabulkannya. Amiin.

Jakarta, 04 Agustus 2011

Diyah Adawiah

iv

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA


KESEJAHTERAAN KARYAWAN PADA YAYASAN AL-MUHAJIRIN
KOTA DEPOK

ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perencanaan pajak atas biaya kesejahteraan karyawan yang
dapat meminimalkan beban pajak yayasan. Jenis data yang digunakan berupa data
primer dan data sekunder. Data yang diperoleh bersumber dari bagian keuangan
dan bagian lainnya.
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi dan studi
kepustakaan.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Yayasan Al-Muhajirin
Kota Depok telah berupaya menerapkan perencanaan pajak dengan baik, yaitu
dengan memaksimalkan biaya-biaya kesejahteraan karyawan yang dapat
mengurangi penghasilan bruto yayasan untuk meminimalkan beban pajaknya
tanpa melanggar undang-undang yang berlaku.
Kata kunci : Beban pajak, Kesejahteraan karyawan, Perencanaan pajak

THE ANALYSIS IMPLEMENTATION OF TAX PLANNING FOR


EMPLOYEE FRINGE BENEFITS COSTS BY
YAYASAN AL-MUHAJIRIN DEPOK CITY

ABSTRACT
The research is descriptive study. This research aims to determine the tax
planning for employee fringe benefits costs that can minimize the tax burden of
the foundation. Type of data used in the form of primary data and secondary data.
The data obtained were sourced from units of Finance and other units.
This research conducted in Yayasan Al-Muhajirin Depok City. The data
was collected by interview, documentation and library research.
From the research, it can be concluded that Yayasan Al-Muhajirin Depok
City has sought to implement tax planning well, namely by maximizing employee
welfare costs that could reduce the gross income of the foundation to minimize the
tax burden without violating applicable laws.

Key words : Tax burden, Employee fringe benefits, Tax planning

vi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


1. Identifikasi Masalah
Pajak merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan
pembiayaan negara. Bagi negara semakin besar jumlah pajak yang
diterima akan semakin baik keuangan negara. Namun bagi wajib pajak,
pembayaran pajak merupakan beban. Karenanya semakin kecil jumlah
pajak yang dibayar akan semakin menguntungkan. Ini sesuai dengan salah
satu sifat dasar manusia yaitu sifat ekonomis. Menurut Binsarjono dan
Mansur (2004) ada hal yang mendasar dari sifat manusia (manusiawi)
kalau bisa tidak membayar, mengapa harus membayar. Kalau bisa
membayar lebih kecil, mengapa harus membayar lebih besar.
Dengan latar belakang sifat dasar manusia tersebut, maka ada
kecenderungan setiap wajib pajak untuk berusaha meminimalkan jumlah
pajak yang dibayar. Dalam rangka meminimalkan jumlah pajak yang
dibayar, secara umum cara-cara yang bisa digunakan dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Meminimalkan jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan caracara yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakkan yang
berlaku

(legal)

biasa

dikenal

dengan

istilah

tax

avoidance

(penghindaran pajak).

b) Meminimalkan jumlah pajak yang dibayar dengan menggunakan caracara

yang

melanggar

peraturan

dan ketentuan

perpajakan

yang berlaku (illegal) biasa dikenal dengan istilah tax evasion


(penggelapan pajak).
Bagi wajib pajak cara yang terbaik mengurangi, menghindarkan,
meringankan atau meminimalkan jumlah pajak yang dibayar adalah
dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perpajakan
(tav avoidance). Untuk melaksanakan tax avoidance secara baik dan tidak
terjebak tax evasion, maka perlu adanya suatu manajemen pajak (tax
management). Manajemen pajak adalah usaha-usaha untuk mengelola
pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak secara baik dalam rangka
meminimalkan jumlah pajak yang dibayar secara legal.
Menurut Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk
memenuhi hal-hal sebagai berikut : (Yenny Mangotin : 1994:45-46)
1) Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali
2) Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan
3) Menunda pengakuan penghasilan
4) Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain
5) Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan
membentuk badan usaha baru
6) Menghindari pengenaan pajak ganda

7) Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur


atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan
pajak
Saat ini di Indonesia bermunculan berbagai macam yayasan,
baik yang tujuannya utamanya adalah benar-benar untuk kepentingan
sosial (nirlaba) seperti yayasan keagamaan maupun tujuannya untuk
memperoleh profit (walaupun tidak dinyatakan secara jelas) seperti
yayasan pendidikan.
Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga merupakan
Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk
reksadana.
Untuk mengantisipasi berbagai penyalahgunanaan bentuk badan
hukum yayasan dan memberikan perlakuan yang sama bagi unit kegiatan
bisnis yayasan dengan organisasi komersial lainnya, pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang Perlakuan Pajak

Penghasilan bagi Yayasan atau Organisasi Sejenis, yang kemudian


ditindaklanjuti lagi dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor
SE-39/PJ.4/1995 tentang Penyuluhan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi
Yayasan atau Organisasi yang Sejenis dan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak nomor KEP-87/PJ/1995 tanggal 10 Oktober 1995 tentang
Pengakuan Penghasilan dan Biaya atas Dana Pembangunan Gedung dan
Prasarana Pendidikan bagi Yayasan atau Organisasi yang Sejenis yang
Bergerak di Bidang Pendidikan, maka berdasarkan Surat Edaran dan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut surplus dana dari badan
hukum yayasan akan dikenakan Pajak Penghasilan dengan perlakuan yang
sama dengan penghasilan neto badan hukum lainnya. Namun, untuk
yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, bila surplus dana yang
diperoleh habis digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan dalam jangka waktu 4 tahun, maka atas surplus dana tersebut
tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan.
Karena perlakuan perpajakan bagi yayasan sudah tidak dibedakan
dengan badan hukum lainnya, maka yayasan juga perlu mengelola
kewajiban pajaknya secara baik. Yayasan juga memerlukan perencanaan
pajak, Perencanaan pajak (tax planning) menekankan pada pengendalian
setiap transaksi yang memiliki konsekuensi pajak.
Karyawan merupakan unsur yang sangat penting yang berperan
aktif di dalam kegiatan organisasi. Karyawan memberikan prestasi kerja
yang baik bagi kemajuan organisasi. Salah satu peluang melakukan

efisiensi pajak adalah pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan


pemberian kesejahteraan karyawan tersebut dalam bentuk natura dan
kenikmatan.
Yayasan Al-Muhajirin adalah salah satu yayasan yang bergerak
dibidang pendidikan dan pembangunan islam,

dimana tujuan dari

berdirinya yayasan ini bukan untuk mencari laba, melainkan untuk


kepentingan pendidikan bukan untuk memperkaya diri sendiri atau
kelompok. Untuk menghindari asumsi tersebut, maka kesejahteraan
karyawan perlu diperhatikan, karna karyawan merupakan unsur yang
sangat penting yang berperan aktif di dalam kegiatan organisasi,
menciptakan kinerja yang baik agar dapat melayani
Penelitian yang dilakukan oleh Alfarobi (2009) dengan judul
penelitian Analisis Efektivitas Penerapan erusahaan. Peneliti tersebut
memberikan saran kepada perusahaan yang diteliti agar pemberian
kenikmatan kepada karyawan hendaknya diberikan dalam bentuk
tunjangan berupa uang yang dalam hal ini berarti merupakan penghasilan
bagi karyawan sehingga dapat dianggap sebagai biaya oleh perusahaan
dalam mengurangi laba kena pajak. Berdasarkan langkah perencanaan
pajak yang dilakukan peneliti tersebut, perusahaan dapat meningkatkan
pajak penghasilan terutang perusahaan sebesar Rp. 66.967.852,-.
Perbedaan penelitian saat ini dengan sebelumnya adalah tempat untuk
sasaran penelitian, peneliti sebelumnya meneliti pada perusahaan yang
lebih mengutamakan keuntungan atau laba, dan sedangkan pada penelitian

sekarang bertempat di yayasan, yang mempunyai misi sosial. Namun, saat


ini yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga merupakan Subjek
Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh.
Dari penjelasan latar belakang diatas, disimpulkan bahwa
perencanaan pajak dapat mendukung kinerja perusahaan atau yayasan.
Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian pada Yayasan AlMuhajirin Kota Depok karena perlakuan perpajakan bagi yayasan tidak
dibedakan dengan badan hukum lainnya, maka yayasan juga perlu
mengelola kewajiban pajaknya secara baik. Yayasan juga memerlukan
perencanaan. Mengingat skope pembahasan yang mungkin dapat dibahas
tentang perencanaan pajak untuk yayasan cukup luas, maka penelitian ini
hanya membahas tentang perencanaan pajak pada biaya kesejahteraan
karyawan. Maka penulis dengan ini memberikan judul pada penelitian
dengan judul ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK
ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN PADA YAYASAN
AL-MUHAJIRIN KOTA DEPOK

2. Pembatasan Masalah
Agar ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini tidak
menjadi luas, maka batasan dalam penelitian ini adalah
a. Data-data yang digunakan pada tahun 2009
b. Data utama diperoleh berdasarkan data sekunder yaitu

laporan

keuangan,

serta

data

pendukung berupa

dokumentasi

dan

wawancara terstruktur
c. Undang-undang pajak yang digunakan adalah UU PPh Nomor 36
Tahun 2008

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, secara sederhana dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu apakah perencanaan
pajak atas biaya kesejateraan karyawan dapat meminimalkan beban pajak
terutang pada Yayasan Al-muhajirin Kota Depok sebagai upaya legal
dalam meminimalkan pajak terutang ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan perencanaan
pajak atas biaya kesejahteraan karyawan pada Yayasan Al-Muhajirin
Kota Depok.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah ;
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
penulis

mengenai

penerapan

perencanaan

pajak

atas

biaya

kesejahteraan karyawan pada Yayasan Al-Muhajirin di Kota Depok.

2. Bagi pihak yang diteliti (Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok), sebagai


bahan masukan dalam menerapkan perencanaan pajak atas biaya
kesejahteraan karyawannya.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi,
bacaan yang bermanfaat dan sumber informasi dalam melalukan
penelitia berikutnya.

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Pajak
a. Pengertian Pajak
Definsi pajak yang dikemukakan oleh Prof Dr. Rochmat
Soemitro, S.H . (Siti Resmi 2008:1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan, dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi :


Pajak adalah peralihan kekeayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus-nya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
membiayai public investment

Definisi pajak lainnya dikemukakan oleh S.I Djajadiningrat (Siti


Resmi 2008:1) :
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari
kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian
dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman, menurut peraturan yang diterapkan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang diterapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal
balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan
umum.

Sedangkan dalam Prabowo (2004:2) menurut Adriani,


Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubunan dengan tugas negara
harus menyelenggarakan pemerintahan.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :


1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undangundang serta aturan pelaksanaannya.
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk
membiayai public investment.

b. Undang-undang Perpajakan
Menurut Mardiasmo (2001:5-6) dalam undang-undang
Pajak diatur mengenai hal-hal yang telah dipilih dalam kebijakan
perpajakan yang menyangkut Subjek Pajak, Objek Pajak, Tarif
Pajak dan Prosedur Perpajakan yang dituangkan dalam dua jenis
ketentuan hukum.

10

1) Hukum Pajak Materil


Memuat ketentuan yang mengatur mengenai objek pajak yaitu
keadaan, perbuatan peristiwa hukum yang dikenakan pajak
(subjek), berupa besarnya pajak yang dikenakan (tarif), segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya hutang pajak, dan
hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh:
Undang-undang Pajak Penghasilan.
2) Hukum Pajak Formil
Memuat tata cara untuk mewujudkan hukum pajak material
agar menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak
materil). Hukum ini memuat antara lain berupa tata cara
penetapan hutang pajak dan kewajiban pajak, seperti cara
pelaporan, tata cara pembayaran dan sebagainya. Contoh:
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

c. Fungsi pajak
Melihat dari beberapa definisi dari beberapa ahli, maka
terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu : (Siti Resmi 2008:3-4)
1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang

11

sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut


ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai
jenis

pajak

seoerti

Pajak

Penghasilan

(PPh),

Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang


Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lainlain.
2) Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuantujuan tertentu diluar bidang keuangan.

d. Jenis-jenis Pajak
Menurut Resmi (2008:7-9) berbagai macam jenis pajak
yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1) Jenis Pajak Menurut Golongannya
Dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu
(a) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung

sendiri

oleh

wajib

pajak,

tidak

dapat

dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak


lain. Pajak ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang
bersangkutan. Contoh : pajak penghasilan.

12

(b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya


dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau
pihak ketiga. Beban pajak ini dapat dilimpahkan kepada
orang dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau
peristiwa-peristiwa

tertentu

saja,

contoh

Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).


