Вы находитесь на странице: 1из 27

Laporan Tutorial Skenario IV

Penyakit Infeksi Dentomaksilofaksial

Kelompok 6
Oleh :
Ketua

: Yonanda Az Zikra

(151610101068)

Scriber Papan

: Siti Fatimah K Nisa

(151610101069)

Scriber Meja

: Merlin Ratrina

(151610101056)

Anggota

: Nadhirah Anindita R.Y

(151610101059)

Husna Afifah

(151610101073)

Agis Dwi Aprili

(151610101061)

Anindita Maya Pramudina

(151610101065)

Salsa Firda Marchegiani

(151610101066)

Arina Kamila

(151610101070)

Arina Rosyida

(151610101071)

Fitri Ayu Wulandari

(151610101074)

Iga Nadya Putri

(151610101076)

Ratna Dewandari

(151610101077)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kesempatan kepada kami untuk dapat menyusun laporan hasil tutorial
skenario 4 yang berjudul Penyakit Infeksi Dentomaksilofasial. Pembuatan
makalah ini didasarkan pada hasil pelaksanaan tutorial yang menggunakan metode
seven jump. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok
VI pada skenario keempat.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. drg. Mei Syafriadi, MDDc., PhD selaku tutor yang telah
membimbing jalannya diskusi tutorial kelompok VI Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Jember dan memberi masukan yang membantu bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih mengandung banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan sehingga dapat digunakan untuk menyempurnakan laporan berikutnya.
Yang terakhir semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 14 Juli 2016

Tim Penyusun

SKENARIO IV
PENYAKIT INFEKSI DENTOMAKSILOFASIAL
Oleh : Prof. drg. Mei Syafriadi, MDSc., PhD

Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke praktek


dokter dengan keluhan gigi geraham bawah kanan sakit. Dari
anamnesis diperoleh sejak 1 bulan yang lalu gusi gigi tersebut
sering bengkak dan diminumi obat sembuh. Dua hari yang lalu
gusi bengkak lagi, kemudian keesokannya, pagi hari ketika
bangun tidur pipi terlihat bengkak dan terasa sakit. Sepanjang
hari rasa sakit makin bertambah (sharp pain) hingga ke kepala
dan rasa sakit hanya hilang sebentar jika diminumi antalgin,
tetapi beberapa jam kemudian sakit kembali. Dari pemeriksaan
ekstra oral terdapat bengkak pada kospus mandibular kanan
posterior meluas kearah pipi dan daerah sub mandibular, keras,
tidak berbatas jelas, sakit dan kulit menegang dan warna
mengilat, tepi mandibular tidak teraba. Pemeriksaan linfonodi
sub mandibular kanan teraba, sakit. Pemeriksaan intra oral
terlihat gigi 48 karies enamel dan posisi mesio anguler, 47 karies
mencapai dentin, dan 46 karies mencapai pulpa. Pemeriksaan
lebih lanjut pada gigi 46 terdapat sordes dan debris pada
permukaan gigi, dasar kavitas lunak, tidak sakit dan tidak
ditemukan adanya perforasi. Tes dingin 46 (-), perkusi dan tekan
sakit, gigi mobilitas 2. Gingiva bukal terdapat fistula (sinus).
Bukal flod region 46 kemerahan, terangkat, palpasi keras dan
tidak sakit. Trismus derajat 2. Pemeriksaan penunjang proyeksi
panoramik terlihat gigi 46 terlihat karies mendekati atap pulpa,
terlihat adanya gambaran radiolusen pada apek 46 yang diffuse,

dan radiolusen pada bifurkasi (furcation involment). Dari hasil


pemeriksaan dokter menyimpulkan pasien menderita infeksi
dentoalveolar. Dokter melakukan open bur / trepanasi pada gigi
46, untuk mengurangi rasa sakit. data fisik umum pasien TD=
100/70; R= 20x/menit; N= 84x/menit; T= 37,5 C; TB= 165 cm;
BB= 55 kg. Diskusikanlah kasus tersebut untuk mempelajari
tema diatas.
STEP 1
Clarifiying Unfamiliar Terms
1. Trismus
Infeksi odontogen pada n. Trigeminus pada saraf motorik
Terjadi spasia otot pada otot pengunyahan sehingga sulit

untuk membuka mulut


Menggunakan metode MID (Maximum Interincisal Opening

Distance)
Alat yang digunakan tongue blade
2. Sordes
3. Open Bur
Teknik untuk mengeluarkan pus

atau

nanah

untuk

menghilangkan rasa nyeri pada pasien.


