Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah social, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada
umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan
kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan memadai dalam bidang
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan social ekonomi pada masyarakat. Penyakit kusta
sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, pengertian, kepercayaan yang keliru
terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Dengan kemajuan teknologi di bidang
promotif, pencegahan, pengbatan serta pemulihan kesehatan dibidang penyakit kusta, maka
penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan
program pengendalian secara terpadu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan
endemisitas penyakit kusta. Selain itu juga harus diperhatikan rehabilitas medis dan
rehabillitas social ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang mengalami kusta.1
Kusta
Kusta (lepra) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.3Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia, Afrika,
Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Deformitas yang
terbentuk berlanjut setelah infeksi menjadi inaktif dan pasiennya tidak lagi infeksius.2
Etiologi
Organisme ini dapat ditemukan di jaringan menggunakan pewarnaan tahan asam yang
sudah di modifikasi (pewarnaan Fite-Faraco). Bakteri ini diidentifikasi di tahun 1873 oleh
Gerhard Henrik Armauer Hansen, tapi belum sukses dibiakkan secara in vitro.M.leprae
berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 m x 0,5m, tahan asam dan alcohol serta positifGram.3M.leprae mempunyai siklus replikasi yang lambat: hanya membelah setiap 10-12 hari.
Organisme ini bereplikasi di bantalan kaki tikus, di tikus yang sudah ditimektomi, beberapa
jenis tikus lainnya, the nine-banded armadillo, dan di beberapa spesies primata selain
manusia.Analisa genetik sudah mengidentifikasi 4 subtipe M.leprae.3
Epidemiologi
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi frekuensi dan faktor yang
menentukan kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan pada
masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut. Timbulnya penyakit
merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab yaitu : pejamu (host), kuman
(agent) dan lingkungan (environment), melalui suatu proses yang dikenal dengan rantai
penularan yang terdiri dari enam komponen, yaitu (1) penyebab, (2) sumber penularan, (3)
cara keluar dari sumber penularan, (4) cara penularan, (5) cara masuk ke pejamu, (6) pejamu.
Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit maka intervensi
yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan tersebut.1
A. Epidemiologi Penyakit Kusta
1. Distribusi penyakit kusta menurut geografi
Jumlah kasus baru kusta didunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. dari jumlah
tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132) diikuti regional
Amerika (36.832), regional Afrika (12.673), dan sisanya berada di regional lain di
dunia. 1
2. Distribusi menurut waktu
Ada 17 negara yang melaporkan 1000 atau lebih kasus baru selama tahun 2011.
Delapan belas negara ini mempunyai kontribusi 94% dari seluruh kasus baru didunia.
Pada tahun ini sudah terbagi dua yaitu Sudan dan Sudan selatan. 1
3. Distribusi menurut faktor manusia
a. Etnik atau suku
Dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya, didapatkan
bahwa faktor etnik mempengaruhi distribusi tipe kusta. Di Myanmar kejadian
kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan
2
etnik india. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian
kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik china disbanding etnik melayu atau
india. 1
b. Faktor social ekonomi
Terbukti dinegara eropa dengan adanya peningkatan social ekonomi, maka
kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus kusta yang masuk dari
negara lain ternyata tidak menularkan kepada orang yang social ekonominya
tinggi. 1
c. Distribusi menurut umur
Kusta diketahui terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak pada usia muda dan
produktif. 1
d. Distrubusi menurut jenis kelamin
Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkanlaporan, sebagian
besar negara di dunia kecuali di beberapa negara di Afrika menunjukan bahwa
laki-laki lebih banyak terserang dari pada perempuan. 1
B. Faktor yang Menentukan Terjadinya Kusta
1. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae, pertama kali ditemkan oleh
G.H Armauer Hansen pada tahun 1873. 1
2. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang di anggap sebagai sumber penularan
walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada telapak kaki
tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus. 1
3. Cara keluar dari pejamu (tuan rumah = host)
Kuman kusta banyak ditemukan dimukosa hidung manusia. Telah terbukti bahwa
saluran napas bagian atas dari pasien tipe lepromatosa merupakan sumber kuman. 1
4. Cara penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga
bertahun-tahun. Penularan terjadinya apabila M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat
terjadi dengan cara kontak yang lama dengan pasien. Pasien yang sudah minum obat
MDT tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain.1
5. Cara masuk ke dalam pejamu
Menurut teori cara masuknya kuman ke dalam tubuh adalah melalui saluran
pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit.1
6. Pejamu
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan pasien kusta,
hal ini disebabkan adanya kekebalan tubuh. M.leprae termasuk kuman obligat
intraseluler sehingga system kekebalan yang berperan adalah system kekebalan
3
Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis, dan serologis.Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting
dan paling sederhana.Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit,
sedangkan histopatologik 10-14 hari.Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin
(Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3
minggu.Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila
kuman M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan
kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada system imunitas seluler (SIS)
penderita. Bila SIS baik akan tampak akan tampak gamabaran klinis kearah tuberkuloid,
sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.3
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk yaitu :
TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Bordeline tuberculoid
BB : Mid borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spectrum.TT adalah tipe tuberculoid
polar yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak mungkin berubah
tipe.Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan
tipe yang stabil yang tidak mungkin berubah lagi.Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe
borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa.BB adalah
tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa.BT dan Ti lebih
banyak tuberkuloidnya sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe
campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun
kearah LL.3
2. Kerusakan
saraf
jelas
Hanya satu cabang saraf
(menyebabkan
hilangnya
kurang jelas
Banyak
cabang
saraf
sensasi
atau
kelemahan
otot
yang
dipersarafi
oleh
Penunjang Diagnosis
1. Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)
Pemeriksaan bakteriskopik digunakan untuk membantu diagnosis dan pengamatan
pengobatan.Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), anatara lain
dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negative pada penderita, bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M.leprae.3
2. Pemeriksaan histopatologik
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang
mempunyai nama khusus, anatara lain sel kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel glia
dari otak dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah
melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M.leparae) masuk, akibatnya akan bergantung
pada system imunitas selular (SIS) orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag
akanmampu memfagosit M.leprae. datangnya histiosit ke tempat kuman disebakan oleh
proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan
tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofak akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid
yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia langhans.
Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel
akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS
rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menhancurkan M.leprae yang sudah ada di
dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembangbiak dan disebut sel Virchow atau sel
lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.3
Granuloma
adalah
akumulasi
makrofag
atau
derivat-derivatnya.Gambaran
histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan sarafnya lebih nyata, tidak
ada kuman atau hanya sedikit dan non solid.Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis
yang jaringannya tidak patologik.Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe
borderline terdapat unsur-unsur campuran tersebut.3
3. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologic kusta didasarkan atas terbentuknya
seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Antibody yang terbentuk dapat bersifat spesifik
terhadap M.leprae yaitu antibody anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody
antiprotein 16 kD serta 35 kD.3
Tatalaksana
Promotif
Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil
dari system pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut.Data ini
penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami
kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman
transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.4
Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah
kegiatan
yang
teratur
mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk
mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran
dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Setiap kasus harus dilaporkan dengan
jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan variable demografi seperti
nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah,
tempat kerja, dan lain lain).4
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi
tentang peyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran,
kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama,
social ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan
epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara aktif dan pasif. 4
8
Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relative singkat dan dilakukan oleh petugas
kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau
tidaknya kasus baru penyakit tersebut. 4
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperolej dari laporan bulanan sarana
pelayanan di daerah.Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang
berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan perubahan yang terjadi, dan
kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut. 4
Jadi, yang dimaksud dengan pengamatan epidemiologis adalah kegiatan yang dilakukan
secara rutin dan teratur berupa pencatatan lengkap hasil pengamatan tentang ada tidaknya
kasus baru penyakit tertentu atau adanya peningkatan jumlah kasus baru untuk memantau
perubahan yang terjadi pada penyakit yang mempunyai risiko menimbulkan wabah.
Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada: penyakit yang dapat menimbulkan
wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat menimbulkan masalah
epidemiologis, dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic ulang. 4
Secara garis besar, tujuan pengamatan epidemiologi adalah untuk mengetahui distribusi
geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic (malaria,
gondok, kolera, dan campak), mengetahui periodisitas suatu penyakit, untuk menentukan
apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian luar biasa atau
karena periodisitas penyakit tersebut, mengetahui situasi penyakit tertentu, memperoleh
gambaran epidemiologis tentang penyakit tertentu, melakukan pengendalian penyakit,
mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemic, dan khusus
untuk influenza adalah untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena ada dugaan
timbulnya pandemic influenza dengan virus influenza tipe baru. 4
Dua tujuan utama program surveilans dalam fasilitas pelayanan kesehatan adalah:
1. memperbaiki kualitas pelayanan pasien
2. mengidentifikasi, mengimplementasikan, dan me-ngevaluasi strategi
untuk
Kedokteran Keluarga
Prinsip kedokteran keluarga
Dokter keluarga adakah DPU yang menerapkan prinsip-prinsip dokter keluarga:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
komprehensif
kolaboratif
koordinatif
kontinu
mengutamakan pencegahan,komunitas dan masyarakat
menerapkan evidence based medicine
Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan
dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.1
Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus dipenuhi
sebelum operasi dilaksanakan, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dokter Keluarga
10
MANFAAT
a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan
11
Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan
oleh
dokter
keluarga
harus
memenuhi
syarat
12
Keadaan
yang
seperti
ini
akan
mengurangi
kecenderungan
pelayanan
dokter
keluarga
pada
pelayanan
kedokteran
yang
diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua
macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo
practice).
14
memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama,
perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap
tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan
penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit.Atau jika tindakan penyembuhan
yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan keadaan pasien
sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi
keluarga dan lingkungannya.Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau
bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.
Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang
ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah
kesehatan yang ditemukan pada keluarga.Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang
seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan dan keterampilan yang luas.Karena adanyan ciri
yang seperti inilah ditemukan pihak- pihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis
dapat bertindak sebagai dokter keluarga.Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa
dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika
diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.
Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani
pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada umumnya :
1. lebih aktif dan bertanggung jawab
Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah, bertanggung
jawab
mengatur
pelayanan
rujukan
dan
konsultasi,
dan
bahkan,
yang sudah terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidupnya, sehingga dia harus bisa lakukan
perawatan diri dengan teratur agar cacatnya tidak bertambah berat.1
Rehabilitasi
Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain dengan
jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi
fungsinya secara kosmetik dapat diperbaiki.
Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat
tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu
dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).
Komplikasi
Penderita kusta yang terlambat di diagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf.Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama
reaksi reversal, lesi kulit multiple dan dengan saraf yang membesar atau nyeri juga memiliki
risiko tersebut. 3
Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan
berkurangnya kekuatan otot.Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya perubahan
sensibilitas atau kekuatan otot.Keluhan berbentuk nyeri saraf atau luka yang tidak sakit, lepuh
kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sesnibilitasnya saja.Juga ditemukan
keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-hari, misangnya memasang kancing baju,
memegang pulpen atau mengambil benda kecil, atau kesukaran berjalan.Semua keluhan
tersebut harus diperiksa dengan teliti dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan
lamanya keluhan, sebab pengobatan dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan
menjadi berlanjut. 3
Program Puskesmas
Kebijakan nasional pengendalian kusta di Indonesia
1. Visi
Masyarakat sehat bebas ksuta yang mandiri dan berkeadilan
18
2. Misi
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan keluarganya
e.
Pemberdayan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek kehidupan dan
penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta.
f.
g.
h.
19
1) angka penemuan kasus baru 5/100.000 penduduk atau jumalh total penemuan
kasus baru 30 kasus per tahun selama 3 tahun berturut-turut.
