Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1
1

Peneliti Terdahulu
Failus Garin Abtelia (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Tinjauan
Pelaksanaan Visum Et Repertum dari Aspek Teori Hukum Kesehatan dan
Prosedur Tetap di RSUD Tidar Kota Magelang.
Rumah Sakit Tidar Magelang adalah salah satu rumah sakit yang

melayani permintaan pemeriksaan mayat. Dalam pelaksanaan pelayanan visum


sudah menggunakan standar prosedur. Tetapi prosedur tetap yang ada belum
secara spesifik menggambarkan rincian alur pelayanan. Dari masalah penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan mayat pada aspek
teoritis hukum kesehatan dan prosedur tetap di rumah sakit Tidar Magelang pada
tahun 2015.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif pendekatan evaluatif
retrospektif. Metode ini yang digunakan adalah observasi dan wawancara.
Penelitian ini menggunakan layanan populasi pelaksanaan visum et repertum
Triwulanan di tahun 2015 dengan subjek petugas 2 orang termasuk petugas unit
rekam medis yang melayani visum dan kepala Instalasi rekam medis dan jumlah
objek layanan permintaan visum et repertum Triwulanan DI tahun 2015 yang
jumlah 21 kasus.
Implementasi dari pemeriksaan mayat di rumah sakit Magelang Tidar
yang sesuai dengan teori hukum kesehatan tetapi tidak sesuai dengan prosedur
tetap. Dalam prosedur masih belum termasuk penjelasan tentang permintaan
prosedur pemeriksaan mayat, jenis kasus untuk yang pemeriksaan mayat,
Implementasi dari pemeriksaan mayat di rumah sakit Magelang Tidar berada
sesuai dengan teori hukum kesehatan tetapi tidak sesuai dengan prosedur tetap.
Dalam Prosedur masih belum termasuk penjelasan tentang prosedur permintaan
pemeriksaan mayat, yang jenis kasus dimana pemeriksaan mayat, partai meminta
pemeriksaan mayat, pembuatan pemeriksaan mayat, peran petugas dalam
melayani catatan medis pemeriksaan mayat, mencatat pemeriksaan mayat, dan
pengiriman dan pasca pengiriman mayat. Saran yang diberikan pemeriksaan

mayat diperlukan untuk meninjau dan revisi prosedur dan peralatan (SOP)
dalam pandangan pentingnya prosedur tetap sebagai petugas bimbingan dalam
melaksanakan tugasnya.
2

Muhammad Husni Azam (2015) dalam penelitiannya yang berjudul


Aspek Keamanan Isi dan Fisik Dokumen Rekam Medis Ditinjau dari
Hukum Kesehatan di RSU RA Kartini Jepara Tahun 2015.
Dokumen rekam medis adalah dokumen rahasia dan kerahasiaan yang

perlu dipertahankan dengan keamanan yang memadai. Pada saat survei awal yang
dilakukan dengan adanya masalah yang terjadi yaitu sering kehilangan dokumen
rekam medis yang terjadi setiap hari yang tidak terdeteksi di Rumah Sakit Umum
RA Kartini Jepara, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dan akan
dikaitkan dengan hukum kesehatan atau hukum dan peraturan yang berlaku, maka
dengan demikian peneliti bertujuan untuk memahami bagaimana aspek keamanan
dan dalam hal hukum kesehatan dokumen fisik rekam medis di Rumah Sakit
Umum RA Kartini Jepara 2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan metode observasi dan wawancara dengan pendekatan cross-sectional.
Keamanan dokumen yang meliputi pengelolaan dan penyimpanan dokumen
rekam medis sebagai objek dan rekam medis untuk pengajuan dan kepala rekam
medis sebagai subyek
2.2

State Of The Art


Berdasarkan kedua karya ilmiah tersebut, maka Skripsi yang berjudul

Evaluasi Pelepasan Informasi Medis dalam Menjamin Kerahasiaan Rekam


Medis di RS.Bhayangkara Bondowoso memiliki persamaan dan perbedaan
sebagai berikut :

Tabel 2.2 State of the Art


No

Materi

Failus Garin
Abtelia
Tinjauan
Pelaksanaan Visum
Et Repertum dari
Aspek Teori Hukum
Kesehatan dan
Prosedur Tetap
Memberikan
masukan dan saran
bagi rumah sakit
agar pelaksaan
Visum Et Repertum
sesuai dengan aspek
teori hukum
kesehatan dan
prosedur tetap di
RSUD Tidar
Magelang.

Topik

Manfaat

Lokasi

RSUD Tidar
Magelang

Obyek

Metode

Unit Pelaksanaan
Visum Et Repertum
Deskriptif Evaluatif

Muhammad
Husni Azam
Aspek Keamanan
Isi dan Fisik
Dokumen Rekam
Medis Ditinjau dari
Hukum Kesehatan

Evaluasi Pelepasan
Informasi Medis
dalam Menjamin
Kerahasiaan rekam
Medis pasien

Memberi
masukkan dan
saran bagi rumah
sakit terkait
keamanan rekam
medis yang di
tinjau dari hukum
kesehatan yang
harus di jaga
kerahasiaannya di
RSU RA Kartini
Jepara.
RSU RA Kartini
Jepara

Memberikan
masukkan, saran dan
perbaikan terkait
peminjaman berkas
dan pelepasan
informasi medis
dalam menjamin
kerahasiaan
dokumen rekam
medis pasien di
RS.Bhayangkara
Bondowoso.
RS.Bhayangkara
Bondowoso

