Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan dan 400
ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka
Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup
dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang. Hal ini berarti
99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari negara
berkembang.1
Jika dilihat dari penyebabnya, kasus obstetrik terbanyak pada tahun 2006
disebabkan oleh penyulit kehamilan, persalinan, dan masa nifas lainnya dengan
proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan proporsi
31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir
abortus, dan sekitar 16 % kematian karena perdarahan dalam kehamilan
disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita karena besarnya kemungkinan terjadi
keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur
tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang apabila cukup
banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Penanganan yang terlambat
dapat menyebabkan kematian pada ibu.1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu di negara-negara berkembang. 2 Insiden
kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Kejadian
kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
berhubungan dengan kejadian salpingitis. Di Indonesia sendiri kejadian kehamilan
ektopik sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
BAB II
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. SM
Umur
: 38 tahun
Alamat
: Talang Harapan, Kayuagung
Suku
: Melayu
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
MRS
: 02 April 2016
No. RM
: 363295
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Badan lemas
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sekitar 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut
mulas menjalar ke punggung makin lama semakin sering dan kuat.
Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-), riwayat
trauma (-), riwayat post coital (-), riwayat minum jamu-jamuan (-),
riwayat keputihan (-), riwayat perut diurut-urut (-), dan riwayat
demam (-). Os datang ke bidan dan dikatakan anak letak sungsang,
kemudian os dirujuk ke RSMH Palembang. Os mengaku hamil cukup
bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-),
Riwayat Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Status Sosial Ekonomi dan Gizi
Status Perkawinan
Status Reproduksi
: sedang
: menikah, 3 kali, lamanya 17 tahun
: menarche usia 15 tahun, siklus haid
:
1. 2000, aterm di klinik bersalin, spontan, 3700
gr, laki-laki, sehat.
2. 2007, aterm di bidan, spontan, 3600 gr, lakilaki, sehat.
3. Hamil saat ini.
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 90/70mmHg
Nadi
Respirasi
: 20x/menit, reguler
Suhu
: 36,6oC
BB
: 68 kg
TB
: 160 cm
PEMERIKSAAN KHUSUS
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Lidah
Faring/Tonsil
Kulit
: CRT < 3 s
LEHER
Inspeksi
Palpasi
THORAX
Inspeksi
Palpasi
PARU
Perkusi
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
: Cembung
Vaginal toucher
Portio lunak, letak medial, eff 80 %, diameter 7 cm, ketuban (+),
penunjuk sakrum kanan depan.
IV.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count
Hasil
Nilai Normal
11,2 mg/dl
4,53 juta/m3
11,1 x 103/m3
36%
185.000/m3
0/1/80/12/7
11,2-15,5 mg/dl
4,2-4,5 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
USG
V.
DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup
presentasi bokong.
VI.
PROGNOSIS
Prognosis Ibu :dubia ad bonam
Prognosis Janin :malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
ektopik
ialah
kehamilan,
dengan
ovum
yang
dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni endometrium kavum
uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang
sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama.
3.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen
dosis
rendah.
Meningkatnya
prevalensi
infeksi
tuba
juga
menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah
terhadap
peningkatan
risiko
kehamilan
ektopik.
Tidak
jelas
adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien
pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan
kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang
serupa. 1
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum
sebagai faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. 3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa
terjadi kehamilan ektopik:
b.
1.
Pars interstisialis
2.
Isthmus
3.
Ampulla
4.
Infudibulum
5.
Fimbria
Uterus
1.
Kanalis servikalis
c.
d.
e.
f.
2.
Divertikulum
3.
Kornua
4.
Tanduk rudimeter
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5
3.4 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3
1.
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah
dari
dinding
tersebut
bersama-sama
dengan
robeknya
b.
c.
d.
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
b.
c.
d.
e.
Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan
perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda
kehamilan
muda
mungkin
ditemukan.
Pergerakan
serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumortumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5
Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a.
b.
Darah
tua
berwarna
coklat
sampai
hitam
yang
tidak
Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1.
2.
3.
4.
