Вы находитесь на странице: 1из 19

1.

Definisi Hiperparatiroid
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid
oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme
dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada
wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70
tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang
sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor
akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan
sekresi hormon paratiroid (Brunner & Suddath, 2001).
Hiperparatiroidisme adalah suatu kelainan yang menyeluruh dari
kalsium, fosfat, dan metabolisme tulang yang disetabkan peningkatan
sekresi dari parathormon. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi primer,
sekunder, dan tersier.
kelompokan

Kelompok primer dan sekunder merupakan

tersering

pada

keadaan

hiperparatiroidisme.

Hiperparatiroidisme primer merupakan keadaan produksi berlebihan dari


hormon

paratiroid

yang

autonom

dan

spontan.

Sedangkan

hiperparatiroidisme sekunder dan tersier timbul sebagai manifestasi


sekunder pada individu dengan insufi siensi ginj al kronik (Maiha A, Kumar
V, 2007).

2. Klasifikasi Hiperparatiroid
Hiperparatiroidisme primer biasanya ditandai hiperkalsemia, akibat
mekanisme umpan balik yang gagal mengurangi sekresi hormon
paratiroid. Dengan naiknya kadar kalsium serum, penggetahan paratiroid,
yang seharusnya berkurang, tetap terjadi dan kadar kalsium terus
meningkat. Manifestasi yang timbul bervariasi dan tidak spesifik. Ada
yang gejalanya ringan, ada yang berat. Manifestasi paling umum adalah
pada sistem genitourinaria: batu ginjal, agaknya karena endapan kalsium
dan fosfat dalam ginjal. Gejala lain termasuk perubahan kerangka dan

hiperkalsemia. Selain terbentuk batu ginjal, mungkin terdapat hematuria.


Gejala gastrointestinal adalah anoreksia, mual, muntah, dan konstipasi,
selain umumnya nyeri abdomen. Perubahan pada sistem kerangka itu
macam-macam. Kadang-kadang tulang baru diletakkan secepatnya
kalsium diresorpsi, dan yang bersangkutan hanya sedikit keluhan tentang
sedikit nyeri pada kerangka. Pada lain peristiwa, dapat timbul berbagai
penyakit tulang seperti osteoporosis atau osteomalasia.
Hiperparatiroidisme sekunder dapat ditimbulkan sejumlah penyebab
yang berakibat konsentrasi kalsium yang rendah. Penyebab ini adalah
diet-rendah-kalsium, kehamilan atau menyusui, Rickets (rachitis), atau
osteomalasia. Namun di dunia Barat penyebab umumnya adalah gagal
ginjal. Kadar kalsium rendah menyebabkan kelenjar paratiroid menjadi
hiperplastik sebagai kompensasi keadaan yang semula menyebabkan
kadar kalsium rendah itu. Setelah usaha kompensasi, kalsium dapat tetap
rendah atau menjadi normal.
Hiperparatiroidisme tersier, mempunyai penyebab yang sama dengan
sekunder, kecuali bahwa hiperkalsemia berkembang dari hiperplasia
kelenjar tiroid. Pada beberapa kasus timbul adenoma setelah terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder. Keadaan ini disertai kadar kalsium yang
sangat tinggi. Sering terdapat pada orang dengan gagal ginjal dengan
hiperkalsemia. Osteodistrofi renal, yang dapat menyertai hiperparatiroid
tersier, terdapat pada pasien dengan gagl ginjal menahun dengan
hiperfosfatemia. Hiperfungsi paratiroid diperlukan untuk meningkatkan
konsentrasi kalsium serum. Dapat timbul klasifikasi metastatik dalam
jaringan lunak, seperti mata, paru atau sendi. (Tambayong, Jan. 2000.
Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC)

3. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh


adenoma tunggal.

2.Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh


berbagai adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan
frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus
tidak diketahui. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada
kebanyakan kasus tidak diketahui.

Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid


karsinoma.

Etiologi

dari

adenoma

dan

hyperplasia

pada

kebanyakan kasus tidak diketahui.