Unit Rekam Medis

Unit Dokpol dan


Unit Rekam Medik
Deskriptif Evaluatif
dan Model Fokus
Pendekatan PDCA

Deskriptif

Dwi Suci Srirahayu

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa persamaan Skripsi


ini dengan kedua Skripsi milik peneliti tersebut terletak pada topik penelitiannya
yakni mengenai keamanan dokumen rekam medis dalam menjamin kerahasiaan di
rumah sakit yang terkait. Sedangkan perbedaan kedua Skripsi tersebut dengan
Skripsi ini terletak pada manfaat, lokasi, obyek penelitian, serta metode yang
digunakan.
2.3

Rumah Sakit
Pengertian Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa

rumah sakit merupakan pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan


medik dasar dan medik spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan

perawatan, baik rawat jalan, rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit
sebagai salah satu sarana kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan
atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit

(preventif),

(rehabilitatif)

yang

penyembuhan
dilaksanakan

penyakit
secara

(kuratif)

serasi

dan

dan

pemulihan

terpadu

serta

berkesinambungan.
2.3.1

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.


Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dan

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3.2

Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya.
1

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam


rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
a Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
b

dan jenis penyakit.


Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.


Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat.
a Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi
b

Rumah Sakit privat.


Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan
setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.
2.3.3

Rumah Sakit Kelas C


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, Rumah Sakit Umum Kelas C diklasifikasikan sebagai rumah

sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
2.4
2.4.1

Rekam Medis
Pengertian Rekam Medis
Dalam Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/tahun 2008 tentang Rekam

Medis, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Rekam Medis yang bermutu menurut Raden Sanjoyo (2007) adalah :
1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur
secara benar
2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang
dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran
3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan
4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir
yang diukur
5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi
6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan
7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan
konsisten penggunaaannya di dalam maupun di luar organisasi
8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan
9. Terjamin kerahasiaannya
10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.
2.4.2 Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis
1. Tujuan Rekam Medis
Menurut Depkes RI (2008), tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya
tertib administrasi dalam rangja upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah
sakit.Tanpa di dukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar,
tidak akan tercipta tertib administrasi rumah sakit sebagaimana yang diharapkan.
Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan
didalam upaya pelayanan kesehatan di rmah sakit.
2. Kegunaan Rekam Medis
Menurut Depkes RI (2008), kegunaan rekam medis dibagi menjadi
beberapa aspek, antara lain :
a. Aspek Administrasi
b. Aspek Medis
6

c.
d.
e.
f.
g.

Aspek Hukum
Aspek keuangan
Aspek penelitian
Aspek Pendidikan
Aspek Dokumentasi

Menurut Huffman (1999), dokumen rekam medis atau catatan medis yang
berisi banyak informasi dan kegunaan, baik personal ataupun impersonal.
Penggunaan personal adalah dengan nama pasien perlu tercantum didalamnya.
Permintaan untuk mengkopi/menduplikasi suatu bagian dari catatan medis pasien
oleh perusahaan asuransi yang menjamin keperawatannya adalah contoh
penggunaan personal. Menduplikasi ini diperlukan untuk memproses klaim
asuransi pasien dan merupakan pelayanan untuk pasien tersebut.
Penggunaan catatan medis yang adil/impersonal adalah penggunaan
dengan identitas pasien tidak diperlukan. Penggunaan data dari 1000 catatan
medis untuk penelitian riset adalah salah satu contohnya. Alasan utama bagian
medis perlu membedakan kedua istilah ini adalah karena ijin pasien atau kuasa
hukumnya diperlukan sebelum informasi bisa dilepaskan untuk penggunaan
personal. Berikut merupakan catatan medis yang dipergunakan dalam sejumlah
cara dan kebutuhan:
a

Manajemen pelayanan pasien :


1) Dokumentasi perjalanan penyakit dan pengobatan pada setiap
asuhan keperawatan.
2) Alat komunikasi antara dokter dan profesional kesehatan lain yang
menyediakan pelayanan perawatan.
3) Informasi bagi tenaga kesehatan yang menyediakan pelayanan

selanjutnya.
Memperbaiki Mutu : sebagai evaluasi pelayanan yang lengkap dan

pantas diberikan kepada konsumen/pasien.


Penggantian Biaya : bunti klaim asuransi bagi fasilitasn pelayanan

kesehatan dan pasien.


Masalah Hukum : menyediakan data untuk membantu dalam
melindungi kepentingan hukum pasien, dokter, dan fasilitas pelayanan

kesehatan.
Pendidikan : menyediakan kasus aktual untuk pendidikan tenaga
kesehatan.
7

f
g

Riset : menyediakan data untuk memperluas pengetahuan kedokteran.


Kesehatan Masyarakat : mengidentifikasi insiden penyakit sehingga
bisa menyusun rencana untuk memperbaiki kesehatan masyarakat

menyeluruh.
Perencanaan dan Pemasaran : mengidentifikasi data yang perlu untuk
memilih dan mempromosikan fasilitas pelayanan kesehatan.