2) Jenis Pajak Menurut Sifatnya
Dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :
(a) Pajak

Subjektif,

adalah

pajak

yang

pengenaannya

memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau


pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), dengan memperhatikan
keadaan pribadi wajib pajak (status pernikahan, jumlah
anak ataupun tanggungan lainnya). Kemudian selanjutnya
dilihat dari keadaan pribadi wajib pajak tersebut, barulah
menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.
(b) Pajak

objektif,

adalah

pajak

yang

pengenaannya

memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan,


perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan
pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

13

3) Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya


Jenis

Pajak

menurut

lembaga

pemungutnya

dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :


(a) Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut
oleh

pemerintahan

pusat

dan

digunakan

untuk

membiayai rumah tangga negara pada umumnya.


Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
(b) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun tingkat
II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing. Contoh : Pajak Daerah Tingkat I
(Propinsi) antaralain: Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah,
Pajak

Izin

Sedangkan,

Pengangkapan
Pajak

(Kabupaten/Kotamadya),

Ikan

Daerah
antara

di

Wilayahnya.
Tingkat

lain

II
Pajak

Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas


Reklame.

14

e. Sistem Pemungutan Pajak


Terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan pajak menurut Waluyo
dan Ilyas (2003:6-7) antara lain :
1) Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terhutang) oleh
seseorang
2) Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri
besarnya utang pajak
3) Witholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak ketiga untuk menghitung besarnya
pajak yang terhutang

2.

Pajak Penghasilan bagi Yayasan


a. Pengertian Yayasan
Menurut Undang-undang tahun 2001 tentang Yayasan,
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang

15

dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di


bidang

sosial,

keagamaan,

dan

kemanusiaan,

yang

tidak

mempunyai anggota. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas


Pembina,

Pengurus,

dan

Pengawas.

Yayasan

tidak

boleh

membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan


Pengawas. Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun
kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undangundang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau
tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan,
atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.
Yayasan adalah badan hukum yang lahir karena suatu
perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota dan bertujuan
yang tertera dalam status yayasan dengan dana yang disediakan
untuk itu. Tujuan yang dimaksud disini adalah tujuan sosial dan
dana adalah dana yang disediakan oleh para pendiri yayasan
ditambah sumbangan dari masyarakat / donatur.
Yayasan sebenarnya adalah satu organisasi tanpa tujuan
laba atau tanpa motif laba. Suatu yayasan dapat saja memperoleh
laba, tetapi hal ini bukanlah tujuan atau motifnya.
Sekarang ini banyak terdapat bentuk dan kegiatan yayasan
yang beraneka ragam. Aktivitas usaha yayasan sangat banyak, dan
salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.

16

b. Yayasan Sebagai Wajib Pajak


Untuk terutangnya Pajak penghasilan (PPh), haruslah
dipenuhi dua syarat, yakni adanya wajib pajak dana adanya objek
pajak. Menurut pasal 1 UU PPh 1994, Pajak penghasilan dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Dan pasal 2 UU PPh 1994
mengatakan bahwa salah satu yang menjadi subyek pajak adalah
yayasan atau organisasi yang sejenis.
Dalam penjelasan pasal 1, subyek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam UU PPh disebut wajib pajak.
Mulai tanggal 1 Januari 1995 berdasarkan UU PPh, yayasan adalah
subyek

pajak,

dan

atas

penghasilan

yang

diterima

atau

diperolehnya dikenakan pajak penghasilan. Jadi jelaslah bahwa


yayasan adalah wajib pajak.
Berikut ini adalah sebagaian hak-hak yang bersifat umum
yang dimiliki oleh yayasan sebagai wajib pajak :
1) Mendapatkan formulir-formulir perpajakan secara cuma-cuma.
2) Mendapatkan penjelasan/penerangan seperlunya secara cumacuma.
3) Memperoleh pelayanan sebaik-baiknya dalam penyelesaian
urusan perpajakan.
4) Menunjuk orang lain untuk bertindak sebagai kuasa
5) Mengajukan permohonan untuk :

17

(a) Mengangsur atau menunda atas tunggakan pembayaran


pajak.
(b) Restitusi atau kompensasi atas kelebihan pembayaran
pajak.
(c) Keberatan dan banding.
(d) Perpanjangan penyampaian pemasukan surat permohonan
keberatan pajak.
(e) Mendapatkan penjelasan mengenai dasar pengenaan,
pemotongan atau pemungutan pajak untuk keperluan
pengajuan keberatan.
(f) Mengajukan gugatan perdata ataupu pidana kepada
pengadilan negeri atas dasar pembocora rahasia yang
menyebabkan timbulnya kerugian pada wajib pajak.
(g) Mendapatkan jaminana kerahasiaan atas segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada
pejabat pajak.
Adapun kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
yayasan selaku wajib pajak diantaranya adalah
1) Wajib mendaftarkan diri kepada KPP (Kantor Pelayanan
Pajak) atau Kantor Penyuluhan Pajak dimana yayasan
berkedudukan untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak), dan apabila yayasan juga adalah PKP
(Pengusaha Kena Pajak) wajib melaporkan usahanya untuk

18

mendapatkan NPPKP (Nomor Pengkukuhan Pengusaha Kena


Pajak).
2) Menghitung, menyetor/membayar pajak yang terutang pada
bak persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada waktu yang
ditentukan.
3) Melaporkan pajak yang telah dibayar pada KPP tempat
pendaftaran tepat pada waktu yang ditentukan.
4) Menyelenggarakan pembukuan sesuai ketentuan undangundang perpajakan.
5) Memberikan keterangan yang diperluakan dan memperlihatkan
sikap kerja sama pada saat diperiksa.

c. Wajib Pembukuan
Salah satu kewajiban yayasan sebagai wajib pajak yaitu
membuat pembukuan. Pembukuan tersebut harus diselenggarakan
dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban atau utang, modal penghasilan dan
biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. Pembukuan harus diselenggarakan
dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

19

d. Objek Pajak Yayasan


Obyek pajak yayasan pendidikan adalah keuntungan atau
selisih lebih antara jumlah seluruh

penghasilan bruto yang

merupakan obyek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan


untuk dikurangkan dari penghasilan bruto.

e. Pajak Penghasilan Yayasan


Pajak penghasilan dikenakan terhadap Penghasilan Kena
pajak dari wajib pajak. Penghasilan Kena Pajak dari wajib pajak
dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang diperoleh
oleh wajib pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan
dikurangkan (deductible expenses) sesuai ketentuan perpajakan.
Surat

edaran

Edaran

Dirjen

Pajak

No.

SE-39/PJ.4/1995

menegaskan bahwa yayasan dikenai PPh bila terdapat selisih antara


gunggungan (jumlah) penghasilan bruto yang merupakan obyek
pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan
dari penghasilan bruto.
Berikut ini adalah penghasilan yang tidak termasuk obyek
pajak menurut pasal 4 ayat (3) UU PPh 1994 :
1) Bantuan atau sumbangan, harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang diterapkan

20

oleh Menteri Keuangan.


2) Warisan
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6) Dividen atau bagian laba yang diterima sebagai wajib pajak
dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,
badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia.
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan
dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam
bidang-bidang

tertentu

yang

ditetapkan

oleh

Menteri

Keuangan.
8) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer ayang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
9) Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan

21

reksadana.
10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
(a) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(b) Sahamnya

tidak

diperdagangkan

dibursa

efek

di

Indonesia.
Dalam menghitung penghasilan bruto, tidak termasuk
penghasilan yang dikenai pajak penghasilan yang bersifat final
seperti pajak penghasilan atas bunga deposito dan jasa giro.
Penghasilan yayasan pendidikan yang dikenakan pajak adalah :
1) Uang pendaftaran dan uang pangkal
2) Uang seleksi penerimaan siswa, mahasiswa atau peserta
pendidikan.
3) Uang pembangunan gedung atau pengadaan prasarana atau
pembayaran lainnya.
4) Uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar
atau lokakarya dan sejenisnya.
5) Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan
sebagainya.

22

6) Penghasilan lain yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan


pengajaran, pendidikan atau pelatihan dengan nama dan bentuk
apapun.
Secara umum biaya-biaya yang diperkenankan sebagai
pengurang terhadap penghasilan, menurut pasal 6 ayat (1) UU PPh
1994 adalah :
(a) Biaya

untuk

penghasilan,

mendapatkan,
termasuk

biaya

menagih

dan

pembelian

memelihara

bahan,

biaya

berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,


honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan,
biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali
Pajak Penghasilan.
(b) Penyusutan

atas

pengeluaran

untuk

memperoleh

harta

berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh


hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun.
(c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
(d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

23

(e) Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.


(f) Biaya

penelitian

dan

pengembangan

perusahaan

yang

dilakukan di Indonesia.
Biaya yang bisa dikurangkan oleh yayasan pendidikan
adalah :
1) Gaji, tunjangan, honorarium yang dibayarkan untuk pimpinan,
dosen, pengajar atau karyawan.
2) Biaya umum, administrasi, dan alat tulis menulis kantor.
3) Biaya publikasi atau iklan.
4) Biaya kendaraan
5) Biaya kemahasiswaan
6) Biaya ujian semester
7) Biaya sewa gedung dan utitilities
8) Biaya Laboratorium
9) Biaya penyelenggaraan asrama
10) Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya
11) Biaya pemeliharaan kampus
12) Biaya penyusutan
13) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
14) Biaya beasiswa dan pelatihan dosen pengajar dan karyawan
15) Biaya pembelian perpustakaan, alat-alat olah raga dan alat
peraga
16) Subsidi atau beasiswa bagi siswa yang kurang mampu

24

17) PBB bagi yang terkena.


Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan setelah
dikurangkan dari penghasilan bruto didapat kerugian, maka
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau
laba fiskal selama lima tahun berturut-turut dimulai sejak tahun
berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

3.

Manajemen Pajak
Untuk dapat melaksanakan tax avoidance secara baik dan
tidak terjebak pada tax evasion, maka perlu adanya suatu manajemen
pajak (tax management). Manajemen pajak adalah usaha-usaha untuk
mengelola pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak secara baik
dalam rangka meminimalkan jumlah pajak yang dibayar secara legal
(Mohammad Zain 2004:46).
Secara teoritis, perencanaan pajak adalah bagian dari
manajemen perpajakan. Perencanaan perpajakan disini tidaklah sama
dengan perencanaan yang merugikan negara. Tujuan manajemen
perpajakan pada prinsipnya serupa dengan tujuan manajemen
keuangan yaitu sama-sama bertujuan untuk memperoleh likuiditas dan
laba yang cukup. Manajemen perpajakan adalah pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajaknya dapat
ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang
diharapkan.

25

Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi


manajemen pajak yang terdiri atas : perencanaan pajak (tax planning),
pelaksanaan

kewajiban

perpajakan

(tax

implementation),

dan

pengendalian Pajak (tax control).

4.

Perencanaan Pajak
Perencanaan Pajak adalah tahapan pertama di dalam
penghematan pajak. Perencanaan pajak ini biasa dilakukan oleh
manajemen pajak, yang dapat dilakukan sendiri oleh intern perusahaan
atau pun juga oleh pihak luar, dalam hal ini konsultan pajak.
Menurut Sophar Lumbantoruan (2000:435) berpendapat bahwa:
Perencanaan pajak (Tax Planning) adalah rencana kebijakan
keuangan perusahaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kewajiban pembayaran pajak
b. Peraturan pembayaran pajak
c. Kapasitas badan usaha dan faktor eksternal.
Sedangkan menurut Joel K. Siegel dan Jae K. Shim, yang
diterjemahkan oleh Mohammad Kurdi (2004:46), menyatakan bahwa:
Pengertian perencanaan pajak merupakan analisis sistematik dalam
membedakan kebebasan pajak yang ditujukan untuk meminimalkan
kewajiban pajak dalam periode perpajakan yang berjalan di masa
depan.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam
manajemen pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat
perencanaan. Karena itu, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan
penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis
tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Sebagai wajib

26

pajak, yayasan harus mematuhi dan melaksanakan kewajibankewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang
berlaku (Alim: Jurnal FE Universitas Surabaya).
Perencanaan pajak penghasilan di Indonesia menganut self
assessment artinya wajib pajak yang berperan untuk menghitung,
menyetorkan dan melaporkan jumlah pajak, bukan kantor pajak. Pajak
penghasilan yang diberlakukan di Indonesia menuntut setiap wajib
pajak untuk memenuhi 2 kewajiban, yaitu :
1) Kewajiban untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan
Pajak Penghasilan yang menjadi tanggungannya.
2) Kewajiban

untuk

menghitung,

memotong/memungut,

menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan yang merupakan


beban orang lain.
Perencanaan pajak yang baik harus memungkinkan wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban pajak dengan baik, benar dan
dengan beban yang minimal.

a. Aspek Formal dan Administratif Perencanaan Pajak


Sanksi

administratif

maupun

pidana

merupakan

pemborosan sumberdaya sehingga perlu dihindari melalui suatu


perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan
pemenuhan

kewajiban

perpajakan

yang

baik

diperlukan

pemahaman terhadap peraturan perpajakan.

