Вы находитесь на странице: 1из 25

Penyakit Kusta Dalam Keluarga

Epifania Fitriana Adna (102011107)


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat
evifania@gmail.com

Pendahuluan
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah social, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada
umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan
kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan memadai dalam bidang
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan social ekonomi pada masyarakat. Penyakit kusta
sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, pengertian, kepercayaan yang keliru
terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Dengan kemajuan teknologi di bidang
promotif, pencegahan, pengbatan serta pemulihan kesehatan dibidang penyakit kusta, maka
penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan
program pengendalian secara terpadu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan
endemisitas penyakit kusta. Selain itu juga harus diperhatikan rehabilitas medis dan
rehabillitas social ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang mengalami kusta.1

Kusta
Kusta (lepra) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.3Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia, Afrika,
Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Deformitas yang
terbentuk berlanjut setelah infeksi menjadi inaktif dan pasiennya tidak lagi infeksius.2

Etiologi
Organisme ini dapat ditemukan di jaringan menggunakan pewarnaan tahan asam yang
sudah di modifikasi (pewarnaan Fite-Faraco). Bakteri ini diidentifikasi di tahun 1873 oleh
Gerhard Henrik Armauer Hansen, tapi belum sukses dibiakkan secara in vitro.M.leprae
berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 m x 0,5m, tahan asam dan alcohol serta positifGram.3M.leprae mempunyai siklus replikasi yang lambat: hanya membelah setiap 10-12 hari.
Organisme ini bereplikasi di bantalan kaki tikus, di tikus yang sudah ditimektomi, beberapa
jenis tikus lainnya, the nine-banded armadillo, dan di beberapa spesies primata selain
manusia.Analisa genetik sudah mengidentifikasi 4 subtipe M.leprae.3

Epidemiologi
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi frekuensi dan faktor yang
menentukan kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan pada
masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut. Timbulnya penyakit
merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab yaitu : pejamu (host), kuman
(agent) dan lingkungan (environment), melalui suatu proses yang dikenal dengan rantai
penularan yang terdiri dari enam komponen, yaitu (1) penyebab, (2) sumber penularan, (3)
cara keluar dari sumber penularan, (4) cara penularan, (5) cara masuk ke pejamu, (6) pejamu.
Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit maka intervensi
yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan tersebut.1
A. Epidemiologi Penyakit Kusta
1. Distribusi penyakit kusta menurut geografi
Jumlah kasus baru kusta didunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. dari jumlah
tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132) diikuti regional
Amerika (36.832), regional Afrika (12.673), dan sisanya berada di regional lain di
dunia. 1
2. Distribusi menurut waktu
Ada 17 negara yang melaporkan 1000 atau lebih kasus baru selama tahun 2011.
Delapan belas negara ini mempunyai kontribusi 94% dari seluruh kasus baru didunia.
Pada tahun ini sudah terbagi dua yaitu Sudan dan Sudan selatan. 1
3. Distribusi menurut faktor manusia
a. Etnik atau suku
Dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya, didapatkan
bahwa faktor etnik mempengaruhi distribusi tipe kusta. Di Myanmar kejadian
kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan
2

etnik india. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian
kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik china disbanding etnik melayu atau
india. 1
b. Faktor social ekonomi
Terbukti dinegara eropa dengan adanya peningkatan social ekonomi, maka
kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus kusta yang masuk dari
negara lain ternyata tidak menularkan kepada orang yang social ekonominya
tinggi. 1
c. Distribusi menurut umur
Kusta diketahui terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak pada usia muda dan
produktif. 1
d. Distrubusi menurut jenis kelamin
Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkanlaporan, sebagian
besar negara di dunia kecuali di beberapa negara di Afrika menunjukan bahwa
laki-laki lebih banyak terserang dari pada perempuan. 1
B. Faktor yang Menentukan Terjadinya Kusta
1. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae, pertama kali ditemkan oleh
G.H Armauer Hansen pada tahun 1873. 1
2. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang di anggap sebagai sumber penularan
walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada telapak kaki
tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus. 1
3. Cara keluar dari pejamu (tuan rumah = host)
Kuman kusta banyak ditemukan dimukosa hidung manusia. Telah terbukti bahwa
saluran napas bagian atas dari pasien tipe lepromatosa merupakan sumber kuman. 1
4. Cara penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga
bertahun-tahun. Penularan terjadinya apabila M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat
terjadi dengan cara kontak yang lama dengan pasien. Pasien yang sudah minum obat
MDT tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain.1
5. Cara masuk ke dalam pejamu
Menurut teori cara masuknya kuman ke dalam tubuh adalah melalui saluran
pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit.1
6. Pejamu
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan pasien kusta,
hal ini disebabkan adanya kekebalan tubuh. M.leprae termasuk kuman obligat
intraseluler sehingga system kekebalan yang berperan adalah system kekebalan
3