2.4.3

Kepemilikan Rekam Medis


Rekam medis merupakan catatan medis yang digunakan sebagai alat

komunikasi antara dokter atau tenaga medis dengan pasien, yang isinya
merupakan milik pasien dan berkasnya milik fasilitas kesehatan sesuai
berdasarkan Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 BAB V Pasal 12 yaitu :
Ayat (1)
Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan
Ayat (2)
Isi rekam medis milik pasien
Ayat (3)
Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk
ringkasan rekam medis.
Ayat (4)
Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau oleh orang yang diberi kuasa atau
atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Selanjutnya kepemilikan rekam medis ini juga dipertegas dalam Undangundang RI No. 29 Tahun 2004 Pasal 47 ayat (1) Dokumen rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau
sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.
Menurut Huffman (1999), Catatan medis atau dokumen rekam medis yang
dikembangkan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dianggap sebagai milik
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Akan tetapi, informasi yang terdapat
didalamnya adalah milik pasien dan harus bisa diperoleh pasien atau yang
mewakilinya secara hukum (kuasa), melalui permintaan yang seharusnya.
Peraturan mengenai akses ke catatan medis bervariasi menurut bagian undang8

undang negara. Kenyataan bahwa kertas tempat penyimpanan data pasien dimiliki
oleh fasilitas pelayanan kesehatan, tidak bisa mencegah pihak lain untuk menuntut
agar bisa melihat dan mengkopi atau menduplikasi informasi didalamnya. Untuk
ini perlu dipahami aspek-aspek hukum dokumen rekam medis.
2.4.4

Isi Rekam Medis


Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas, anamnese dan pemeriksaan, diagnosis pengobatan, tindakan dan


pelayanan lain yang diberikan kepada pasien selama dirawat di rumah sakit baik
yang dilakukan di unit rawat jalan, rawat inap dan unit gawat darurat. Oleh
karenanya rekam medis harus diisi langsung oleh dokter dan tenaga kesehatan lain
seperti perawat, bidan fisioterapi. Rekam medis harus diisi langsung pada setiap
tindakan yang dilakukan, sehingga dari catatan tersebut dapat setiap saat diketahui
dan diperoleh gambaran secara kronologis mengenai pelayanan atau tindakan
yang telah dilakukan terhadap pasien.
Berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis pada bab III pasal 5 dikatakan bahwa rekam medis itu harus
dibubuhi nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan tersebut. Pengisian rekam medis harus dilakukan secara lengkap dan
langsung pada waktunya dan tidak ditunda-tunda karena mutu pelayanan yang
diberikan di rumah sakit antara lain akan tercermin pada berkas rekam medisnya.
Menurut Raden Sunjoyo (2007), Beberapa kewajiban pokok yang
menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah:
a

Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara

akurat dan langsung.


Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis

c
d

dianggap tidak dilakukan.


Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis.
Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan

dibubuhi paraf.
Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)
1) Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena
salah baca dapat berakibat fatal.

2) Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi


f

si penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan.


Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman

sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya.


Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga

yang dicoret masih bisa dibaca.


Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau
mencorat-coret sehingga tidak bisa dibaca ulang.

2.4.5

Pihak Yang Berwenang Melepas dan Membuka Informasi Medis


Menurut Depkes RI (2008), dalam hal pembukaan dan pelepasan informasi

medis pasien kepada pihak lain dan kepada pasien. Pelepasan informasi medis
harus mengikuti prosedur yang berlaku, informasi medis dapat diberikan, apabila
pasien menandatangani serta memberikan kuasa kepada pihak ketiga/pihak lain
untuk mendapatkan informasi medis menegnai dirinya, hal ini bertujuan untuk
melindungi umah sakit dari tuntutan yang lebih jauh. Selain itu dalam hal
pelepasan informasi medis kepada pihak lain untuk kepentingan diluar rumah
sakit yang berwenang ialah pimpinan rumah sakit karena atas peretujuan atau
keputusan pimpinan rumah sakit rekam medis dapat dilepaskan, khususnya pada
pengkopian isi rekam medis juga harus atas persetujuan kepala instalasi rekam
medis yang akan bermusyawarah dengan pimpinan rumah sakit apabila ada
keragu-raguan. Apabila pembukaan isi rekam medis atas permintaan pasien guna
untuk menjelaskan isi rekam medis dapat dilakukan oleh dokter yang merawat
pasien.
2.4.6

Pihak yang Menerima Informasi Medis


Menurut Depkes RI (2008), informasi medis seorang pasien dapat

diberikan kepada pihak pihak terkait antara lain:


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Asuransi
Pasien / keluarga pasien
Rumah sakit yang memberi tempat rujukan
Dokter lain yang merawat pasien
Kepolisian
Untuk keperluan pengadilan
Pemberian informasi medis harus mengikuti prosedur yang berlaku,

informasi medis dapat diberikan, apabila pasien menandatangani serta

10

memberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk mendapatkan informasi medis


