Вы находитесь на странице: 1из 12

OPTIMASI PEMILIHAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI DALAM

PENANGANAN KERUSAKAN PANTAI PAMARICAN, KABUPATEN SERANG,


PROVINSI BANTEN
Gneis Setia Graha 1), Ika Sari Damayanthi Sebayang 2)
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana
email: gneissg@gmail.com
2
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana
email: ika.sebayang@gmail.com
1

Abstract
Pantai Pamarican terletak di wilayah pantai utara Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Permasalahan yang terjadi di Pantai Pamarican adalah terjadinya erosi pantai dengan laju 3-5
m/tahun. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan perubahan garis pantai dan direncanakan
penanganan perlindungan pantai. Penelitian ini akan memberikan kontribusi berupa rekomendasi
penanganan terhadap perubahan garis pantai yang lebih sesuai karena garis pantai sudah
terkalibrasi dengan menggunakan peta citra satelit Google Earth. Kawasan Pantai Pamarican
memiliki nilai IKP rendah, walaupun nilai IKP di kawasan ini rendah tetapi karena adanya kawasan
tambak sehingga kawasan ini merupakan kawasan prioritas dalam penanganan kerusakan daerah
pantai. Pemodelan perubahan garis pantai Pamarican menggunakan perangkat lunak GENESIS,
yang menghasilkan parameter kalibrasi sedimen sebesar K1=0.02, K2=0.01, dan D50=0.01mm,
dengan nilai kalibrasi/verifikasi error sebesar 19.6. Hasil delinasi antara garis pantai hasil
pemodelan dengan hasil peta citra satelit Google Earth menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.86.
Berdasarkan hasil simulasi, kawasan barat Pantai Pamarican lebih rentan terhadap bahaya erosi
sedangkan kawasan timur Pantai Pamarican bahaya erosi lebih kecil. Breakwater dipilih karena
dapat mempertahankan posisi garis pantai seperti semula, mengurangi laju erosi, dan menambah
laju akresi bertambah sehingga akan terjadi penambahan garis pantai yang cukup signifikan.
Kata kunci: gelombang, perubahan garis pantai, breakwater, Pantai Pamarican
Pamarican Beach located on the north coast of Serang Regency, Banten Province. The problems that
occurred in Pamarican Beach is the beach erosion at a rate of 3-5 m / year. In this research, modeling
changes in shoreline and planned handling of beach protection. This study will contribute to the
recommendations on the handling of shoreline change is more appropriate because of the shoreline
has been calibrated using Google Earth satellite imagery map. Pamarican Beach region has a low
CVI value, although the value of CVI in this region is low but because of the fishpond area so that this
area is a priority area in the handling of damage to coastal areas. Modeling Pamarican shoreline
change using GENESIS software, which generates calibration parameters of the sediment by K1 =
0:02, K2 = 0:01, and D50 = 0.01mm, with the value of the calibration / verification error of 19.6.
Results delineation between the coastline of modeling results with the results of Google Earth satellite
image map generates a correlation value of 0.86. Based on simulation results, the western region of
Pamarican Beach more susceptible to erosion rather than the eastern region. Breakwater been able
to maintain its position as the original shoreline, reducing the rate of erosion, and increase the rate
of accretion that there will be additional significant shoreline.
Keywords: wave, shoreline change, breakwaters, Pamarican Beach
1. PENDAHULUAN
Erosi
(pengikisan)
dan
akresi
(sedimentasi) pantai adalah proses dinamis
yang berlangsung terus menurus yang
diakibatkan oleh pergerakan sedimen, arus
sepanjang pantai (longshore current),
gelombang dan pemanfaatan tanah di kawasan

pantai. Imbangan antara laju erosi dan akresi


yang tidak seimbang akan menyebabkan
perubahan garis pantai, pada lokasi Pantai
Pamarican laju erosi lebih dominan dari laju
akresi sehingga garis pantai tererosi.
Dalam merencanakan kawasan pantai
yang aman terhadap bahaya erosi pantai, perlu