4. Limfonodi
Kelenjar bening untuk sistem pertahanan tubuh
Tempat terbentuk limfosit T dan limfosit B
Bentuk seperti kacang berada di lipatan paha, abdomen,
torak, leher
5. Diffus
Secara radiograf batasnya tidak jelas untuk pemerataan
cairan
6. Debris
Kotoran dari penumpukan sisa makanan dan sebagai
epitel terkelupas
7. Bukal fold
Lipatan pada bagian bukal gingiva
Lipatan antara bukal dan gingiva

STEP 2
Problem Definition
1. Bagaimana proses farmakokinetik dari obat penghilang rasa
sakit?
2. Bagaimana mekanisme, klasifikasi, dan cara pengukuran
trismus?
3. Bagaimana perjalanan rasa sakit hingga ke kepala?
4. Sorder?
5. Bagaimana keterlibatan linfonodi pada penyakit

infeksi

dentomaksilofasial?
6. Bagaimana pengaruh data fisik pasien terhadap penyakit
yang di derita?
7. Bagimana
gambaran

radiografi

pada

penyakit

dentomaksilofasial?
8. Bagaimana pengaruh posisi gigi terhadap perjalanan penyakit
dentomaksilofasial?
9. Darimana port dentry dari penyakit infeksi dentoalveolar
pasien?

STEP 3
Brainstorming

1. Analgetik atau obat-obatan penghilang nyeri. Mekanisme


obat rasa nyeri yaitu dengan cara memblok reseptor rasa
nyeri. Rasa nyeri melepaskan suatu zat yang disebut
mediator inflamasi seperti prostaglandin dan bradikinin.
2. Mekanisme trismus
Terjadi spasia otot bakteri mudah masuk

inflamasi

mandibula bengkak space RA dan RB semakin kecil


Klasifikasi trismus
Derajat 1 : 3 cm
Derajat 2 : 2-3 cm
Derajat 3 : 1-1,9 cm
Derajat 4 : < 0,9 cm
Cara pengukuran
Menggunakan alat tongue blade dengan metode
(Maximun

Interincisal

Opening

Distance).

MID
Cara

pengukurannya yaitu dengan mengukur jarak antara insisal


gigi insisif rahang atas dan gigi insisif rahang bawah.
3. Masuk dalam LO

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Masuk
Masuk
Masuk
Masuk
Masuk
Masuk

dalam
dalam
dalam
dalam
dalam
dalam

LO
LO
LO
LO
LO
LO

STEP 4
Mapping

Infeksi Dent
Faktor yang

Port DEntry

Perikorona

Marginal

Pulpa

Lokal

Sistem Imun

Sistem Imun baik,

Penyebar

Sembuh

Perkontinat

Hematog

Limfoge

Macam-Macam Penyakit
DMF

Tanda-

Subjektif

Komplika

Objekti

Penunja

Radiogr

HPA

Mekanisme
Masing-Masing
Pengobat
Penatalaksan
Perawata

Sistem

STEP 5
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang port dentry infeksi
dentomaksilofasial.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang respon imunterhadap
adanya infeksi dentomaksilofasial.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang jalur penyebaran dan
klomplikasi infeksi dentomaksilofasial melalui perikontinuatum, limfogen,
dan hematogen.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang macam-macam
penyakit infeksi dentomaksilofasial dan tanda-tanda klinisnya.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang cara pemeriksaan
penyakit infeksi dentomaksilofasial.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan
berbagai penyakit infeksi dentomaksilofasial.
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang faktor yang
mempengaruhi penyebaran infeksi dentomaksilofasial.

STEP 6
Self-study

STEP 7
Reporting
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang port dentry
infeksi dentomaksilofasial.
a. Invasi Mikroba melalui Pulpa
Invasi mikroba melalui pulpa dapat terjadi pada gigi yang mengalami
karies. Adanya karies yang telah mencapai pulpa dapat memungkinkan
terjadinya pulpitis oleh karena adanya invasi bakteri yang lebih lanjut. Setelah
terbentuk pulpitis, jika tetap dibiarkan tanpa adanya penanganan maka akan
terjadi gangrene pulpa. Namun, selain terbentuk gangrene pulpa dapat pula
pulpitis tersebut berkembang hanya pada satu akar sehingga terbentuk pulpitis
parsialis yang nantinya juga akan terjadi gangrene pulpa. Ini merupakan awal
terjadinya periodontitis apikalis.
Ketika terjadi keradangan pada jaringan periodontal di dekat akar, maka
tubuh akan memberikan respon pertahanan sehingga dapat terbentuk abses
yang disebut dengan abses periapikal.
b. Invasi Mikroba Melalui Jaringan Periodontal
Invasi mikroba melalui periodontal pada dasarnya sama dengan invasi
mikroba melalui pulpa. Akan tetapi letak perbedaan ada pada proses awal
hingga terbentuknya abses periapikal. Pada invasi mikroba melalui
periodontal diawali dengan adanya debris atau sisa makanan yang menempel
pada gigi yang kemudian dapat terbentuk plak didukung dengan oral hygiene
yang buruk dan dari plak tersebut juga dapat terbentuk kalkulus pada bagian
cervical gigi. Jika dibiarkan tanpa adanya perawatan maka bakteri akan mudah
masuk ke gingival dan dapat menyebabkan gingivitis dan jika invasi bakteri
semakin masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam seperti jaringan
periodontal makan akan dengan mudah terjadi periodontitis marginalis yang