mengenai dirinya, hal ini bertujuan untuk melindungi rumah sakit dari tuntutan
yang lebih jauh.
Orang orang yang membawa surat kuasa ini harus menunjukkan tanda
pengenal (identitas) yang sah kepada pimpinan rumah sakit, sebelum mereka di
izinkan meneliti isi rekam medis yang diminta badan badan pemerintah sering
kali meminta informasi tentang seorang pasien.
Apabila tidak ada undang undang yang menetapkan hak suatu badan
pemerintah untuk menerima informasi tentang pasien, mereka hanya dapat
memperoleh informasi atas peretujuan (prsetujuan dari pihak yang bersangkutan)
sebagaimana yang berlaku bagi badan-badan swasta. Jadi patokan yang perlu dan
harus senatiasa di ingat oleh petugas rekam medis adalah; surat persetujuan
untuk memberikan informasi yang ditanda tangani oleh seorang pasien atau pihak
yang bertanggung jawab selalu diperlukan untuk setiap pemberian informasi dari
rekam medis.
Pada saat ini semakin banyak usaha usaha yang bergerak dibidang
asuransi, diantaranya ada asuransi sakit, kecelakaan, pengobatan, asuransi tenaga
kerja, asuransi pendidikan dan lain-lain. Untuk dapat membayar klaim asuransi
dari pemegang polisnya perusahaan asuransi terlebih dahulu memperoleh
informasi tertentu yang terdapat dalam rekam medis seorang pasien selama
mendapatkan pertolongan, perawatan di rumah sakit. Informasi banyak dapat
memberikan apabila ada surat kuasa/ persetujuan tertulis yang di tanda tangani
oleh pasien yang bersangkutan.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa
asuransi sehingga semakin banyak jumlah pemegang polis, rumah sakit harus
mampu mengadakan satu formulir standart yang memberikan perlindungan
maksium kepada pasien dan mempercepat waktu pengisiannya oleh petugas
rumah sakit.
Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa / persetujuan tindakan
medis harus di tanda tangani oleh orang yang bersangkutan, rumah sakit
menyediakan formulir surat kuasa. Dengan demikian tanda tangan dapat diperoleh
pada saat pasien tersebut masuk dirawat.

11

Ketentuan ketentuan berikut secara umum dapat dijadikan pedoman bagi


setiap rumah sakit,kecuali jika ada ketentuan ketentuan khusus yang di tetapkan
oleh peraturan perundangan yang berlaku.
1. Setiap informasi yang bersifat medik yang dimiliki oleh rumah sakit tidak
boleh disebarkan oleh pegawai rumah sakit itu sendiri, kecuali bila ada
pimpinan rumah sakit mengijinkan.
2. Rumah sakit menggunakan rekam medis dengan cara yang dapat
membahayakan kepentingan pasien, kecuali jika rumah sakit itu sendiri
akan menggunakan rekam medis tersebut bila perlu untuk melindungi
dirinya atau mewakilinya.
3. Para asisten dan dokter yang bertanggung jawab dapat berkonsultasi degan
bagian rekam medis dengan catatan yang ada hubungannya dengan
pekerjaannya. Andaikata ada keragu raguan di pihak staf rekam medis
maka persetujuan masuk ke tempat rekam medis itu boleh di tolak, dan
persoalannya hendaknya diserahkan kepada keputusan pimpinan rumah
sakit. Bagaimanapun salinan rekam medis tidak boleh dibuat tanpa
persetujuan khusus dari kepala unit/instansi rekam medis yang akan
bermusyawarah dengan pimpinan rumah sakit jika ada keragu-raguan tidak
seorang pun boleh meberikan informasi lisan atau tertulis kepada seorang
diluar organisasi rumah sakit dari pihak pimpinan rumah sakit
(perkecualian : mengadakan diskusi mengenai kemajuan dari pada kasus
dengan keluarga atau wali pasien yang mepunyai kepentingan yang sah).
4. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan asuransi
atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.
5. Badan badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medis,
apabila mempunyai alasan yang sah untuk memperoleh informasi, namun
untuk data medisnya tetap diperlukan surat persetujuan dari pasien yang
bersangkutan.
6. Permohonan pasien untuk meperoleh informasi mengenai catatan dirinya
diserahkan kepada dokter yang merawatnya.
7. Permohonan permintaan informasi harus secara tertulis, permohonan
secara lisan sebaiknya ditolak
8. Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang di
tanda tangani dan diberi tanggal oleh pasien (walinya jika pasien tersebut
12

secara mental tidak berkompeten) atau keluarga terdekat kecuali jika ada
ketentuan lain dalam peraturan. Surat kuasa hendaklah juga ditanda
tangani dan diberi tanggal oleh orang yang mengeluarkan informasi medis
seorang pasien dan disimpan didalam berkas rekam medis tersebut.
9. Informasi di dalam rekam medis boleh di perlihatkan kepada perwakilan
rumah sakit yang sah untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam
hal-hal yang bersangkutan dengan pertanggung jawaban.
10. Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit lain, tanpa surat kuasa yan
ditanda tangani oleh pasien berdasarkan perintaan dari rumah sakit itu
yang menerangkan bahwa pasien sekarang dalam perawatan mereka.
11. Dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai pasien
pada suatu rumah sakit, harus memiliki surat kuasa dari pasien tersebut,
tidak boleh seorang beranggapan bahwa pemohon seorang dokter yang
seolah- olah lebih berhak untuk memperoleh informasi dari pemohon yang
bukan dokter. Rumah sakit dalam hal ini akan berusaha memberikan
segala pelayanan yang pantas kepada dokter luar, tetapi selalu berusaha
lebih memperhatikan kepentingan pasien dan rumah sakit.
12. Ketentuan ini tidak saja berlaku bagi bagian rekam medis, tetapi juga
berlaku bagi semua orang yang menangani rekam medis dibagian
perawatan, bangsal- bangsal dan lain lain.
13. Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa kluar rumah sakit, kecuali bila
atas pemintaan pengadilan dengan surat kuasa khusus tertulis dari dari
pimpinan rumah sakit.
14. Rekam medis tidak boleh diambil dari tempat penyimpanan untuk dibawa
kebagian lain dari rumah sakit, kecuali jika diperlukan untuk transaksi
dalam kegiatan rumah sakit itu. Apabila mungkin rekam medis ini
hendaknya diperiksa dibagian setiap waktu dapat dikeluarkan bagi mereka
yang memerlukan.
15. Dengan persetujuan pimpinan rumah sakit, pemakaian rekam medis untuk
keperluan riset diperbolehkan, mereka yang bukan dari staf rumah sakit,
apabila ingin melakukan riset harus memperoleh persetujuan tertulis dari
pimpinan rumah sakit.
16. Bila suatu rekam medis diminta untuk dibawa kepengadilan hendaklah
dilakukan supaya pengadilan menerima salinan foto statik rekam medis
13