27

Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi


kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wjib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(PKP), menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar
pajak, menyampaikan Suratt Pemberitahuan (SPT) disamping
memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir
pada saat pelunasan oleh Wajib Pajak.

b. Aspek Material dalam Perencanaan Pajak


Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa
keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak
adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber
dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak
lebih dan tidak kurang. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan
secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan
lengkap harus bebas dari berbagai rekayasa negatif.

c. Penghindaran Sanksi Pajak


Pembayaran

sanksi

yang

tidak

seharusnya

terjadi

merupakan pemborosan sumber daya yayasan. Sanksi administrasi


dapat berupa denda, bunga, maupun kenaikan. Sanksi tersebut
merupaka denda keuangan (financial penalty) yang merupakan
pemborosan dana. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana

28

penjara dan atau denda keuangan.

d. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan


Untuk mencapai tujuan manajemen pajak, ada dua hal
yang perlu dikuasasi dan dilaksanakan yaitu :
1) Memahami ketentuan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti Undangundang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan,
Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak dapat
diketahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
menghemat beban pajak.
2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam
penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan
dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam
menghitung besarnya jumlah pajak terutang.

e. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak


Banyak motivasi yang mendasari dilakukannya suatu
perencanaan pajak (tax planning), namun semua itu bersumber dari
adanya 3 unsur perpajakan yaitu :
1) Kebijakan perpajakan (tax policy)
2) Undang-undang perpajakan (tax law)

29

3) Administrasi perpajakan (tax administrasion)


Ketiga unsur tersebut terjadi menurut proses sesuai dengan
urutan waktu penyusunan sistem perpajakan.

f. Tahapan dalam Membuat Perencanaan Pajak


Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui
berbagai urutan tahap-tahap berikut :
1) Menganalisis informasi (basis data) yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat
dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban
pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung
seakurat mungkin beban pajak (tax burden) yang harus
ditanggung. Untuk itu perlu diperhatikan faktor-faktor baik
internal maupun eksternal yaitu :
(a) Fakta yang relevan
(b) Faktor pajak
(c) Faktor non-pajak lainnya
2) Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan
besarnya pajak.
Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional
3) Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak

30

Perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil


pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak
(tax burden), perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain
pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel
tersebut akan sihitung seakurat mungkin dengan hipotesis
sebagai berikut :
(a) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan
(b) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil
dengan baik
(c) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal
Dari ketiga hipotseis tersebut akan memberikan hasil yang
berbeda. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah
perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau
tidak.
4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali
rencana pajak
Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik
atau tidak, tentu harus dievaluasi melalui berbagai rencana
yang dibuat. Dengan demikian, keputusan yang terbaik atas
suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi
dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat
sebanyak mungkin bentuk perencanaan pajak yang diinginkan,
kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya

31

perubahan

peraturan/perundangan-undangan.

Tindakan

perubahan (up to date planning) harus tetap dijalankan


walaupuun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan
keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan pajak
(tax saving) masih besar, rencana tersebut harus tetap
dijalankan,

karena bagaimanapun juga kerugian yang

ditanggung merupakan kerugian minimal. Jadi, akan sangat


membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan
gambaran/perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa
laba (benefit) potensial yang akan diperoleh jika berhasil
maupun kerugian (loss) potensial jika terjadi kegagalan
5) Memutakhirkan rencana pajak.
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek
juga telah berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap
perubahan yang terjadi, baik dari undang-undang maupun
pelaksanaannya (negara dimana aktivitas tersebut dilakukan)
yang dapat berdampak terhadap komponen suatu perjanjian.
Pemutakiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu
dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang
dinamis.

Dengan

memberikan

perhatian

terhadap

perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi


saat ini seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang
merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang

32

bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh


manfaat yang potensial.

5. Laporan Komersial dan Laporan Fiskal


Koreksi fiskal digunakan Untuk keperluan perpajakan wajib
pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup
membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu
harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal meliputi
pengakuan pendapatan dan biaya yang dapat berupa koreksi positif
dan koreksi negatif.
Karena adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan
maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak
Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada
pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun
biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak, maka
diperlukan laporan fiskal.
Bagi perusahaan, semua pemasukan adalah pendapatan yang
akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah
beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak:
tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada
beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah

33

laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak


bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang
laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang
sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan. Di
dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan beda tetap.
Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaianpenyesuaian agar jumlah pajak penghasilan badan terhutang antara
yang dihitung oleh perusahaan dengan menurut Ditjend Pajak bisa
sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah Koreksi
Fiskal.
Ada 2 (dua) macam penyesuaian fiskal, yaitu:
a.

Penyesuaian Fiskal Positif: adalah penyesuaian yang akan


mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada
akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan
meningkat.
b. Penyesuaian Fiskal Negatif: adalah penyesuaian yang akan
mengakibatkan menurunnya laba kena pajak.

6.

Pemberian dalam Bentuk Kesejahteraan Karyawan atau Natura


dan Kenikmatan (Fringe Benefits)
Kesejahteraan karyawan sebagai kompensasi pelengkap,
yang sering disebut fringe benefits adalah untuk mempertahankan

34

karyawan organisasi dalam jangka panjang. Kompensasi pelengkap ini


berbentuk penyediaan paket benefit dan penyelenggaraan programprogram pelayanan karyawan.
Kesejahteraan karyawan yang juga dikenal sebagai benefits
mencakup semua jenis penghargaan berupa uang yang tidak
dibayarkan secara langsung kepada karyawan. Penghargaan ini
diberikan kepada semua anggota organisasi atas keanggotaannya dan
bukan berdasarkan hasil kerjanya. Oleh karena itu, tidak dapat
digunakan
digunakan

untuk meningkatkan prestasi kerja, namun dapat


untuk

menarik

karyawan

yang

berkuaitas

dan

mempertahankannya jika paket tunjangan dan fasilitas tersebut


menarik (Panggabean, 2002).
Natura adalah imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja
kepada karyawannya, yang pemberiannya bukan dalam bentuk uang,
melainkan dalam bentuk barang atau berbagai fasilitas perusahaan,
seperti beras, gula, penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan
dan lain sebagainya (Judisseno 2002).
Menurut Suandy (2008:123-124) Kesejahteraan karyawan
yang dapat meminimalkan beban pajak terdiri dari :
a. PPh Pasal 21 Karyawan
1) PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan
Jumlah PPh Pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh
karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi

35

penghasilan.
2) Tunjangan PPh
Jika PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka
jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan
karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam
hal ini penghitungan PPh dilakukan dengan cara gross up
dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh
Pasal 21 terhutang untuk masing-masing karyawan.
3) PPh ditanggung perusahaan
PPh pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh perusahaan
yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh
karyawan tersebut tidak dikurangi dengan Pph pasal 21 karena
perusahaanlah yang menanggung biaya Pph pasal 21. PPh
pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
b. Pengobatan/kesehatan karyawan :
1) Perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama
dengan pihak rumah sakit tertentu.
2) Karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin, baik sakit
maupun tidak.
Pada kondisi ini, perusahaan memebrikan tunjangan dalam
bentuk uang yang menjadi komponen penghasilan bulanan
karyawan. Perusahaan tidak memperhatikan apakah karyawan

36

akan sakit atau tidak dalam jangka waktu sebulan, atau juga
tidak memperhitungkan rata-rata jumlah sakit dalam tahun
yang kemudian menjadi dasar perhitungan berapa nilai
tunjangan yang didapat. Besaran nilainya bervariasi tergantung
kebijakan perusahaan dalam menghitung berapa jumlah
tunjangan yang didapat, biasanya tergantung posisi dan lama
bekerja. Jika hanya pengobatan tersebut diberikan kepada
karyawan dalam bentuk penggantian uang tunai, menurut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang
objek PPh Pasal 21, bagi karyawan penggantian ini merupakan
penghasilan yang dikenakan PPh. Dengan demikian menurut
UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a, pembayaran uang tunai ini
dpat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan. Pertambahan
sebagai akibat pemberian penggantian ini akan menambah
beban PPh karywan yang bersangkutan.
3) Karyawan diikutsertakan dalam asuransi kesehatan sehingga
jika karyawan bersangkutan sakit klaim dapat dilakukan
keperusahaan asuransi.
c. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai :
1) Premi ditanggung perusahaan.
2) Premi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.
3) Premi sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain
ditanggung karyawan

37

e. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua :


1) Iuran ditanggung perusahaan.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998
Tentang objek PPH Pasal 21 yang dikecualikan, bukan
merupakan penghasilan bagi karyawan dan menurut UU PPh
Pasal 6 Ayat 1 Huruf c dapat dikurangkan dalam penghasilan
kena pajak bagi perusahaan.
2) Iuran ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.
Jika iuran pensiun dan iuran JHT ditanggung oleh karyawan
yang bersangkutan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.
281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak PPh Pasal 21, iuran
tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya dalam SPT PPh Pasal
21 bagi karyawan yang bersangkutan.
3) Iuran sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain
ditanggung karyawan
Iuran yang ditanggung sebagian oleh perusahaan menurut UU
PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf e dapat dikurangkan dalam
penghasilan kena pajak perusahaan dan iuran yang ditanggung
sebagian oleh karyawan menurut Direktur Jenderal Pajak No.
281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam
menghitung PPh Pasal 21 dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam SPT PPh Pasal 21.

38

f. Rumah dinas karyawan :


1) Perusahaan menyediakan rumah dinas
Kenikmatan menggunakan fasilitas

rumha

dinas milik

perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan


sehingga perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya tersebut
dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
2) Perusahaan memberikan tunjangan perumahan.
Pemberian tunjangan perumahan merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6
Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena
Pajak bagi perusahaan
g. Transportasi
1) Perusahaan menyediakan mobil dinas
Jika kenikmatan menggunakan sarana transportasi milik
perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan
menurut UU PPh Pasal 9 ayat (1) Huruf e perusahaan tidak
daptat

mengurangkan

biaya

dengan

transportasi

biaya

penyusutan, eksploitasi atau pemeliharaan sebagai biaya dalam


menghitung Penghasilan Kena Pajak
2) Perusahaan memberikan tunjangan transport
Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur
Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 6
Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam penghasilan Kena

39

Pajak bagi perusahaan.


h. Pakaian kerja karyawan
Diperusahaan ada karyawan yang menggunakan pakaian kerja yang
sehubungan dengan lingkungan kerja dan ada yang menggunakan
seragam karyawan pada umumnya. Untuk itu kebijakan mengenai
pakaian kerja karyawan dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja misalnya
pakaian kerja untuk satpam.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 213/PJ/2001
Pasal 3 Ayat 1 dapat dikurangkan dalam penghasilan kena
pajak perusahaan.
2) Seragam karyawan pada umumnya.
Seragam karyawan pada umumnya yang dimaksud disini yaitu
karyawan perusahaan memakai pakaian miliknya sendiru
seperti karyawan pada umumnya
i. Makanan dan natura lainnya
1) Perusahaan memberikan beras atau meyediakan katering
untuk karyawan.
2) Tunjangan beras atau uang makan.
Pemberian tunjangan beras atau uang makan menurut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang
objek PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang kena pajak
bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Atau 1 Huruf a

40

dapat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan.


j. Bonus atau jasa

Contoh penerapan tax planning

pemberian natura dan

kenikmatan berupa beras diganti dengan tunjangan beras berupa


uang :
Perusahaan mengeluarkan biaya pemberian beras untuk karyawan
sebesar Rp. 300.000.000 setahun, merupakan biaya fiscal yang tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan perusahaan. Oleh karena itu, agar
perusahaan dapat membebankannya sebagai biaya dari penghasilan
bruto maka perusahaan melakukan tax planning dengan mengganti
bentuknya menjadi tunjangan beras yang dimasukkan ke dalam slip
gaji karyawan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.
Tabel 2.1
Contoh Tunjangan Bentuk Natura Diganti
Tunjangan Bentuk Uang

Pendapatan
Biaya
Natura dan Kenikmatan
Tunjangan Beras
Jumlah Biaya

Natura
1.000.000.000
500.000.000
(300.000.000)
500.000.000

Penghasilan sebelum pajak


500.000.000
132.500.000
Pajak Penghasilan Badan
setelah pajakPenghasilan
367.500.000
Sumber : Mohammad Zain, 2007

Tunjangan Beras
1.000.000.000
500.000.000
300.000.000
800.000.000
200.000.000
42.500.000
157.500.000

41

Dari hasil perhitungan diatas, ternyata untuk memaksimumkan


laba usahanya, sebaiknya perusahaan membayarkan gaji dan upah
karyawannya dengan cara memberikannya dalam bentuk uang dan
bukan natura. Dengan menerapkan perencanaan pajak, perusahaan
melakukan

penghematan

pajak

sebesar

Rp.

