Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB IV

LARUTAN
KERANGKA ISI
Struktur Atom

Ikatan Kimia

Stoikiometri

Wujud Zat

Kesetimbangan
Kimia

Kinetika Kimia

Termokimia

Larutan

KOMPETENSI
Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang wujud zat, jenis dan perbedaan
larutan serta sifat sifat koligatif larutan.
DESKRIPSI
Pada materi ini, akan dijelaskan tentang wujud zat di alam dan mampu membedakan
wujud zat tersebut, berbagai jenis larutan dan membedakan larutan tersebut serta sifatsifat koligatif larutan.
RELEVANSI
Bab ini

akan membantu mahasiswa dalam menentukan wujud wujud zat serta

memahami tentang konsep larutan.

4.1

LARUTAN DAN KOMPONENNYA

Larutan adalah suatu sistem homogen yang komposisinya bervariasi. Meskipun larutan
dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada kesempatan ini hanya dibahas larutan
yang mengandung dua komponen yaitu larutan biner. Komponen dari larutan biner yaitu
zat terlarut dan pelarut.
Contoh larutan biner dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Contoh larutan biner
Zat terlarut
Gas
Gas
Gas
Cair
Cair
Padat
Padat

Pelarut
Gas
Cair
Padat
Cair
Padat
Padat
Cair

Contoh
Udara, semua campuran gas
Karbondioksida dalam air
Hidrogen dalam platina
Alkohol dalam air
Raksa dalam tembaga
Perak dalam platina
Garam dalam air

4.2 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NONELEKTROLIT


4.2.1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh (P)
Apabila suatu zat cair (sebenarnya juga untuk zat padat) dimasukkan ke dalam
suatu ruangan tertutup maka zat itu akan menguap sampai ruangan itu jenuh. Pada keadaan
jenuh itu terdapat kesetimbangan dinamis antara zat cair (padat) dengan uap jenuhnya.
tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh itu disebut tekanan uap jenuh. Besarnya tekanan
uap jenuh bergantung pada jenis zat dan suhu. Zat yang memiliki gaya tarik-menarik antara
partikel relatif besar, berarti sukar menguap, mempunyai takanan uap jenuh yang relatif
kecil, contohnya garam, gula, glikol, dan gliserol. Sebaliknya, zat yang memiliki gaya
tarik-menarik antara partikel relatif lemah, berarti mudah menguap, mempunyai tekanan
uap jenuh yang relatif

besar. Zat seperti itu dikatakan mudah menguap (volatile),

contohnya etanol dan eter. Tekanan uap jenuh suatu zat akan bertambah jika suhu
dinaikkan. Tekanan uap jenuh air pada berbagai suhu diberikan pada Tabel 4.2.
Bagaimanakah pengaruh zat terlarut pada tekanan uap pelarut? Apabila ke dalam
suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap, ternyata tekanan uap jenuh larutan
menjadi lebih rendah daripada tekanan uap jenuh pelarut murni. Dalam hal ini uap jenuh

larutan dapat dianggap hanya mengandung uap zat pelarut. Selisih antara tekanan uap jenuh
pelarut murni dengan takanan uap jenuh larutan disebut penurunan tekanan uap jenuh
(P). jika tekanan uap jenuh pelarut murni dinyatkan dengan P 0 dan tekanan uap jenuh
larutan dengan P, maka

P = P0 P.

Penurunan tekanan uap jenuh dari berbagai larutan diberikan pada Tabel 4.3.
Tabel itu menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap jenuh hanya bergantung pada
konsentrasi zat terlarut dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Jadi, penurunan
tekanan uap jenuh merupakan sifat koligatif.