direncanakan penanganan yang terintegrasi,


dengan menentukan pola pergerakan sedimen
atau pola perubahan garis pantai yang telah
terjadi maupun yang akan terjadi pada kurun
waktu tertentu. Dengan mengetahui pola yang
terjadi maka perencanaan pembangunan
kawasan Pantai Pamarican dapat berhasil
dengan optimal.
Pantai Pamarican terletak di wilayah
pantai utara, tepatnya di Desa Pamengkang,
Kabupaten
Serang,
Provinsi
Banten.
Permasalahan yang terjadi di Pantai Pamarican
adalah terjadinya erosi pantai dengan laju 3-5
m/tahun, penduduk setempat membuat
pengaman sementara menggunakan bambu
untuk melindungi tambak (PT. Panca Guna
Duta, 2012). Apabila garis Pantai Pamarican
dibiarkan tererosi maka akan mengganggu
perekonomian masyarakat karena tambak
masyarakat akan tergerus erosi pantai.
Penanganan Pantai Pamarican telah
dilakukan oleh PT. Panca Guna Duta pada
tahun 2012 dalam paket pekerjaan SID
Pengamanan Pantai Utara kabupaten Serang,
walaupun sampai sekarang usulan tersebut
belum direalisasikan menjadi pekerjaan fisik.
Usulan penanganan pada desain terdahulu
adalah pembuatan struktur breakwater
Geotube 700 m yang dikombinasikan dengan
penanaman mangrove.

Gambar 2 Kondisi Pantai Pamarican (Dokumentasi


Peneliti, 2015)

Tujuan dari penelitian ini adalah


melakukan pemodelan perubahan garis pantai
dan merencanakan penanganan perlindungan
Pantai Pamarican. Disamping itu, akan
dilakukan tinjauan ulang terhadap pola
perubahan garis pantai yang dilakukan oleh
PT. Panca Guna Duta apakah pola tersebut
sudah tepat atau belum. Penelitian ini akan
memberikan kontribusi berupa rekomendasi
penanganan terhadap perubahan garis Pantai
Pamarican yang lebih sesuai karena data garis
pantai sudah terkalibrasi dengan menggunakan
peta citra satelit Google Earth.
2. KAJIAN LITERATUR
Perubahan kawasan pantai akibat kenaikan
muka
air
laut
dapat
diidentifikasi
menggunakan Indeks Kerentanan Pesisir
(IKP). IKP menggunakan 6 parameter fisik
dalam menilai kerentanan suatu kawasan
pantai, diantaranya kemiringan pantai, kisaran
pasang surut, tinggi gelombang laut signifikan,
kenaikan muka air laut, geomorfologi pantai,
dan laju erosi/akresi pantai. (Thieler &
Hammar-Klose, 2000).

Gambar 1 Lokasi Kajian di Pantai Pamarican


Tabel 1 Tingkat Indeks Kerentanan Pesisir (IKP) (Thieler & Hammar-Klose, 2000)

Parameter

Geomorfologi

Sangat
Rendah
1
Berbatu,
tebing
tinggi

Tingkat Indeks Kerentanan Pesisir (IKP)


Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
2
Tebing
sedang

3
Tebing
rendah,
dataran
alluvial

4
Bangunan,
muara,
laguna

5
Struktur
bangunan pantai,
pantai berpasir,
rawa payauu,
paparan lumpur,
delta, mangrove,
karang

Parameter

Kemiringan pantai (%)


Kenaikan muka air
laut relatif (mm/tahun)
Erosi/akresi garis
pantai (m/tahun)
Kisaran pasut rata-rata
(m)
Tinggi gelombang
rata-rata (m)

b
c

Sangat
Rendah
1
>0.115
<1.8

>2

Tingkat Indeks Kerentanan Pesisir (IKP)


Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
2
0.115-0.055
1.8-2.5
1.0-2.0
Akresi
4.1-6.0