90.000.000

(132.500.000-42.500.000).

7.

Perencanaan Pajak atas Biaya Kesejateraan

Karyawan pada

Yayasan
Karena perlakuan perpajakan bagi yayasan sudah tidak
dibedakan dengan badan hukum lainnya, maka yayasan juga perlu
mengelola kewajiban pajaknya secara baik, yayasan juga memerlukan
perencanaan

pajak.

Perlakuan

perpajakan

berkaitan

dengan

pembayaran penghasilan dari yayasan kepada karyawan menganut


prinsip taxability-deductibility, artinya jika bagi karyawan merupakan
penghasilan yang dikenakan pajak (taxable income), maka bagi
yayasan merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductable
expenses), sebaliknya jika bagi karyawan merupakan penghasilan
yang tidak dikenakan pajak (non taxable income), maka bagi yayasan
merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductable
expenses). Jadi selalu ada salah satu pihak yang akan dikenakan Pajak
Penghasilan, apakah itu karyawan yang akan dikenakan Pajak

42

Penghasilan 21 atau yayasan yang akan dikenakan Pajak Penghasilan


wajib pajak badan.
Namun

ada

beberapa

ketentuan

perpajakan

yang

menyimpang dari prinsip tersebut diatas, dimana ada penghasilan


karyawan yang tidak dikenakan pajak, tetapi bagi perusahaan
pengeluaran tersebut dapat dibebankan sebagai biaya.
Akuntansi

mendefinisikan

biaya

sebagai

suatu

yang

dikorbankan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Jadi,


semua usaha, tenaga dan sumber yang digunakan untuk memperoleh
hasil adalah biaya. Oleh karena itu, semua pembayaran dalam bentuk
natura atau kenikmatan kepada karyawannya adalah biaya.
Transaksi pembayaran dari yayasan kepada karyawan
ditinjau dari perpajakan dapat digolongkan sebagai berikut ;
a.

yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan


pajak (taxable income) dan bagi yayasan merupakan biaya yang
dapat dikurangkan (deductible expense) antara lain ;
1) Gaji, upah, honorarium, lembur, bonus, insentif, uang saku
dan sejenisnya,
2) Tunjangan dalam bentuk uang,
3) Tunjangan PPh Pasal 21
4) Pesangon,
5) Penggantian pengobatan kepada karyawan
6) Premi Jamsostek Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) atau

43

Jaminan Kematian (JKM), asuransi kesehatan, kecelakaan,


kematian, beasiswa dan asuransi dwiguna yang ditanggung
pemberi kerja.
b.

yang bagi yayasan karyawan merupakan penghasilan yang tidak


dikenakan pajak (non taxable income) dan bagi yayasan
merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible
expense) antara lain :
1) Pemberian

dalam

bentuk

natura/kenikmatan

kepada

karyawan
2) Pemberian fasilitas pengobatan kepada karyawan
3) Pengeluaran atau biaya rekreasi karyawan
4) Pemberian fasilitas rumah dinas kepada karyawan
c.

yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang tidak


dikenakan pajak (non taxable income) dan bagi yayasan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan
1) Pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada
karyawan didaerah terpencil
2) Iuran dana pensiun dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang
ditanggung perusahaan
3) Pemberian makanan dan minuman kepada seluruh karyawan
ditempat kerja
4) Biaya antar jemput pegawai

d.

yang bagi karyawan merupakan penghasilan yang tidak

44

dikenakan pajak (non taxable income) dan bagi yayasan 50 % dari


seluruh pengeluaran merupakan biaya yang dapat dikurangkan
(deductible expense) antara lain :
1) Kendaraan dinas yang digunakan pegawai tertentu karena
pekerjaan atau jabatannya.
2) Telepon seluler yang digunakan pegawai tertentu karena
pekerjaan dan jabatannya.
Yayasan dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan yang
mempunyai

konsekwensi

perpajakan

yang

berbeda

untuk

pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan pembayaran kepada


karyawan. Alternatif kebijakan mana yang akan dipilih oleh yayasan
sangat banyak tergantung pada situasi dan kondisi internal dari
yayasan.

45

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu


Nama Peneliti Judul Penelitian
dan
Tahun
Penelitian
Dadun Abdul
Analisis Perencanaan
Ghofur (2007)
Pajak, Penerapan
Penghitungan Dan
Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21
Pada Rumah Sakit
Islam Jakarta Pondok
Kopi

Alfarobi (2009)

Analisis Efektivitas
Penerapan
Perencanaan Pajak
sebagai Upaya
Efisiensi Pajak
Penghasilan terutang
Perusahaan

Hasil Penelitian

Peneliti tsb menyebutkan


bahwa Rumah Sakit Islam
Jakarta Pondok Kopi belum
menerapkan
perencanaan
pajak
Dalam penghitungan dan
pembebanan PPh Pasal 21
adalah sudah baik karena
sudah sesuai dengan Undangundang No. 17 tahun 2000
yang dilengkapi
dengan
peraturan pemerintah. Hal ini
terjadi karena penghitungan
PPh
Pasal
21
dan
pelaporannya tidak terdapat
penyimpangan dari aturan
yang berlaku
Peneliti tersebut memberikan
saran kepada perusahaan
yang diteliti agar pemberian
kenikmatan kepada karyawan
hendaknya diberikan dalam
bentuk tunjangan berupa
uang yang dalam hal ini
berarti
merupakan
penghasilan bagi karyawan
sehingga dianggap sebagai
biaya oleh perusahaan dalam
mengurangi laba kena pajak.
Berdasarkan hasil kuesioner
yang telah disebar peneliti
tersebut didapat hasil bahwa
terdapat 8 pernyataan yang
dianggap paling efektif dan
harus terus dipertahankan
sebagai
cara
untuk
meminimalkan pajak, salah
satunya antara lain : biaya
jamuan dan sumbangan,
pengobatan karyawan dan
biaya konsumsi karyawan
46

C. Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari
kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti
dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta
merumuskan hipotesis dan merupakan tempat penelitian memberikan
penjelsana tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun
masalah yang ada dalam penelitian. Adapun kerangka konseptual dalam
penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan alur berikut yang disertai
penjelasan kualitatif.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Yayasan Al-Muhajirin
Kota Depok

PKP Wajib Pajak Yayasan

Penerapan Perencanaan Pajak


atas Biaya Kesejahteraan
Karyawan

Pajak Terhutang
Wajib Pajak Yayasan

47

Keterangan Gambar :
Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari wajib pajak dihitung dengan cara
mengurangkan penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dengan biaya-biaya
yang diperkenankan dikurangkan sesuai ketentuan perpajakan. PKP dikenakan
pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Untuk meminimalkan beban pajaknya,
maka Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok menerapkan perencanaan pajak (tax
planning), yaitu biaya kesejateraan karyawan. Setelah itu, maka diperoleh pajak
terhutang Wajib Pajak Badan yang harus dibayar yayasan kepada negara.

48

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini di dilakukan pada yayasan yang bergerak dibidang
pendidikan. Adapun tempat penelitian ini bertempat di Al-Muhajirin Kota
Depok yang beralamat di Jalan Nusantara Raya No.313 Kota Depok. Jenis
penelitian adalah penelitian deksriptif. Menurut Erlina (2007), penelitian
deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang
diperoleh oleh peneliti dari subyek berupa individu, organisasional,
industri atau perspektif lain. Batasan dalam penelitian ini adalah data-data
yang digunakan pada tahun 2009, data utama diperoleh berdasarkan data
sekunder yaitu laporan keuangan, serta data pendukung berupa
dokumentasi dan wawancara terstruktur, dan Undang-undang pajak yang
digunakan adalah UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

B. Metode Penentuan Sampel


Dalam penelitian ini metode penentuan sampel yang digunakan adalah
metode purposive sampling dengan menggunakan pemilihan sampel berdasarkan
strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata (judgement sampling) yaitu
pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan
menggunakan pertimbangan tertentu. Sampel yang digunakan pada pegawai tetap
Yayasan Al-muhajirin Kota Depok (berdasarkan sumber dari bagian SDM &
Personalia Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi) baik yang telah memiliki
NPWP maupun yang belum memiliki NPWP. Selain itu, metode penelitian yang

49

digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode yang memusatkan diri pada
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Dengan cara ini
membandingkan antara data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan teori
yang mendasarinya. Dengan metode ini penulis ingin mengetahui penerapan
Pajak atas biaya kesejahteraan karyawan..

C. Metode Pengumpulan Data


Adapun cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
1.

Penelitian Lapangan (Field Research)


Metode ini dilakukan guna memperoleh data primer dari
objek yang diteliti, yang merupakan data yang diperoleh langsung dari
hasil penelitian. Untuk memperoleh data-data primer tersebut, maka
dilakukan:
a.

Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati objek
penelitian, yang berupa data-data yang diperlukan dalam penelitian
ini pada Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok, sehingga diperoleh
data yang lengkap.

b.

Metode Wawancara
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) Wawancara merupakan
teknik pengumpulan dalam metode survei yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian. Hasil wawancara
selanjutnya dicatat oleh pewawancara sebagai data penelitian.
Teknik wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

50

melalui tatap muka atau melalui telepon.


Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data-data terkait
dengan laporan keuangan dan pajak penghasilan yang akan
dianalisa dalam penelitian ini. Wawacara ini dilakukan dengan
pihak internal bagian keuangan. Metode ini dilakukan dengan cara
wawancara kepada karyawan maupun pihak yang berkaitan dengan
objek penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung, agar
dapat diperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian.
2.

Library Research
Metode ini digunakan untuk mencari data-data yang bersifat
sekunder, biasanya data yang berasal dari luar yayasan. Data ini
diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, menelaah dan
menganalisis sumber pustaka yang relevan yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti guna memperoleh tinjauan pustaka yang dapat
dijadikan panduan dalam penulisan ini. Penelitian ini dasar-dasar
teoritisnya berasal dari buku-buku dan berbagai literatur lain seperti
jurnal-jurnal, makalah pajak, catatan kuliah, laporan peneliti terdahulu
dan lain sebagainya.

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu cara metode pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memindahkan data-data yang diperoleh
dalam bentuk tulisan internal yayasan dalam hal ini bagian keuangan
kedalam tugas akhir yang disusun penulis.

51

D. Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, metode analisis data yang diterapkan
adalah

metode

deskriptif

kuantitatif.

Dari

data-data

yang telah

dikumpulkan oleh penulis baik dari penelitian langsung maupun literatur


akan dijabarkan melalui analisa guna memperoleh jawaban atas rumusan
yang ada. Analisa yang digunakan dalam menjabarkan penelitian ini
adalah:
1. Analisa Kualitatif, yaitu analisa dengan cara mempelajari dalam
menguji apakah ketentuan-ketentuan yang berlaku telah ditetapkan oleh
yayasan telah sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku.
2. Analisa Kuantitatif, yaitu analisa atas hasil penelitian dengan
menggunakan penghitungan angka-angka. Analisa ini dilakukan untuk
memperoleh data-data mengenai gaji, tunjangan serta iuran yang
berlaku di yayasan. Kemudian mengujinya dengan penghitungan Pajak
Penghasilan yang berlaku.

E. Operasional Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi variabel-variabel yang
digunakan dalam membahas masalah tersebut, variabel utama yang berkenaan
dengan topik pembahasan dalam skripsi ini merupakan variabel tunggal yang
terdiri dari sub variabel antara lain:
1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Yaitu analisis sistematik dalam membedakan kebebasan pajak yang
ditujukan untuk meminimalkan kewajiban pajak dalam periode perpajakan

52

yang berjalan di masa depan.


2. Pajak Penghasilan Yayasan
Yaitu Pajak penghasilan dikenakan terhadap Penghasilan Kena pajak dari
wajib pajak. Penghasilan Kena Pajak dari wajib pajak dihitung dengan
cara mengurangkan penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak dengan
biaya-biaya yang diperkenankan dikurangkan (deductible expenses) sesuai
ketentuan perpajakan.
3.

