Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir
pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan
tahun (Feldman, Papalia & Olds, 2008).
Masa remaja sebagai usia bermasalah karena ketidak
mampuannya

untuk

mengatasi

sendiri

masalahnya

menurut cara mereka yakni, banyak remaja akhirnya


menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai
dengan harapan mereka (Hurlock, 2008). Kecenderungan
kenakalan remaja

adalah perilaku yang

menyimpang

norma yang dilakukan oleh remaja dan merugikan diri


sendiri maupun orang lain. Jika lingkungan kurang kondusif
dan sifat kepribadian kurang baik maka akan menimbulkan
perilaku kenakalan remaja.
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Data Anak
Berhadapan Dengan Hukum (ABDH), sepanjang 2015 di
Indonesia sedikitnya ada sekitar 2.879 anak melakukan

tindak kekerasan dan harus berhadapan dengan hukum,


mulai rentang usia 6-15 tahun sebanyak 268 anak (9%).
Modus paling banyak adalah kekerasan anak sebanyak
1.701 kasus, pencurian sebanyak 255 kasus, narkoba
(pengguna) sebanyak 224 kasus, pelecehan seksual 198
kasus, pembunuhan 170 kasus, penggunaan senjata tajam
148 kasus, perkosaan 104 kasus, miras 47 kasus. Narkoba
25 kasus, dan lainnya 2 kasus. Badan Narkotika Nasional
(BNN) menginformasikan, kasus penyalahgunaan narkoba
terus meningkat dikalangan remaja, dari 2,21% (4 juta
orang) pada tahun 2013, menjadi 2,8 (sekitar 5 juta orang)
pada tahun 2014.
Data

yang

dihimpun

Badan

Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Jawa Tengah


menyebutkan bahwa pada Januari hingga Juni 2015,
Kabupaten Semarang merupakan wilayah dengan tingkat
kekerasan fisik kategori baru terbanyak, yakni 70 kasus.
Data Polrestabes Semarang pada tahun 2015 menunjukan
bentuk kenakalan remaja yaitu, lebih dari 10 kasus tawuran
pelajar, bolos sekolah, pembegalan, pergaulan bebas,
bahkan sampai hamil diluar nikah. Ini membuktikan bahwa
kasus kenakalan pelajar di Jawa Tengah sudah sangat
memprihatinkan.

Fakta yang terjadi di lapangan juga menunjukkan hal


yang sama. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang peneliti lakukan terhadap guru Bimbingan dan
Konseling di SMP Negeri 27 Semarang pada bulan Januari
2016, didapatkan hasil bahwa :
Pertama, jenis pelanggaran yang hampir setiap hari
dilakukan oleh beberapa siswa di SMP tersebut diantaranya
terlambat masuk sekolah, bolos sekolah, tidak masuk
sekolah tanpa keterangan, merokok di lingkungan sekolah,
memakai

seragam

tidak

lengkap

atau

tidak

sesuai,

mengompas dan tidak mengerjakan tugas.


Kedua,

kebanyakan

melakukan

pelanggaran

perempuan.

Bukan

dilakukan

juga

siswa

hanya

disebabkan

laki-laki

yang

sering

dengan

siswa

kenakalan

yang

dibanding
itu

saja,

karena

lemahnya

tingkat

pemahaman agama dalam diri siswa tersebut, sehingga


dalam

berperilaku

siswa

kerap

kali

tidak

dapat

mengendalikan emosinya. Hal ini disebabkan karena siswa


tinggal di lingkungan masyarakat yang mayoritas memiliki
tingkat pemahaman agama yang rendah.
Kecenderungan kenakalan remaja sebagai perilaku
remaja yang mengarah pada perilaku asosial akibat
ketidakmampuan remaja untuk menjalin hubungan baik

dengan lingkungan dan menjalankan norma masyarakat


(Setiyaningsih

dkk,

2006).

Kecenderungan

kenakalan

remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal


(Kartono, 2007). Salah satu faktor internal penyebab
kenakalan remaja diduga terkait dengan ketidakmampuan
remaja

untuk

mengontrol

tingkah

lakunya

dalam

menghadapi berbagai pola perubahan kehidupan yang


bersamaan dengan perubahan fisik, psikis, dan sosial
(Hurlock, 2008).
Selain faktor-faktor tersebut, kenakalan remaja juga
bisa dipengaruhi oleh religiusitas remaja. Remaja yang
memiliki religiusitas rendah biasanya tingkat kenakalannya
tinggi artinya dalam berperilaku tidak sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya dan sebaliknya semakin tinggi
religiusitas maka semakin rendah tingkat kenakalan pada
remaja (Hurlock, 2008). Hal tersebut dapat dipahami
karena agama mendorong pemeluknya untuk berperilaku
baik dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Selain itu
agama mendorong pemeluknya untuk berlomba-lomba
dalam kebajikan religius, dimensi pengetahuan agama, dan
dimensi konsekuensi.
Penelitian