Etiologi sekunder
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia,
kekurangan

produksi

hiperpospatemia.

vitamin

Hiperpospatemia

karena

penyakit

berperan

ginjal,

penting

dan
dalam

perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan


produksi hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5)

4. Faktor Resiko Hiperparatiroid :


Resiko Hiperparatiroid Primer dapat berkembang jika :

Seorang wanita yang telah melewati masa menopause

Memiliki defisiensi kalsium atau vitamin D parah yang cukup lama

Mempunyai penyakit langka maupun keturunan, seperti multiple


endocrine neoplasia tipe I, yang biasanya mempengaruhi banyak
kelenjar, sindrom genetic yang terdiri atas endokrinopati pituitary,
paratiroid, pancreas, dan tiroid

Pernah menjalani pengobatan radiasi kanker yang mengharuskan


leher untuk terkena radiasi

Meminum atau memakan lithium, obat yang paling sering


digunakan untuk menangani penyakit bipolar

Riwayat keluarga hiperparatiroidisme

Riwayat keluarga hypocalciuric hypercalcemia (FHH)

Penyakit Ginjal

5. Manifestasi klinis Hiperparatiroid :


Tanda dan gejala hiperparatiroidisme primer terjadi karena hiperkalsemia
dan secara khas terdapat pada beberapa sistem tubuh. Tanda dan gejala
tersebut dapat meliputi :

Poliuria, nefrokalsinosis, nokturia, polidipsia, dehidrasi, gejala


uremia, kolik renal, nefrolitiasis, dan insufisiensi renal

Nyeri dan rasa pegal yang tidak jelas, artralgia, pembengkakan


lokal

Nyeri punggung bawah yang kronis dan keadaan mudah fraktur


akibat degenerasi tulang; nyeri tekan pada tulang; kondrokalsinosis
(penurunan

massa

tulang);

osteopenia

serta

osteoporosis,

khususmya pada tulang vertebra; erosi permukaan juksta-artikuler


(sendi

yang

berhubungan);

fraktur

subkondrium;

sinovitis

traumatika; dan psedogour (sistem skeletal dan artikuler)

Pankreatitis yang menyebabkan nyeri epigastrium yang berat serta


menetap dan menjalar hingga daerah punggung; ulkus peptikum
yang menyebabkan nyeri abdomen, anoreksia, mual dan muntah
(sistem GI)

Kelemahan dan atrofi otot, khususnya pada tungkai (sistem


neuromuskuler)

Gangguan psikomotor dan kepribadian, ketidakstabilan emosi,


depresi, daya pikir yang lambat, letargi, ataksia, psikosis yang
nyata, stupor, dan mungkin pula koma

Pruritus yang disebabkan oleh kalsifikasi ektopik pada kulit

Nekrosis kulit, katarak, mikrotrombus kalsium pada paru-paru serta


pancreas, anemia, dan kalsifikasi subkutan (sistem yang lain)
Hiperparatiroidisme sekunder dapat menghasilkan gambaran

ketidakseimbangan kalsiun yang sama dengan deformitas skeletal

pada tulang panjang (seperti riketsia) dan gejala penyakit yang


mendasari.

(Smeltzer & Bare, 2001)


Manifestasi klinik hiperparatiroidisme :
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gehala
akibat terganagunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan
mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, kosntipasi, hieprtensi dan
aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan
kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai
dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan
psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalisum pada otak serta
sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial
eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang
berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan
salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada
lebih dari setengah penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal
terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan parenkim ginjal
yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis,
serta gagal ginjal.
Gejala musculoskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat
terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa
sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan.
Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di
daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur
patologik; deformitas; dan pemendekan badan. Kehilangan tulang yang
berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor resiko terjadinya
fraktur.
Insiden

ulkus

hiperparatirodisme
gastrointestinal.

peptikum
dan

dapat

dan

pancreatitis

menyebabkan

meningkat
terjadinya

pada
gejala

6. Patofisiologi

7. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroid
Total kalsium serum pada individu dewasa adalah 4,5- 5,5
mEq/L, gambaran laboratorium penyakit hiperparatiroid yaitu
kalsium serum >5,5 mEq/L. Hiperparatiroid dapat menimbulkan
krisis paratiroid apabila peningkatan konsentrasi kalsium dalam
darah melampaui 12mg/dl. Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika
tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan
tingginya

kadar

hormone

paratiroid.

Penyakit

lain

dapat

menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya


hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu
banyak hormon paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis
hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat
berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes
yang

lain

sebaiknya

dilakukan

untuk

melihat

adanya

komplikasi.(Manuaba,2007)
Tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karenakekurangan kalsium, dan pengukuran
kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan
tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada
abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin
selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan
resiko batu ginjal. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua
ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan
fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroid yang serius
dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroid. Kerusakan ginjal
terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat yang mengakibatkan batu
ginjal