dapat menyebabkan kerusakan membrane periodontal sehingga terbentuk true


pocket. Selain itu, periodontitis marginalis juga dapat menyebabkan terjadinya
abses periapikal.
c. Invasi Mikroba Melalui Pericorona
Impaksi

dapat

menimbulkan

komplikasi

berupa

perikoronitis.

Perikoronitis ini dapat terjadi pada berbagai klasifikasi impaksi dan sangat
berkaitan dengan oral hygiene. Celah atau ruang antara mahkota gigi dan
gingiva pada gigi yang impaksi merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi
debris dan pertumbuhan bakteri-bakteri, karena pada daerah itu sisa-sisa
makanan yang menempel sulit dibersihkan.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang respon imun
terhadap adanya infeksi dentomaksilofasial.
Respon Imun Selular terhadap adanya infeksi
1. Respon Imun Nonspesifik
Respon Imun Nonspesifik secara cepat mengirimkan sel-sel PMN
dan protein plasma kepada daerah yang tedapat bakteri ataupun toksinnya.
Ada 2 proses yang penting dalam respon imun nonspesifik ini :
a. Perubahan vascular
Adanya infeksi bakteri akan menyebabkan pembuluh daah
mengalami vasokonstiksi selama beberapa detik, lalu terjadi
vasodilatasi lokal. Vasodilatasi ini meningkatkan aliran darah dan
menyebabkan adanya cardinal sign kemerahan (erythema, hangat pada
permukaan). Selama proses vasodilatasi terjadi peningkatan viskositas
darah sehingga menyebabkan pelambatan aliran pembuluh darah
(stasis). Saat pembuluh darah statis, terjadi akumulasi PMN pada
dinding pembuluh darah yang disebut marginasi.
b. Perubahan selular
Emigrasi PMN dari sirkulasi dan akumulasi pada jaringan yang
terdapat infeksi, diikuti oleh aktivasi PMN. Adanya sinyal-sinyal
kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak akibat adanya infeksi,
makrofag, sel dendritic, dan sel mast. Sinyal-sinyal kimia tersebut

akan menarik PMN untuk datang ke tempat yang terdapat infeksi.


Aktivasi PMN memungkinkannya untuk mengeliminasi bakteri
maupun toksinnya. Proses yang terlibat adalah sebagai berikut,
Marginasi dan Rolling
Proses akumulasi PMN pada pembuluh darah perifer disebut
marginasi. Apabila sel-sel endothelial diaktifasi oleh sitokin-sitokin
dan mediator-mediator yang diproduksi secara lokal, mereka
mengekspresikan molekul adhesion sehingga PMN dapat mengikat
reseptor-reseptor yang ada pada dinding endothel. PMN yang telah
menempel pada dinding endothel akan berguling-guling (rolling)
hingga bermigrasi meliwati dinding endothel.
Adhesi
Proses rolling PMN akan menginisiasi tahap selanjutnya yaitu
adhesi PMN terhadap permukaan dinding endothel. Lalu PMN
bermigrasi melewati dinding pembuluh darah dengan cara diapedesis
dan mengeliminasi penyebab infeksi pada jaringan tersebut.
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun nonspesifik adalah kelanjutan dari sistem imun
nonspesifik yang tidak mampu melawan adanya infeksi. Sistem imun ini
diperantarai oleh sel Limfosit T dan makrofag. Makrofag adalah sel yang
dominan pada respon imun ini. Sel-sel makrofag merupakan hasil
diferensiasi sel monosit yang secara normal berada di jaringan ikat.
Aktivasi makrofag diinduksi oleh produk bakteri seperti endotoxin, IFN-,
dan sinyal-sinyal lain. Setelah sampai pada jaringan target, sel-sel limfosit
T dan makrofag akan mengeliminasi mikroba ataupun toksinnya yang
menyebabkan infeksi.
(Robin, 2007)
3. Mahasiswa
penyebaran

mampu
dan

memahami

klomplikasi

dan

menjelaskan

infeksi

perikontinuatum, limfogen, dan hematogen.