yang

telah

dilakukan

Atiqa

(2013),

dilaporkan bahwa ada hubungan negatif antara religiusitas

dengan kenakalan remaja pada siswa kelas VIII SMP Negeri


02 Slawi. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,771 dengan
signifikansi sebesar 0,000 dimana p<0,05. Hal ini berarti
semakin tinggi religusitas maka semakin rendah perilaku
kenakalan remaja.
Salah

satu

upaya

untuk

mengurangi

tingkat

kenakalan atau pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian


siswa dengan diterapkannya suatu program yaitu program
yang berupa peningkatan religiusitas seperti diadakannya
sholat dhuha berjamaah dan kegiatan Tadarus Alquran
bersama setiap pagi sebelum Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) dimulai, sholat dhuhur berjamaah dan kegiatan
peningkatan Baca Tulis Alquran (BTA) bagi siswa-siswi yang
belum

lancar

dalam

membaca

Alquran.

Alasan

diterapkannya program ini yaitu karena mayoritas siswa


SMP

tersebut

beragama

islam/muslim.

Sedangkan

peningkatan religiusitas bagi siswa yang beragama non


muslim dilakukan di rumah mereka masing-masing dan
guru

Bimbingan dan Konseling melakukan kunjungan

rumah (home visit) untuk memantau kegiatan mereka.


Penyelesaian

yang

mungkin

dilakukan

sangat

tergantung dari kemampuan memilih. Bila tingkat rasa


bersalah dan berdosa yang lebih dominan, biasanya remaja

cenderung

untuk

mencari

jalan

pengampunan,

sebaliknya bila perilaku menyimpang dianggap sebagai


pembenaran, maka keterlibatan mereka pada perilaku
menyimpang akan semkain besar. Tindakan ini akan
mendorong mereka terbiasa dengan pekerjaan tercela itu.
Seperti yang diungkapkan oleh Jalaluddin (2012) bahwa
tingkat

religiusitas

pada

remaja

akan

berpengaruh

terhadap perilakunya. Apabila remaja memiliki tingkat


religiusitas yang tinggi, maka remaja akan menunjukkan
perilaku ke arah hidup yang religius pula, sebaliknya
remaja yang memiliki tingkat religiusitas rendah, mereka
akan menunjukkan perilaku ke arah hidup yang jauh dari
religius pula. Hal ini berarti remaja memiliki potensi untuk
melakukan penyimpangan-penyimpangan atau kenakalankenakalan terhadap ajaran agama yang dianutnya.
Maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian
yang

berjudul

Hubungan

antara

Religiusitas

dengan

Kecenderungan Kenakalan Remaja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,
maka peneliti merumuskan masalah yaitu adakah hubungan
antara religiusitas dengan kecenderungan kenakalan remaja?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui

hubungan

antara

religiusitas

dengan kecenderungan kenakalan remaja.


2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan karakteristik remaja meliputi umur,
agama, jenis kelamin, Identitas, lingkungan sekitar dan
pola asuh dalam keluarga.
b. Menggambarkan tingkat religiusitas pada remaja.
c. Menggambarkan tingkat kecenderungan kenakalan
pada remaja.
d. Menggambarkan

hubungan

religiusitas

dengan

kecenderungan kenakalan remaja.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan penyusun
kebijakan penanganan pelanggaran tata tertib sekolah dan
mekanisme penanganan penyimpangan perilaku secara
khusus kenakalan remaja

yang dapat mempengaruhi

siswa-siswa lain.
2. Bagi siswa, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang pentingnya peran agama (religiusitas)
dalam kaitannya dengan kenakalan siswa.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa telah dilakukan oleh Evi (2011) dengan
judul korelasi antara religiusitas dan kontrol diri SMA Negeri 1

Bancar dan SMA Negeri 1 Jatirogo dengan kecenderungan


kenakalan remaja. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan
negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan
kenakalan remaja. Perbedaan dengan penelitian ini terletak
pada variabel penelitianya pada penelitian tersebut memliki 3
variabel (kontrol diri, religiusitas, dan kenakalan remaja),
sedangkan dalam penelitian ini hanya memiliki 2 variabel
(religiusitas dan kecenderungan kenakalan remaja).
Penelitian serupa juga telah dilakukan Atiqa (2013), dengan
judul pengaruh religusitas terhadap kenakalan remaja pada
siswa

kelas

VIII SMP Negeri

02 Slawi. Hasil penelitian

menyimpulkan ada pengaruh religiusitas terhadap kenakalan


remaja pada siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi Kabupaten
Tegal. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada design
penelitianya, pada penelitian tersebut design penelitianya
adalah descriptive dan analitik (regresi linier), sedangkan
dalam penelitian ini menggunakan design penelitian analitik
(cross sectional).

Вам также может понравиться