(renal

calculi),

obstruksi,

pielonefritis

serta

gagal

ginjal(Smeltzer& Bare, 2002). Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai


thallium

serta

biopsi

jarum

halus

telah

digunakan

untuk

mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista,


adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid. Rumahorbor,
Hotma.1999
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan
albumin atau kadar ion kalsium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai
dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis.
Ujicoba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis.
Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar
kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl
(normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium serum berada
didalam kisaran normal, namun bila kadar kalsium serum dan PTH
diperhatikan bersamaan kadar PTH tampaknya meningkat secara
kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid,
kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (15-20mg/dl). Peningkatan
kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion
kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran
kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium
dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 4).
Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat
sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan
penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang
mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Salah

satu

kelemahan

diagnostik

adalah

terjadinya

penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien


gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum
total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan
untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Kozier, et
al.1993
Laboratorium:

a. Kalsium serum meninggi


b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
d. osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pengangkatan dengan cara bedah jaringan abnormal untuk
hiperparatiroid primer : pada periode preoperatif anjurkan pasien
untuk minum cairan 2000 ml atau lebih untuk mencegah
pembentukan kalkulus.
b. Hindari diuretik tiazid karena mereka menurunkan ekskresi kalsium
ginjal
c. Mobilitas dianjurkan karena tulang yang mengalami stres normal
melepaskan sedikit kalsium
d. Diberikan fosfat oral untuk menurunkan kadar kalsium serum.
e. Batasi masukan makanan yang banyak mengandung kalsium fosfor
f. Penatalaksanaan keperawatan dari pasien yang akan menjalani
tiroidektomi
g. Pantau dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetani, suatu
komplikasi pascaoperasi dini
h. Ingatkan pasien dan kelluarga tentang pentingnya pengobatan
tindak lanjur untuk memastikan kadar kalsium serum (Brunner And
Suddart, 2000).
Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
1. Operasi
Paratiroidektomi adalah pengangkatan sebagian atau total
kelenjar paratiroid. Eksplorasi bedah terindikasi pada semua keadaan

harus diperikas secara cermat jika ditemukan adenoma harus segera


diambil, sejumlah kecil kasus karsinoma diketahui ada pada anakanak. Kebanyakan neonatus dengan hiperkalsemia berat memerlukan
paratiroidektomi total (Tamsuri, 2007). Operasi pengangkatan kelenjar
yang semakin membesar adalah penyembuhan utama untuk 95%
penderita hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4).
Penatalaksanaan Preoperasi:
a. Farmakoterapi
Sebelum dilakukan pembedahan perlu dilakukan upaya untuk
mencegah perdarahan selama periode pascaoperatif, obat-obat yang
dapat memperpanjang waktu pembekuan

misal aspirin harus

dihentikan beberapa minggu sebelum pembedahan untuk mengurangi


resiko perdarahan pascaoperatif.
b.Pengurangan ansietas
Pendekatan

penting

preoperasi

adalah

mendapatkan

kepercayaan pasien untuk mengurangi ansietasnya. Pasien harus


dilindungi dari ketegangan, iritabilitas dan ketegangan. Beberapa terapi
dapat

digunakan

untuk

membuat

pasien

rileks

seperti

distraksi,hipnocaring,dll.
c. Dukungan Nutrisi
Asupan nutrisi harus mencakup karbohidrat dan protein yang memadai

Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)


Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal
yang

utama

untuk

perawatan

hiperparatiroidisme

sekunder.

Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau


meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat
dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami
predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar
hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan lowdose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid
dan hiperparatiroidisme sekunder.

Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure


membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium,
dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan
fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon
paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang,
pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi.
Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme
juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level
hormon

paratiroid

lebih

tinggi

dari

400-500

pg/mL

setelah

pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya


kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya
dipertimbangkan.
Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara
pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau
pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Tidak

terdapat

manifestasi

yang

jelas

tentang

hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan. Pengkajian


keperawatan yang rinci mencakup :

Riwayat kesehatan klien.

Riwayat penyakit dalam keluarga.

Keluhan utama, antara lain :

Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

Gangguan

pencernaan

seperti

mual,

muntah,

anorexia,

obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan


berat badan

Depresi

Nyeri tulang dan sendi.

Riwayat trauma/fraktur tulang.

Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

Pemeriksaan fisik yang mencakup :

Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

Perubahan tingkat kesadaran.

Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda


psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak
ditangani kematian akan mengancam.

Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar


kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting
dalam

menegakkan

kondisi

hiperparatiroidisme.

Hasil

pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan


ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum
posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat
urine meningkat.

Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan


terbentuk kista dan trabekula pada tulang.

b. Rencana Asuhan Keperawatan


Diaognosa Keperawatan No. 1
Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis ditandai
dengan keluhan nyeri
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

pasien tidak merasakan nyeri berkelanjutan


Kriteria Hasil : Mencapai skala pada NOC

NOC : Pain Level & Pain Control


No. Indicator

1 2 3 4 5

1.

Melaporkan nyeri secara verbal

2.

Menggambarkan faktor nyeri

3.

Menggunakan tindakan mencegah nyeri

4.

Mengenali tanda yang sama dengan nyeri

5.