1. Melalui Perikontinuatum
Granuloma periapikal

tentang

dentomaksilofasial

jalur

melalui

Granuloma periapikal merupakan suatu lesi yang berbentuk bulat


yang berada didekat dengan apex dari akar gigi. Granuloma periapikal
memiliki perkembangan yang lambat, biasanya merupakan komplikasi
dari pulpitis. Terbentuknya granuloma periapikal di tandai dengan
terbentuknya jaringan granulasi pada tulang alveolar. Jaringan granulasi
merupakan suatu respon fibroblastic dan proliferasi kapiler muda.
Jaringan granulasi bersama dengan dengan sel makrositik dan limfositik
juga proliferasi (Yuwono, 2010).
Gejala klinis dari granuloma periapikal adalah asimptomatis, yaitu
tidak menunjukkan gejala yang bersifat subjektif dan gambaran klinis
yang nyata. Biasanya pada anamnesa terdapat rasa sakit yang ringan
(Yuwono, 2010).
Pada pemeriksaan radiografik terdapat gambaran radiolusen yang
berbatas jelas didaerah apical gigi dengan ukuran yang bervariasi
(Yuwono, 2010).
Secara histologi, granuloma periapikal didominasi oleh jaringan
granulasi inflamasi dengan adanya kapiler, fibroblast, jaringan serat
penunjang, infiltrasi inflamasi (Neville et al, 1995).
2. Melalui Limfogen
Cairan yang kembali ke sirkulasi melalui sistem limfatik sangat
penting karena zat-zat dengan berat molekul tinggi, seperti protein, tidak
dapat diabrsorpsi dengan cara lain, meskipun protein tersebut dapat
memasuki kapiler limfe hampir tanpa hambatan. Penyebab ini adalah
adanya struktur khusus pada kapiler limfe. Pada gambar memperlihatkan
sel-sel endotel kapiler limfe yang direkatkan oleh filamen penambat ke
jaringan ikat sekitarnya. Pada pertautan anatar sel-sel endotel yang
bersebelahan, tepi dari satu sel endotel menutupi tepi sel di sebelahnya,
sedemikian rupa sehingga tepi yang menutupi tersebut bebas menutup ke
dalam, membentuk suatu katup kecil yang membuka ke bagian dalam
kapiler limfe. Cairan interstitial, bersama dengan partikel tersuspensinya,
dapat mendorong katup untuk membuka dan mengalir langsung ke dalam
kapiler limfe. Tetapi cairan ini sulit untuk meninggalkan kapiler bgeitu
sudah masuk karena setiap aliran balik akan menutup katup. Jadi, sistem
limfatik mempunyai katup di bagian paling ujung dari kapiler limfe
terminal dan mmepunyai katup di sepanjang pembuluh limfe yang

berukuran lebih besar sampai pada titik tempat sistem tersebut bermuara
ke dalam sirkulasi darah (Guyton, 2014).

Pada dasarnya tidak ada bahan tertentu yang masuk ke jaringan,


seperti bakteri, dapat langsung diabsorpsi ke dalam darah melalui
membran kapiler. Namun bila partikel tidak dihancurkan di jaringan
setempat, maka partikel akan masuk ke dalam cairan lmfe dan mengalir
menuju nodus limfe, yang letaknya tidak teratur di sepanjang perjalanan
aliran limfe. Partikel asing itu lalu terjebak di nodus limfe dalam
anyaman sinus yang dibentengi oleh makrofag jaringan. Cairan limfe
masuk dari kapsul nodus limfe melalui limfatik aferen, kemudian
mengalir melewati sinus medularis nodus limfe, dan akhirnya keluar dari
hilus masuk ke dalam limfatik eferen. Sejumlah besar makrofag
membentengi sinus limfe, dan bila ada partikel yang masuk ke dalam
sinus melalui cairan limfe, makrofag memfagositosisnya dan mencegah
penyebaran lebih lanjut keseluruh tubuh (Guyton, 2014).
Dalam proses inflamasi, aliran limfe meningkat dan membantu
mendrainase cairan edema, leukosit, dan sel debris dari ekstravaskular
space. Dalam beberapa respon inflamasi, terutama terhadap mikroba,
sistem limfatik dapat mengangkut agen yang menyerang, sehingga
memperparah

penyebarannya.

