Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus
menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau
sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100
kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin
sedikit berkurang.
Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala yang
dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang
Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya
muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai
koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
2. EPIDEMIOLOGI3
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai
pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada
minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22
minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan.
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi
masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.
Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang
bekerja.
3. FAKTOR RISIKO3
4. PATOFISIOLOGI4,5
Etiologi mual dan muntah yang terjadi selama kehamilan masih belum diketahui,
namun terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya hiperemesis
gravidarum. Faktor sosial, psikologis dan organobiologik, yang berupa perubahan
kadar hormon-hormon selama kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya
hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada traktus gastrointestinal yang disebabkan
oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya
mual dan muntah pada kehamilan. Peningkatan kadar progesteron memperlambat
motilitas lambung dan mengganggu ritme kontraksi otot-otot polos di lambung
(disritmia gaster). Selain progesteron, peningkatan kadar hormon human
chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen serta penurunan kadar thyrotropinstimulating hormone (TSH), terutama pada awal kehamilan, memiliki hubungan
terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum walaupun mekanismenya belum
diketahui. Pada studi lain ditemukan adanya hubungan antara infeksi kronik
Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum. Sebanyak 61,8%
perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diteliti pada studi tersebut
menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori yang positif.
5. GEJALA KLINIS1
Hiperemesis gravidarum dijumpai pada trimester pertama kehamilan, di mana
pasien datang dengan keluhan mual dan muntah. Sesuai dengan beratnya penyakit
yang dialami, dapat pula dijumpai penurunan berat badan, hipersalivasi, tandatanda dehidrasi (hipotensi postural dan takikardi).
6. DIAGNOSIS1
Secara klinis penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan dengan
menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenore yang disertai dengan
tanda-tanda kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan adanya keluhan
mual dan muntah hebat yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari. Pada
pemeriksaan fisis diijumpai tanda-tanda vital abnormal, yakni peningkatan
frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, dan dengan
semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi subfebris dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisis lengkap dapat dijumpai tanda-tanda dehidrasi,
kulit tampak pucat dan sianosis, penurunan berat badan, uterus yang besarnya
sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak, dan serviks yang livide
saat dilakukan inspeksi dengan spekulum. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
hipokalema, benda keton dalam darah, dan proteinuria.
7. KOMPLIKASI1
Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi
pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan cairan yang
dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini menyebabkan
cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan dalam
pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke
jaringan mengurang pula. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah
menurunnya keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai
tingkatan tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu
berkurang. Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun
dan bisa terjadi syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen yang diterima janin. Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang
janin akan terpengaruh.
Selain dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun. Kalium juga berkurang
sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah buruknya keadaan umum
dan akan muncul keadaan alkalosis metabolik hipokloremik (tingkat klorida yang
rendah bersama dengan tingginya kadar HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH
darah). Risiko dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bisa munculnya
gejala-gejala dari hiponatremi, hipokalemi, dan hipokloremik yang akan
memperberat keadaan umum ibu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin
adalah juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan energi
(nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan pemenuhan kebutuhan
energi jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi dalam tahap ini. Karena
oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya
asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat
metabolik yang toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah
kekurangan sumber energi, terjadinya metabolisme baru yang memecah sumber
energi dalam jaringan, berkurangnya berat badan ibu, dan terciumnya bau aseton
pada pernafasan. Risikonya bagi ibu adalah kesehatan dan asupan nutrisi ibu
terganggu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya
asupan nutrisi bagi janin. Risiko bagi janin adalah pertumbuhan dan
perkembangan akan terganggu.
Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya robekan pada
selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi berupa robekan
kecil dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini dapat berhenti
sendiri. Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan tidak diperlukan
transfusi.
8. TATA LAKSANA DAN PENCEGAHAN
Penatalaksanaan awal mual dan muntah pada kehamilan dapat mencegah
hiperemesis gravidarum. Penatalaksanaan utama sering melibatkan istirahat dan
penghindaran dari rangsangan yang berperan sebagai pemicu. Di bawah ini adalah
penatalaksanaan dalam kondisi kegawatdaruratan:
Penatalaksanaan Konvensional
Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologi yang terbukti. Modalitas
terapi dan obat-obatan yang telah diteliti efektivitasnya dapat dilihat dalam tabel 1
dan 2. Pasien yang mengalami mual dan muntah yang berat pada kehamilan
sebelumnya dapat mengkonsumsi antiemetik sebagai profilaksis atau segera
setelah mengalami gejala pada kehamilan berikutnya, yang dikenal sebagai preemptive therapy.7
Farmakoterapi dengan antiemetik dan piridoksin telah terbukti efektif. Piridoksin
dijual dalam bentuk formulasi kombinasi dengan doxylamine. Walaupun dalam
bentuk kombinasi, Benedektin dihetikan dari pasaran di USA pada tahun 1980
karena isu ketidakpastian, ACOG 2004 merekomendasikan 10 mg piridoksin
ditambah setengah dari 25 mg doxylamine (antihistamin) yang dikonsumsi per
oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama. Piridoksin merupakan obat
kelas A dan aman diberikan pada kehamilan.
