Вы находитесь на странице: 1из 8

KETERAMPILAN KLINIS DASAR ; ANAMNESIS DAN VITAL SIGNS

Posted on 18 December 2013 by pramesemara

Sebagai calon tenaga medis atau paramedis, tentu diharapkan memiliki kecakapan yang baik dalam melakukan
beberapa keterampilan klinis mendasar. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali secara dini kita dihadapkan
dengan berbagai permasalahan kesehatan masyarakat. Terutama ketika mengadakan kegiatan pelayanan
kesehatan yang menuntut kemampuan memberikan konsultasi dan pemeriksaan fisik yang sederhana.
Dua kemampuan klinis yang minimal harus dipahami dan layak untuk dipraktekkan oleh mahasiswa di bidang
ilmu kesehatan adalah keterampilan anamnesis dan pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh (Vital Signs). Acapkali
hanya dengan melakukan wawancara mendalam dan ditambah memeriksa tanda-tanda vital menggunakan
peralatan-peralatan sederhana sudah cukup untuk mendukung penegakkan diagnosis suatu penyakit.

1. Keterampilan Anamnesis
Anamnesis merupakan pondasi utama dan modal awal dari berbagai keterampilan klinis yang ada di dunia
medis. Anamnesis adalah bentuk wawancara sederhana di antara tenaga medis dengan pasien yang bertujuan

untuk mengingat kembali perjalanan alamiah dari penyakit dan mendapatkan segala informasi yang mendukung
tegaknya diagnosis.
Informasi yang diperoleh anamnesis bisa dari autoanamnesis melalui wawancara langsung pada pasien dan
heteroanamnesis dengan mewawancarai keluarga, kerabat maupun orang-orang terdekat dari pasien. Usahakan
untuk selalu melakukan autoanamnesis agar mendapat kondisi riil dari penyakit pasien dengan bahasa yang
terbuka, tanpa tekanan, dan peran tenaga medis sebagai pengarah atau penanya.
Umumnya terdapat langkah-langkah panduan untuk melakukan anamnesis yang baik yang sering disebut
dengan konsep Basic Four (B4) atau Fundamental Four (F4) danSacred Seven (S7). Prosedur awal dari
anamnesis adalah selalu memulainya dengan menanyakan keluhan utama (Chief Complaint atau CC) dari
penyakit atau gangguan kesehatan yang menyebabkan atau mendorong pasien untuk datang memeriksakan diri
atau berobat.
Terapkan Basic Four sebagai materi anamnesis yang mampu menggali lebih luas problem kesehatan yang
dialami pasien. Konsep B4 berisi ;
1.

Riwayat Penyakit Sekarang (Present History) yang mendalami pemahaman pemeriksa terhadap CC
dengan menggunakan S7,

2.

Riwayat Penyakit Dahulu (Past History) yang berusaha menggali riwayat penyakit dan kondisi
kesehatan yang lalu,

3.

Riwayat Kesehatan Keluarga (Family History) untuk mengetahui kondisi kesehatan keluarga pasien
termasuk adanya penyakit keturunan, dan

4.

Riwayat Sosial (Social History) sebagai tambahan untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan
kondisi masyarakat dan lingkungan di sekitar pasien.

Dilanjutkan dengan anamnesis tambahan sebagai upaya mengeksplorasi secara spesifik berbagai keluhan atau
tanda dari penyakit sesuai konsep Sacred Seven (S7). Tujuh hal yang ditanyakan dalam S7, antara lain ;
1.

Location (Lokasi) untuk mengetahui lokasi keluhan ataupun tanda penyakit,

2.

Onset (Waktu) untuk menggali waktu mulai timbulnya keluhan maupun tanda penyakit,

3.

Quality (Kualitas) yang bertujuan mendalami sifat atau berat-ringannya suatu penyakit,

4.

Quantity (Kuantitas) guna mencari tahu derajat atau frekuensi mengalami suatu penyakit,

5.

Chronology (Kronologi) yang menggambarkan perjalanan penyakit yang dialami,

6.

Modification Factors (Faktor-faktor Modifikasi) yang memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan penyakit, dan

7.

Comorbid Complaints (Keluhan Penyerta lainnya) berupa keluhan-keluhan ataupun tanda-tanda lain
yang muncul menyertai penyakit di luar CC.

