Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
I.1. Anatomi & Fisiologi Appendiks
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan
Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada
bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu
pada basis appendiks.8,9
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung
dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a.
Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.
Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan
terkadang juga memiliki limfonodi kecil.3,10
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin
tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang
menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan
saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular
layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk
mencari apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal.2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
1
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks
berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.7
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendisitis.7
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.7
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.
I.2. Definisi
Apendisitis
adalah
peradangan
dari
apendiks
versiformis
dan
merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis disebut juga
umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks yang timbul mendadak
dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada
semua umur, namun jarang dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Apendisitis akut memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang secara
umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks
sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.
I.3. Etiologi
2
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.1,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.1
4
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena peristaltik untuk
mengatasi obstruksi yang terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral
dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc
Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan
kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada
pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis
akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat
dengan vesika urinaria.
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila
tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.
Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml
( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum.
Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5%
pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan
bawah abdomen.
USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang
aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas,
dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran target, adanya
appendicolith, adanya timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal
echogenic prominent.
CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding
appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi
periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free
fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy.
I.8. Diagnosis Banding
perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, oleh karen itu observasi untuk
penegakan diagnosis ini aman dilakukan dalam waktu tersebut.
Tanda terjadinya perforasi antara lain adalah peningkatan nyeri, spasme otot dinding
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi,
ileus, demam, malaise, dan makin jelasnya leukositosis. Bila perforasi disertai peritonitis
umum atau pembentukan abses terjadi sejak pasien datang pertama kali, diagnosis dapat
dengan pasti ditegakkan.
Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah tindakan operasi
untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang adalah pasien
diharapkan untuk tirah baring dalam posisi Fowler medium (setengah duduk), pemasangan
NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik
berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik sesuai hasil kultur, transfusi untuk
menangani anemia, dan bila terdapat syok septik dapat dilakukan penanganan secara intensif.
Jika telah terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum dan vagina. Terapi awal diberikan kombinasi
antibiotik, misal ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin. Adanya sediaan ini
abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian.
Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi namun merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali,
dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Keadaan ini merupakan indikasi pemberian
antibiotik kombinasi dengan drainase.
I.11. Prognosis
Bila diagnosis yang akurat disertai dengan penanganan pembedahan yang tepat, tingkat
mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila timbulnya adanya komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. Identitas
Nama
: Ny. S
9
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Pekerjaan
No. RM
: 83 tahun
: Perempuan
: Islam
: Krajan 4/1 Banyubiru
: Petani
: 079997-2011
II.2. Anamnesis
II.2.1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 10 hari yang
lalu.
II.2.2.
kanan bawah sejak 10 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan terus menerus. Mual (+),
muntah (-), demam (-), BAB dan BAK lancar. Pasien terlebih dahulu ke dokter umum,
kemudian di rujuk ke rumah sakit dengan diagnosa dari dokter umum adalah abdominal
pain curiga appendisitis infiltrat.
II.2.3.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah ke dokter umum dan di rujuk ke rumah sakit.
Paru
wheezing (-)/(-)
Abdomen
: Inspeksi: supel, datar; Auskultasi: BU (+); Palpasi:nyeri tekan Mc
Burney (+), nyeri lepas Mc Burney (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+); Perkusi:
timpani
Ekstremitas
3x1 gram, injeksi ketorolac 3x3 gram, injeksi ranitidin 3x1 gram
Non-Farmakologis
Appendektomi
II.7. Prognosis
Dubia ad bonam
11
BAB III
AFTER CARE PATIENT
III.1. Definisi
After Care Patien (ACP) adalah pelayanan yang terintergritas dengan meninjau pada
lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada
pasien dan mengidentifikasi fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada
pasien mengenai gaya hidup sehat.
III.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien
dalam pengelolaan pengobatan dan kesembuhan pasien.
III.3. Permasalahan Pasien
III.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
a. Fungsi biologis dan reproduksi
Dari hasil wawancara didapakan informasi bahwa saat ini semua anggota
keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Anggota keluarga lain tidak
memiliki riwayat penyakit khusus. Pasien adalah seorang perempuan
berusia 80 tahun dengan status pernikahan sebagai janda memiliki 3 orang
anak.
b. Fungsi psikologis
Hubungan pasien dengan anggota keluarganya baik. Pekerjaan pasien
adalah petani.
c. Fungsi pendidikan
Pasien tidak mengenyam bangku pendidikan.
d. Fungsi sosial
12
GENETIK
DERAJAT
KESEHATAN
Ny. S
PERILAKU
Appendicitis
Apabila ada
anggota keluarga
Infiltrat
yang sakityankes
YANKES
Pelayanan kesehatan
terjangkau
13
Rencana Pembinaan
Edukasi
mengenai
cara Pasien dan keluarga
merawat luka bekas operasi
serta memberi tahu pola
makan dan minum yang baik
26-02-2015
Sasaran
T.A.K
Objektif
KU: sakit
sedang
Kesadaran: CM
TD: 110/70
mmHg
Nadi: 65x/menit
S: 36,60C
RR: 20x
St. Lokalis:
bekas op baik,
pus (-), drain
minimal
KU: baik
Kesadaran: CM
TD: 120/70
Nadi: 68x/menit
S: 360C
RR: 20x
Assesment
Post laparotomy
appendicitis H1
Plan
Edukasi agar
luka tidak
terkena air,
makan minum
seperti biasa,
mulai gerak dan
jalan.
Post laparotomy
appendicitis H2
Terapi lanjut