seluler. Faktor infeksi danmalnutrisi dapat meningkatkanperubahan klinis penyakit


kusta.1
C. Upaya Pengendalian Penularan
Penentuan kebijakan dan metode pengendalian penyakit kusta sangat ditentukan oleh
pengetahuan epidemiologhi kusta, perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui :
1. Pengobatan MDT pada pasien kusta
2. Vaksinasi BCG
Dari hasil penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG
satu dosis dapat memberikan perlindungan sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis
dapat memberikan perlindungan terhadap kusta hingga 80%. Namun demikian penemuan
ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia dan masih memerlukan penelitian
lebih lanjut, karena penelitian dibeberapa negara memberikan hasil berbeda. 1
berikutini adalah mata rantai penularan penyakit kusta.

Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis, dan serologis.Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting
dan paling sederhana.Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit,
sedangkan histopatologik 10-14 hari.Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin
(Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3
minggu.Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila

kuman M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan
kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada system imunitas seluler (SIS)
penderita. Bila SIS baik akan tampak akan tampak gamabaran klinis kearah tuberkuloid,
sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.3
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk yaitu :
TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Bordeline tuberculoid
BB : Mid borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spectrum.TT adalah tipe tuberculoid
polar yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak mungkin berubah
tipe.Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan
tipe yang stabil yang tidak mungkin berubah lagi.Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe
borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa.BB adalah
tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa.BT dan Ti lebih
banyak tuberkuloidnya sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe
campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun
kearah LL.3

Table 1. Bagan Diagnosis Klinis menurut WHO (1995)


PB (TT, BT, I)
MB (LL, BL, BB)
- 1-5 lesi
- >5 lesi
- Hipopigmentasi/eritema
- Distribusi
lebih
datar, papul yang
- Distribusi tidak simetris
simetris
meniggi, nodus)
- Hilangnya sensasi yang
- Hilangnya sensasi

1. Lesi kulit (macula

2. Kerusakan

saraf

jelas
Hanya satu cabang saraf

(menyebabkan
hilangnya

kurang jelas
Banyak
cabang
saraf

sensasi

atau

kelemahan

otot

yang

dipersarafi

oleh

saraf yang terkena


Sumber: Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI;2010.h.77.

Penunjang Diagnosis
1. Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)
Pemeriksaan bakteriskopik digunakan untuk membantu diagnosis dan pengamatan
pengobatan.Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), anatara lain
dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negative pada penderita, bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M.leprae.3
2. Pemeriksaan histopatologik
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang
mempunyai nama khusus, anatara lain sel kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel glia
dari otak dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah
melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M.leparae) masuk, akibatnya akan bergantung
pada system imunitas selular (SIS) orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag
akanmampu memfagosit M.leprae. datangnya histiosit ke tempat kuman disebakan oleh
proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan
tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofak akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid
yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia langhans.
Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel
akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS
rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menhancurkan M.leprae yang sudah ada di
dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembangbiak dan disebut sel Virchow atau sel
lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.3

Granuloma

adalah

akumulasi

makrofag

atau

derivat-derivatnya.Gambaran

histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan sarafnya lebih nyata, tidak
ada kuman atau hanya sedikit dan non solid.Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis
yang jaringannya tidak patologik.Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe
borderline terdapat unsur-unsur campuran tersebut.3
3. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologic kusta didasarkan atas terbentuknya

antibody pada tubuh

seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Antibody yang terbentuk dapat bersifat spesifik
terhadap M.leprae yaitu antibody anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody
antiprotein 16 kD serta 35 kD.3

