Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
>5mg/dL (Cloherty, 2004). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum
bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning
pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum
total.
Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut
Normogram Bhutani
Sumber
http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-
jaundice/bhutanis-nomogram
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L)
sedangkan
pada
neonatus
baru
tampak
apabila
serum
bilirubin
2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
2.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(Hassan et al.2005)
2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk
ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak)
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati
juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 22,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi
kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
a)Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d)Riwayat inkompatibilitas darah
e)Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al,
2006).
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika
et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti
tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
100
Pusat-leher
150
Pusat-paha
200
Lengan+Tungkai
250
Tangan+Kaki
>250
indirek
2.7 Penatalaksanaan
Menghambat
hemolisis.
Immunoglobulin
dosis
tinggi
secara
intravena(5001000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level
bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang
dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah
sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6
jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24
jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.
2.8 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara
lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
,kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.