>6

<0.55

0.55-0.85

Setiap kawasan pantai ditentukan tingkat


resikonya skala 1-5 berdasarkan parameterparameter pada table di atas, nilai 1
menunjukkan tingkat resiko terendah dan 5
menunjukkan tingkat resiko tertinggi.
Selanjutnya dihitung IKP dengan rumus
berikut.
=

Pengelompokkan kisaran nilai IKP


mengikuti Thieler & Hammar-Klose (2000)
pada lokasi studi Kawasan Pesisir Teluk
Meksiko. IKP 0-8.7 adalah kategori resiko
rendah, 8.7-15.6 adalah resiko sedang, 15.6-20
adalah resiko tinggi, dan >20 adalah resiko
sangat tinggi. Nilai IKP menunjukkan prioritas
penanganan terhadap kawasan pantai, semakin
besar nilai IKP maka semakin tinggi juga
perubahan garis pantai pada kawasan tersebut.
Perubahan garis pantai merupakan
keseimbangan dinamis, sehingga tidak dapat
dilihat dalam keadaan sesaat namun harus
diamati dalam suatu kurun waktu tertentu.
Untuk melakukan analisis perubahan garis
pantai diperlukan data gelombang dalam kurun
waktu tertentu. Di Indonesia, keterbatasan data
pengamatan langsung gelombang jam-jaman

3
0.055-0.035
2.5-3.0

4
0.035-0.022
3.0-3.4

5
<0.022
>3.4

-1.0 - +1.0
Stabil
2.0-4.0

-1.0 - -2.0
1.0-1.9

<1.0

0.85-1.05

1.05-1.25

>1.25

<-2.0
Erosi

menyebabkan pembangkitan gelombang kerap


menggunakan proyeksi angin permukaan laut
dari data angin darat.
Menurut Shore Protection Manual (1984),
prediksi gelombang umumnya diperoleh dari
pengamatan langsung gelombang pada fetch
(arah datangnya gelombang), proyeksi dari
angin permukaan laut terhadap fetch dari
obeservasi angin darat, atau estimasi
berdasarkan peta cuaca (weather map).
Menurut Demir et al (2004), untuk melakukan
hindcasting gelombang di suatu perairan
diperlukan masukan berupa data angin, peta
perairan, peta citra satelit, dan pengukuran
gelombang jangka pendek (untuk verifikasi).
Prediksi gelombang disebut metode pascakiraan (hindcasting) jika dihitung berdasarkan
kondisi meteorologi yang telah lalu dan
disebut metode pra-kiraan (forecasting) jika
berdasarkan kondisi meteorologi hasil
prediksi. Pada penelitian ini, prediksi
gelombang menggunakan cara hindcasting
dengan input parameter kecepatan angin
terkoreksi (UA) dan panjang fetch (Feff).
Hindcasting gelombang akan mengestimasi
tinggi dan perioda gelombang dengan Metode
SMB (Sverdrup Munk Neider) sebagai
berikut:

Tabel 2 Rumus Prediksi Gelombang Laut Dalam (Coastal Engineering Research Center, 1984)

Tidak Berdimensi

Satuan dalam Metrik


H (m), T (s), UA (m/s), F (m), t
H (m), T (s), UA (m/a), F (km), t
(a)
(jam)

Fetch Limited

= 2.857 10

= 5.112 10

= 1.6 10

= 6.238 10 (

= 1.616 10
= 6.238 10 (

Tidak Berdimensi

Satuan dalam Metrik


H (m), T (s), UA (m/s), F (m), t
H (m), T (s), UA (m/a), F (km), t
(a)
(jam)

= 6.88 10

= 3.215 10

= 8.93 10

Fully Developed
= 2.433 10
= 8.134
= 7.15 10
Notasi:
g = 9.8 m/s2
1 kilometer = 1000 m
1 jam = 3600 a

= 2.482 20

= 2.4821 10

= 8.30 10

= 8.30 10
= 2.027

= 7.296 10
dimana :
Hmo = tinggi gelombang
Tm = perioda gelombang
F = fetch
t = durasi
UA = kecepatan angin terkoreksi

