Вы находитесь на странице: 1из 10

MASALAH PIUTANG PAJAK HOTEL MELATI YANG TIDAK

TERTAGIH

BAB I
PENDAHULUAN

Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan dari pungutan pajak


daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, penerimaan dari dinasdinas dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang bersangkutan, dan merupakan pendapatan daerah yang sah. Semakin
tinggi peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pendapatan daerah
merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha atau tingkat kemampuan daerah
dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Suhendi,
2008).
Daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber Pendapatan Asli
Daerah agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

lebih

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu sumber PAD adalah


pajak daerah. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2, pajak daerah dibagi menjadi pajak propinsi
dan pajak kabupaten/kota. Pajak Daerah dibagi menjadi Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota. Pajak yang termasuk dalam Pajak Daerah (Provinsi) adalah Pajak
Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan;
dan Pajak Rokok sedangkan yang termasuk dalam Pajak Daerah (Kabupaten/Kota)
adalah Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan
Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak
Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak hotel sebagai salah satu pajak daerah kabupaten/kota memiliki
peranan penting dalam mendorong pembangunan daerah dan meningkatkan
pendapatan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah membuat peraturan daerah
tentang pajak hotel.
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan
dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan
dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh petokoan dan perkantoran. Menurut

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menetapkan jenis


Hotel yaitu Hotel Berbintang dan Hotel Melati yang diklasifikasikan berdasarkan
atas jenis dan tingkat fasilitas yang disediakan.
Yang diangkat menjadi topik adalah pajak hotel melati karena di hotel
melati belum memiliki manajemen yang baik namun perkembangannnya
meningkat pesat. Masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah piutang pajak
hotel melati yang tidak tertagih secara maksimal.

BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Pajak atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH.: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Adapun dasar hukum
tentang pajak hotel antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

yang merupakan

perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang


pajak daerah dan retribusi daerah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak
Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau
Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.
5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel
sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak
hotel pada kabupaten/kota dimaksud.

Dalam melakukan pungutan atas pajak hotel melati, terdapat subjek pajak,
wajib pajak dan objek pajak hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak
adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh
pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha
hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa
penginapan. Sedangkan yang termasuk obyek pajak hotel melati antara lain :
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam
pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah
kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka
pendek antara lain : gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma
pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan.
2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau
tempat

tinggal

jangka

pendek

yang

sifatnya

memberikan

kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain


telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi
dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
3. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu
hotel, bukan untuk umum.
4. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan
istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar
yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan
istimewa adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa
hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung atau tidak langsung,
berada di bawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan
yang sama.
5. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek
pajak kepada wajib pajak untuk harga jual jumlah uang yang
dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib
pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan

fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama


apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel.
6. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan
ditetapkan

dengan

peraturan

daerah

kabupaten/kota

yang

bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan


kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak
yang dipandang sesuai dengan kondisi masing- masing daerah
kabupaten/kota.
7. Pada pajak hotel, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya
sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang
ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian
masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak
adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib
pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwim.
8. Pajak yang terutang merupakan pajak hotel yang harus dibayar oleh
wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun
pajak menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak hotel yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat
pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu
pada saat terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel
atau penginapan. Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah
kabupaten/kota

tempat

dengan kewenangan
terbatas

atas

hotel

pemerintah

setiap

berlokasi.

Hal

kabupaten/kota

ini

terkait

yang

hanya

hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam

lingkup wilayah administrasinya.


9. Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut
pembayaran pajak hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel
harus menggunakan bon penjualan atau nota pesanan (bill), kecuali
ditetapkan

lain

oleh

bupati/walikota.

