Вы находитесь на странице: 1из 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruptura uteri pada kehamilan, merupakan salah satu dari
komplikasi obstetri yang sangat serius. Komplikasi ini berhubungan erat
dengan angka kematian dan angka kesakitan dari bayi dan ibu bersalin.
Jika pasien dapat selamat, fungsi reproduksinya dapat berakhir dan proses
penyembuhannya sering kali memakan waktu yang cukup lama. Angka
kejadian ruptura uteri di negara-negara yang sedang berkembang sangat
tinggi, bila dibandingkan dengan Negara-negara maju yaitu 1 : 1.250
hingga 1 : 1.2000.1 Hal ini disebabkan karena rumah sakit - rumah sakit di
Indonesia menampung banyak kasus-kasus darurat dari luar.1
Sebagai penyebab utama terjadinya ruptura uteri adalah trauma
dorongan, yang biasanya dilakukan oleh para dukun saat menolong
persalinan. Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari Hassel pada penelitian
tentang ruptura uteri di daerah Jawa Tengah.1
Berdasarkan kepustakaan yang ada beberapa faktor yang
merupakan penyebab terjadinya ruptura uteri di antaranya adalah : 1) parut
uterus (seksio sesaria, miomektomi, abortus sebelumnya), 2) trauma
(kelahiran operatif: versi, ekstraksi bokong, forceps perangsangan
oksitosin yang berlebihan, kecelakaan, pemasangan misoprostol yang
berlebihan), 3) ruptura uteri spontan yang tidak berparut (disproporsi
kepala panggul, malpresentasi janin, anomaly janin, leiomioma uteri dan
distosia bahu), 4) faktor-faktor lain (plasenta akreta, inkreta,panyakit
trofoblas invasif).1
Dari beberapa kepustakaan disebutkan bahwa multipara merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya ruptura uteri. Hal ini mungkin
disebabkan karena pada multipara dinding uterus sudah lemah, karena
persalinan sebelumnya menyebabkan luka-luka kecil sehingga di tengahtengah miometrium terdapat penambahan jaringan ikat yang
mengakibatkan kekuatan dinding uterus menjadi berkurang; akibat

selanjutnya pada waktu terjadi regangan saat persalinan berikutnya lebih


mudah terjadi ruptura uteri.1
Sebagai tindakan terapi terdapat 2 pilihan yakni: histerektomi atau
histerorafi. Yang lebih banyak dikerjakan adalah histerektomi
dibandingkan dengan histerorafi. Alasan dipilih histerektomi adalah
adanya kekhawatiran terjadinya ruptura uteri kembali pada kehamilan
berikutnya.1

Вам также может понравиться