Tabel 4.3. Penurunan Tekanan Uap Jenuh Berbagai Jenis Larutan dalam Air pada 20 0C
Zat Terlarut

Fraksi Zat
terlarut

Tekanan uap
Jenuh larutan

Penurunan
tekanan Uap
jenuh
(Air murni)
17,54 mm hg
Glikol
0,01
17,36 mm Hg
0,18 mm Hg
Glikol
0,02
17,18 mm Hg
0,36 mm Hg
Urea
0,01
17,36 mm Hg
0,18 mm Hg
Urea
0,02
17,18 mm Hg
0,36 mm Hg
Selanjutnya, bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap penurunan tekanan
uap jenuh? Menurut Raoult, untuk larutan-larutan encer dari zat yang tak atsiri, penurunan
takanan uap jenuh larutan sama dengan hasil kali takanan uap jenuh pelarut murni dengan
fraksi mol zat terlarut, sedangkan takanan uap jenuh larutan sama dengan hasil kali takanan
uap jenuh pelarut murni dengan fraksi mol pelarut :
P = XB . P0 ; P = XA . P0
dengan, P 0 = tekanan uap jenuh pelarut murni
P = tekanan uap jenuh lautan
P = penurunan takanan uap jenuh larutan
XA = fraksi mol zat pelarut
XB = fraksi mol zat tarlarut
Larutan yang memenuhi hukum Raoult disebut larutan ideal dan larutan yang seperti itu
adalah larutan-larutan encer. Untuk lebih memahami hukum Raoult, perhatikanlah contoh
soal berikut.
Contoh Soal:
Tekanan uap jenuh air pada 100oC adalah 760 mm Hg. Berapakah tekanan uap jenuh
larutan glukosa 10% pada 100oC? (H = 1; C = 12; O = 16)
Jawab:
Tekanan uap jenuh larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut. Dalam 100 gram larutan
terdapat:
harga i NaCl 0,010 m

Tf larutan NaCl 0,010 m


Tf larutan urea 0,010 m
0,0359

1,93
0,0186

P = Xair . Po
= 0,99 . 760 mmHg = 752,4 mmHg

P = 0,056 x 100 = 5,6 mmHg

atau
P = 100 5,6 = 752,4 mmHg

4.2.2. Kenaikan Titik Didih (Tb) dan penurunan Titik Beku (Tf)
Titik didih suatu cairan ialah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama
dengan tekanan luar (tekanan yang dikenakan pada permukaan cairan). Apabila tekanan
uap sama dengan tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk dalam cairan dapat
mendorong diri ke permukaan menuju fase gas. Oleh karena itu, titik didih suatu cairan
bergantung pada tekanan luar. Di permukaan laut (tekanan = 760 mm Hg), air mendidih
pada 100 oC. di puncak Everest (ketinggian 8882 m dari permukaan larut), yang tekanannya
kurang dari 760 mm Hg, air mendidih pada 71 oC. Biasanya, yang dimaksud dengan titik
didih adalah titik didih normal , yaitu titik didih pada tekanan 760 mm Hg. Titik didih
normal air adalah 100 oC.
Larutan mempunyai titik didih lebih tinggi dan titik beku lebih rendah daripada
pelarut murni. Hubungan antara tekanan uap jenuh dengan suhu air dan larutan berair
diberikan pada Gambar 4.1. Gambar seperti ini disebut diagram PT (P = tekanan; T =
suhu). Garis C-D disebut garis didih air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
tekanan air mendidih. Titik D menyatakan titik didih normal air. Oleh karena itu tekanan
uap jenuh larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka garis didih larutan (garis
BE) berada paralel di bawah garis didih air. Pada suhu 100 oC, tekanan uap larutan masih
berada di bawah 760 mm Hg. Oleh karena itu, larutan belum mendidih pada 100 oC. larutan
harus dipanaskan lebih tinggi lagi hingga tekanan uapnya mencapai 760 mm Hg. Jadi, titik
didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarutnya. Selisih antara titik didih larutan
dengan titik didih pelarut itu disebut kenaikan titik didih larutan (Tb = boiling point
elevation).
Tb = titik didih larutan titik didih pelarut
Adapun titik beku dari suatu cairan atau suatu larutan adalah suhu pada saat
tekanan uap cairan (larutan) itu sama dengan tekanan uap pelarut padat murni. Garis CF
(lihat Gambar 5.1) disebut garis beku air. Setiap titik pada garis itu menyatakan suhu dan
takanan air membeku. Titik C, yaitu perpotongan garis didih dan garis beku, disebut titik