Termasuk

pengertian

penggunaan bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register


sebagai bukti pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya

harus mencantumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati,


lama menginap dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan
harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan
diberi nomor seri dan digunakan sesuai dengan nomor urut. Bon
penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti
pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang
harus dbayar oleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk
menerbitkan dan menyerahkan bon penjualan kepada subjek pajak
selain untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha
wajib

pajak

juga

dimaksudkan

sebagai

bagian

untuk

memasyarakatkan kesadaran tentang pajak hotel kepada masyarakat


selaku subjek pajak. Salinan nota pesanan yang sudah digunakan
harus disimpan oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu sesuai
peraturan daerah atau keputusan bupati/walikota, misalnya dalam
waktu setahun, sebagai bukti dalam pembuatan surat pemberitahuan
pajak daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Pasal 96 Ayat 2 bahwa setiap wajib pajak wajib membayar
pajak yang terhutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh
wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,. Disini
terlihat, bahwa ada 2 (dua) pilihan dalam pemungutan pajak, yaitu :
1.

dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan


Surat Ketetapan Pajak Daerah

2.

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan Surat


Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 91 tahun 2010 pasal 4 juga disebutkan


bahwa tata cara pemungutan pajak untuk pajak hotel yaitu dengan dibayarkan
sendiri oleh wajib pajak (self assessment system). Tata cara Pemungutan pajak ini
memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri,
melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terutang yang seharusnya
dibayar. Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri

pajak yang terhutang. Jenis pemungutan pajak self assessment memberikan


kepercayaan sepenuhnya terhadap wajib pajak, sehingga wajib pajak diharapkan
kesadarannya untuk berlaku Jujur, Disiplin dalam membayar pajak baik waktu
maupun jumlah pajak yang harus dibayar.
Sistem Self Assesment memberikan konsekuensi yang berat bagi Wajib
Pajak yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan yang dibebankan
kepadanya. Secara otomatis, sanksi yang dijatuhkan akan lebih berat, yakni berupa
denda bunga, ataupun kenaikan jumlah pajak yang terutang. Dalam beberapa hal,
bahkan hukuman yang dikenakan akan sangat berat, seperti halnya sandera pajak
ataupun pidana pajak. Oleh karena itu, sistem Self Assessment mewajibkan wajib
pajak untuk lebih mendalami peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan
baik.
Dengan penerapan sistem self assessment pada pemungutan pajak hotel
melati memungkinkan timbulnya celah-celah yang banyak dimanfaatkan untuk
mengambil keuntungan dalam hal otak-atik pajak terhutang. Adapun celah-celah
yang banyak dimanfaatkan antara lain:
1. Kurangnya Pengawasan dan Pemeriksaan
Kelemahan sistem self assestment adalah dalam hal Pengawasan
ataupun Pemeriksaan kepada Wajib Pajak oleh Pemungut Pajak
(Fiskus). Hal ini disebabkan karena jumlah Wajib Pajak Otomatis
lebih banyak daripada petugas pemungut pajak. Fiskus hanya akan
melakukan pemeriksaan kepada wajib pajak yang status pajak
terhutangnya adalah Lebih Bayar. Dapat terjadi Lebih Bayar
dalam suatu Hutang sudah barang tentu menjadi hal aneh. Sehingga
fiskus

menyimpulkan

bahwa

terjadi

kesemrawutan

dalam

penghitungan pajak terhutang oleh Wajib Pajak. Banyak wajib pajak


yang tidak mengerti benar bagaimana sebenarnya perhitungan pajak
terutama pajak Tahunan. Sehingga akhirnya wajib pajak ini pun
akhirnya menyerahkan perhitungan pajaknya dengan menggunakan
jasa Keungan untuk penghitungan dan pelaporan pajaknya. Nah,
dengan keterampilan dan kejelian perusahaan penyedia jasa keuangan
ini, maka wajib pajak dalam laporan pajaknya lebih banyak berada
pada status Kurang Bayar karena lebih aman. Logikanya jika bayar
hutang kurang kan tinggal bayar kekurangannya saja dan menjadi