Antiemetik konvensional, seperti penyekat reseptor H1, fenotiazin dan benzamin,
telah terbukti efektif dan aman. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin,
klorpromazin dapat menyembuhkan mual dan muntah dengan menghambat
postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan
penekanan reticular activating system. Terdapat obat-obat keas C dengan
keamanan yang belum dipastikan untuk digunakan pada kehamilan. Namun,
hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap
outcome fetus dari randomized controlled trial, walaupun tidak didapatkan
hubungan antara metoklopramid dan efek sampingnya, seperti malformasi, berat
lahir rendah, dan persalinan preterm.9 Terapi kombinasi dengan pyridoxine dan
metoklopramid terbuti lebih baik dibandingkan monoterapi lain. 8 Jika terapi itu
gagal, cairan kristaloid dapat diberikan untuk memperbaiki dehidrasi, ketonemia,
defisit elektrolit, dan gangguan asam basa. Tiamin 100 mg dapat ditambahkan
dalam 1 liter pertama dan pemberian cairan dilakukan sampai muntah terkontrol.10
Penatalaksanaan Diet
Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang
diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1 2 jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi,
kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari.
Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang. Pemberian
dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi, kecuali
vitamin A dan D.
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup dalam
semua zat gizi, kecuali kalsium.
Terapi Alternatif
Ada berbagai terapi alternatif lain yang sangat efektif. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang
cukup baik. Bahan aktifnya, disebut gingerol, dapat menghambat pertumbuhan
seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang
sering menyebabkan infeksi. Ekstrak jahe ini sangat direkomendasikan oleh
ACOG.13 Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, 4 kali sehari.
The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur
P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko
mual. National Evidence-based Clinical (NICE) Guidelines Oktober 2003
merekomendasikan jahe, akupunktur P6 dan antihistamin untuk tata laksana mual
dan muntah dalam kehamilan, dengan evidence level I. Juga telah ditunjukkan
bahwa terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan
dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan.12
Hanya ada sedikit bukti kalau kortikosteroid efektif.
13
didapatkan bahwa tidak ada kegunaan dari metilprednisolon ataupun placebo, tapi
kelompok steroid lebih sedikit yang mengalami readmission.
14
Antagonis
21 hari pada 11 wanita hamil dengan mual dan muntah refrakter.16 Pada sedikit
sekali perempuan, nutrisi parenteral mungkin diperlukan.
Tabel 2. Tata laksana obat untuk hiperemesis gravidarum yang sudah diteliti17
9. DIAGNOSIS BANDING1
Selain hiperemesis gravidarum, ada beberapa penyakit yang harus dipikirkan jika
terjadi mual dan muntah yang berat dan persisten pada ibu hamil, yaitu:
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus peptikum
kronik yang mengalami eksaserbasi. Gejalanya adalah nyeri epigastrik
yang berkurang dengan makanan atau antasid dan memberat dengan
alkohol, kopi, atau OAINS. Nyeri tekan epigastrik, hematemesis, dan
melena dapat ditemukan.
Kolestasis obstetrik
Gejala yang khas untuk kolestasis adalah pruritus pada seluruh tubuh tanpa
adanya ruam. Ikterus, warna urin gelap, dan tinja terkadang pucat juga
dapat ditemui walaupun jarang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
peningkatan kadar enzim hati atau peningkatan bilirubin.
Apendiksitis akut
Pasien dengan apendiksitis akut mengalami demam dan nyeri perut kanan
bawah. Uniknya, lokasi nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia
kehamilan karena uterus yang semakin membesar. Nyeri dapat berupa
nyeri tekan dan nyeri lepas. Dapat ditemukan tanda Bryan (timbul nyeri
bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (pasien berbaring miring ke
kiri dan letak nyeri tidak berubah).
Diare akut
Gejal diare akut adalah mual dan muntah disertai dengan peningkatan
frekuensi buang air besar di atas 3 kali per hari dengan konsistensi cair.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.
2. Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 22. McGraw-Hill; 2007.
3. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet].
Diperbarui 19 Juni 2009. Dikutip 7 November 2010. Medscape; 2010.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
4. Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF,
Hanretty KP, eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill
Livingstone; 1998: 102-3.
5. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician
(serial online) 2003 (dikutip 2010 Nov 6); 68(1): 121-8. Diunduh dar::
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p121.html.
6. ACOG (American College of Obstetrics and Gynecology): Practice Bulletin
No. 52: Nausea and Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2004;103:80314.
7. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.
8. Bsat FA, Hoffman DE, Seubert DE. Comparison of three out patient regimens
in the management of nausea and vomiting in pregnancy. J Perinatol.
2003;23:531-5.
9. Sorenson HT, Nielsen GL,Christensen K et al. Birth outcome following
maternal use of metoclopramide. Br J Clin Pharmacol. 2000;49:264-8.
10. Jewell D, Young G. Interventions for nausea and vomiting in early pregnancy.
The Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 4.Art.
No.:CD000145. doi:10.1002/14651858.CD000145.
11. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.