yang dimaksud. Apabila hakim meminta yang asli tanda terima harus
diminta dan disimpan di folder sampai rekam medis yang asli tersebut
kembali.
17. Fakta bahwa seorang majikan telah membayar tau menyetujui untuk
membayar ongkos rumah sakit bagi seorang pegawainya. Tidak dapat
dijadikan alasan bagi rumah sakit untuk memberikan informasi medis
pegawai tersebut kepada majikan tersebut tanpa tanda surat kuasa
/persetujuan tertilis dari pasien atau walinya yang sah.
18. Pengesahan untuk membeikan informasi hendaklah berisi indikasi
mengenai periode- periode perawatan tertentu. Surat kuasa / peretujuan itu
hanya berlaku untuk informasi medis termasuk dalam jangka waktu /
tanggal yang di tulis didalamnya.
2.4.7

Pelepasan Informasi Medis


Secara umum yang sudah diketahui bahwa informasi medis yang bersifat

rahasia merupakan informasi yang harus dijaga kerahsiaannya oleh dokter


maupun tenaga kesehatan lainnya. Menurut Ratman (2013), tidak selamanya
rahasia jabatan/kedokteran yang ada direkam medis harus dijaga. Adapun
beberapa kondisi yang mana pihak dokter atau pihak rumah sakit boleh
membukanya, yaitu antara lain :
1

Untuk kepentingan kesehatan pasien adalah dokter dapat memeberikan


informasi masalh kesehatan pasien terhadap pengobatan dan perawatan
kesehatannya kepada tim medis, teman sejawat, konsultasi, keluarga

pasien, dan untuk kepentingan pemeriksaan penunjang.


Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan adalah polisi, jaksa dan
hakim yang dalam hal ini dokter hanya tunduk kepada hakim atas
perintah membuka rahasia jabatan, walaupun pada saat penyidikan (di
Kepolisian, penyidik bisa meminta dokter membacakan rekam medis,
tetapi tidak bisa ditolah secara absolut), tetapi pada saat di pengadilan,
hakim memerintahkan dokter sebagai saksi ahli atau tersangka, maka
perintah hakim ini bersifat relatif, karena awalnya dokter tidak bisa

14

menolak (hak tolak atau hak undur diri), tetapi karena kekuasaannya
hakim bisa menggugurkanhak undur diri dokter tersebut.
a) Di tingkat penyidik : Pasal 120 KUHAP ( Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana)
(1) Dalam hal penyidik perlu dapat meminta pendapat ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji
dimuka penyidik bahwa akan memberikan keterangan
menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya, kecuali bila
disebabkan harkat dan martabat pekerjaan jabatannya yang
mewajibkan untuk menyimpan rahasia, dapat menolak
untuk memberikan keterengan yang diminta.
b) Di tingakat pengadilan : Pasal 170 KUHAP (Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana).
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat, atau
jabatannya diwajibkan untuk memberi keterangan sebagai
saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
permintaan tersebut.
Jadi dijelaskan kepada aparat penega hukum mana, dokter bisa
melepaskan rahasia jabatan/kedokteran. Pada tingkat penyidikan
mutlak tidak bisa melepaskan rahasia jabatan/kedokteran, karena
seandainya dokter menuruti permintaan penyidik, baik sebagi saksi
atau tersangka, maka akan menimbulkan masalah baru (aduan baru).
Pada tingkat pengadilan, pada saat haim meminta dokter untuk
membaca rekam medis atau menjadi saksi terhadap masalah seorang
pasien, maka yang pertama harus mengajukan hak undur diri/hak
ingkar atas nama jabatan (ayat 1), tetapi apabila hakim tetap meminta
(tidak mengabulkan hak undur diri itu), maka seorang dokter harus
bersaksi atau membacakan rekam medis yang dituliskan (ayat 2).
Berikut ini yang disebut : boleh melepaskan hak untuk memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum (hakim) dalam rangka penegakan
hukum atas perintah pengadilan.

15

Permintaan atau persetujuan pasien sendiri, yang dimaksudkan adalah


selama pasien yang meminta dokter untuk mendapatkan isi rekam
medis, baik tertulis atau lisan itu adalah hak pasien. Dokter harus
mengabulkannya, walaupun melepaskan rahasia jabatan/kedokteran
tetapi dilepaskan kepada orang yang bersangkutan. Selain itu pasien
menginginkan isi rekam medis itu untuk dirinya, bisa juga pasien
menyuruh orang lain untuk meminta isi rekam medis tersebut dari
dokter. Selama prosedur permintaan isi rekam medis benar, maka
pelepasan rahasia jabatan tidak dapat dipersalahkan.
Adapun cara pelepasan isi rekam medis kepada pihak ketiga (kuasa
hukum, perusahaan, asuransi, keluarga) adalah sebagai berikut :
a Pihak ketiga tersebut harus mengajukan permohonan secara
b

tertulis (written request) kepada pimpinan Rumah Sakit.


Permohonan harus dilampiri ijin tertulis/surat kuasa (written
request) dari pasien yang menyatakan tidak berkeberatan data

mediknya diserahkan kepada pihak ketiga tersebut.