Analisis terhadap delinasi garis pantai


menggunakan Citra Satelit Landsat dengan
Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat
bermanfaat bagi penelitian perubahan garis.
Tarigan (2007) melakukan pengamatan garis
pantai dari Tanjung Pasir sampai dengan Rawa
Saban di Provinsi Banten dengan melakukan
tumpang susun hasil analisis digitasi garis
pantai dari Citra Landsat-5 TM p122r064
tahun 1997 dengan hasil pengamatan garis
pantai tahun 2005. Purba & Jaya (2004)
menelaah secara historis perubahan garis
pantai di Way Penet dan Way Sekampung
Kabupaten Lampung Timur dengan citra
Landsat TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003
yang dianalisis secara digital, visual dan sistem
informasi geografi untuk tampilannya. Marfai
et al (2011) melakukan kajian di pesisir
pekalongan dengan citra satelit diambil dari
citra Geoeye pada tahun 2003, 2006 dan 2009
berdasarkan hasil dokumentasi Google Earth
tahun 2011.
Perubahan garis pantai dapat diperkirakan
dengan melakukan simulasi numerik one line
model menggunakan program GENESIS
(Generalized Model for Simulating Shoreline
Change). Mengacu ke Hanson & Kraus
(1989), one line model adalah model 1-dimensi
untuk morfologi pantai yang mampu
melakukan prediksi jangka panjang terhadap
perubahan garis pantai. Pada model ini,
perubahan posisi garis pantai digambarkan
oleh satu garis kontur (pada MSL), sedangkan
akresi dan erosi pantai digambarkan dengan
volume sedimen.

Pada model perubahan garis pantai


tunggal, asumsi dasar yang digunakan adalah
profil pantai aktif berpindah secara pararel
sampai suatu kedalaman tertentu, Ds=DB+DC,
atau sampai profil tidak berubah lagi. Laju
perubahan volume dikontrol oleh laju bersih
pasir yang masuk dan keluar dari keempat sisi
seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3 Skematisasi Perubahan Garis Pantai (Hanson


& Kraus, 1989)

Model ini adalah model prakiraan numerik


yang didasarkan pada persamaan kontinuitas
sedimen dan persamaan laju angkutan sedimen
sepanjang pantai.
Persamaan
kontinyuitas
sedimen
pembentuk posisi garis pantai adalah:
+
=

1
+

=0

Q adalah resultan laju volume angkutan


sedimen sepanjang pantai (m3/dt); q adalah
laju sedimen yang masuk dan keluar profil dari
darat dan laut (m3/dt/m); qs adalah laju
sedimen yang masuk atau keluar selebar unit
garis pantai (m3/dt/m); q0 adalah laju sedimen
dari arah laut (m3/dt/m); DB adalah tinggi berm
dari MSL (ditentukan dari data tinggi
karakteristik di lapangan); dan DC adalah
kedalaman dari MSL ke kedalaman profil yang
terpindahkan (diperkirakan dari data survei
profil). Diasumsikan bahwa Dc DSH dengan:
= 2.28 10.9

H0 dan L0 adalah tinggi dan panjang


gelombang di laut dalam.
Persamaan empiris untuk laju angkutan
sedimen sepanjang pantai yang digunakan di
Program GENESIS adalah:
=

sin 2

cos

Dimana H adalah tinggi gelombang; cg


adalah kecepatan group gelombang (m/dt); b
adalah subskrip yang menunjukkan kondisi
gelombang pecah; dan bs adalah sudut puncak
gelombang pecah terhadap garis pantai.