triple. Titik itu menyatakan suhu dan tekanan pada saat es, air, dan uap air berada dalam
suatu kesetimbangan. Titik tripel air adalah 0,0099oC dan tekanan 0,0060 atm. Jadi,
tekanan 0,0060 atm air membeku dan mendidih pada suhu 0,0099oC. ternyata tekanan luar
praktis tidak mempengaruhi titik beku. Titik beku normal dari air, yaitu titik beku pada
tekanan luar 1 atm, adalah 0oC. Jadi, garis CF pad gambar 5.1 praktis tegak lurus. Oleh
karena tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut, maka larutan
membeku pada 0oC. Jika suhu terus diturunkan ternyata pelarut padat murni mengalami
penurunan tekanan uap yang lebih cepat daripada larutan, sehingga pada suatu suhu di
bawah titik beku pelarut, tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut padat. Pada
suhu itu larutan mulai membeku. Ketika larutan membeku, yang membeku adalah
pelarutnya, zat terlarut tidak membeku (es yang terbentuk di permukaan laut waktu musim
dingin adalah air murni/tawar). Dengan demikian larutan makin pekat dan titik bekunya
juga makin rendah. Jadi larutan tidak membeku pada suhu yang tepat. Yang dimaksud
dengan titik beku larutan ialah suhu pada saat larutan mulai membeku. Selisih antara titik
beku larutan disebut penurunan titik beku (Tf = freezing point depression).
Tf = titik beku pelarut titik beku larutan
Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa kenaikan titik didih maupun
penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada jumlah atau
konsentrasi partikel dalam larutan. Oleh karena itu kenaikan titik didih dan penurunan titik
beku dengan konsentrasi larutan? Untuk larutan-larutan encer, kenaikan titik didih (Tb)
maupun penurunan titik beku (Tb) sebanding dengan kemolalan larutan.
Tb = Kb x m
Tf = Kf x m
dengan,

Tb = kenaikan titik didih


Tf = penurunan titik beku
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal
Kf = tetapan penurunan titik beku molal
m = kemolalan larutan

Tetapan kenaikan titik didih molal ialah nilai kenaikan titik didih jika konsentrasi larutan
(konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal.

Tb = Kb x m, jika m = 1 maka Tb = Kb.


Demikian juga halnya dengan Kf adalah penurunan titik beku jika konsentrasi larutan
(konsentrasi partikel dalam larutan) sebesar satu molal. Harga K b dan Kf ini bergantung
pada jenis pelarut. Harga Kb dan Kf dari beberapa pelarut diberikan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Tetapan Kenaikan Titik Didih molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku
molal (Kf) dari Beberapa Pelarut.
Pelarut Titik Didih (oC)
Kb
Titik Beku (oC)
Kf
Air
100
0,52
0
1,86
Asam asetat
118,3
3,07
16,6
3,57
Benzena
80,2
2,53
5,45
5,07
Kloroform
61,2
3,63
Kamfer
178,4
37,7
Sikloheksana
80,7
2,69
6,5
20,0
Data kenaikan titik didih atau penurunan titik beku dapat digunakan untuk menentukan
massa molekul relatif (Mr) zat terlarut. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan.
4.2.3. Tekanan Osmotik Larutan
Berbagai jenis selaput, baik yang alami (seperti jaringan usus) maupun yang sintetik
(seperti selofan), dapat dilewati molekul pelarut yang kecil tetapi menahan molekul
(partikel) zat terlarut. Selaput seperti ini disebut selaput semipermeabel
Apabila ada dua jenis larutan yang berbeda konsentrasinya dipisahkan oleh suatu
selaput semipermeabel, akan terdapat aliran bersih (netto) pelarut dari larutan yang lebih
encer ke larutan yang lebih pekat. Hal ini terlihat dari bertambah tingginya larutan yang
lebih pekat, sedangkan tinggi larutan yang lebih encer kurang. Perpindahan bersih molekul
pelarut ini disebut osmosis.
Osmosis dapat dicegah dengan memberi suatu tekanan pada permukaan larutan.
Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran pelarut dari pelarut murni menuju
larutan disebut tekanan osmotik larutan. Larutan glukosa 20 % mempunyai tekanan
osmotik sekitar 15 atm (berarti permukaan larutan dapat naik hingga 150 m).
Tekanan osmotik tergolong sifat koligatif karena harganya bergantung pada
konsentrasi dan bukan pada jenis partikel zat terlarut. Menurut Vant Hoff, tekanan osmotik
larutan-larutan encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan gas
ideal, yaitu:

V = nRT
Dimaa :

= tekanan osmotik
V = volum larutan (dalam liter)
n = jumlah mol zat terlarut
T= suhu absolut larutan (suhu kelvin)
R= tetapan gas(0,08205L atm mol-1K-1
M = molaritas larutan

Persamaan di atas dapat diubah bentuknya menjadi,


= n RT/V = MRT
Contoh soal:
Berapakah tekanan osmotik larutan sukrosa 0,0010 M pada 25oC?
Jawab :
= MRT
= 0,0010 mol L-1 x 0,08205 L atm mol-1 K-1 x 298 K
= 0,024 atm (18 mm Hg)
Pengukuran tekanan osmotik juga digunakan untuk menetapkan massa molekul relatif zat,
teristimewa untuk larutan yang sangat encer atau untuk zat yang massa molekulnya relatif
sangat besar. Larutan sukrosa dalam contoh soal di atas mempunyai kemolalan 0,001 m
(untuk larutan-larutan yang sangat encer, kemolaran sama dengan kemolalan). Sesuai
dengan persamaan di atas, kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan itu adalah
0,00052oC dan 0,00186oC. Perbedaan suhu sekecil itu sulit diukur dengan ketelitian tinggi,
sebaliknya perbedaan tekanan sebesar 18 mmHg jelas lebih muda diukur.
Contoh osmosis yang terdapat dalam tubuh mahluk hidup ialah pada sel darah
merah. Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan kira-kira 10 nm dan pori dengan
diameter 0,8 nm. Molukul air berukuran kurang dari setengah diameter tersebut hingga
dapat lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil dari
pori dinding sel itu tetapi karena dinding sel tersebut bermuatan positif maka ion K + akan
ditolak. Jadi, faktor-faktor selain ukuran partikel dapat juga menentukan partikel mana
yang dapat melalui pori sebuah selaput semipermeabel.
Cairan dalam sel darah merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan
larutan NaCl 0,9%. Dengan kata lain, cairan sel darah merah isotonik dengan larutan NaCl

0,9%. Jika sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9%.,
air akan keluar dari dalam sel dan sel akan mengerut. Larutan yang demikian dikatakan
hipertonik. Sebaliknya jika sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih
encer dari 0,9%, air akan masuk ke dalam sel dan sel akan menggembung. Larutan itu
dikatakan hipotonik.
4.3

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT

Bila konsentrasi zat terlarut sama, sifat koligatif larutan elektrolit mempunyai harga
lebih besar daripada sifat koligatif larutan non elektrolit.
Larutan elektrolit memberi sifat koligatif yang lebih besar daripada sifat koligatif larutan
nonelektrolit yang berkonsentrasinya sama. Contoh, larutan NaCl 0,010 m mempunyai
penurunan titik beku sebesar 0,0359oC. harga ini hampir dua kali lebih besar (tepatnya 1,93
kali lebih besar) daripada penurunan titik beku larutan urea 0,010 m, perbandingan antara
harga sifat koligatif yang terukur dari suatu larutan elektrolit dengan harga sifat koligatif
yang diharapkan suatu larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama disebut faktor
vant Hoff dan dinyatakan dengan lambang i. Harga i untuk larutan NaCl 0,010 m dapat
dihitung sebagai berikut.
Tabel 4.5 Harga i (faktor vant Hoff) untuk penurunan titik beku berbagai jenis elektrolit
0,100 m
0,0100 m
0,00500 m Batas teoretis
Elektrolit
Elektrolit tipe ion
NaCl
1,87
1,93
1,94
2
KCl
1,86
1,94
1,96
2
MgSO4
1,42
1,62
1,69
2
K2SO4
2,46
2,77
2,86
3
Elektrolit tipe
kovalen
HCl
1,91
1,97
1,99
2
CH3COOH
1,01
1,05
1,06
2
H2SO4
2,22
2,59
2,72
3
Apa penyebab larutan elektrolit mempunyai harga sifat koligatif yang lebih besar?
Pada permulaan bab ini telah disebutkan bahwa sifat koligatif larutan bergantung pada
konsentrasi partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya, apakah partikel itu
berupa molekul, atom atau ion. Sebagaimana telah kita ketahui, zat elektrolit sebagian atau
seluruhnya terurai menjadi ion-ion. Jadi, untuk konsentrasi yang sama larutan elektrolit
mengandung jumlah partikel lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Oleh karena itu,