Tatalaksana
Promotif

Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada

pasien tentang penyakit kusta, komplikasi penyakit, dan pencegahan


cacat.
Preventif

Mencegah agar pasien tidak sampai terganggu

produktivitasnya secara permanen, mencegah/ meminimalkan


kecacatan lebih lanjut, serta tidak menjadi sumber penularan bagi
orang lain.
Kuratif
:
a. Farmakologis:
Pengobatan Bulanan : Hari Pertama ( Dosis Supervisi)
2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan Harian : Hari 2-28
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
1 Blister untuk I bulan
Lama pengobatan: 6 Blister diminum selama 6 - 9 bulan
b. Non-farmakologis:

-Menjelaskan kepada pasien bahwa penyaki ini bisa disembuhkan tetapi


pengobatan akan berlangsung lama antara 12-18 bulan, untuk itu pasien
harus rajin mengambil obat di uskesmas dan tidak boleh putus berobat.
-Jika dalam masa pengobatan tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di
seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan bertambah banyak maka
harus segera berobat ke pelayanan kesehatan.
-Menjelaskan kepada pasien penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan karena
gangguan saraf, dan kecacatan tersebut dapat dicegah dengan cara :
o Kulit kaki dan tangan harus selalu dalam keadaan bersih dan dijaga
kelembapannya
o Periksa kaki dan tangan secara teratur apakah terdapat nyeri,
kemerahan atau luka. Bila terdapat nyeri, kemerahan atau luka segera
periksakan ke pelayanan kesehatan terdekat.
o Biasakan menggunakan alas kaki dan sarung tangan

Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil
dari system pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut.Data ini
penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami
kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman
transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.4
Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah

kegiatan

yang

teratur

mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk
mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran
dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Setiap kasus harus dilaporkan dengan
jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan variable demografi seperti
nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah,
tempat kerja, dan lain lain).4
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi
tentang peyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran,
kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama,
social ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan
epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara aktif dan pasif. 4
8

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relative singkat dan dilakukan oleh petugas
kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau
tidaknya kasus baru penyakit tersebut. 4
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperolej dari laporan bulanan sarana
pelayanan di daerah.Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang
berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan perubahan yang terjadi, dan
kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut. 4
Jadi, yang dimaksud dengan pengamatan epidemiologis adalah kegiatan yang dilakukan
secara rutin dan teratur berupa pencatatan lengkap hasil pengamatan tentang ada tidaknya
kasus baru penyakit tertentu atau adanya peningkatan jumlah kasus baru untuk memantau
perubahan yang terjadi pada penyakit yang mempunyai risiko menimbulkan wabah.
Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada: penyakit yang dapat menimbulkan
wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat menimbulkan masalah
epidemiologis, dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic ulang. 4
Secara garis besar, tujuan pengamatan epidemiologi adalah untuk mengetahui distribusi
geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic (malaria,
gondok, kolera, dan campak), mengetahui periodisitas suatu penyakit, untuk menentukan
apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian luar biasa atau
karena periodisitas penyakit tersebut, mengetahui situasi penyakit tertentu, memperoleh
gambaran epidemiologis tentang penyakit tertentu, melakukan pengendalian penyakit,
mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemic, dan khusus
untuk influenza adalah untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena ada dugaan
timbulnya pandemic influenza dengan virus influenza tipe baru. 4
Dua tujuan utama program surveilans dalam fasilitas pelayanan kesehatan adalah:
1. memperbaiki kualitas pelayanan pasien
2. mengidentifikasi, mengimplementasikan, dan me-ngevaluasi strategi

untuk

mencegah dan mengen-dalikan infeksi nosokomial dan kejadian tidak di-inginkan


lainnya
Empat tujuan suatu program surveilans adalah:
1. mempersiapkan standar nilai, atau, rate penyakit endemik
2. mengidentifikasi peningkatan rate penyakit di atas standar nilai yang telah
ditetapkan, atau yang di-perkirakan
3. mengidentifikasi faktor risiko penyakit
4. mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian

Kedokteran Keluarga
Prinsip kedokteran keluarga
Dokter keluarga adakah DPU yang menerapkan prinsip-prinsip dokter keluarga:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

komprehensif
kolaboratif
koordinatif
kontinu
mengutamakan pencegahan,komunitas dan masyarakat
menerapkan evidence based medicine

Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan

rujukan ke dokter lain yang

dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.1

Indikasi untuk rujukan operasi meliputi:


-

Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dan 1 tahun


Borok yang disertai dengan osteomyelitis
Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki semper, dan
mata yang tidak dapat menutup.

Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus dipenuhi
sebelum operasi dilaksanakan, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Usia produktif dan bersedia dioperasi.


Mengerti apa manfaat dan batasan operasi
RFT dan BTA negatif
Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan.
Cacat sudah menetap (lebih dan 1 tahun)
Tidak ada kekakuan sendi/kontraktur pada jari-jari
Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi.
Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr %.

Dokter Keluarga

10

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yan


memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien
juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat
kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi
sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI 1982).5
Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu esatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (IDI
1983). Karakteristik pelayanan dokter keluarga antara lain :
a. yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakatsekitarnya.
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada
penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang
disampaikan.
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal
mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini
mungkin.
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Tujuan pelayanan dokter keluarga


Tujuan Umum
Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
Tujuan Khusus
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.

MANFAAT
a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan
11

hanya terhadap keluhan yang disampaikan.


b. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan
pelayanan kesehatan.
c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama
ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
d. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu
masalah kesehatan tidak menimbulkan pelbagai masalah lainnya.
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanani maka segala keterangan tentang
keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat
f.

dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.


Akan dapat diperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,

termasuk faktor sosial dan psikologis.


g. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih sederhana
dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.
h. Akan dapat dicegah pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan
biaya kesehatan.

Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan

oleh

dokter

keluarga

harus

memenuhi

syarat

pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical services).


Karakteristik CMC :
Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran
-

yang dikenal di masyarakat.


Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-putus

melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan (continu).


Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak memusatkan
perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita

saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.


Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja,
melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental

dan sosial (secara holistik).


2. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter
keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu
kesatuan, harus memperhatikan pengaruhmasalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga
dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh
setiap anggota keluarga.

Prakterk Dokter Keluarga

12

Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan


peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah ditemukan
banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga yang dimaksud
secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit (hospital based).
Pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit. Untuk ini
dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter
keluarga (departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke
rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata
membutuhkan pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada
dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic).
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua
macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,
merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit
(satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak
didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga
penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri
atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga
tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang
memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit
kerja sama tersebut.
Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice)
atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk
klinikdokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang
dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajemen yang
sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut
secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk
kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu
13

sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem


informasi yang sama pula. Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan
diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar
menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena
waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan.
Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu
pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan
pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan non
medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu, karena
pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan lebih
terjamin.

Keadaan

yang

seperti

ini

akan

mengurangi

kecenderungan

penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil


dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang
lebih terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga (family
practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama
dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter
keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, menerapkan prinsipprinsip

pelayanan

dokter

keluarga

pada

pelayanan

kedokteran

yang

diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua
macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo
practice).

Kedua praktek dokter keluargayangdiselenggarakan

secaraberkelompok (group practice).

Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga

14

Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya.


Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga
tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan
diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut
memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di
rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak
mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah,
serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan
oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit
terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk
merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama
antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah
lainnya. Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah
mulai jarang dilakukan.Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien
tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan pasien di rumah
dengan di tempat praktek.Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi tempat praktek dokter,
karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga
tidak mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja.Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan
sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit.Tetapi pengaturan rujukan untuk
pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga.Dokter keluarga
15

memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama,
perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap
tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan
penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit.Atau jika tindakan penyembuhan
yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan keadaan pasien
sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi
keluarga dan lingkungannya.Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau
bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.
Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang
ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah
kesehatan yang ditemukan pada keluarga.Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang
seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan dan keterampilan yang luas.Karena adanyan ciri
yang seperti inilah ditemukan pihak- pihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis
dapat bertindak sebagai dokter keluarga.Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa
dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika
diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.
Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani
pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada umumnya :
1. lebih aktif dan bertanggung jawab
Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah, bertanggung
jawab

mengatur

pelayanan

rujukan

dan

konsultasi,

dan

bahkan,

apabilamemungkinkan, turut menangani pasien yang memerlukan pelayanan rawat


inap di rumah sakit, maka pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek
dokter keluarga umunya lebih aktif dan bertanggung jawab dari pada dokter umum.
2. Lebih lengkap dan bervariasi
16