aman alias petugas pajak (fiskus) akan menilai bahwa laporan


keuangan dan laporan pajaknya adalah Wajar. Padahal belum tentu itu
adalah laporan real
2. Penyembunyian Transaksi Real dalam penyajian Laporan Keuangan
Kembali ke sisi pemeriksaan pajak jika terjadi status Lebih Bayar
dan mengakibatkan Wajib Pajak diperiksa habis-habisan laporan
keuangan dan juga transaksi keuangannya oleh petugas pajak, pada
akhirnya akan membuat wajib pajak berpikir bagaimana caranya agar
Laporan itu rapi dan diakhir tahun pajak status pajak menjadi kurang
bayar. Akhirnya jadilah laporan keuangan di perusahaan dibuat
menjadi dua versi yaitu laporan yang sebenarnya (biasanya disebut
laporan intern) dan laporan keuangan untuk petugas pajak (biasanya
disebut laporan eksternal). Keuntungan perusahaan yang akan menjadi
objek pajak biasanya tersaji dalam laporan intern dan kemudian di
laporan eksternal (untuk petugas pajak) akan terbalik menjadi laporan
sengan status rugi. Dan penyajian kerugian dan keuntungan ini pun
sangat rapi, mengapa? Karena dokumen pendukung berupa bon-bon
atau faktur dll yang ada di dalam kantor perusahaan biasanya adalah
yang mendukung laporan eksternal untuk petugas pajak. Sedangkan
dokumen yang mendukung laporan real tak tahu bersembunyi di
mana.
Penerapan sistem self assessment pada pajak hotel melati sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 91 tahun 2010 berbeda beda tiap daerah.
hal ini menyebabkan banyaknya objek-objek pajak khususnya pajak hotel melati
yang belum tertagih sebelum diterapkannya sistem self assessment yaitu pada saat
masih penerapan Official assessment atau pada saat penetapan pajak dilakukan
oleh Kepala Daerah sehingga menimbulkan piutang pada Neraca Keuangan
Pemerintah Daerah. Disamping itu terdapat beberapa kendala yang dihadapi
antara lain:
1. Masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melakukan pembayaran
pajak.
2. Adanya kecenderungan wajib pajak menunda waktu penyetoran pajak.
3. Masih rendahnya transparansi wajib pajak dalam data omset yang
sebenarnya

4. Kurang tegasnya aturan yang mengatur tentang sanksi yang diberikan


kepada pengusaha yang lalai dalam memberikan kewajibannya
membayar pajak daerah dan tidak jujur dalam memberikan data omset
yang sebenarnya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan
Piutang Pajak Hotel Melati yang belum tertagih yaitu dengan penagihan pajak.
Tujuan penagihan pajak adalah agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut
tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan yang dapat diambil oleh Jurusita
Pajak mulai dari tindakan penerbitan Surat Teguran atau sejenisnya, kemudian
penyampaian surat paksa, penyampaian surat perintah melakukan penyitaan dan
pelaksanaan penyitaan, penjualan barang hasil penyitaan, sampai dengan tindakan
pencegahan bepergian ke luar negeri dan penyanderaan. Tindakan penagihan
pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan tidaklah
harus tuntas dilakukan seluruhnya, namun urutan urutan tindakan hanya
dilanjutkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya. Misalnya
saja atas suatu utang pajak telah dilakukan tindakan penagihan sampai dengan
penyampaian Surat Paksa dan kemudian Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihannya, maka kegiatan penagihan selesai sampai pada tindakan
penyampaian Surat Paksa dan tindakan penagihan selanjutnya yaitu penyampaian
Surat Perintah Melakukan Penyitaan tidak perlu dilakukan.
Namun tidak semua upaya-upaya penagihan pajak ini berhasil, ada
beberapa kendala yang terjadi diantaranya :
1. Hotel Melati yang memiliki tunggakan pajak sudah tidak beroperasi
lagi/bangkrut.
2. Apabila dilakukan Penyitaan, biaya yang timbul akibat proses
penyitaan lebih besar dibandingkan dengan besar pajak yang belum
tertagih.
Hal ini mengakibatkan masih tercatatnya piutang pajak hotel melati yang belum
tertagih pada neraca keuangan Pemerintah Daerah dan perlu tindakan lebih lanjut
berupa Regulasi atau Peraturan Daerah yang mengatur tentang piutang-piutang
pajak yang tidak tertagih.

Вам также может понравиться