larutan elektrolit mempunyai sifat koligatif lebih besar daripada sifat koligatif larutan
nonelektrolit. Satu mol zat non elektrolit dalam larutan menghasilkan satu mol (6,02 x
1023butir) partikel.
Sebaliknya, satu mol elektrolit tipe ion seperti NaCl terdiri atas satu mol ion Na +
dan satu mol ion Cl-, satu mol K2SO4 terdiri atas dua mol ion K+ dan satu mol ion SO42-.
Secara teoritis, larutan NaCl akan mempunyai penurunan titik beku dua kali lebih besar
daripada larutan urea (mempunyai harga i = 2) sedangkan larutan K 2SO4 tiga kali lebih
besar (i = 3). Akan tetapi, seperti tampak pada tabel 5.6 harga i dari elektrolit tipe ion itu
selalu lebih kecil dari harga teoritis. Hal ini disebabkan oleh tarikan listrik antar ion yang
berbeda muatan sehingga tidak satupun dari ion-ion itu yang 100% bebas. Makin kecil
konsentrasi larutan, jarak antar ion makin besar dan ion-ion makin bebas,.akibatnya harga i
semakin mendekati harga teoritis.
Harga i dari elektrolit tipe kovalen ternyata lebih bervariasi, bergantung pada
kekuatan elektrolit itu. Elektrolit lemah mempunyai harga i mendekati satu, sedangkan
elektrolit kuat mempunyai harga i yang mendekati harga teoritisnya, hubungan harga i
dengan persen ionisasi (derajat disosiasi) dapat diturunkan sebagai berikut. Misal
konsentrasi larutan M molar, dan derajat disosiasi , maka jumlah elektrolit yang mengion
adalah M.
Jumlah yang mengion

= jumlah mula-mula x
=Mx

misalkan pula 1 molekul elektrolit membentuk n ion. Jadi, jika M mol elektrolit mengion
akan menghasilkan nM mol ion, sedangkan jumlah mol elektrolit yang tidak mengion
adalah M M. Supaya lebih jelas perhatikanlah perincian berikut.
A (elektrolit)

n B (ion)

Mula-mula

M-

Ionisasi

-M + n M

Setimbang

MMnM

Konsentrasi partikel dalam larutan = konsentrasi partikel elektrolit (A) + konsentrasi ionion (B) = M M + nM = M[1 + (n 1)]. Dengan demikian pertambahan jumlah
partikel dalam larutan elektrolit = 1 + (n 1). Oleh karena pertumbuhan sifat koligatif

larutan elektrolit sebanding dengan pertambahan jumlah partikel dalam larutan, maka
rumus-rumus sifat koligatif untuk larutan elektrolit menjadi:
Tb = Kb x m x i
Tf = Kf x m x i
= MRT x i
i = 1 + (n 1)
Rumus-rumus di atas juga dapat digunakan untuk larutan elektrolit tipe ion, di mana
menyatakan aktivitas, yaitu tingkat kebebasan ion-ion (karena ion-ion tidak bebas
100%, ,maka derajat ionisasi larutan elektrolit tipe ion tidak sama dengan satu tetapi
mendekati satu).
Contoh soal:
Satu gram MgCl2 dilarutkan dalam 500 gram air. Tentukanlah
a.

titik didih,

b. titik beku,
c. tekanan osmotik larutan itu pada 25oC jika derajat ionisasi (aktivitas) = 0,9. Kb air =
0,52oC;
d. Kf air = 1,86oC. (Mg = 24; Cl = 35,5)
Jawab:
Molaritas larutan juga dapat dianggap = 0,022 mol/liter (untuk larutan encer,kemolalan dan
kemolaran mempunyai harga yang hampir sama).
i = 1 + (n 1)
= 1 + (3 1)0,9
= 2,8
a) Tb = Kb x m x i
= 0,52 x 0,022 x 2,8
= 0,032oC
titik didih larutan = 100 + 0,032oC
= 100,032oC
b) Tf = Kf x m x i
= 1,86 x 0,022 x 2,8
= 0,115oC
titik beku larutan = 0 0, 115oC

= -0,115oC
c) = MRT x I
= 0,022 x 0,08205 x 298 x 2,8
= 1,51 atm.