Jika syarat diatas dipenuhi, rumah sakit dapat memberikan
secara langsung data medik pasien yang bersangkutan dengan

cara:
1) Lisan
2) Tertulis dalam bentuk resume medis
3) Fotocopi : full fotokopi atau sebagian
d Bila pasien terikat kontrak dengan pihak ketiga (perusahaan,
asuransi atau TNI) dan pihak ketiga dapat memperlihakan salah
satu klausul perjanjian antara pihak ketiga dan pasien yang
menyatakan bahwa pihak ketiga berhak atas rahasia medis
pasien, maka pihak rumah sakit bisa langsung memberikan
permintaan atas isi rekam medis pasien tanpa adanya surat
kuasa dari pasien, untuk yang anggota TNI, biasanya pasien
akan berobat di RS kesatuannya dimana dokternya juga
seorang anggota TNI. Maka atas permintaan atasan pasien,
dokter boleh memberikan isi rekam medis (rahasia kedokteran)
pasien kepada atasannya. Adapun aturan yang mengaturnya
adalah Pasal 51 ayat (1) KUHP yang berbunyi : orang yang
16

melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan


yang diberikan. Disini seorang dokter yang anggota TNI,
walaupun dia membuka rahasia jabatan pasiennya (harusnya
dokter ini bersalah karena membuka rahasia jabatan), tetapi
karena perbuatannya ini semata-mata melakukan perintah
jabatan dari atasannya maka dokter tersebut tidak dapat
4

dipersalahkan.
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan adalah dasar dari hal tersebut diatas adalah bahwa seseorang
tidak akan dipidana bila melaksanakan peraturan /perintah dalam
Undang-Undang, yaitu Pasal 50 KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) yang menyatakan bahwa Tidak dipidana seseorang
yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan peraturan perundangundangan. Artinya, selama dia melaksanakan perintah UndangUndang, walaupun yang diperbuatnya adalah perbuatan yang

melanggar Undang-Undang, maka tidak akan dipidana.


Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak meyebutkan identitas pasien yaitu sifat dari pengetahuan adalah
selalu berubah dalam hitungan detik atau menit. Dasar dari perubahan
tersebut

adalah

dengan

adanya

penelitian

atau

dengan

mempertahankan ilmu tersebut agar tetap hidup terus adalah dengan


pendidikan, sehingga saat ilmu yang berhubungan dengan orang sakit
seperti mencari faktor-faktor yang dominan terhadap suatu penyakit.
Maka dasar dari penelitian itu adalah rekam medis pasien. Berdasarkan
kepentingan kemajuan pengetahuan dan selama tidak menyebutkan
identitas pasien, maka dokter atau petugas yang mengelolah rekam
medis tidak dapat dipersalahkan memebuka atau memberikan isis
rekam medis tersebut.
Semua permintaan informasi tentang kesehatan pasien/rekam
medis khususnya dirumah sakit / sarana pelayanan kesehatan,
sebaiknya dilakukan dalam bentuk permohonan tertulis dan ditujukan
kepada pimpinan rumah sakit. Bila sudah ada ijin pasien secara tertulis,

17

maka yang pantas menerangkan secara lisan atau tertulis adalah dokter
atau salah satu dokter bila dalam sebuat tim yang memberikan
penjelasannya, jangan dokter yang tidak merawat dan perawat atau
petugas kesehatan lainnya.
Pimpinan rumah sakit/sarana

pelayanan

kesehatan

dapat

memberikan penjelasan isi rekam medis secara tertulis ataupun


langsung tanpa ijin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan,
yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah semua
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan diperbolehkannya melepas
rahasia jabatan tanpa ijin pasien yang terdapat di dalam UndangUndang, seperti :
a. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 50 :
Tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
b. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal
170 ayat (2).
c. UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Pasar 11 ayat (1) dan (2).
d. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 44
ayat (3).
1 Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala
informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia
2

kedokteran.
Pasien atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit yang
menginformasikan melalui media masa, dianggap telah

melepaskan hak rahasia kedokteranya kepada umum.


Penginformasian kepada media masa sebagaiman
dimaksud di ayat (2) memeberikan kewenangan kepada
Rumah sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran
pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.

2.4.8

Persetujuan Pelepasan Informasi Medis


Menurut Huffman (1999), persetujuan atau pemberian kekuasaan untuk

melepaskan informasi ini memungkinkan rumah sakit mengirip duplikasi catatan


medis pasie ke organisasi tertentu yang namanya dituliskan dengan jelas. Formulir
18

ini juga bisa ditemukan dibelakang formulir admission/discharge. Tanda tangan


pasien memberikan informasi medis yang dikumpulkan selama episode perawatan
/ resume keperawatan sekarang. Organisasi yang mungkin menerima informasi
tersebut adalah yang menyediakan perlindungan asuransi perawatan seperti
Medicare / Medicaid, kompensasi pegawai, Blue Cross-Blue Shield, dan
pelaksanaan asuransi swata. Pastikan bahwa sikap AHIMA (dalam hal PORMIKI)
tentang kerahasiaan telah dipelajari untuk menjaga agar pelepasan informasi ini
telah memenuhi