3.9
Infeksi pelvik
Abortus
Tumor ovarium
Ruptur korpus luteum 5
Penatalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier,
atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian
diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen
dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada
sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hatihati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran
produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan
menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan
bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus
diinsisi
dan
dipisahkan
dengan
hati-hati
untuk
menghindari
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi
kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada
dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat
yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal
MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG
berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka
mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua. Stoval dan Ling pada
tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan
dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau
kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria
untuk
terapi
Methotrexate
adalah
sebagai
berikut:
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori
Kasus
Definisi
Faktor resiko :
Trisemester pertama
Usia 43 tahun
Faktor Resiko :
-
kerusakan
tuba,
dan
disfungsi
riwayat
operasi,
Umur tua
- perokok
Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini kurang begitu jelas.
Hanya ditemukan faktor resiko berupa usia pasien pada saat hamil
merupakan usia tua yaitu 43 tahun.
Teori
Kasus
Keluhan :
Keluhan :
Amenorea
Amenorea
Nyeri
perut
bersifat Perdarahan
bawah
Perdarahan pervaginam
Darah
berwarna
pervaginam
minggu
Nyeri
perut
bawah
kanan,
coklat/kehitaman
Keluhan gastrointestinal
Mual-muntah
Pusing
Kasus
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik :
Anemis
Uterus membesar
kanan
portio
agak
(+),
forniks
menonjol,
forniks
posterior
nyeri
posterior
pengeluaran
tekan
(+),
darah
(+)
Kasus
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang :
Darah Lengkap
Test kehamilan
30,2
HCG-
trombosit : 315.000
USG
Dilatasi /kerokan
Kuldosintesis
Laparoskopi
Hasil
pemeriksaan
kehamilan ektopik
penunjang
leukosit
yang
mendukung
diagnosis
4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksaan :
9.400,
kehamilan positif
Teori
Fakta
Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi
2) Medikamentosa
Methotrexate
Dilakukan
pembedahan
laparotomi
dengan
yaitu
pengeluaran
colon
salpingooforektomi
serta
dekstra
dan
tubektomi sinistra
Medikamentosa
kondisi
pasien
tidak
dilakukan,
tidak
sesuai
kriteria.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny.DY usia 32 tahun G3P2A0 dengan hamil cukup bulan dirujuk ke RSMH
oleh bidan tanpa didampingi bidan. Tindakan bidan dalam kasus ini kurang tepat,
seharusnya bidan mendampingi pasien pada saat merujuk. Pentingnya dampingan
bidan adalah agar bidan dapat memantau kondisi ibu dan janin selama
diperjalanan serta dapat membantu memberikan informasi lengkap mengenai
kehamilan pasien (termasuk hasil kegiatan ANC pasien selama hamil ini) pada
petugas RS rujukan. Selain itu, bidan seharusnya tidak langsung merujuk ke
RSMH, karena sesuai dengan prosedur perujukan, pasien sebaiknya dirujuk ke
rumah sakit tipe C dan tipe B terdekat yang memiliki dokter spesialis Obstetri dan
Ginekologi serta fasilitas yang memadai.
Pada riwayat perjalanan penyakitnya didapatkan sejak 6 jam SMRS pasien
mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang makin lama makin sering dan
kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), hal ini menunjukkan bahwa pada pasien
telah terlihat adanya tanda-tanda inpartu. Keluar air-air (-), hal ini menunjukkan
ketuban kemungkinan belum pecah, untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
ketuban pecah dini (KPD). Riwayat trauma (-), post coital (-), minum jamujamuan (-), keputihan (-), perut diurut-urut (-), demam (-) menyingkirkan
kemungkinan adanya penyulit lain. Pasien juga mengaku hamil cukup bulan dan
gerakan janin masih dirasakan, hal ini menunjukkan kemungkinan janin hidup.
Dari keterangan Ny.DY dapat diketahui bahwa ANC pada pasien ini tidak
berjalan dengan baik karena keadaan letak sungsang yang tidak segera dilaporkan
kepada dokter yang kompeten. Seharusnya, pada kunjungan ANC di bidan, bidan
memberikan edukasi pada ibu untuk merencanakan persalinannnya di rumah sakit
karena persalinan letak sungsang bukan kompetensi bidan. Seharusnya kejadian
presentasi bokong ini dapat dideteksi pada usia kehamilan yang lebih muda
sehingga dapat dilakukan pertolongan awal seperti versi luar yang berguna untuk
membuat posisi terbawah dari janin adalah kepala.
Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah
prosesus xiphoideus (34 cm) dengan perkiraan usia kehamilan 38-40 minggu,
dengan bagian yang berada pada bagian fundus uteri adalah kepala. Letak
memanjang, punggung kanan, bagian terbawah adalah bokong, dapat disimpulkan
janin merupakan presentasi bokong. Pada pemeriksaan his didapatkan his 3 kali
dalam 10 menit, lamanya 35 detik, hal ini menunjukkan his adekuat dan pasien
sudah berada pada fase aktif. Detak jantung janin 136 x/menit reguler
Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio teraba lunak, pembukaan 7 cm,
bokong, ketuban (+), jernih, bau (-), penunjuk sakrum kanan depan. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien telah memasuki fase aktif pada kala I dengan
presentasi bokong.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien sudah
pernah hamil 3 kali, melahirkan 2 kali, dan belum pernah abortus, kemudian usia
kehamilan 37 minggu, sudah inpartu, pada kala I fase aktif. Pasien hamil cukup
bulan, kontraksi his yang makin lama makin sering dan kuat. Kemudian pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik juga didapatkan bahwa letak janin adalah
presentasi bokong. Maka dari itu diagnosis pada pasien ini adalah G3P2A0 hamil
37 minggu inpartu kala I fase aktif dengan JTH presbo. Faktor risiko yang
memungkinkan terjadinya presentasi bokong pada kasus ini adalah multiparitas,
dimana pasien mempunyai riwayat melahirkan lebih dari satu kali. Sedangkan
faktor risiko lainnya seperti abnormalitas struktural uterus, polihidramnion,
oligohidramnion, plasenta previa, mioma uteri, kehamilan multipel, anomali janin
(anensefali, hidrodefalus), dan riwayat presentasi bokong sebelumnya tidak ada.
Pada pasien dilakukan persalinan pervaginam hal ini dikarenakan skor
Zatuchni-Andros pada pasien ini adalah 5, yaitu paritas multi (1), TBJ <3176
gram (2), dan pembukaan >4cm (2). Pada penilaian skor Zatuchni-Andros, skor
>4 dapat dilakukan persalinan secara pervaginam. Namun skor ini bukan
merupakan suatu jaminan bahwa persalinan pervaginam pasti berhasil.
Seperti disebutkan diatas, pasien ini memenuhi syarat untuk dilahirkan
pervaginam, dan jenis persalinan pervaginam yang direncanakan adalah spontan
Bracht. Pada teori dijelaskan bahwa saat bokong telah lahir, maka bahu dan
kepala bayi harus lahir dalam waktu <8 menit. Teknik untuk melahirkan bahu dan
lengan ialah secara: Klasik (yang seringkali disebut Deventer), Mueller, Lovset,
Bickenbach. Dan kepala dilahirkan dengan manuver Mauriceau. Penatalaksanaan
yang dilakukan pada ibu adalah observasi tanda vital, his, dan DJJ. Diberikan pula
resusitasi cairan IVFD RL 500 cc dengan 20 tetesan per menit. Pengecekan
laboratorium darah rutin dan kimia darah perlu dilakukan untuk melihat apakah
ada kelainan-kelainan lain yang bisa menjadi penyulit atau mengakibatkan
komplikasi.
Pukul 00.05 lahir neonatus hidup secara spontan Bracht, laki-laki, BB 2600
gr, PB: 49 cm, Apgar Score 8/9. Kemudian dilakukan manajemen aktif kala III
yaitu injeksi oksitosin 10 IU im, masase fundus uteri, peregangan tali pusat
terkendali. Pukul 00.20 plasenta lahir lengkap, BP 500 gram, PTP 50 cm, ukuran
18x19 cm2. Dilakukan eksplorasi, tidak ditemukan perluasan luka episiotomi.
Luka episiotomi dijahit secara jelujur subkutikuler dengan chromic catgut 2.0.
Perdarahan aktif (-). Keadaan umum ibu post partum baik.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: Williams
Obstetrics. 22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising
Division, 509-536.
De Cherney, Alan H. 2003.Current Obstetric and Gynecologic Diagnmosis and
Treatment. 9thEdition. India: The McGraw Hill Companies Inc.
Kampono, Nugroho, dkk. 2008. Persalinan Sungsang. Available from:
http://geocities.com/abudims/cklobpt9.html.
Krishadi, Sofie R.et all. editor. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin.Bagian Pertama. Bandung.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Perjan RSHS.
Saifuddin AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Sastrawinata, et all. editor. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan: Bagian Patologi. Edisi Pertama. Palembang.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum FK Unsri.