Karena praktek dokter keluarga menangani semua masalah kesehatan yangditemukan


pada semua anggota keluarga, maka pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih
lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum. Tidak mengherankan jika dengan
pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan di Amerika Serikat misalnya,
praktek dokter keluarga dapat menyelesaikan tidak kurang dari 95 % masalah
kesehatan yang ditemukan pada pasien yang datang berobat.
3. Menangani penyakit pada stadium awal
Sekalipun praktek dokter keluarga dapat menangani pasien yang telah membutuhkan
pelayanan rawat inap, bukan selalu berarti praktek dokter keluarga sama dengan
dokter spesialis. Praktek dokter keluarga hanya sesuai untuk penyakit -penyakit pada
stadium awal saja. Sedangkan untuk kasus yang telah lanjut atau yang telah terlalu
spesialistik, karena memang telah berada diluar wewenang dan tanggung jawab
dokter keluarga, tetap dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis.
Seperti yang dikatakan oleh Malerich (1970), praktek dokter keluarga memang sesuai
untuk penyakit-penyakit yang masih dalam stadium dini atau yang bersifat umum
saja. 'The family doctor cannot be expected to treat all problems as best possible, but
he can be expected to treat all common diseases as best possible'.

Tingkat Pencegahan Penyakit


Pencegahan cacat :
Cara terbaik untuk melaksanakan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (POD)
adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat
dan tepat.Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan
saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin.Bila terdapat
gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk
melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang
tajam atau panas dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula
cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka
atau ulkus, setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan
pecah.(COPAS)
Upaya pencegahan cacat dapat dilakukan baik dirumah, puskesmas maupun unit pelayanan
rujukan seperti rumah sakit umum atau rumah sakit rujukan. Pasien harus mengerti bahwa
pengobatan MDT dapat membunuh kuman kusta, tetapi cacat ada mata, tangan atau kakinya
17

yang sudah terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidupnya, sehingga dia harus bisa lakukan
perawatan diri dengan teratur agar cacatnya tidak bertambah berat.1

Rehabilitasi
Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain dengan
jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi
fungsinya secara kosmetik dapat diperbaiki.
Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat
tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu
dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).
Komplikasi
Penderita kusta yang terlambat di diagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf.Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama
reaksi reversal, lesi kulit multiple dan dengan saraf yang membesar atau nyeri juga memiliki
risiko tersebut. 3
Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan
berkurangnya kekuatan otot.Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya perubahan
sensibilitas atau kekuatan otot.Keluhan berbentuk nyeri saraf atau luka yang tidak sakit, lepuh
kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sesnibilitasnya saja.Juga ditemukan
keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-hari, misangnya memasang kancing baju,
memegang pulpen atau mengambil benda kecil, atau kesukaran berjalan.Semua keluhan
tersebut harus diperiksa dengan teliti dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan
lamanya keluhan, sebab pengobatan dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan
menjadi berlanjut. 3

Program Puskesmas
Kebijakan nasional pengendalian kusta di Indonesia
1. Visi
Masyarakat sehat bebas ksuta yang mandiri dan berkeadilan
18

2. Misi
a.

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk


swasta dan masyarakat madani

b.

Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang


paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan

c.

Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan

d.

Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.


3. Strategi

a.

Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat

b.

Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi, diintegrasikan dengan


pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.

c.

Penyebarluasan informasi tentang ksuta di masyarakat

d.

Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan keluarganya

e.

Pemberdayan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek kehidupan dan
penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta.

f.

Kemitraan dengan berbagai permangku kepentingan

g.

Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan adokasi kepada


pengambil kebijakan dan penyedia layanan lainnya untuk meningkatkan dukungan terhadap
program kusta.

h.

Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemesitas kusta.


4. Sasaran stategis
Pengurangan angka cacat kusta tingkat 2 sebesar 35% pada tahun 2015 dibandingkan
data tahun 2010.
Pengendalian penyakit kusta di kabupaten/ kota beban rendah
Pengertian
Suatu kabupaten/kota dinyatakan sebagai daerah beban rendah kusta apabila memenuhi
semua indikator dibawah ini:
a. Indikator epidemiologi

19

1) angka penemuan kasus baru 5/100.000 penduduk atau jumalh total penemuan
kasus baru 30 kasus per tahun selama 3 tahun berturut-turut.
2) Kumulasi kasus baru dengan cacat tingkat 2 dalam 5 tahun terakhir sebanyak