Sistem

limfatik

dapat

menjadi

terinflamasi sekunder (lymphangitis), atau dapat sebagai lymphadenitis.

Nodus Limfe yang terinflamasi sering mengalami pembesaran karena


hiperplasia folikel limfoid dan menaikan jumlah limfosit dan sel fagositik
yang melapisi sinus nodus limfe (Kumar, 2007)
3. Melalui Hematogen
Hematogen, yaitu melalui pembuluh darah. Peyebaran melalui cara
ini ralatif jarang.
Berikut adalah contoh kasus penyebara infeksi melalui pembuluh
darah, infeksi odontogenik pada rahang atas dapat menyebar ke bagian
atas dan menyebabkan selulitis orbital atau periorbital sekunder, apabila
terjadi gejala klinisnya sangat tipikal, yaitu kemerahan dan pembegkakan
pada kelopak mata disertai adanya keterlibatan komponen pembuluh
darah dan saraf dari orbita. Cavernous sinus thrombosis dapat terjadi
sebagai hasil dari penyebaran infeksi odontogenik melalui jalur
hematogen. Pembuluh-pembuluh darah vena pada daerah muka dan
orbita tidak mempunyai katup, sehingga memungkinkan darah mengalir
pada jalur yang lain. Bakteri dapat berjalan melalui sistem drainase vena
dan

megkontaminasi

sinus

cavernous

kemudian

menyebabkan

thrombosis. Cavernous sinus thrombosis merupakan infeksi yang


mengancam jiwa dan mempunyai tingkat mortalitas yang tinggi.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang macam-macam


penyakit infeksi dentomaksilofasial dan tanda-tanda klinisnya.
Selulitis
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi
akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi
pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar,

terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi
pada daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya
bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan
tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak
terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi
membentuk suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2003).
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2007).
Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme
lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium
(Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi
campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob
mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2003).
Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses
periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi
gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak
steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila /
mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral
malignancy.
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:
1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang
anatomi atau spasia yang terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,


hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen.
Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang
purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi
dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson
(2003) beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada
beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan
abses.
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwigs Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya
terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan
perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwigs .
Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia
sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai
mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali
bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut
Pseudophlegmon.

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua
dan

ketiga

bawah,

penyebab

lainnya

adalah

sialodenitis

kelenjar

submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut,


luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.
Gejala klinis dari Angina Ludwigs (Pedlar, 2007), seperti oedema
pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam
beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal kaku
seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi
normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan
sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.
Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkin,
berupa rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik
intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin
dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus,
drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti
endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.
Abses
Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya
terdapat nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri
berbahaya yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah
putih yang masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jika tidak

ada jalan keluar nanah atau pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap
dalam jaringan dan terus membesar.
Abses dapat terbentuk pada seluruh bagian di dalam tubuh.
Khususnya di dalam mulut, dapat terbentuk di gusi, gigi, atau akarnya.
Bakteri dapat masuk dengan beberapa jalan:
1. Melalui luka yang terbuka
2. Melalui lubang karies
3. Melalui poket atau gusi yang terbuka

ABSES ODONTOGENIK
Abses odontogenik merupakan tahap infeksi dalam jaringan dimana selsel mengalami inflamasi disertai leukosit yang nantinya akan mengalami
fluktuasi.

A. Etiologi
Penyebab dari abses odontogenik antara lain adanya infeksi mikrobial,
reaksi hipersensitivitas, dan trauma fisik seperti kontak antara gigi molar
belakang rahang atas dengan operkulum yang terdapat pada gigi molar tiga
rahang bawah. Selain itu, adanya paparan dari bahan kimia yang iritan dan
korosif juga dapat menyebabkan abses odontogenik.
Perikoronitis juga dapat menyebabkan timbulnya abses odontogenik.
Perikoronitis disebabkan karena adanya gigi molar ketiga yang impaksi.
Biasanya, gigi molar ketiga ini mengalami partial errupted sehingga terdapat
celah antara mahkota gigi molar ketiga dengan gingiva di sekitarnya. Celah
ini memberi celah bagi debris untuk berakumulasi di dalamnya. Karena lokasi
yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, maka oral hygiene pada daerah tersebut
seringkali rendah. Oral hygiene yang buruk dan adanya tumpukan debris pada
celah tersebut menyebabkan adanya akumulasi bakteri pada daerah itu.
Bakteri ini akan menginfeksi gingiva di sekitarnya sehingga menimbulkan
respon imun tubuh berupa peradangan atau inflamasi. Adanya peradangan ini
menyebabkan terbentuknya abses.

B. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari abses odontogenik antara lain gejala sakit yang
kompleks. Selain itu, adanya pembengkakan atau oedema dimana
pembengkakan ini mengandung pus didalamnya, sehingga nantinya akan
terjadi supurasi. Di samping itu, abses odontogenik tampak kemerahan, terasa
sakit dan nyeri saat ditekan dimana rasa sakit dan nyeri ini terlokalisir hanya
pada daerah abses tersebut. Biasanya, penderita mengalami gangguan
pengecapan dan halitosis atau bau mulut.

ABSES PERIODONTAL

A. Etiologi
Abses periodontal merupakan suatu supurasi di sekitar jaringan
periodonsium, biasanya merupakan lanjutan daripada periodontitis kronis
yang lama. Tipe infeksi ini biasanya dimulai pada gingival cervice pada
permukaan akar, sering dijumpai ke permukaan apeks. Keadaan ini biasanya
merupakan serangan yang tiba-tiba dengan sakit yang amat sangat. Suatu
abses periodontal dapat dihubungkan dengan gigi non vital atau adanya
trauma.
B. Pemeriksaan Klinis

Abses periodontal dapat ditandai dengan pembengkakan yang besar dan


pergeseran papilla interdental yang jelas, atau mungkin akan menjadi abses
periapikal dengan penutupan atau kelainan vestibular

ABSES PERIAPIKAL
A. Etiologi
Abses periapikal merupakan infeksi akut yang terlokalisir, manifestasinya
berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, atau kerusakan
jaringan setempat. Biasanya dimulai di region periapikal dari akar gigi dan
sebagai akibat dari pulpa yang non vital atau pulpa yang mengalami
degenerasi. Dapat juga terjadi setelah adanya trauma pada jaringan pulpa.
B. Pemeriksaan Klinis
Abses periapikal berukuran kecil, dari diameter di bawah 1 cm sampai
cukup besar sehingga dapat menutupi vestibulum. Mukosa di atasnya tampak
mengkilat, eritematus, tegang, dan kencang.
Pada awalnya, penderita akan merasakan sakit yang berdenyut-denyut
di daerah yang terdapat abses. Lalu gigi akan menjadi lebih sensitif terhadap
rangsang panas dan dingin serta tekanan dan pengunyahan. Selanjutnya
penderita akan mengalami demam, kelenjar limfe di bagian rahang bawah
akan terasa lebih menggumpal atau sedikit mengeras dan terasa sakit jika
diraba. Penderita juga merasa sakit pada daerah sinus. Jika pus mendapatkan
jalan keluar, maka akan menimbulkan bau busuk dan rasa sedikit asin dalam
rongga mulut.
C. Pemeriksaan penunjang
Pengambilan gambar radiografi pada abses ini akan tampak gambaran
radiolusen berbatas diffuse di periapikal

ABSES SUBMANDIBULA
Abses submandibula adalah abses yang terjadi di ruang submandibula
atau di salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala

leher. Ruang submandibula terdiri dari : ruang sublingual dan ruang sub
maksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot
mylohyoid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental
dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Namun ada
pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang
submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan
ruang submaksila saja.
Perikoronitis
Perikoronitis adalah keradangan pada jaringan lunak mulut sekitar gigi yang
mengalami erupsi sebagian. Perikoronitis berasal dari Peri bahasa Latin
berarti di sekitar atau sekitar. Coron berasal dari kata Yunani yang berarti
keradangan (Nutt and Mathew, 2007).
Etiologi
Penyebab umum yang menyebabkan perikoronitis adalah terjebaknya
makanan di bawah operkulum. Selama makan, debris makanan dapat
berkumpul pada poket antara operculum dan gigi impaksi. Streptococcus dan
beberapa bakterianaerob lainnya dapat menyebabkan perikoronitis ( Hupp,
2008). Menurut Marsh and Martin, 2009 bakteri anerob yang terlibat dalam
terjadinya perikoronitis antaralain Prevotella intermedia, Fusobacterium sp,
Aztinomycetemcomitans, dan Tannerella forsythia.
Perikoronitis dapat juga diikuti oleh trauma minor dari tiga rahang atas.
jaringan lunak yang menutupi permukaan oklusal dari gigi yang mengalamo
erupsi sebagian ini mengalami trauma dan menjadi kemerahan sehingga dapat
memperparah keradangan.