2) Kumulasi kasus baru dengan cacat tingkat 2 dalam 5 tahun terakhir sebanyak
25
kasus
b. Indikator manajerial
1) proporsi puskesmas yang memiliki tenaga pengelola program kusta terlatih minimal
75% (termasuk pelatihan 1 hari bagi puskesmas tanpa kasus kusta)
2) cakupan pemeriksaan kontak kasus baru > 60%
Kebijakan
A. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru 10-30 per tahun, maka ditetapkan
puskesmas rujukan kusta (PRK), jumlah PRK disesuaikan dengan kondisi setempat. Kriteria
puskesmas rujukan kusta (RPK): 1) mudah di jangkau sesuai kondisi tempat; 2) mempunyai
saran dan SDM yang cukup, kualitas dan kuantitas dalam penatalaksanaan pasien kusta.
B. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru < 10 per tahun: 1) daetah dengan
transportasi mudah, tatalaksana kasus dilaksanakan oleh pengelola program kusta
kabupaten/kota terlatih; 2) daerah dengan transportasi sulit, tatalaksana kasus dilaksanakan
oleh PRK.
20
2.
Tatalaksana Program
21
Penemuan pasien dilaksanakan secara pasif, diikuti dengan penanganan daerah fokus yaitu
pemeriksaan kontaka keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dilakukan kegiatan penemuan
aktif lainnya.
b.
Diagnosis
Diegakkan oleh petugas PRK/RSUD/wasor. Bila puskesmas non PRK menemukan suspek
haru dirujuk ke PRK/RSUD/wasor untuk konfrimasi diagnosis atau sebaliknya. Konfirmasi
diagnosis terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif langsung diadakan on the job training
(OJT).
C. Pengobatan
Pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/wasor. Pengobatam selanjutnya diberikan
oleh puskesmas non PRK.
D. Pemantauan pengobatan (case holding)
Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan pasien harus
mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobata. Bila pasien mangkir lebih dari
1bulan perlu dilakukan pelacakan pasien mangkir.
E. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD/wasor. Bila dipandang mampu
petugas puskesmas non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan dari wasor.
F. Penanganan pasien reaksi
Penanganan pasien reaksi oleh perugas PRK/RSUD/wasor. Jika puskesmas non PRK
menemukan pasien reaksi harus dirujuk ke PRK/RSUD/wasor. Pengobatan reaksi akan
diberikan oleh PRK/RSUD/wasor, selanjutnya pemantauan pengobatan reaksi dilakukan oleh
puskesmas non PRK
G. Perawatan diri
Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh PRK/RSUD/wasor dan dapat didelegasikan
kepada petugas puskesmas non PRK yang telah dilatih secara OJT tentang perawatan diri.
Pasien perlu mendapatkan informasi penting berkaitan dengan kecacatan yang diderita dan
cara perawatan diri dengan leaflet.
22
23
P. Rujukan rehabilitasi medik bagi orang yang pernah mengalami kusta dilakukan oleh
kabupaten dan provinsi dengan meperhatikan persyaratan dan kondisi di lapangan.
24
Sapel merupakan proyek khusus untuk mecapai tujuan eliminasi ksuta dan dilaksanakan
pada daerah yang mempunyai geografis yang sulit. Pada kegiatan ini MDT diberikan
sekaligus 1 paket dibawah pengawasan kader atau keluarga.
Kesimpulan
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang sulit diketahui awal penyakitnya, maka
para medis dan medis hendaknya perlu informasi yang lebih banyak tentang penyakit kusta
ini. Agar terhindar dari penyakit kusta ini perlu dilakukan pencegahan penyakit dengan tiga
tahap pencegahan penyakit yaitu primary prevention, secondary prevention, tertiery
pervention.
Penderita penyakit kusta bisa sembuh dengan melakukan pencegahan dan pengobatan yang
teratur. Penderita kusta sebagai manusia yang juga mendapat perlakuan secara manusia,
sehingga tidak perlu untuk dijauhi jadi keluarga dan masyarakat tidak perlu mendorong untuk
mengasingkan penderita kusta tersebut, karena kesembuhan dari penderita kusta tersebut juga
memerlukan dukungan keluarga dan masyarakat sekitar.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
3.
Azwar, Azrul (1995): Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan; Yayasan Penerbitan
6.
IDI; Jakarta.
Azwar, Azrul
(1995):Pengantar
Administrasi
Kesehatan,
Edisi
Ketiga,
PT.
25