Jenis-jeni Biaya Kesejahteraan Karyawan


Kesejahteraan karyawan yang dapat meminimalkan beban pajak
terdiri dari :
a. PPh Pasal 21 Karyawan
1) PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan
Jumlah PPh Pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh
karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi
penghasilan.
2) Tunjangan PPh
Jika PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka
jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan
karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam
hal ini penghitungan PPh dilakukan dengan cara gross up
dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh
Pasal 21 terhutang untuk masing-masing karyawan.
3) PPh ditanggung perusahaan
PPh pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh perusahaan

53

yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh


karyawan tersebut tidak dikurangi dengan Pph pasal 21 karena
perusahaanlah yang menanggung biaya Pph pasal 21. PPh
pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
b. Pengobatan/kesehatan karyawan :
1) Perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama
dengan pihak rumah sakit tertentu.
2) Karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin, baik sakit
maupun tidak.
Pada kondisi ini, perusahaan memebrikan tunjangan dalam
bentuk uang yang menjadi komponen penghasilan bulanan
karyawan. Perusahaan tidak memperhatikan apakah karyawan
akan sakit atau tidak dalam jangka waktu sebulan, atau juga
tidak memperhitungkan rata-rata jumlah sakit dalam tahun
yang kemudian menjadi dasar perhitungan berapa nilai
tunjangan yang didapat. Besaran nilainya bervariasi tergantung
kebijakan perusahaan dalam menghitung berapa jumlah
tunjangan yang didapat, biasanya tergantung posisi dan lama
bekerja. Jika hanya pengobatan tersebut diberikan kepada
karyawan dalam bentuk penggantian uang tunai, menurut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang
objek PPh Pasal 21, bagi karyawan penggantian ini merupakan
penghasilan yang dikenakan PPh. Dengan demikian menurut

54

UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a, pembayaran uang tunai ini


dpat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan. Pertambahan
sebagai akibat pemberian penggantian ini akan menambah
beban PPh karywan yang bersangkutan.
3) Karyawan diikutsertakan dalam asuransi kesehatan sehingga
jika karyawan bersangkutan sakit klaim dapat dilakukan
keperusahaan asuransi.
c. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai :
1) Premi ditanggung perusahaan.
2) Premi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.
3) Premi sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain
ditanggung karyawan
e. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua :
1) Iuran ditanggung perusahaan.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998
Tentang objek PPH Pasal 21 yang dikecualikan, bukan
merupakan penghasilan bagi karyawan dan menurut UU PPh
Pasal 6 Ayat 1 Huruf c dapat dikurangkan dalam penghasilan
kena pajak bagi perusahaan.
2) Iuran ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.
Jika iuran pensiun dan iuran JHT ditanggung oleh karyawan
yang bersangkutan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.
281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak PPh Pasal 21, iuran

55

tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya dalam SPT PPh Pasal


21 bagi karyawan yang bersangkutan.
3) Iuran sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain
ditanggung karyawan
Iuran yang ditanggung sebagian oleh perusahaan menurut UU
PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf e dapat dikurangkan dalam
penghasilan kena pajak perusahaan dan iuran yang ditanggung
sebagian oleh karyawan menurut Direktur Jenderal Pajak No.
281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam
menghitung PPh Pasal 21 dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam SPT PPh Pasal 21.
d. Rumah dinas karyawan :
1) Perusahaan menyediakan rumah dinas
Kenikmatan menggunakan fasilitas

rumah

dinas milik

perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan


sehingga perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya tersebut
dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
2) Perusahaan memberikan tunjangan perumahan.
Pemberian tunjangan perumahan merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6
Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena
Pajak bagi perusahaan
e. Transportasi
1) Perusahaan menyediakan mobil dinas

56

Jika kenikmatan menggunakan sarana transportasi milik


perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan
menurut UU PPh Pasal 9 ayat (1) Huruf e perusahaan tidak
daptat

mengurangkan

biaya

dengan

transportasi

biaya

penyusutan, eksploitasi atau pemeliharaan sebagai biaya dalam


menghitung Penghasilan Kena Pajak
2) Perusahaan memberikan tunjangan transport
Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur
Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 6
Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam penghasilan Kena
Pajak bagi perusahaan.
f. Pakaian kerja karyawan
Diperusahaan ada karyawan yang menggunakan pakaian kerja yang
sehubungan dengan lingkungan kerja dan ada yang menggunakan
seragam karyawan pada umumnya. Untuk itu kebijakan mengenai
pakaian kerja karyawan dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja misalnya
pakaian kerja untuk satpam.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 213/PJ/2001
Pasal 3 Ayat 1 dapat dikurangkan dalam penghasilan kena
pajak perusahaan.
2) Seragam karyawan pada umumnya.
Seragam karyawan pada umumnya yang dimaksud disini yaitu
karyawan perusahaan memakai pakaian miliknya sendiru

57

seperti karyawan pada umumnya


g. Makanan dan natura lainnya
1) Perusahaan memberikan beras atau meyediakan katering
untuk karyawan.
2) Tunjangan beras atau uang makan.
Pemberian tunjangan beras atau uang makan menurut
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang
objek PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang kena pajak
bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Atau 1 Huruf a
dapat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan.
h. Bonus atau jasa

58

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Data Penelitian
1. Gambaran Umum Sekolah Pendidikan Al-Muhajirin Kota Depok
a. Sejarah Singkat Sekolah Pendidikan Al-Muhajirin Kota Depok
Yayasan Al-Muhajirin didirikan tahun 1980 oleh Yayasan
Pembangunan Islam (YPI) Depok, Perguruan Islam Al Muhajirin
Menyelenggarakan beberapa jenjang pendidikan yakni pendidikan
usia dini Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Sekolah

Dasar

Islam

Terpadu(SDIT),

Sekolah

Menengah

Pertama(SMP), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).


Saat awal bahkan pernah pula diselenggarakan Madrasah
Diniyah Awaliah (MDA). Akan tetapi karena harus mengikuti
perkembangan, maka pada tahun 2000 MDA terpaksa ditutup.
Perguruan Islam Al Muhajirin didirikan untuk mewujudkan
maksud dan tujuan YPI dalam turut serta membantu pemerintah
dalam upaya mencerdaskan bangsa. Era baru lebih menonjol
tuntutan untuk mengutamakan pendidikan dalam mencapai
kehidupan yang lebih baik.

59

LOKASI
Perguruan Islam Al Muhajirin menempati lokasi yang
cukup streategis terletak di Jalan Nusantara Raya No.313 Depok
Jaya, Kecamatan Pancoranmas, Kota DEPOK. Telp/Fax 0217765265, 021-7750194.

b. Visi
Bervisi akan menjadikan Yayasan Al-Muhajirin menjadi
sekolah favorit di kalangan masyarakat yang memiliki standard
nasional bahkan internasional yang memiliki program-program
unggulan dan mempersiapkan generasi yang memiliki wawasan
global dan berkepribadian Al-quran.

c. Misi
Membangun dan mengembangkan fasilitas pendidikan dan
agama untuk mendidik dan pencetakan generasi

penerus yang

tangguh yang memiliki iman yang kuat kepada Allah SWT dan
menegakkan ilmu amal

d. Tujuan
Yayasan Al-muhajirin turut serta membantu pemerintah
dalam upaya mencerdaskan bangsa. Era baru lebih menonjol
tuntutan untuk mengutamakan pendidikan dalam mencapai
kehidupan yang lebih baik.

60

e. Keunggulan
Era baru menuntut untuk lebih cermat dalam menentukan
pilihan sekolah bagi putera puteri kita. Potensi anak harus
dikembangkan sesuai bakat dan kemampuan secara optimal.
Dengan paradigma baru dibidang pendidikan dan pengajaran,
Perguruan

Islam

pendidikannya

Al

Muhajirin

merupakan

solusi

melalui
pilihan

satuan-satuan
terbaik

bagi

pengembangan potensi anak didik.

f. Struktur organisasi
Organisasi adalah struktur dengan bagian-bagian yang
saling

berhubungan dan saling mempengaruhi karena adanya

hubungan secara keseluruhan. Secara umum unsur-unsur dasar


organisasi adalah dua orang atau lebih, adanya maksud kerjasama,
adanya pengaturan hubungan dan adanya tujuan yang hendak
dicapai. Dengan melihat struktur organisasi akan dapat diketahui
jenjang, hubungan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara
masing-masing bagian terlibat dalam pelaksanaan operasi yayasan.
Menyesuaikan diri dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001 Yuncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2003 tentang
Yayasan, yayasan ini didirikan oleh: masing-masing HM Suryadi
Gozali, H Moch Thoim, Drs HE Gunawan MM, R.Hidayat, H
Bambang Betarto, Abdullah Meliala, H Prasetyo, H Syarif Prawoto

61

SE, H Abd Djamal Soamole, Samidi Adisanyoto, H Ridwan,


H.Chairul S Lubis, Drs H Syamul Bahri(alm) dan H Zainal Arifin.
Maka badan pendiri mengangkat pengurus terdiri dari Drs
HE Gunawan MM selaku ketua, R.Hidayat selaku sekretaris dan H
Bambang Betarto selaku bendahara.
Kepengurusan berganti periode selama 5 (lima) tahun.
Tahun

ini

terjadi

perombakan

manajemen baru yayasan

kepengurusan,

keputusan

akan mengangkat pengurus (ketua,

sekretaris dan bendahara) yang berasal dari karyawan yang aktif.

g. Tugas Pokok dan Fungsi


Komponen pengurus yayasan terdiri atas Dewan Pendiri,
Dewan Pembina dan Dewan Pengurus.
Tugas-tugas tersebut adalah :
1) Dewan Pendiri, sebagai

penentu kebijakan dalam

pengangkatan dan pemberhentian pengurus yayasan secara


tetap.
2) Dewan Penasehat, bertugas memberi pertimbangan/nasehat
terhadap rencana dan atau keputusan yang akan ditempuh
oleh Pengurus yayasan.
3) Dewan Pembina, bertugas membina, membimbing dan
mengarahkan serta mengakses ke pihak-pihak terkait setiap
kegiatan yang dirancang pengurus yayasan.
4) Dewan Pengawas, bertugas sebagai kontrol publik terhadap

62

kegiatan-kegiatan yang ditempuh pengurus yayasan.


5) Dewan

pengurus

adalah

penyelenggara

kegiatan

administrasi dan pengembangan kelembagaan yang dibina


yayasan. secara rinci dijabarkan dalam Angggaran Rumah
Tangga (ART)
Dewan pengurus tediri dari : Ketua, sekretaris dan
bendahara
(a) Ketua
Tugas pokok Ketua Pengurus adalah :
1. Mewakili Yayasan dalam berurusan dengan pihak
ketiga;
2. Memimpin

seluruh

anggota

Pengurus

dalam

menjalankan Keputusan-keputusan Rapat;


3. Memimpin rapat pleno Pengurus;
4. Melaksanakan tugas pengawasan umum tentang
pelaksanaan kegiatan kepengurusan Yayasan;
5. Memberikan laporan dan keterangan kepada Ketua
Yayasan secara berkala dan atau sewaktu-waktu bila
diperlukan;
6. Menetapkan kebijakan pengembangan unit kerja atau
unit usaha Yayasan;
7. Melaksanakan

pengawasan

pada

Sekretariat

Yayasan, sekolah-sekolah dan atau unit-unit usaha


lain milik Yayasan.

63

(b) Sekretaris
Tugas Pokok Sekretaris adalah :
1. Membantu Ketua Pengurus dalam mengelola seluruh
administrasi Yayasan;
2. Menghadiri rapat pleno Pengurus;
3. Menggantikan tugas-tugas Ketua Pengurus apabila
sedang berhalangan;
4. Mendampingi dalam hal pelaksanaan kegiatan baik
pemeriksaan dilapangan atau kegiatan di luar
Yayasan.
(c) Bendahara
Tugas Pokok Bendahara adalah :
1. Membantu

Ketua

Pengurus

dalam

mengelola

keuangan Yayasan;
2. Menghadiri rapat pleno Pengurus;
3. Mengkoordinasikan

dan

mengarahkan

seluruh

petugas keuangan di Bidang-bidang Yayasan;


4. Dalam hal-hal tertentu mendampingi dan atau
mewakili Ketua Pengurus;
5. Membuat laporan keuangan kepada Ketua Yayasan
dengan disetujui oleh ketua Pengurus.

64

2.

Unsur-unsur Penerimaan dan Biaya Pada Yayasan AlMuhajirin Kota Depok


Al-Muhajirin mempunyai unsur-unsur penerimaan dan
biaya-biaya yang ditanggung yayasan.
Unsur-unsur penerimaan terdiri dari :
a. Penerimaan rutin
1) SPP Murid
2) Iuran komputer
b.

Pendapatan diluar operasional


1) Iuran bulanan Kursus Komputer
2) Sumbangan-sumbangan yang berasal dari masyarakat,
pemerintah maupun dari wali murid

c. Penerimaan-penerimaan lainnya.
Sedangkan unsur-unsur biaya terdiri dari:
1) Biaya rutin
2) Biaya diluar Operasional

3.