Melaporkan

perubahan

gejala

nyeri

untuk

kesehatan profesional

6.

Mengenali onset nyeri

7.

Mengunakan analgesic yang direkomendasikan

8.

Melaporkan nyeri terkontrol

Keterangan :
Pain Control :

Pain Level :

1. Never demonstrated

1. Severe

2. Rarely demonstrated

2. Substantial

3. Sometimes demonstrated

3. Moderate

4. Often demonstrated

4. Mild

5. Consistently demonstrated

5. None

NIC : Pain Management


1. Mengkaji nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi jumlah ,
kualitas, kerasnya nyeri dan yang menimbulkan nyeri
2. Kaji efek nyeri terhadap aktifitas pasien
Misalnya :: efek terhadap kualitas tidur, mood, dll
3. Observasi syarat nonverbal dari ketidaknyamanan
Misalnya : ekspresi wajah klien
4. Control lingkungan yang membuat respon ketidaknyamanan pasien
Misalnya : suasana tidak gaduh dan bersih
5. Memberikan informasi tentang nyeri, seperti sebab, berapa lama,
dan antisipasi kenyamanan dari prosedur
Misalnya komu nikasi teraoiutik seta edukasi
6. Ajarkan pasien mengunakan pengobatan non farmakologi (
kompres dingin / es pada edema) tindakan mandiri perawat
Misalnya teknik relaksasi dalam, teknik visual imagery, distraksi , dll
7. Berikan obat sesuai dengan indikasi kolaborasi
Misalnya : pemberian obat butilskopolamin (bustopan), camylofen
(ascavan)
8. Support pasien untuk melakukan pengobatan yang adekuat
Misalnya : tanyakan pekerjaan klien, jika biaya tdk sesuai dengan
penghasilan, anjurkan klien untuk menggunakan jamkesmas
9. Mengevaluasi efektifitas tingkat kepuasan dan kondisi nyeri dari
control nyeri yang di gunakan setelah dilakukan tindakan
management nyeri
10. Evaluasi level ketidaknyamanana pasien catat perubahan dari
rekam medik , informasikan dengan tenaga kesehatan lainnya dan
pasien

Diaognosa Keperawatan No.


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
NOC : Status nutrisi : Masukan nutrisi
Kriteria Hasil
No. Indicator
1.

Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan

2.

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

3.

Tidak ada penurunan BB yang berarti

Keterangan Skala

1 : Tidak menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan

NIC : Nutrition management

1 2 3 4 5

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan


nutrisi yang dibutuhkan pasien
2. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
3. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi
5. Kaji

kemampuan

pasien

untuk

mendapatkan

nutrisi

yang

dibutuhkan
Diagnosa Keperawatan No. 3
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomis
ditandai dengan disuria, frekuensi, retensi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 14x24 jam, pola
eliminasi urin pasien akan membaik
Kriteria Hasil : Sesuai dengan skala NOC

NOC : Urinary Elimination


NO INDIKATOR

1.

Pola eliminasi

2.

Jumlah urin

3.

Intake cairan

4.

Frekuensi berkemih

5.

Retensi urin

NOC : Urinary Elimination


NO INDIKATOR

1.

Formasi batu ginjal

Keterangan Penilaian :
1 : Severely compromised
2 : Substantially compromised
3 : Moderately compromised
4 : Mildly compromised
5 : Not compromised

Intervensi NIC : Urinary Elimination Management


1. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume,
dan warna secara tepat
2. Monitor tanda dan gejala retensi urin
3. Mencatat waktu terakhir berkemih
4. Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat output urin secara
tepat
5. Ajarkan pasien untuk minum 8 ons air dengan makan, antar makan,
dan di sore hari (perbanyak asupan klien hingga 2500 ml cairan per
hari)
6. Kolaborasi tindakan pembedahan batu ginjal

Daftar Pustaka
Kowalak, J.P et al. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley
Publishing Company.
Maiha A, Kumar V. The endocrine system in Kumar V, Abbas AK, Fausto
N, Mitchell RN. editors. Robbins Basic pathology. 8th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007 .p.7 7 I -4.
MayoClinic. 2014. Condition and Disorder : Hyperparathyroidism.
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/hyperparathyroidism/basics/risk-factors/con-20022086.
Diakses tanggal 22 September 2014
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
UW

HEALTH.

2012.

Hyperparathyroidism.

http://www.uwhealth.org/endocrine-surgery/hyperparathyroidism

overview/25430. Diakses tanggal 22 September 2014


Wisconsin

University.

2012.

Hyperparathyroidism.

http://www.surgery.wisc.edu/specialties/endocrinesurgery/conditions-and-procedures/hyperparathyroidism/symptomsand-risk-factors/. Diakses tanggal 22 September 2014.

Вам также может понравиться