2. Pemeriksaan Vital Signs


Tanda-tanda vital atau Vital Signs (VS) adalah nilai-nilai kardinal yang dapat diukur, sifatnya obyektif, selalu
berubah-ubah, dan mencerminkan status kesehatan seseorang. Hingga kini terdapat empat bentuk VS yang
penting untuk dikaji, yaitu tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh. Namun dalam
perkembangannya parameter VS seringkali pula ditambahkan penilaian pada respon kesadaran, nyeri, dan
saturasi oksigen.
Pemeriksaan VS merupakan cara yang rutin, efektif, dan efisien dalam memantau kondisi klinis, mengidentifikasi
permasalahan kesehatan yang ada, dan mengevaluasi respon pasien terhadap intervensi medis yang telah
diberikan. Sebelum melakukan pemeriksaan VS harus mempersiapkan sejumlah alat-alat bantu medis
sederhana yang sesuai dan terjaga akurasinya. Agar mendapatkan hasil VS yang akurat dan mampu menangani
pasien dengan baik, maka tenaga medis selaku pemeriksa dituntut untuk memiliki pengetahuan yang baik
mengenai fisiologi dan nilai normal VS.

2.1 Tekanan Darah (TD)


Nilai tekanan darah (Blood Pressure) mencerminkan fungsi kardiovaskular yang didapat dari pengukuran
kekuatan aliran darah pada dinding arteri perifer. Terdapat dua komponen utama dalam mengevaluasi TD, yaitu
sistole dan diastole. Nilai TD tertulis sebagai suatu fraksi milimeter raksa (mmHg) yang terpisah oleh tanda baca
garis miring dengan sistole sebagai pembilang dan diastole sebagai penyebut.
Setiap kali ventrikel jantung berkontraksi, darah akan didorong keluar dari jantung menuju aorta dan arteri
pulmonaris. Fase pertama dalam siklus kerja jantung itu disebut sistole dan menghasilkan titik nilai tertinggi dari
tekanan darah dalam tubuh yang disebut tekanan sistolik yang ditandai dengan terdengarnya bunyi Korotkov-I.
Selanjutnya jantung akan mengalami fase relaksasi di antara dua fase kontraksi yang menunjukkan kondisi
diastole dan menghasilkan nilai tekanan diastolik yang ditandai terdengarnya bunyi Korotkov-V.
Pemeriksaan TD dilakukan dengan bantuan tensimeter atau sfigmomanometer dan stetoskop secara auskultasi,
tetapi bisa juga secara palpasi tanpa menggunakan stetoskop. Disarankan memeriksa TD menggunakan jenis
tensimeter air raksa dan stetoskop secara auskultasi agar mendapatkan hasil yang lebih sensitif, jika
dibandingkan dengan memakai tensimeter pegas atau digital dan secara palpasi tanpa menggunakan stetoskop.
Pengukuran TD dapat dilakukan pada posisi pasien berbaring, lengan kiri, kedua tungkai, setelah cukup istirahat,
atau dapat diukur juga pada posisi duduk atau berdiri. Prosedurnya diawali dengan melingkarkan manset
tensimeter pada lengan atas pasien, 1-2 cm di atas fossa cubiti anterior. Tensimeter dipompa dan tekanannya
dinaikkan sembari secara auskultasi menaruh diafragma stetoskop atau secara palpasi meraba denyut nadi dari
arteri brakhialis atau arteri radialis. Kemudian perlahan-lahan tekanan tensimeter diturunkan hingga berturut-turut
secara auskultasi terdengar suara Korotkov-I dan Korotkov-V, sedangkan secara palpasi hanya akan
mendapatkan denyut nadi pertama sebagai tanda nilai tekanan darah siastolik.
Saat melakukan pengukuran TD akan terdengar denyut nadi yang disebut bunyi Korotkov sebagai berikut :

Korotkov-I : Bunyi denyut nadi mulai terdengar, tetapi masih lemah dan mengeras setelah tekanan
diturunkan 10-15 mmHg yang nilainya sesuai dengan tekanan sistolik.

Korotkov-II : Bunyi denyut nadi terdengar seperti suara bising jantung atau murmur sepanjang 15-20
mmHg berikutnya.

Korotkov-III : Bunyi denyut nadi menjadi lebih kecil kualitasnya, lebih jelas dan lebih keras untuk selama
5-7 mmHg berikutnya.

Korotkov-IV : Bunyi denyut nadi akan meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6 mmHg
berikutnya.

Korotkov-V : Titik ketika bunyi denyut nadi menghilang yang nilainya sesuai dengan tekanan diastolik.