Laporan Keuangan Yayasan


Laporan keuangan untuk yayasan berikut ini adalah
Laporan keuangan yang dibuat oleh yayasan yang terdiri dari
laporan hasil kegiatan dan laporan neraca yang berhubungan
dengan hutang pajak yayasan tahun buku 2009.

65

Tabel 4.1
Laporan Neraca Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok

Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok


Sisa Hasil kegiatan
Per 31 Desember 2009

AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas
Bank
Piutang
PPH dibayar dimuka

27.927.520
58.519.273
76.905.000
3.715.000
167.066.793

AKTIVA TETAP
Tanah
Bangunan
Inv. Kantor/Gedung
Jumlah Nilai Perolehan
Akumulasi Penyusutan
RAK YPI Debet

79.973.059

TOTAL AKTIVA

247.039.852

PASSIVA
KEWAJIBAN LANCAR
Hutang YPI
Hutang Jangka Pendek
Hutang Pajak Pasal 25

77.470.000
7.202.730
-

84.672.730
RAK YPI Kredit
4.641.300,00
KEKAYAAN BERSIH
Modal Pendirian
Sumber : Donasi
Laporan KeuanganYPI Al-Muhajirin
Kota Depok
Sisa Hasil Kegiatan
Tahun Lalu
42.007.412
Sisa Hasil Kegiatan
Berjalan Setelah Pajak 115.718.410
157.725.822
TOTAL PASIVA
247.039.852

Sumber YPI Al-Muhajirin

66

Tabel. 4.2
Laporan Sisa Hasil Kegiatan Yayasan Al-Muhajirin

Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok


Sisa Hasil kegiatan
Per 31 Desember 2008

Penerimaan Rutin
Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan
Pendapatan PSB untuk THR
Komputer
Jumlah Penerimaan

Biaya Operasional Rutin


Belanja Pegawai
Gaji (Tunjangan-tunjangan dan THR)
Pakaian Dinas
Jumlah Belanja Pegawai

Belanja Barang & Jasa


Belanja Habis Pakai
Belanja Jasa Kantor
Belanja Cetak & Pengandaan Foto Copy
Belanja Makanan & Minuman
Belanja Perjalanan Dinas
Jumlah Belanja Barang & Jasa

2.000.255.000,00
80.250.000,00
169.676.250,00
2.250.181.250,00

1.436.219.975,02
4.380.000,00
1.440.599.975,02

22.907.248,50
38.426.881,98
35.783.340,30
21.250.730,24
9.821.150,00
128.189.351,02

67

Perawatan & Pemeliharaan


Supervisi
Pembinaan & Pemantapan Organisasi
Koordinasi
Jumlah Biaya Operasional

38.991.750,00
10.912.550,00
312.853.200,00
26.719.000,00
1.958.265.826,04

Laba Operasional

Pendapatan & Biaya Diluar Operasional


Pendapatan Diluar Operasional
Sumbangan/Bantuan
Sumbangan dari Masyarakat
Bantuan LPK B.Inggeris
Bantuan LPK Mahasin
Bantuan MI

291.915.423,96

35.000,00
7.566.000,00
150.000,00
1.200.000,00
8.951.000,00

LPK B.Inggeris
Asuransi Kecelakaan Siswa
Penerimaan Lain
Jasa Giro

37.050.000,00
18.956.250,00
13.881.500,00
1.091.798,50
70.979.548,50

Biaya Diluar Operasional


Akreditasi
Iuran-Iuran
Pemberian Bea Siswa pada
Guru & Karyawan
LPK B.Inggeris
Rapat Kerja & Rekreasi
Kerjasama LPK Mahasin
Asuransi Kecelakaan Pengurus,Guru,
Karyawan
Administrasi Bank
PPh Jasa Giro
Pengeluaran Lain
Bantuan Sosial
Dana Duafa Siswa
Jumlah Biaya diluar Operasional
Jumlah Kerugian Diluar Operasional
(176.197.013,60)
Sisa Hasil Kegiatan Netto Sebelum Pajak
PPh Pasal 25 Terutang
Sisa Hasil Kegiatan Netto Setelah Pajak

15.000.000,00
1.600.000,00
1.550.000,00
34.620.000,00
42.740.200,00
103.210.000,00
14.692.000,00
545.000,00
218.362,10
25.470.000,00
7.072.000,00
9.410.000,00
256.127.562,10

115.718.410,36
19.212.792
115.718.410,36

Sumber : Laporan Keuangan YPI Al-Muhajirin Kota Depok

68

4.

Kebijakan Yayasan dalam Pemberian Kesejahteraan Karyawan


Pelaksanaan

tax planning PPH Pasal 21 yang dilakukan

Yayasan Pendidikan Al-Muhajirin Kota Depok yang berkaitan dengan


kesejahteraan karyawan adalah sebagai berikut :
a. PPh Pasal 21 Karyawan
Yayasan tidak menanggung PPh Pasal 21 Karyawan dan
tidak memberikan tunjangan pajak kepada karyawan.
b. Pengobatan / Kesehatan Karyawan
Yayasan mendirikan klinik di wilayah sekolah AlMuhajirin. Klinik tersebut hanya menyediakan obat-obatan untuk
penyakit ringan. Di samping itu, yayasan juga memperkerjakan dua
orang dokter umum dan gigi untuk mendukung klinik tersebut.
c. Pembayaran Premi Asuransi untuk Karyawan
Yayasan mengikutsertakan seluruh karyawan dan anak
murid dalam asuransi untuk memberikan perlindungan dasar bagi
tenaga kerja dalam menghadapi risiko-risiko yang timbul dalam
pelaksanaan pekerjaan.
d. Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua
Yayasan memberikan uang pesangon bagi karyawan yang
dipensiunkan dan memberikan uang sumbangan kematian bagi
karyawan pula
e. Rumah Dinas Karyawan
Khusus untuk para pendiri dan pengawas di Yayasan AlMuhajirin yayasan memberikan tunjangan perumahan, dan akan

69

diusahakan membangun rumah untuk para guru dilingkungan


sekolah Al-Muhajirin.
f. Transportasi untuk Karyawan
Tunjangan transportasi diberikan kepada karyawan untuk
keperluan pergi dan pulang kantor dan tugas-tugas yang berkaitan
dengan pekerjaan. Yayasan menyediakan fasilitas kendaraan dinas
bagi jabatan-jabatan tertentu serta tunjangan transportasi bagi
karyawan lainnya.
g. Pakaian Kerja Karyawan
Yayasan memberikan pakaian kerja sehubungan dengan
lingkungan kerja, misalnya seragam satpam dan juga memberikan
seragam karyawan pada umumnya setiap tahun.
h. Makanan dan Natura Lainnya
Yayasan memberikan tunjangan beras atau uang makan.
Selain itu karyawan juga diberikan dalam bentuk natura yaitu
beras.
i. Beasiswa untuk Karyawan
Yayasan memberikan beasiswa uang pendidikan bagi
karyawannya yang melanjutkan ke bangku kuliah dengan
persyaratan yang telah ditetapkan oleh yayasan

5.

Analisis Penelitian dan Pembahasan


Pada hakikatnya pengambilan keputusan merupakan proses
mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Ditinjau dari segi

70

perpajakan alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah


keuntungan dan biaya. Dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh
kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan besar, yaitu alternatif yang
dapat memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax profit). Analisis
yang dilakukan yang ditinjau dari penerapan tax planning pada Yayasan
Al-Muhajirin kota Depok terdiri dari :
a.

PPH Pasal 21 ditanggung oleh karyawan


Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian keuangan
Rumah Sakit bahwa Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok belum
menerapkan perencanaan pajak pada PPh Pasal 21 dalam
menghitung beban pajak yang terhutang.
Jika yayasan melakukan dan menerapkan perencanaan pajak PPh
Pasal 21 dengan cara memberikan tunjangan pajak, maka jumlah
tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan
kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Dalam hal ini penghitungan
PPh Pasal 21 terhutang untuk masing-masing karyawan. Sepintas
lalu kebijakan PPh Pasal 21 jenis ini akan terlihat memberatkan
yayasan karena jumlah penghasilan karyawan akan bertambah besar
sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun demikian
beban perusahaan tersebut akan tereliminasi karena PPh Pasal 21 nya
dapat dibiayakan.
Tunjangan dalam bentuk uang yang dimasukan ke dalam
daftar gaji yang diberikan oleh pemberi kerja pada karyawan untuk

71

membantu karyawan dalam membayar pajak penghasilan. Sebagai


contoh,
Gaji Pokok
Tujangan istri
Tunjangan anak
Tunjangan jabatan
Tunjangan perumahan
Tunjangan pemeliharaan kendaraan
Iuran yang dibayar Pemberi Kerja
Iuran Pensiun
Iuran asuransi karyawan
Iuran yang dibayar Bpk. H. Djamal
Iuran Pensiun

Rp. 2.000.000,Rp. 100.000,Rp.


25.000,Rp. 1.000.000,Rp. 500.000,Rp. 300.000,Rp. 180.000,Rp. 100.000,Rp. 180.000,-

PPh Pasal 21 karyawan adalah pajak yang dibebankan pada karyawan


atas penghasilan yang diterimanya dari pemberi kerja (Yayasan). PPh
Pasal 21 itu dipungut oleh pemberi kerja kemudian disetorkan pada
pemerintah. Ada 3 metode yang bisa digunakan dalam penghitungan
PPh 21, yaitu :
1. Net Method
Merupakan

metode

pemotongan

pajak

dimana

yayasan

menanggung pajak karyawannya.


2. Gross Method
Merupakan

metode

pemotongan

pajak

dimana

karyawan

menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya


3. Gross-up Method
Merupakan

metode

pemotongan

pajak

dimana

perusahaan

memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan


jumlah pajak yang akan dipotong dari penghasilan karyawan.

72

Perhitungan PPh Pasal 21menurut ketiga metode tersebut adalah


sebagai berikut :

Tabel 4.3
Perhitungan PPh 21 Pasal 21 Karyawan

Penghasilan Bruto
Gaji Pokok
Tunjangan istri
Tunjangan anak
Tunjangan jabatan
Tunjangan perumahan
Tunjangan pajak
Iuran yang dibayar pemberi kerja
Premi asuransi karyawan
Jumlah penghasilan bruto
Pengurang :
Biaya jabatan
Penghasilan bruto x 5%
Iuran yang dibayar karyawan
Iuran pensiun
Jumlah pengurang
Penghasilan netto sebulan
Penghasilan netto setahun
Penghasilan tidak kena pajak
Penghasilan kena pajak
Jumlah PPh 21 setahun
Jumlah PPh 21 sebulan

Ditanggung
karyawan /
pemberi
kerja

PPH Pasal 21
Diberikan
dalam bentuk
tunjangan
pajak

2.000.000
100.000
25.000
1.000.000
500.000
-

2.000.000
100.000
25.000
1.000.000
500.000
90.937

2.000.000
100.000
25.000
1.000.000
500.000
95.723

100.000

100.000

100.000

3.725.000

3.815.937

3.820.723

186.250

190.796

191.036

180.000
366.250

180.000
370.796

180.000
371.036

3.358.750
40.305.000
18.480.000
21.825.000
1.091.250
90.937

3.445.141
41.341.692
18.480.000
22.861.692
1.143.084
95.257

3.449.687
41.396.244
18.480.000
22.916.244
1.145.812
95.484

90.937

90.937

4.320

Tunjangan pajak
PPh Pasal 21 yang harus
disetor/dipotong dari penghasilan
karyawan

Di gross up

95.723
0

Sumber : Data yang diolah oleh penulis, 2011

73

Oleh karena Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebelum Tunjangan


Pajak berjumlah Rp. 21.825.000 , maka perhitungan tunjangan pajak
metode gross up akan menggunakan rumus sebagai berikut :

Pajak = PKP Setahun X 5/95

Pajak = Rp.21.825.000,- x 5/95


= Rp. 1.148.684,Pajak / bulan = Rp. 1.148.684,- : 12
= Rp. 95.723,-

Ada 4 alternatif kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan yang


berkaitan dengan PPH Pasal 21 Karyawan, yaitu :
1. PPh Pasal 21 ditanggung karyawan
2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan
3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak
4. PPh Pasal 21 di gross up
Perbandingan antara gaji yang dibawa pulang karyawan (take home
pay), biaya komersial dan biaya fiskal atas pembayaran gaji karyawan,
merupakan faktor- faktor yang menjadi pertimbangan dalam rangka
pemilihan alternatif tersebut, seperti terlihat perhitungan dibawah ini.