pantai ke kedalaman dimana proses angkutan


sedimen terjadi aktif; dan faktor 1.416
digunakan untuk konversi dari HS ke HRMS.
Menurut Hanson & Kraus (1989), K1 dan
K2 adalah parameter kalibrasi pada model
GENESIS. Untuk pantai berpasir, nilainya
berkisar 0.1 < K1 < 1.0 dan 0.5K1 < K2 < 1.5K1.
Nilainya ditentukan dengan meniru perubahan
garis pantai serta besar dan arah dari laju
angkutan sedimen sepanjang pantai yang
sudah terukur.
Pemodelan perubahan garis pantai
menggunakan metode one line model
GENESIS banyak dilakukan oleh peneliti
terhadap kawasan pantai dan muara. Demir et
al (2004) menggunakan one line model untuk
mengestimasi
laju
sedimen
terhadap
perubahan garis pantai akibat dampak
pengerukan
pantai.
Susanti
(2005)
mengevaluasi erosi di sekitar mulut muara
Tukad Yeh Ho dan Timus, Bali. AIK et al
(2013)
melakukan
penelitian
untuk
mengetahui tingkat erosi dan akresi pantai
yang mempengaruhi perubahan garis pantai
Wulan Demak. Efendi et al (2015) melakukan
evaluasi terhadap kinerja bangunan pantai
(groin dan breakwater) yang mempengaruhi
pergerakan maju mundur garis pantai Sanur
Bali.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan tahapan
berikut:

Menentukan Indeks Kerentanan Pesisir


(IKP).

Menyajikan distribusi kecepatan dan arah


angin dengan menggunakan table dan
grafik windrose. Pada penelitian ini
digunakan perangkat lunak WRPLOT
view.

Mengacu pada Shore Protection Manual


(1984), melakukan transformasi kecepatan
angin di permukaan darat menjadi
kecepatan angin di permukaan laut dengan
analisis koreksi angin yang menghasilkan
kecepatan angin terkoreksi (UA).

Menghitung panjang fetch.

Melakukan
hindcasting
gelombang
menggunakan Metode SMB (Sverdrup
Munk Neider), sehingga diperoleh tinggi,
perioda, dan arah gelombang.

Parameter non dimensi a1 dan a2 adalah


=
16

1 (1 )1.416

=
8

1 (1 ) tan 1.416

Dimana K1 dan K2 adalah parameter


kalibrasi; s adalah rapat massa sedimen
(diambil 2.65x103 kg/m3 untuk pasir kuarsa);
adalah rapat massa air laut (1.03x103 kg/m3); p
adalah porositas sedimen (diambil 0.4); tan
adalah kemiringan dasar rerata dari garis

Menentukan parameter data sedimen,


yaitu diameter butir sedimen (D50).

Melakukan digitasi garis pantai Pamarican


tahun 2009 dari citra yang berasal dari
Google Earth.

Kalibrasi
model
menggunakan
menggunakan peta citra satelit Google
Earth tahun 2009 dengan peta pengukuran
terrestris tahun 2012.

Melakukan pemodelan perubahan garis


pantai menggunakan Program GENESIS
Version 2.0.

menggunakan stasiun ini, karena stasiun


ini merupakan stasiun terdekat dengan
lokasi studi dan daerah tersebut dianggap
memiliki karakteristik iklim yang sama
dengan Pantai Pamarican.

Menentukan lokasi dan panjang bangunan


pantai yang mengacu ke hasil pemodelan
perubahan garis pantai tanpa penanganan.
Lokasi garis pantai dengan erosi tertinggi
akan direncanakan perlindungan pantai.

Tidak tersedianya data angin di


permukaan
laut,
sehingga
untuk
memperoleh angin permukaan laut akan
digunakan analisis koreksi angin. Koreksi
angin dilakukan terhadap data angin yang
lokasi pengukurannya >10m di atas MSL.

Tidak tersedianya data gelombang jamjaman di lepas pantai, sehingga untuk


memperoleh informasi gelombang lepas
pantai digunakan tahapan analisis
hindcasting gelombang.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Mengacu ke parameter Thieler &
Hammar-Klose (2000), maka kawasan Pantai
Pamarican memiliki nilai IKP rendah sebesar
5.4 (lihat Tabel 3). Dalam menentukan
kawasan prioritas penanganan, nilai IKP
tidaklah cukup dan perlu ditambahkan dengan
parameter asset yang harus dilindungi, seperti
kawasan tambak, pariwisata, konservasi, dan
lain-lain. Oleh karena itu, walaupun nilai IKP
di kawasan ini rendah tetapi karena adanya
kawasan tambak sehingga kawasan ini
merupakan
kawasan
prioritas
dalam
penanganan kerusakan daerah pantai.