persyaratan informed consent (persetujuan setelah diberikan

penjelasan) yang baik dan benar. Disini petugas penerima kembali bertanggung
jawab untuk menjelaskan isi persetujuan dan tujuannya.
Advace directive atau keinginan yang diajukan lebih awal disebut juga
living wills(wasiat hidup) adalah perintah tertulis mengenai apa yang diinginkan
atau tidak diinginkan pasien. Undang-undang The Patient Selt determination Act
yang disetujui tahun 1990 mewajibkan fasilitas kesehatan untuk menyatakan
kepada pasien apakah dia memiliki advance directive, dan mencatat jawabannya
di dalam catatn medis. Sebagai tambahan, kalau ada undang-undang negara
bagian mengenai advance directive, wasiat hidup, hak untuk mati, atau mati
dengan terhormat, rumah sakit harus mematuhinya.
Undang-undang ini mengatur untuk rumah sakit, fasilitas kesehatan yang
merawat pasien dengan terlatih, badan perawatan rumah tangga, dan hospice yang
mengobati pasien Medicare atau Medicaid. Persyaratan utamanya antara lain
sebagai berikut :
a

Organisasi asuhan kesehatan harus memiliki suatu kebijaksanaan


tentang hak pasien untuk menerima atau menolak tindakan medis,
termasuk hak untuk membuat advance directive. Kebijaksanaan ini

harus mematuhi pryunjuk hukum negara yang ada.


Pada waktu admission, institusi harus memberikan informasi tertulis
yang terpisah mengenai keputusan apa yang bisa bisa dibuat pasien
mengenaii tindakan medis rumah sakit atau pelayanan kesehatan itu

sendiri.
Intitusi harus mencatat didalam catatan medis apakah pasien memiliki
suatu advance directive.
19

Selanjutnya Menurut Huffman, 1999 menyebutkan bahwa formulir


pelepasan informasi setidaknya memuat unsur-unsur yang meliputi :
a
b
c
d
e

Nama institusi yang akan membuka informasi.


Nama perorangan atau institusi yang akan menerima informasi
Nama lengkap pasien, alamat terakhir dan tanggal lahir.
Maksud dibutuhkannya informasi.
Jenis informasi yang diinginkan termasuk tanggal pengobatan pasien.
Hati-hati perkataan apapun dan semua jenis informasi tidak

2.4.9

dibenarkan.
Tanggal yang tepat, kejadian, kondisi hingga batas waktu ijin yang

ditetapkan, kecuali dicabut sebelumnya.


Pernyataan bahwa ijin dapat dicabut dan tidak berlaku bagi masa

lampau maupun mendatang.


Tanggal ijin ditanda tangani. Tanggal tanda tangan harus sebelum

tanggal membuka informasi.


Tanda tangan pasien/kuasa.

Aspek Hukum Kerahsiaan Rekam Medis


Menurut Hatta (2014), menjaga keamanan dalam menyimpan informasi,

harus terdapat unsur keakuratan informasi dan kemudahan akses menjadi tuntutan
pihak organisasi pelayanan kesehatan, praktisi kesehatan serta pihak ketiga yang
berwenang. Bagi pihak yang membutuhkan informasi harus senantiasa
menghormasti privasi pasien. Secara keseluruhan, keamanan, privasi, kerahasiaan
dan keselamatan adalah perangkat yang membentengi informasi dalam rekam
medis. Dengan begitu berbagai pihak yang berwenang yang membutuhkan
informasi yang lebih rinci sesuai dengan tugasnya senantiasa menjaga keempat
unsur diatas. Dalam konsep pelayanan kesehatan, dikenal istilah privasi,
kerahasiaan, dan keamanan.
a

Privasi adalah hak seseorang untuk mengontrol akses informasi atas rekam

medis pribadinya.
Kerahasiaan adalah proteksi terhadap rekam medis dan informasi lain
pasien dengan cara menjaga informasi pribadi pasien dan pelayanannya.
Dalam pelayanan kesehatan, informasi itu hanya diperuntukkan bagi pihak
tenaga kesehatan yang berwenang.

20

Keamanan
kerahasiaan

adalah
rekam

perlindungan
medis.

terhadap

Dengan

kata

privasi
lain,

seseorang
keamanan

dan
hanya

memperbolehkan penggunan yang berhak untuk membuka rekam medis.


Dalam pengertian yang lebih luas , keamanan juga termasuk proteksi
informasi pelayanan kesehatan dari rusak, hilang atau pengubahan data
akibat ulah pihak yang tidak berhak.
Oleh sebab itu berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, disebutkan pada BAB V Pasal 21
tentang standar profesi dan perlindungan hukum pada bagian satu sudah jelas
bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Dan pada pasal 22 diwajibkan bagi
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya harus :
1
2
3

Menghormati hak pasien


Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien.
Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang

4
5

akan dilakukan.
Meminta persetujuan terhadapa tindakan yang akan dilakukan.
Membuat dan memelihara rekam medis.
Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran tidak hanya dilakukan

oleh tenaga medis seperti dokter, perawat, bidan dan lain-lain, tetapi petugas
rekam medis juga harus menjaga rahasia jabatan dan pekerjaan sebagai
administratif di unit rekam medis dalam pelayanan kesehatan. Hal-hal yang
menyangkut tentang kerahasiaan rekam medis, diatur di dalam Permenkes RI No.
269/MENKES/PER/III/2008.
BAB IV :
Pasal 10 ayat (1)
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 11 ayat (1)
Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dibuka oleh dokter atau
dokter gigi yang merawat pasien dengan ijin tertulis pasien atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB V :
21

Pasal 12 ayat (4)


Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas
persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Pasal 13 ayat (3)
Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian
tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan
negara.
Menurut Depkes RI (2008), secara umum informasi rekam medis bersifat
rahasia. Tetapi jika di analisa, konsep kerahasiaan ini maka akan banyak di temui
pengecualian. Dan yang menjadi masalah di sini ialah : bagi siapa rekam medis itu
dirahasiakan, dan dalam keadaan bagaimana rekam medis dirahasiakan, informasi
di dalam rekam medis bersifat rahasia karnahal ini menjelaskan hubungan yang
khusus antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran sesuai
dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang undangan yang berkalu.
Pada dasarnya terdapat dua kategori informasi yang bersumber dari rekam
medis:
1. Informasi Yang Mengandung Nilai Kerahasiaan :
Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam rekam medis sebagai hasil
pemerikasaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi
ini tidak tidak boleh disebar luaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang
karena menyangkut informasi pribadi pasien.
Pemberitahuaan / informasi mengenal kondisi kesehatan/penyakit yang
diderita pasien serta resiko atau kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
terhadap diri pasien menjadi tanggung jawab dokter yang merawat pasien
tersebut.
2. Informasi Yang Tidak Mengandung Nilai Kerahasiaan :
Jenis informasi yang dimaksudkan adalah perihal identitas (nama, alamat,
dan lain-lain) serta informasi lain yang tidak mengandung nilai medis seperti
ringkasam riwayat klinik atatupun ringkasan masuk dan keluar, tetapi perlu
diperhatikan bahwa diagnosis akhir pasien mengandung nialai medis maka
lembaran tersebut tetap tidak boleh disebarluaskan kepada pihak lain yang tidak
berwenang. Khususnya para petugas medis atau non medis perlu diingat bahwa
ada kalanya identitas yang pelu dirahasiakan, misalnya pasien yang merupakan

22

tangguangan polisi (buronan), hal ini perlu disembunyikan demi kenyamanan dan
ketenangan dari pihak-pihak yang tidak berwenang.
2.5

Model Fokus Pendekatan PDCA (Planning, Do, Check, Action)


Menurut Bustami (2011), model fokus pendekatan PDCA dalam

pemecahan masalah sudah banyak digunakan termasuk dalam pelayanan


kesehatan. Siklus PDCA pertama kali dikembangkan oleh Walter Shewhart,
seorang ahli fisika Amerika yang bekerja pada Bell Telephone Laboratories. Oleh
karena itu, siklus PDCA dikenal juga sebagai siklus Shewhart. Namun demikian,
karena yang mempopulerkan siklus PDCA sebagai penerapan metoe ilmiah dalam
proses perencanaan dan pengambilan keputusan adalah Deming, maka siklus
PDCA juga dikenal sebagai siklus Deming.
2.5.1

Batasan PDCA
Proses PDCA (Planning, Do, Check, Action) berlangsung dengan didasar

kesadaran kualitas. PDCA merupakan suatu proses yang tidak hanya berlangsung
terus-menerus, tetapi secara sistematis, PDCA berlangsung diseluruh bagian dan
mekanisme pelayanan. PDCA dari tiap-tiap kegiatan berlangsung bersama-sama
dan harmonis menuju suatu peningkatan kegiatan pelayanan. PDCA merupakan
cara sistematik untuk memecahkan masalah dalam rangka perbaikan.
2.5.2

Konsep Dasar PDCA


Pemecahan masalah pelayanan kesehatan berdasarkan konsep dasa

PDCA terdiri dari atas beberapa langkah yang dapat dilakukan secara
berkesinambungan. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut.
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan (planning)

didasarkan

pada

pemilihan

prioritas

kebijaksanaan, hasil yang diharapkan, dan analisis dari situasi sekarang.


Langkah-langkah perencanaan meliputi penentuan masalah dan prioritas
masalah, mencari sebab dari masalh yang timbul, meneliti sebab yang
paling mungkin, kemudian menyusun lagkah perbaikan. Masing-masing
langkah perencanaan tersebut dijelaskan berikut ini.
1) Penentuan masalh dan prioritas masalah
2) Mencari sebab dari masalah yang timbul

23

3) Meneliti sebab yang paling mungkin


4) Menyusun langkah perbaikan
b. Pelaksanaan (Do)
Pelaksanaan (do) harus dilakukan sesuai rencana. Dalam melaksanakan
suatu rencana kegiatan, ada kalanya rencana kegiatan yang telah dibuat
tersebut tidak atau belum dapat menyelesakan masalah. Dengan demikian,
didalam pendekatan PDCA perlu dilakukan revisi terhadap rencana kerja
hinga pada akhirnya akan diperoleh kegiatan yang tepat.
c. Pemeriksaan (Check)
Hasil ari pelaksanaan kemudian diperiksa. Dasar yang dipakai dalam
pemeriksaan (check) adalah dengan membandingkan hasil yang dicapai
dngan perencanaan (target) yang telah dibuat. Hal ini untuk menentukan
apakah kegiatan berhasil atau tidak.
d. Perbaikan (Action)
Kegiatan dalam perbaikan (action) dimaksudkan untuk :
1) Mencegah berulangnya persoalan (masalah) yang sam
Hal ini dapat dilakukan dengan :
a) Standarisasi,
yaitu
mempertahankan
standar

atau

mengadakan perbaikan standar.


b) Mengadakan pengawasan dan penaturan
2) Pencatatan sisa masalah lain dari tahap perencanaan (plan) yang
belum terpecahkan untuk dipakai dalam perencanaan berikutnya.

24

Вам также может понравиться