74

Tabel 4.4
Alternatif kebijakan perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Alternatif
1
Take Home Pay
Gaji & tunjangan
Dikurangi ;
Iuran Pensiun
PPh Pasal 21
Jumlah
Biaya Fiskal
Penghasilan bruto
Ditambah
Iuran Pensiun
Biaya Mobil Dinas
Jumlah
Biaya Komersial
Biaya Fiskal
Ditambah :
Biaya Mobil Dinas
PPh Pasal 21
Jumlah
Selisih
Biaya
Fiskal dan Biaya
Komersial

Alternatif
2

Alternatif
3

Alternatif
4

3.625.000

3.625.000

3.715.937

3.720.723

180.000
90.937
3.354.063

180.000
3.445.000

180.000
95.257
3.440.680

180.000
95.723
3.445.000

3.725.000

3.725.000

3.815.937

3.820.723

180.000
150.000
4.055.000

180.000
150.000
4.055.000

180.000
150.000
4.145.937

180.000
150.000
4.150.723

4.055.000

4.055.000

4.145.937

4.150.723

150.000
4.205.000

150.000
90.937
4.295.937

150.000
4.295.937

150.000
4.300.723

150.000

240.937

150.000

150.000

Sumber : Data yang diolah oleh penulis, 2011

Ikhtisar dari take home pay, biaya fiskal dan biaya komersial serta
selisihnya yang merupakan faktor-faktor penentu pemilihan alternatif
dapat terlihat berikut ini .

75

Tabel 4.5
Iktisar dari Take Home Pay, Biaya Fiskal dan Biaya Komersial
Take Home Pay
PPh Pasal 21
Ditanggung Karyawan
Ditanggung Pemberi
Kerja
Diberikan dalam Bentuk
Tunjangan Pajak
Di Gross Up

Biaya Fiskal

Biaya Komersial

Selisih

3.354.063 4.055.000
3.445.000 4.055.000

4.205.000
4.295.937

150.000
260.250

3.440.680 4.145.937

4.295.937

150.000

3.445.000 4.150.723

4300.723

150.000

Sumber : Data yang diolah oleh penulis, 2011

Berdasarkan ikhtisar alternatif-alternatif diatas, maka alternatif


yang paling baik dipilih oleh perusahaan adalah Alternatif 4 yaitu PPh
Pasal 21 Karyawan di gross up. Sebab dari sudut pandang karyawan gaji
yang dibawa pulang (take home pay) merupakan yang terbesar yaitu
Rp. 3.445.000,- dan dipihak lain perusahaan akan menanggung selisih
antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda dengan
alternatif lainnya yaitu Rp. 150.000,Dengan menggunakan metode gross up maka perusahaan dapat
membebankan biaya tunjangan pajak sebagai deductible espense sehingga
dapat mengurangi PPh Badan yayasan. Tetapi hal ini harus didukung
dengan adanya penjurnalan biaya tunjangan pajak didalam pembukuan
Wajib Pajak serta tunjangan tersebut harus tercantum dalam slip gaji
karyawan.

76

b. Memberikan Tunjangan Kesehatan


Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok mendirikan klinik sendiri
yang didirikan didalam lokasi sekolah. Klinik ini menyediakan
dokter umum , dokter gigi dan memberikan obat-obatan secara cumacuma kepada karyawan. Fasilitas yang diterima oleh karyawan tidak
dalam bentuk tunai seperti penyediaan dokter dan pemberian
obat-obatan tersebut bagi karyawan yang bersangkutan bukan
merupakan penghasilan. Dengan sendirinya, pembayaran kenikmatan
tersebut oleh yayasan tidak dapat dikurangkan sebagai biaya, seperti
terlihat pada perhitungan dibawah ini.
Tabel.4.6
Fasilitas Dokter dan Obat

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Dokter dan obat
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798
1.947.429.856
(10.835.980)
256.127.562
2.203.557.418
126.554.380
20.466.314
106.088.066
20.466.314

Sumber : Data yang diolah penulis, 2011

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa biaya yang


dikeluarkan oleh yayasan untuk fasilitas dokter dan obat sebesar
Rp 10.835.980,-

tidak dapat dikurangkan ke dalam pendapatan

77

perusahaan, sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar Rp. 10.835.980,yang menyebabkan adanya tambahan pajak sebesar 30 % x
10.835.980,-. = Rp. 3.250.794,-. Tetapi apabila penyediaan dokter
dan pemberian obat-obatan tersebut diubah menjadi tunjangan
kesehatan, maka berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf a
tunjangan kesehatan yang diberikan dalam

bentuk uang tersebut

merupakan penghasilan yang akan dipajaki (taxable), dan di lain pihak


berdasarkan UU PPh pasal 6 ayat (1) huruf a biaya tunjangan
kesehatan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan (deductible), seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.

Tabel 4.7
Tunjangan Kesehatan

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Tunjangan Kesehatan
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798
1.947.429.856
10.835.980
256.127.562
2.214.393.398

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

115.718.410

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

17.215.523
98.502.887
17.215.523

Sumber : Data yang diolah oleh penulis, 2011

Tunjangan pengobatan diberikan sebesar jumlah biaya yang


dipakai untuk keperluan pengobatan tersebut. Untuk mengetahui
jumlah ini, klinik atau rumah sakit harus membuat catatan besarnya

78

biaya pengobatan masing-masing karyawan tiap bulan. Yayasan


kemudian memotong kembali tunjangan pengobatan dari penghasilan
karyawan yang telah dikenakan pajak pada tiap akhir bulan.
Dengan melakukan tax planning maka Yayasan Al-muhajirin
dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp. 3.250.791,(20.466.314-17.215.523) sedangkan di sisi karyawan, pemberian
tunjangan kesehatan akan menambah penghasilan kena pajak mereka.
Pertambahan penghasilan kena pajak ini akan menyebabkan PPh Pasal
21 Karyawan menjadi lebih besar.

c. Rumah Dinas Karyawan


Khusus karyawan yang bekerja di Yayasan Al-muhajirin ,
yayasan memberikan tunjangan perumahan. Pengeluaran dalam bentuk
natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dinas
secara cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan pihak
yang menerima atau menikmati yaitu karyawan bukan merupakan
penghasilan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini :
Tabel 4.8
Fasilitas Rumah Dinas
Rumah Dinas Karyawan
Penerimaan
2.250.181.250
Penerimaan diluar operasional
79.930.549
Jumlah penerimaan
2.330.111.798
Biaya-biaya
Biaya operasional
Rumah dinas
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya

1.928.265.836
(30.000.000)
256.127.562
2.184.393.398
Tabel ini berlanjut kehalaman berikut

79

Tabel 4. (lanjutan)

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

Rumah Dinas Karyawan


145.718.400

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak
Sumber: Data yang diolah penulis, 2011

26.215.520
119.502.880
26.215.520

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa biaya yang


dikeluarkan oleh yayasan untuk fasilitas rumah dinas sebesar
Rp. 30.000.000,- tidak dapat dikurangkan kedalam pendapatan
perusahaan, sehingga dilakukan koeksi fiskal sebesar Rp. 30.000.000,yang menyebabkan adanya tambahan pajak 30% x 30.000.000 =
Rp. 9.000.000,- . Jika kenikmatan mendiami rumah tidak diperlukan
sebagai penghasilan bagi karyawan maka perusahaan tidak dapat
mengurangkan biaya berkaitan dengan rumah (biaya penyusutan,
renovasi atau pemeliharaan) sebagai biaya dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak. Agar yayasan dapat mengurangkan
pengeluarann tersebut sebagai biaya maka kepada karyawan harus
diberikan tunjangan perumahan minimal sebesar jumlah penyusutan
renovasi
kerja

(pemeliharaan) rumah yang bersangkutan. Bagi pemberi

pembayaran

tersebut

boleh

dibebankan

sebagai

biaya

(deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan


penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat
pada perhitungan berikut ini .

80

Tabel.4.9
Tunjangan Perumahan

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Tunjangan Kesehatan
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798

1.928.265.836
30.000.000
256.127.562
2.214.393.398
115.718.410
17.215.523
98.502.887
17.215.523

Sumber: Data yang diolah penulis, 2011

Dengan melakukan perencanaan pajak maka Yayasan AlMuhajirin Kota Depok dapat melakukan penghematan pajak sebesar
Rp. 8.999.997,- (26.215.520-17.215.523). Pertambahan penghasilan
sebagai akibat pemberian tunjangan perumahan ini akan menambah
beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan.

d. Transportasi untuk Karyawan


Yayasan memberikan fasilitas kendaraan dinas untuk karyawan
pada jabatan atau posisi tertentu seperti ketua, Sekretaris, bendahara
dan jabatan tertentu lainnya.
Pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan termasuk
kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor yayasan, tidak boleh
dibebankan sebagai biaya, dan pihak yang menerima atau menikmati

81

yaitu karyawan bukan merupakan penghasilan. Namun berdasarkan


keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 biaya yang berkaitan
dengan kendaraan dinas yang digunakan untuk karyawan tertentu
karena pekerjaan atau jabatannya hanya boleh diakui sebesar 50%,
sepeti terlihat pada perhitungan berikut ini.
Tabel 4.10
Fasilitas Kendaraan Dinas
Fasilitas Kendaraan Dinas
Penerimaan
2.250.181.250
Penerimaan diluar operasional
70.979.548
Jumlah penerimaan
2.330.111.798
Biaya-biaya
Biaya operasional
Kendaraan Dinas (50%)
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

1.953.915.836
(4.350.000)
256.127.562
2.210.443.398
119.668.400
18.400.520
101.267.880
18.400.520

Sumber: Data yang diolah penulis, 2011

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa biaya yang


dikeluarkan oleh yayasan untuk fasilitas kendaraan dinas sebesar tetapi
yang dapat dikurangkan kedalam pendapatan perusahaan hanya 50%
sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar yang menyebabkan adanya
tambahan pajak . agar perusahaan dapat mengurangkan seluruh biaya
tersebut sebagai pengurang biaya pengurang penghasilan perusahaan
maka kepada karyawan harus diberikan tunjangan transportasi. Bagi
pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya

82

(deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan


penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat
pada perhitungan berikut ini.
Tabel 4.11
Tunjangan Transport
Fasilitas Dokter dan Obat
Penerimaan
2.250.181.250
Penerimaan diluar operasional
79.930.549
Jumlah penerimaan
2.330.111.798
Biaya-biaya
Biaya operasional
Tunjangan Transport
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

1.953.915.836
4.350.000
256.127.562
2.214.393.398
115.718.410
17.215.523
98.502.887
17.215.523

Sumber : Data yang diolah penulis, 2011

e. Pakaian Kerja Karyawan


Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok memberikan tunjangan sosial
dalam bentuk natura seperti pakaian kerja. Karyawan diberikan
pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya seragam
para guru dan seragam satpam sekolah. Ada juga yang diberikan
serikan seragam karyawan pada umumnya. Jika yayasan tidak
menanggung biaya pakaian kerja untuk karyawan, maka biaya tersebut
tidak dapat dijadikan sebagai pengurang

83

Tabel 4.12
Tidak Memberi Pakaian Pekerjaan

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

Tidak memberi pakaian pekerjaan


2.250.181.250
70.979.548
2.330.111.798

1.953.885.836
256.127.562
2.210.013.398
120.098.400
18.529.520
101.568.880
18.529.520

Sumber : Data yang diolah penulis, 2011

Pemberian kepada karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan


yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan,
keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenan dengan kondisi
lingkungan kerja seperti pakaian seragam satpam, pakaian seragam
karyawan serta perlengkapan kerja untuk keselamatan, seperti helm,
sepatu, dsb dapat dikurangkan untuk mendapatkan Penghasilan Kena
Pajak (deductible), tetapi bukan merupakan penghasilan bagi karyawan
(non taxable) walaupun diberikan bukan di daerah terpencil seperti yang
tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 213/PJ/2001 pasal 3
ayat (1). Seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.

84

Tabel 4.13
Memberi Pakaian Pekerjaan
Fasilitas Dokter dan Obat
Penerimaan
2.250.181.250
Penerimaan diluar operasional
79.930.549
Jumlah penerimaan
2.330.111.798
Biaya-biaya
Biaya operasional
Biaya Pakaian Kerja
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya

1.953.885.836
4.380.000
256.127.562
2.214.393.398

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

115.718.410

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

17.215.523
98.502.887
17.215.523

Sumber: Data yang diolah penulis, 2009

Dengan melakukan tax planning maka Yayasan Al-Muhajirin


Kota

Depok

dapat

melakukan

penghematan

pajak

sebesar Rp 1.313.997,- (18.529.520-17.215.523).

g. Makanan dan Natura Lainnya


Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-213/PJ/2001
pasal 1 huruf a biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja adalah biaya penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh karyawan secara bersama-sama. Dan, Yayasan Al-Muhajirin
Depok memberikan uang makan kepada karyawan. Maka pemberian
natura/kenikmatan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan dan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto yayasan,
seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.