25

kasus
b. Indikator manajerial
1) proporsi puskesmas yang memiliki tenaga pengelola program kusta terlatih minimal
75% (termasuk pelatihan 1 hari bagi puskesmas tanpa kasus kusta)
2) cakupan pemeriksaan kontak kasus baru > 60%

Kebijakan
A. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru 10-30 per tahun, maka ditetapkan
puskesmas rujukan kusta (PRK), jumlah PRK disesuaikan dengan kondisi setempat. Kriteria
puskesmas rujukan kusta (RPK): 1) mudah di jangkau sesuai kondisi tempat; 2) mempunyai
saran dan SDM yang cukup, kualitas dan kuantitas dalam penatalaksanaan pasien kusta.
B. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru < 10 per tahun: 1) daetah dengan
transportasi mudah, tatalaksana kasus dilaksanakan oleh pengelola program kusta
kabupaten/kota terlatih; 2) daerah dengan transportasi sulit, tatalaksana kasus dilaksanakan
oleh PRK.

Kegiatan program KUSTA


1. Tatalaksana pasien

20

2.

Tatalaksana Program

3. Catatan khusus untuk daerah beban rendah


a.

Penemuan pasien (case finding)

21

Penemuan pasien dilaksanakan secara pasif, diikuti dengan penanganan daerah fokus yaitu
pemeriksaan kontaka keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dilakukan kegiatan penemuan
aktif lainnya.
b.

Diagnosis

Diegakkan oleh petugas PRK/RSUD/wasor. Bila puskesmas non PRK menemukan suspek
haru dirujuk ke PRK/RSUD/wasor untuk konfrimasi diagnosis atau sebaliknya. Konfirmasi
diagnosis terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif langsung diadakan on the job training
(OJT).
C. Pengobatan
Pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/wasor. Pengobatam selanjutnya diberikan
oleh puskesmas non PRK.
D. Pemantauan pengobatan (case holding)
Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan pasien harus
mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobata. Bila pasien mangkir lebih dari
1bulan perlu dilakukan pelacakan pasien mangkir.
E. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD/wasor. Bila dipandang mampu
petugas puskesmas non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan dari wasor.
F. Penanganan pasien reaksi
Penanganan pasien reaksi oleh perugas PRK/RSUD/wasor. Jika puskesmas non PRK
menemukan pasien reaksi harus dirujuk ke PRK/RSUD/wasor. Pengobatan reaksi akan
diberikan oleh PRK/RSUD/wasor, selanjutnya pemantauan pengobatan reaksi dilakukan oleh
puskesmas non PRK
G. Perawatan diri
Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh PRK/RSUD/wasor dan dapat didelegasikan
kepada petugas puskesmas non PRK yang telah dilatih secara OJT tentang perawatan diri.
Pasien perlu mendapatkan informasi penting berkaitan dengan kecacatan yang diderita dan
cara perawatan diri dengan leaflet.
22

H. Rujukan pasien dingin dengan komplikasi


Rujukan pasien dengan komplikasi harus dilakukan ke PRK/RSUD?wasor, jika kondisi
pasien d=sangat berat harus dirujuk ke RS kabupaten
I. Pelatihan petugas puskesmas
Pelatihan diberikan oleh propinsi dibantu wasor kabupaten, puskesmas non PRK dilatih
1(hari) unuk mampu mendeteksi suspek. PRK akan mendapatkan pelatihan penuh (5 hari)
J. Sosialisasi program kusta di rumah sakit
Sosialisasi program kusta di RS agar memberikan pelayanan kepada orang yang
pernahmengalami kusta tanpa diskriminasi.
K. Supervisi
Supervisidari propinsi ke kabupaten maupun kabupaten ke puskesmas diintegrasikan dengan
program pengendalian penyakit yang lain. Frekuensi supervisi ke PRK/RSUD dilaksanakan
lebih sering daripada puskemas non PRK.
L. Penyuluhan (KIE)
Penyuluhan perorangan dan kelompok diberikan oleh puskesmas sedangkan penyuluhan
masa diberikan oeh kabupaten
M. Penggolongan obat dan logistik dilakukan oleh petugas PRK/RSUD dan kabupaten.
Puskesmas adalah bila pasien sudah didiagnosis diberikan MDT oleh petugas PRK atau
wasor.
N. Pencacatan dan pelaporan
Pencacatan dan pelaporan harusnya sederhana memuat seluruh informasi yang dibutuhkan.
Pencacatan dilakukan oleh semua unit pelayanan kesehatan. Puskesmas mengirim dalinan
register kohort ke kabupaten. Pelaporan hanya dilakukan oleh kabupaten dan provinsi.
O. Perencanaan, monitoring dan evaluasi
Semua unit pelayanan membuat perencanaan kegiatan, monitoring evaluasi sesuai dengan
tanggung jawab masing-masing. Kegiatan ini dapat diintegrasikan dengan program lain.