Kista Radikuler
Kista radikuler adalah kista odontogenik yang terjadi pada
apeks gigi nonvital, yang mengalami peradangan. Terjadinya

kista ini diakibatkan oleh infeksi gigi, yang berkembang


menjadi granuloma yang berisikan sel epitel malassez. Kista
radikuler disebut juga kista inflamasi, kista periodontal atau
kista periodontal apical . kista radikuler merupakan kista yang
paling sering dijumpai di rongga mulut, lebih kurang 60%75%

dari

seluruh

kista

odontogenik. Dengan frekuensi

tersering diatas terutama di regio posterior, namun kista ini


dapat terjadi di regionmana saja di rahang.
Etiologi dan pathogenesis kista, berasal

dari

proses

peradangan pulpa nonvital ke area periapikal gigi, sehingga


terbentuk granuloma. Sisa-sisa epitel malassez yang terjerat
dalam granuloma dirangsang untuk berproliferasi secara
ekstensif. Epitel dinding terbentuk dari sisa epitel malassez,
yang merupakan bagian dari selubung hertwig akar yang
tidak aktif yang berada dekat dengan ligamen periodontal.
Produk infeksi pulpa dan nekrosis pulpa keluar ke jaringan
periapikal, menginduksi terjadinya respon inflamasi. Sel-sel
ini secara langsung ataupun tidak langsung menstimulasi
proliferasi dari sisa epitel malassez massa sel-sel epitel
tersebut berkembang, sehingga bagian tengah semakin jauh
dari suplai nutrisi, akibatnya bagian tersebut mati dan
terjadilah akumulasi cairan. Kista terus membesar karena
adanya
tekanan

proliferasi
hidrostatik

dinding
pada

kista,
lumen

sehingga
dan

peningkatan

akumulasi

cairan

menyebar dan menekan sel epitel yang membatasi kapsul


fibrosa. Kista akan ekspansi ke segala arah karena tekanan
perifer yang terus menerus ke jaringan sehingga merangsang
osteoklas dan akibatnya tulang mengalami resorb. Siklus ini
dapat berhensi dan berubah pada situasi dimanan sumber
penyebab inflamasi dihilangkan.

Kista ini dapat terjadi pada semua usia dengn predileksi


terjadi pada decade ke dua dan ke enam, jarang terjadi pada
anak-anak. Karakteristik kista ini berhubungan dengan gigi
nonvital, yang diawali dari karies gigi, gigi, trauma gigi
dengan tumpatan yang tidak benar, kegagalan perawatan
endodontik dan traumati oklusi. Kista umumnya kecil, tumbuh
lambat,

tanpa

sekitarnya

gejala/asimtomatik,

atau

kebiruan,

warna

sama

permukaan

dengan

licin,

tidak

menimbulkan pembesaran tulang rahang yang bermakna,


sering

keberadaannya

umumnya

diketahui

tidak

secara

disadari
tidak

oleh

sengaja

pasien
pada

dan

waktu

pemeriksaan ronsen foto. Gambaran radiologi dari kista radikuler


tampak radiolusen bulat atau ovoid yang dikelilingi tepiradiopak sempit yang
meluas dari lamina dura gigi yang terlibat.

5. Mahasiswa

mampu

memahami

dan

menjelaskan

tentang

pemeriksaan penyakit infeksi dentomaksilofasial.


6. Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan

cara

tentang

penatalaksanaan berbagai penyakit infeksi dentomaksilofasial.


Penatalaksanaan infeksi rongga mulut dan maksilofasial meliputi perawatan
lokal dan sistemik. Hal paling penting dalam menangani infeksi yaitu
menghilangkan gejala-gejala akut yang terjadi. Salah satu penatalaksanaan
yang dilakukan yaitu pemberian antibiotik dalam dosis yag tepat serta
tindakan suportif untuk memperbaiki daya tahan tubuh penderita.