Masalah yang umum ditemukan adalah hipertensi dengan nilai TD yang tinggi sebagai hasil peningkatan
tekanan yang berlebihan dari dinding arteri. Bisa juga ditemukan kondisi hipotensi dengan nilai TD yang rendah
sebagai hasil penurunan tekanan dinding arteri. Selisih nilai antara tekanan siastolik dan tekanan diastolik
disebut tekanan nadi dan dalam kondisi normal menunjukkan nilai 30-50 mmHg.
Tabel 1. Klasifikasi Dan Manajemen Tekanan Darah Untuk Usia Pasien Di Atas 18 Tahun (JNC-VII, 2003)

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah


Darah
Siastolik (mmHg)
Normal
<120
Pre-Hipertensi
120139
Hipertensi Tahap-1
140159
Hipertensi Tahap-2
160

dan
atau
atau
atau

Tekanan Darah
Diastolik(mmHg)
<80
8089
9099
100

2.2 Denyut Nadi (DN)


Denyut Nadi (Pulse Rate) adalah wujud dari dua fase aksi jantung dan bisa dirasakan dengan melakukan
penekanan langsung pada arteri. Saat jantung mengalami kontraksi, maka terjadi peningkatan tekanan pada
dinding-dinding arteri yang berjalan seperti gelombang kontraksi. Ketika jantung masuk ke fase relaksasi,
tekanan pada arteri berkurang dan mengakibatkan ukuran dinding arteri kembali seperti ukuran semula. Adanya
masing-masing satu kontraksi dan relaksasi jantung yang kemudian membentuk denyut jantung ataupun dapat
diidentikkan nilainya dengan DN pada individu yang sehat.
DN dapat dirasakan pada banyak area tubuh terutama arteri-arteri yang terletak dekat dengan permukaan kulit
dan berjalan di atas tulang keras. Umumnya DN dievaluasi dengan meraba dengan jari-jari tangan pada arteri
radialis sebagai lokasi pemeriksaan tersering. Selain pada arteri karotis, temporalis, brakialis, femoralis, poplitea,
dan dorsalis pedis. Terkadang DN juga dievaluasi dari denyut jantung yang terletak pada bagian apex jantung.
Beberapa aspek dari penilaian DN, antara lain :

Frekuensi ; Normal bernilai 60-100 kali permenit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali permenit disebut
takikardia, sedangkan frekuensi nadi kurang dari 60 kali permenit disebut bradikardia. Pemeriksaan DN
diukur dengan menghitung denyutan dalam 15 detik dan hasilnya dikalikan empat untuk mendapatkan

perkiraan nilai DN permenit. Jika terdapat gangguan jantung, maka DN harus dihitung selama satu
menit. Frekuensi nadi meningkat saat deman, kecuali pada demam tifoid yang justru menurun DN dan
kondisi tersebut disebut bradikardi relatif.

Irama ; Harus ditentukan apakah teratur (reguler) atau tidak teratur (irreguler). Pada keadaan normal,
DN lebih lambat saat ekspirasi dibandingkan inspirasi yang disebut sinus aritmia. Pada keadaan fibrilasi
atrium, DN sangat irreguler, frekuensinya lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi denyut jantung dan
disebut pulsus defisit. Pada gangguan hantaran jantung (aritmia) dapat terjadi dua atau tiga DN yang
terpisahkan oleh interval panjang yang disebut pulsus bigeminus dan pulsus trigeminus. Terkadang
teraba ekstra-sistole, yaitu DN datang lebih dahulu dari seharusnya dan diikuti dengan interval panjang.
Pada kelainan jantung koroner ditemukan pulsus alternans, yaitu DN kuat dan lemah yang terjadi
secara bergantian.

Isi ; Menilai cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus) DN. Pulsus parvus didapatkan
pada perdarahan, infark miokardial, efusi perikardial, dan stenosis aorta. Sedangkan pulsus magnus
terjadi pada keadaan deman atau ketika bekerja keras. Pada inspirasi DN akan lebih lemah
dibandingkan pada waktu ekspirasi karena sewaktu inspirasi darah ditarik ke rongga thorak yang
disebut pulsus paradoksus.

Kualitas ; Tergantung pada tekanan nadi, apabila tekanan nadi besar maka pengisian dan pengosongan
nadi akan berlangsung mendadak yang disebut pulsus celer (abrupt pulse). Apabila pengisian dan
pengosongan berlangsung lambat disebut pulsus tardus (plateau pulsus), misalnya stenosis aorta.