23

P. Rujukan rehabilitasi medik bagi orang yang pernah mengalami kusta dilakukan oleh
kabupaten dan provinsi dengan meperhatikan persyaratan dan kondisi di lapangan.

Case finding (penemuan pasien)


1) Penemuan pasien secara pasif (sukarela)
Adalah pasien yang ditemukan karena datang ke puskesmas/saran kesehatan lainnya atas
kemauan sendiri atau saran orang lain. Faktor-faktor yang menyebabkan pasien terlambat
berobat disebabkan 2 aspek yakni:
a. Aspek dari sisi pasien; tidak mengerti tanda dini kusta, malu datang ke puskesmas.
Tidak tahu bhwa ada obat tersedia gratis dipuskesmas, jarak rumah pasien ke
puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh, dll.
b. Aspek dari penyedia layanan ksehatan: ketidakmampuan mengenali tanda kusta dan
mendiagnosis, pelayanan yang tidak mengakomodasi kebutuhan klien, dll.
2) Penemuan pasien secara aktif
Adalah pasien yang ditemukan secara aktif melalui kegiatan-kegiatan seperti:
1. Pemeriksaan kontak
Adalah kegiatan penemuan pasien dengan melakukan kunjungan ke rumah pasien yang baru
ditemukan kasus indeks. Kegiatan ini memerlukan biaya yang rendah namun memiliki
efektifitas yang tinggi sehingga WAJIB dilakukan.
2. Rapid village survey (RVS)
3. Chase survey
Kegiatan penemuan pasien kusta secara aktif dengan mengujungi wilayah tertentu
berdasarkan informasi dari berbagai sumber tenang keberadaan suspek kusta diwilayah
tersebut.
4. Pemeriksaan anak sekolah SD sederajat
Diprioritaskan jika ada kasus anak disuatu daerah.
5. Leprosy Eliminaton Campaign
Sebelum penyuluhan dimulai, poster, leaflet harus dipasang
6. Special Action Program for Elimination Leprosy (SAPEL)

24

Sapel merupakan proyek khusus untuk mecapai tujuan eliminasi ksuta dan dilaksanakan
pada daerah yang mempunyai geografis yang sulit. Pada kegiatan ini MDT diberikan
sekaligus 1 paket dibawah pengawasan kader atau keluarga.

Kesimpulan
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang sulit diketahui awal penyakitnya, maka
para medis dan medis hendaknya perlu informasi yang lebih banyak tentang penyakit kusta
ini. Agar terhindar dari penyakit kusta ini perlu dilakukan pencegahan penyakit dengan tiga
tahap pencegahan penyakit yaitu primary prevention, secondary prevention, tertiery
pervention.
Penderita penyakit kusta bisa sembuh dengan melakukan pencegahan dan pengobatan yang
teratur. Penderita kusta sebagai manusia yang juga mendapat perlakuan secara manusia,
sehingga tidak perlu untuk dijauhi jadi keluarga dan masyarakat tidak perlu mendorong untuk
mengasingkan penderita kusta tersebut, karena kesembuhan dari penderita kusta tersebut juga
memerlukan dukungan keluarga dan masyarakat sekitar.

Daftar Pustaka
1.

Pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta. Kementrian kesehatan RI

2.

direktorat jenderal pengendalian penyakit.h.89-97.


Nelson KE. Leprosy. In: Maxcy-Rosenau. Last public health & preventive medicine. 15 th

3.
4.

ed. USA: the McGraw-hill Companies, 2008.p. 258-63.


Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI;2010.h.73-88.
Dudiarto E dan Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Ed.II. Jakarta : EGC, 2003.h. 100-

5.

3.
Azwar, Azrul (1995): Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan; Yayasan Penerbitan

6.

IDI; Jakarta.
Azwar, Azrul

(1995):Pengantar

Administrasi

Kesehatan,

Edisi

Ketiga,

PT.

Binarupa Aksara, Jakarta.

25

Вам также может понравиться