4.4 SISTEM KOLOID


Sistem koloid adalah campuran homogen antara fase terdispersi dan fase pendispersi.
Sistem dispersi ada 3 macam antara lain : sistem larutan, sistem suspensi dan sistem koloid.
Tabel. 4.6. Persamaan dan perbedaan ketiga sistem dispersi :
Sistem Dispersi
Sifat
Larutan
Koloid
Suspensi
Bentuk Campuran Homogen
Homogen
Heterogen
Bentuk dispersi
Dispersi
Dispersi padatan Dispersi padatan
Penulisan
molekuler
A(s)
A(s)
-7
-5
Ukuran diameter A(aq)
10 10 cm
> 10 5 cm
partikel
< 10-7 cm
Pemeriksaan
heterogen dengan dengan mata biasa
mokroskop
tetap
homogen mikroskop ultra heterogen
dengan mikroskop
Penyaringan
ultra
dapat disaring
dapat disaring
tidak dapat dengan dengan penyaring dengan penyaring
penyaring apapun ultra
biasa
Secara umum dikelompokkan 8 macam koloid:
Tabel. 4.7. Macam-macam koloid
Fasa
Fasa
N Terdispersi Pendispersi Nama koloid
Contoh
o
1 Gas
Cair
Buih
Buih sabun, shampoo,
deterjen, lerek
2 Gas
Padat
Busa padat
Karet busa, batu apung
3 Cair
Gas
Aerosol cair Kabut
4 Cair
Cair
Emulsi
Susu, santan, es krim
5 Cair
Padat
Emulsi padat Mutiara, keju
6 Padat
Gas
Aerosol padat Asap
7 Padat
Cair
Sol
Cat, larutan agar-agar,
larutan kanji, lotion
8 Padat
Padat
Sol padat
Kaca berwarna, campuran
logam

4.4.1. SIFAT KHAS PARTIKEL KOLOID


Partikel koloid mempunyai sifat-sifat khas seperti efek Tyndall, gerak brown, adsorpsi,
koagulasi, koloid liofil dan koloid liofob
4.4.1.1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Efek Tyndall terjadi
karena partikel koloid dengan ukuran lebih besar mampu memantulkan kembali cahaya
yang diterima. Sedangkan pada larutan karena molekuler maka ukuran partikel tersebut
kecil sekali dan tidak mempu memantulkan cahaya yang diterima dan mata kita pun tidak
mampu mengamatinya.
4.4.1.2. Gerak Brown
Gerak brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid. Gerakan ini
terjadi karena benturan molekul-molekul zat pendispersi pada partikel koloid. Gerak brown
ditemukan oleh Robert Brown, seorang ahli Biologi Inggris.
4.4.1.3. Adsorpsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorpsi (penyerapan pada permukaan) terhadap
partikel atau ion atau senyawa lain. Penyerapan terhadap ion positif atau ion negatif dari
partikel koloid menyebabkan koloid menjadi bermuatan. Partikel koloid Fe(OH)3
sebetulnya tidak bermuatan, tetapi karena partikel koloid Fe(OH) 3 mampu mengikat
(mengadsoprsi) ion-ion positif (ion H+) maka permukaan koloid