2.3 Laju Pernapasan (LP)


Bernapas merupakan media utama pertukaran gas oksigen dan gas karbondioksida antara di atmosfer dan
dalam darah. Oksigen memegang fungsi penting dalam proses vital tubuh dan karbondioksida sebagai produk
buangannya. Proses respirasi berlangsung secara alamiah di bawah kontrol medulla oblongata dari otak.

Pernapasan yang normal dibagi menjadi dua fase, yakni inhalasi (inspirasi) dan ekshalasi (ekspirasi). Saat
inspirasi, ukuran diafragma akan berkurang dan sebaliknya paru-paru membesar hingga menyebabkan oksigen
dari atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Keadaan terbalik terjadi saat ekspirasi yang mengakibatkan
karbondioksida keluar menuju atmosfer.
Laju pernapasan (Respiration Rate) berarti hitung jumlah dari pernapasan permenit dan nilai normalnya berkisar
16-24 kali permenit pada orang dewasa. Biasanya prosedur menghitung LP dilakukan dalam hitungan waktu 30
detik dan hasilnya dikalikan dua. Beberapa kondisi yang dapat merubah nilai LP, misalnya faktor usia, aktifitas,
status kesehatan, emosional, dan adanya konsumsi obat-obatan tertentu.
Jika LP kurang dari 16 kali permenit disebut bradipneu, sedangkan apabila lebih dari 24 kali permenit disebut
takipneu. Kesulitan bernapas atau sesak napas yang disebut dispneu, sering ditandai dengan pernapasan
cupping hidung, retraksi suprasternal, sianosis, dan takipneu.

2.4 Suhu Tubuh (ST)


Suhu tubuh (Body Temperature) dikendalikan oleh hipotalamus yang merupakan bagian dari otak yang berperan
sebagai termostat. ST selalu terjaga dalam rentang nilai yang normal dan membentuk keseimbangan sesuai
produksi dan kehilangan panas tubuh. Saat ST meningkat, maka tubuh akan teraba demam dan menjadi
indikator adanya proses sakit.
Panas tubuh dihasilkan oleh aktifitas otot dan metabolisme sel dan dikeluarkan dari tubuh tergantung suhu di
lingkungan sekitar. Apabila suhu lingkungan rendah, maka panas akan dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi,
konduksi ataupun konveksi, sedangkan jika suhu lingkungan tinggi, maka panas dikeluarkan dari tubuh melalui
evaporasi (berkeringat).
Terdapat beberapa satuan untuk ukuran ST, di Indonesia menganut sistem derajat Celsius (C) yang juga
dijadikan standar temperatur oleh WHO (World Health Organization). Rentangan normal ST adalah 36,0-37,5C
dan dengan nilai rata-rata 37,0C. ST dikatakan subfebris atau meriang bila menunjukkan temperatur 37,538,0C, disebut febris atau demam jika temperatur >38,0C, hiperpireksia atau demam tinggi bila
temperatur >40,0C, dan. kondisi hipotermia jika temperatur bernilai<36,0C.
Disarankan untuk menggunakan termometer air raksa untuk mengukur ST, dibandingkan termometer digital.
Metode pengukuran ST sebaiknya diukur secara rektal, walau lebih mudah melakukan pemeriksaan ST secara
aksila, aural, foreheadatau oral. Umumnya praktek di lapangan menggunakan metode pemeriksaan ST secara
aksila dengan menaruh termometer di daerah ketiak dan menunggu hasilnya setelah 2-3 menit.
**************
Daftar Pustaka
1.

Anonym. 19 Vital Signs. Diunduh darihttp://evolve.elsevier.com/Bonewit/today/

2.

Bates, B. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi II, Penerbit Buku
kedokteran-EGC. Jakarta

3.

Wirtayani, N.W.M. 2012. Pengenalan Tanda-Tanda Vital Pada Pemeriksaan Fisik Umum ; Buku Latdas
KMPA 2012. Kelompok Mahasiswa Peduli AIDS, FK UNUD. Hal. 59-65.

4.

Stewart, J. V. 2003. Vital Signs and Resuscitation. Landes Bioscience. Georgetown, Texas U.S.A.

5.

Sudoyo, A. W, Setiyohadi B., Alwi I., dkk. 2006. Pemeriksaan Fisik Umum, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, Hal.
22-38.

Вам также может понравиться