85

Tabel 4.14
Tunjangan Bentuk Natura

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Makanan & minuman
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya

Tunjangan Bentuk Natura


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798

1.937.045.105,76
( 21.250.730,24 )
256.127.562
2.193.142.667,76

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

136.969.130,24

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

23.590.739
113.378.390
23.590.739

Sumber : Data yang diolah penulis, 2011

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa biaya yang


dikeluarkan oleh perusahaan untuk beras sebesar Rp 21.250.730,24
tidak dapat dikurangkan ke dalam pendapatan perusahaan, sehingga
dilakukan koreksi fiskal, agar perusahaan dapat mengurangkan
pengeluaran tersebut sebagai biaya maka kepada karyawan harus
diberikan tunjangan makanan. Bagi pemberi kerja pembayaran tersebut
boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang
bersangkutan merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat pada
perhitungan berikut ini.

86

Tabel 4.15
Tunjangan Bentuk Uang

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan
Biaya-biaya
Biaya operasional
Makanan & minuman (uang)
Biaya diluar operasional
Jumlah biaya
Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak
PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798

1.937.045.105,76
21.250.730,24
256.127.562
2.214.393.398
115.718.410
17.215.523
98.502.887
17.215.523

Sumber : Data yang diolah penulis, 2011

Dari hasil perhitungan di atas, ternyata untuk memaksimumkan


labanya perusahaan sebaiknya membayarkan gaji kryawannya dengan
cara memberikannya dalam bentuk uang dan bukan natura.
Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan
Nusantara IV (persero) medan dapat melakukan penghematan pajak
sebesar Rp 6.375.216 (Rp23.590.739-17.215.523). Pertambahan
penghasilan sebagai akibat pemberian tunjangan beras ini akan
menambah beban pajak penghasilan karyawan yang bersangkutan.

h. Bonus
Biasanya yayasan yang baik akan memperhatikan karyawan
agar mereka dapat kerja lebih produktif lagi. Hal yang sering dilakukan
dalam rangka memelihara hubungan yang baik ini biasanya dilakukan

87

dengan cara memberikan bonus. Selain memberikan gaji teratur setiap


bulan, Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok juga memberikan bonus
kepada karyawan yang berprestasi dengan biaya melanjutkan studi
(beasiswa) bonus ditetapkan berdasarkan jumlah biaya pendidikan
yang ditetapkan. Selain itu juga, memberikan uang bonus setiap tahun
sesuai dengan golongannya.

Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa bila yayasan


melakukan perencanaan dengan baik yang sesuai dengan peraturan dan
ketentuan undang-undang yangg berlaku, maka keseluruhan akan
mengurangi beban pajaknya . Berikut adalah pengenaan pajak sebelum
perencanaan pajak dilakukan

Tabel.4.16
Yayasan Sebelum Menerapkan Perencanaan Pajak

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798

Biaya-biaya
Biaya operasional
Makanan & minuman (uang)
Rumah Dinas
Tidak memberi Pakaian Kerj a
Kendaraan Dinas (50%)
Dokter dan Obat

1.887.479.126
21.250.730,24
30.000.000
4.380.000
4.350.000
10.835.980

Biaya diluar operasional


Jumlah biaya

256.127.562
2.143.576.688

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

186.535.110

88

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

38.460.533
148.074.577
38.460.533

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa yayasan akan


membayar beban pajak (sebelum perencanaan pajak) adalah sebesar
38.460.533,- maka perlu adanya koreksi sebesar 38.460.533,- biaya ini
bisa diminimumkan dengan cara melakukan perencanaan pajak dan dapat
kita bedakan selanjutnya bila yayasan menerapkan perencanaan, berikut
akan dijelaskan melalui tabel
Tabel 4.17
Yayasan Menerapkan Perencanaan Pajak

Penerimaan
Penerimaan diluar operasional
Jumlah penerimaan

Fasilitas Dokter dan Obat


2.250.181.250
79.930.549
2.330.111.798

Biaya-biaya
Biaya operasional
Makanan & minuman (uang)
Tunjangan Perumahan
Biaya Pakaian Kerja
Tunjangan Transport
Tunjangan Kesehatan

1.887.449.126
21.250.730,24
30.000.000
4.380.000
4.350.000
10.835.980

Biaya diluar operasional


Jumlah biaya

256.127.562
2.280.830.128

Sisa Hasil Kegiatan sblm Pajak

49.281.670

PPh Terutang
SHK setelah Pajak
Jumlah Hutang Pajak

4.928.167
44.353.503
4.928.167

89

Dengan melakukan tax planning maka yayasan dapat


meminimalkan beban pajaknya sebesar 4.928.167. Sungguh perbedaan
yang sangat jauh, perencanaan pajak dapat dilakukan dengan cara legal
Pengertian perencanaan pajak merupakan analisis sistematik dalam
membedakan kebebasan pajak yang ditujukan untuk meminimalkan
kewajiban pajak dalam periode perpajakan yang berjalan di masa
depan Karena perlakuan perpajakan bagi yayasan sudah tidak
dibedakan dengan badan hukum lainnya, maka yayasan juga perlu
mengelola kewajiban pajaknya secara baik. Yayasan juga memerlukan
perencanaan pajak, Perencanaan pajak (tax planning) menekankan
pada pengendalian setiap transaksi yang memiliki konsekuensi pajak.

90

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan yaitu :
1. Setelah

menganalisa

permasalahan

yang

terjadi

di

Yayasan

Al-Muhajirin Kota Depok maka dapat disimpulkan bahwa Yayasan


Al-Muhajirin Kota Depok telah melakukan perencanaan pajak atas
biaya kesejahteraan karyawan tetapi upaya tersebut belum maksimal
karena masih terdapat kebijakan yang berkaitan dengan biaya
kesejahteraan karyawan merupakan kategori biaya yang tidak bisa
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto yayasan (non
deductible).
2. Kebijakan yayasan mengenai biaya kesejahteraan karyawan antara lain
Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok tidak menanggung PPh Pasal 21
karyawan . Yayasan Al-Muhajirin mendirikan klinik sendiri dimana
biaya yang dikeluarkan oleh yayasan untuk fasilitas penyediaan dokter
dan pemberian obat-obatan untuk karyawan tidak dapat dikurangkan
(non deductible) dari penghasilan bruto yayasan yang mengakibatkan
yayasan

tidak

dapat

mengurangi

beban

pajaknya.

Yayasan

Al-Muhajirin Kota Depok memberikan fasilitas kendaraan dinas bagi


karyawan dengan jabatan dan posisi tertentu dimana biaya yang
berkaitan dengan kendaraan dinas tersebut hanya 50 % yang dapat

91

dikurangkan

dari

penghasilan

bruto

yayasan.

Yayasan

juga

memberikan tunjangan transport bagi karyawan lainnya dimana biaya


ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yayasan (deductible).
Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok memberikan pakaian kerja untuk
karyawan. Biaya yang dikeluarkan yayasan ini dapat dikurangkan
penghasilan bruto yang mengakibatkan beban pajak yayasan berkurang
(non deductible). Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok memberikan
bonus kepada karyawannya yang berprestasi.

B. Implikasi
1. Penelitian ini dapat digunakan dalam memperkaya hasil temuan
akademik yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan terutama
mengenai Perencanaan Pajak atas biaya kesejahteraan karyawan. Akan
tetapi penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu Data yang diambil
hanya pada satu periode tahun 2009, data utama diperoleh berdasarkan
data sekunder yaitu laporan keuangan, serta data pendukung berupa
dokumentasi dan wawancara terstruktur sehingga hasil penelitian ini
memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
2. Bagi yayasan Al-Muhajirin, hasil penelitian ini dapat memberikan
masukan bagi yayasan dalam menganalisa Perencanaan Pajak,
terutama Perencanaan Pajak atas biaya kesejateraan karyawaan dan
agar Yayasan Al-Muhajirin lebih teliti dan cermat dalam rangka
optimalisasi Perencanaan Pajak.

92

C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis memberikan beberapa saran, yaitu :
1. Sesuai prinsip taxable dan deductible yang merupakan prinsip yang
lazim dipakai dalam tax planning, Yayasan Al-Muhajirin Kota Depok
sebaiknya mengubah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan biaya
kesejahteraan karyawan dari kategori biaya yang tidak bisa dibebankan
sebagai pengurang penghasilan bruto yayasan (non deductible)
menjadi kategori biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto penghasilan (deductible) atau sebaliknya mengubah
penghasilan yang merupakan objek pajak (non taxable) dengan
konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang tentang akibat
pengubahan tersebut.
2. Bagi yayasan lebih baik memberikan tunjangan pajak kepada
karyawan dengan metode gross up karena yayasan akan menanggung
selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda
dengan alternatif lainnya dan disisi lain gaji yang dibawa pulang (take
home pay) karyawan merupakan yang terbesar. Dengan menggunakan
metode gross up maka yayasan dapat membebankan biaya tunjangan
pajak sebagai deductible expense sehingga dapat mengurangi PPh
Badan.
3. Dalam hal pengobatan/kesehatan karyawan, sebaiknya fasilitas
penyediaan dokter dan pemberian obat-obatan diganti bentuknya
menjadi tunjangan kesehatan yang dimasukkan kedalam slip gaji

93

karyawan sehingga semua biaya yang dikeluarkan oleh yayasan dapat


dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto yayasan sehingga
mengurangi PPh Badan yayasan.
4. Untuk hal penyedian rumah dinas karyawan, sebaiknya fasilitas rumah
dinas diganti bentuknya

menjadi tunjangan perumahan

yang

dimasukkan kedalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang


dikeluarkan oleh yayasan dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto perusahaan (deductible) sehingga dapat mengurangi
PPh Badan yayasan.
5. Dalam hal penyediaan trasnportasi bagi karyawan, sebaiknya fasilitas
kendaraan dinas diganti bentuknya menjadi tunjangan transportasi
yang dimasukkan kedalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan bruto yayasan. Sehingga dapat mengurangi
PPh Badan yayasan.
6. Dalam hal pemberian makanan dan minuman dan natura lainnya,
sebaiknya natura diganti dengan menjadi tunjangan uang makan yang
dimasukkan kedalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto yayasan sehingga dapat mengurangi PPh Badan
yayasan. Hal ini juga menguntungkan karyawan karena karyawan
dapat menggunakan uang tersebut untuk membeli jenis makanan yang
disukainya.

94

DAFTAR PUSTAKA

Alfarobi, 2009. Analisis Efektifitas Penerapan Perencanaan Pajak sebagai Upaya


Efisinsi Pajak Penghasilan Terutang Perusahaan, FEB UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Alim, Setiadi, 2005. Perencanaan Pajak Penghasilan Yayasan yang Bergerak di
Bidang Pendidikan, Universitas Surabaya. Surabaya
Binsarjono, Tugiman dan Muhammad mansur, 2004. Tax Planning: Upaya Legal
Meminimalkan Beban Pajak, Materi Workshop, Petra Bussiness forum,
Surabaya.
Ghofur, Andul Dadun. 2007. Analisis Perencanaan Pajak, Penerapan
Penghitungan Dan Pelaporan PajakPenghasilan Pasal 21Pada Rumah Sakit
Islam Jakarta Pondok Kopi, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Hudaini, Elysya, 2007. Perencanaan Pajak pada PT. PLN (Persero) sebagai
Upaya Meminimalkan Beban Pajak Perusahaan, FEIS UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta
Hamid, Abdul. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2007.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 2002. Metodologi Penelitian dan Bisnis
untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama, BPFE. Yogyakarta.
Resmi, Siti. Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta. 2003.
Undang-undang Nomor 9 tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-udang
nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang
nomor 7 tahun 1983 tentang Pajka Penghasilan sebagaimana telah diubah
dengan undang-undang nomor 7 tahun 1991
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-39/PJ.4/1995 tentang Penyuluhan
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau Organisasi yang Sejenis
Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-87/PJ/1995 tanggal 10 Oktober
1995 tentang Pengakuan Penghasilan dan Biaya atas Dana Pembangunan
Gedung dan Prasarana Pendidikan bagi Yayasan atau Organisasi yang Sejenis
yang Bergerak di Bidang Pendidikan.

Mangoting, Yenni. Tax Planning: Sebuah pengantar sebagai Alternatif


meminimalkan pajak. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas EkonomiUniversitas Kristen Petra.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Suandy, Erly, 2001. Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
__________, 2003. Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat. Jakarta.
Zain, Mohammad, 2003. Manajemen Pajak, Salemba Empat. Jakarta
Wirawan, Ilyas dan Waluyo. 2004.
Salemba Empat, Jakarta.

Perpajakan Indonesia. Edisi Revisi,

Yuniarwati. Pajak Penghasilan Bagi Yayaysan Pendidikan. Publikasi FE


UNTAR. Universitas Tarumanegara
Arsip Yayasan Al- Muhajirin Kota Depok.

LAMPIRAN

95

Вам также может понравиться