Tindakan suportif untuk memperbaiki daya tahan tubuh penderita, yaitu


pemberian asupan makanan 600 kkal yang tinggi kalori dan protein.
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan cermat, yaitu diberikan
berdasarkan kultur dan uji sensitivitas agar tidak terjadi resistensi kuman.
Antibiotik yang dipilih diberikan dengan dosis yang adekuat dan jangka
waktu yang memadai. Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh
mikrorganisme campuran sehingga pemberian antibiotik hendaknya dipilih
berdasarkan mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi tersebut.
Obat pilihan adalah penisilin dan metronidazole diberikan bila dicurigai
adanya infeksi mikroorganisme anaerob. Kombinasi dua atau lebih antibiotik
dapat diberikan pada penderita infeksi berat akut. Metronidazole dan
amoksisilin merupakan antibiotik yang biasa dipilih pada saat kombinasi
antibiotik perlu diberikan.
Pemberian antibiotik pada Ludwigs Angina sudah sesuai, yaitu amoksisilin
injeksi 275 mg dan metronidazole infus 150 mg. Pemberian antibiotik pada
perikoronitis ialah penisilin, apabila pasien memiliki alergi dengan penisilin
dapat diberikan klindamisin pada pasien (Hupp, 2008). Menurut Topazian
(2002) dengan pemberian amoksisilin 500 mg.
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang faktor yang
mempengaruhi penyebaran infeksi dentomaksilofasial.
Penyebaran infeksi lewat gigi-gigi maksila:
Insisivus: dari gigi insisivus sentral dan lateral maksila, infeksi menyebar
untuk membentuk abses labial, palatal atau vestibular. Terkadang abses
mungkin terbentuk dalam bibir, tegantung dari letak penetrasi pus, apakah di
atas atau bawah perlekatan otot.
Caninus: infeksi dari gigi caninus memungkinkan terbentuknya abses labial
atau vestibular jika penetrasi pus terletak di bawah perlekatan otot. Abses
canine space (infraorbital space) akan terbentuk jika penetrasi pus berada di
atas muskulus levator.
Premolar: gigi premolar yang terinfeksi akan membentuk abses yang biasanya
berada di daerah bukal atau palatal, dan jika akar giginya panjang membentuk
abses canine space (infraorbital space).

Molar: gigi molar yang terinfeksi membentuk abses bukal atau palatal, jika
penetrasi pus berada dibawah perlekatan muskulus businator dan abses bukal
space jika penetrasi pusnya di atas perlekatan muskulus.
Penyebaran infeksi lewat gigi-gigi mandibula:
Insisivus: dari gigi insisivus mandibula, infeksi menyebar untuk membentuk
abses labial jika penestrasi pus di atas perlekatan muskulus, dan membentuk
abses spasium submental jika berada dibawah perlekatan muskulus.
Caninus: karena semua perlekatan muskulus berada di bawah akar gigi
caninus mandibula, penetrasi pus di atas perlekatan muskulus, dan
membentuk hanya abses abses labial atau vestibular.
Premolar: infeksi premolar memungkinkan terbentuknya abses vestibular, dan
perforasi di lingual memungkinkan terbentuknya abses sublingual.
Molar 1: jika pus dari molar 1 berpenetrasi di atas perlekatan muskulus
buccinator, maka akan terbentuk abses vestibular di daerah bukal, dan jika di
bawah perlekatan muskulus akan menghasilkan abses buccal space. Abses
sublingual mungkin terbentuk jika penestrasi pus melalui daerah lingual.
Molar 2: ada empat kempungkinan yang terjadi, abses vestibular space atau
bukal space jika penestrasi pus sampai daerah bukal dan abses sublingual atau
submandibular jika penestrasi pus sampai lingual.
Molar 3: gigi molar 3 akan membentuk abses submandibular atau
ptetygomandibular atau submasseteric.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Bertolai R, Acocella A, Sacco R, Agostini T. 2007. Submandibular Cellulitis


(Ludwig Angina) Associated to a Complex Odontoma Erupted in to the Oral
Cavity: Case Report and Literture Review. Minerva Stomatol.
Chotimah C. Radicular Cyst. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
Guyton and Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Keduabelas.
Saunders: Elsevier Singapore.
Hermanto, Eddy, dkk. 2010. Penatalaksanaan Ludwigs angina pada anak
Management of Ludwigs angina at child Vol.10, No.1
Hupp, JR, Ellis, E, Tucker, MR. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery 5th ed. Missouri : Mosby Elsevier
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi .7th ed. Jakarta :
Penerbit. Buku Kedokteran EGC.
Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot J. 1995. Oral and Maxillofacial
Pathology Edisi ke 3. Philadelphia: WB Saunders.
Pedlar, Jonathan. 2007. Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. Elsevier. London
Peterson L J., et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofascial Surgery. 4th ed.
Mosby. Saint Louis. Missouri
Rajendra, R. 2012. Shafers Textbook of Oral Pathology 7th Edition. New Delhi:
Elsevier
Topazian, RG. 2002. Oral and Maxilofacial Infection. 4th ed. USA : Saunders.
Yuwono, Budi. 2010. Penatalaksanaan Pencabutan Gigi dengan Kondisi Sisa
Akar. Jember: Bagian Ilmu Bedah Mulut FKG Universitas Jember.

Вам также может понравиться