Fe(OH)3 menjadi

bermuatan positif.
4.4.1.4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan
terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat
terjadi secara fisik karena pemanasan, pendinginan, pengadukan atau secara kimia seperti
penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Koloid liofil dan Koloid liofob. Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan
dan fase pendispersinya cairan. Koloid liofil adalah koloid sol di mana partikel koloid
(sebagai fase terdispersi) senang (dapat menarik/mengikat) cairannya (sebagai fase

pendispersi). Liofil artinya : lio = cairan dan philia = senang, cinta. Contoh koloid liofil
adalah sol kanji, agar-agar, lem, cat, gelatin, protein, sabun, dan lain-lain.
4.4.2. PERISTIWA ELEKTROFORESIS
Kita sudah mempelajari adanya koloid yang bermuatan seperti: koloid bermuatan positif:
Fe(OH)3, Al(OH)3 dan koloid bermuatan negatif : sol, emas, As2S3.
Jika koloid yang bermuatan positif seperti sol Fe(OH)3 dialiri arus listrik searah kemudian
dimasukkan elektroda positif dan elektroda negatif, maka partikel koloid Fe(OH)3 bergerak
dan mengumpul pada elektroda negatif. Begitu juga jika kedua elektroda dimasukkan
dalam koloid As2S3, maka partikel koloid tersebut akan bergerak dan mengumpul pada
elektroda positif. Peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu
elektroda disebut elektroforesis.
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi (menentukan) muatan partikel koloid.
Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika
partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif.

4.5 DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada
permukaannya. Adanya ion-ion tersebut merupakan sisa dari pereaksi pada proses
pembuatannya. Misalnya pada pembuatan koloid Fe(OH)3 terdapat ion-ion H+ dan Cl-.
Begitu juga pada pembuatan koloid As2S3 terdapat ion-ion H+ dan S2-.

4.6 PEMBUATAN SISTEM KOLOID


4.6.1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia. Pada proses kondensasi, molekul-molekul dari
larutan direaksikan menghasilkan suatu senyawa yang sukar larut dalam air dan
membentuk partikel koloid.
Reaksi kimia untuk menghasilkan partikel koloid dapat merupakan :
a) Reaksi Redoks
Pada reaksi ini terjadi perubahan bilangan oksidasi.

Contoh :
Pembuatan sol belerang
2H2S (g) + SO2 (aq) 3 S(s) + 2H2O (l)
b) Reaksi Hidrolisis
Sol senyawa hidrolisis yang sukar larut seperti Fe(OH)3 , Al(OH)3 dapat dibuat dari
reaski hidrolisis dengan air.
Contoh :
Pembuatan sol Fe(OH)3
Larutan FeCl3 , ditambahkan pada air mendidih maka :
FeCl3 (aq) + 3H2O (l)

Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (aq)

c) Reaksi Substitusi
Pembuatan sol As2S3
Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan asam arsenit yang encer
melalui reaksi substitusi berikut :
2H3AsO3 (aq) + 3H2S (g)

As2S3 (s) + 6H2O

4.6.2. Cara Dispersi


Cara ini dilakukan dengan mengubah partikel ukuran besar menjadi partikel koloid.
4.6.2.1. Cara Mekanik
Ini dilakukan dari gumpalan materi yang besar kemudian dihaluskan dengan cara
penggerusan atau penggilingan. Seteleh diperoleh partikel yang halus, kemudian
didispersikan dalam medium pendispersi. Agar partikel padatan tidak mengendap maka
ditambahkan zat penstabil.
4.6.2.2. Cara Busur Bredig
Mula-mula logam yang akan didispersikan (Au atau Pt) dibuat seperti elektroda, kemudian
kedua logam dihubungkan dengan arus listrik dan dicelupkan dalam larutan KCl 0,001 M.
Panas yang timbul, mula-mula menguapkan logam kemudian uap logam terkondensasi
dalam larutan dan membentuk partikel koloid.

4.6.2.3. Cara Peptisasi


Cara ini mengubah endapan yang terjadi dengan diubah menjadi partikel koloid dengan
cara penambahan zat kimia (elektrolit).
Reaksi pembentukan Al(OH)3 dalam jumlah banyak dapat membentuk endapan Al(OH)3.
Endapan Al(OH)3 diubah menjadi partikel koloid dengan penambahan AlCl3. Endapan CdS
atau NiS jika dialiri gas H 2S akan terbentuk sol S yang terdispersi. Jadi sol sulfida bukan
berasal dari larutan tetapi dari endapan.

Вам также может понравиться