Melakukan
pemilihan
bangunan
pengaman pantai yang paling cocok
dengan Pantai Pamarican.

Tidak semua elemen perencanaan dapat


ditentukan secara definitif, sehingga perlu
dibuat asumsi-asumsi berikut :

Data angin yang digunakan adalah angin


durasi 3 jam yang diperoleh dari Sta. Met.
Kelas I Serang periode tahun 2010 - 2014
(5 tahun). Lokasi stasiun pengukuran
berada di +30m d.p.l sehingga data angin
perlu dikoreksi. Adapun pertimbangan

Tabel 3 Nilai IKP Pantai Pamarican

Parameter
Geomorfologi

Kemiringan pantai (%)

Tebing rendah,
dataran alluvial
0.5

IKP
3

Kenaikan muka air laut


relatif (mm/tahun)

Sedang

Erosi/akresi garis
pantai (m/tahun)
Kisaran pasut rata-rata
(m)

-1.5

<1

Tinggi gelombang ratarata (m)

0.4

Nilai IKP

5.4

Sumber Data
Dokumentasi lapangan peneliti
Peta situasi dari PT. Panca Guna Duta tahun
2012.
Peta kenaikan muka air laut relatif di perairan
Indonesia dari Badan Riset Kelautan dan
Perikanan
(http://p3sdlp.litbang.kkp.go.id/index.php/petakerentanan-pesisir-nasional)
Hasil pemodelan perubahan garis pantai
GENESIS tahun 2012 - 2022
Data prediksi elevasi air laut di PPP
Karangantu dari Badan Riset Kelautan dan
Perikanan
(http://p3sdlp.litbang.kkp.go.id/index.php/petakerentanan-pesisir-nasional)
Hasil hindcasting gelombang

Distribusi kecepatan dan arah tiupan angin


untuk data angin durasi 3-jam tahun 20102014 dari Sta. Met. Kelas I Serang dapat dilihat
pada grafik berikut.

Gambar 5 Kecepatan Angin Terkoreksi (UA) Tahun


2010 2014

Gambar 4 Wind Rose Stasiun Serang Tahun 2010-2014

Hindcasting
gelombang
dihitung
menggunakan Metode SMB (Sverdrup Munk
Neider) untuk kondisi fetch terbatas (fetch
limited condition). Input dari metode ini adalah
angin terkoreksi (UA) durasi 3 jam tahun 2010
2014 dan panjang fetch efektif sebesar
92.04km.

Gambar 6 Fetch Arah Utara

Tinggi dan periode gelombang rencana


lepas pantai dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 7 Periode dan Tinggi Gelombang Lepas Pantai Tahun 2010 2014 (Hasil Hindcasting)

PENGUKURAN
PANTAI

PERUBAHAN

GARIS

Dalam penelitian ini, garis pantai hasil


digitasi dari peta citra satelit Google Earth
tahun 2009 di tumpang susun dengan garis
pantai dari peta terrestris tahun 2012, sehingga
dapat diketahui perubahan-perubahan garis
pantai yang terjadi sampai sekarang.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak Google Earth, Map Source,
dan AutoCAD.

Perubahan garis pantai yang terjadi antara


tahun 2009 - 2012 akan dijadikan sebagai data
kalibrasi pada pemodelan garis pantai di
Program GENESIS.

Garis Pantai Tahun


2012 (Peta Terrestris)
Garis Pantai Tahun 2009
(Peta Citra Satelit)

Gambar 8 Peta garis pantai hasil analisis Citra satelit Google Earth Tahun 2009 di tumpang susun dengan garis pantai pengamatan tahun 2012

PEMODELAN
PERUBAHAN
PANTAI PAMARICAN

GARIS

Pemodelan perubahan garis pantai


dilakukan menggunakan Program GENESIS
dengan 3 skenario, yaitu (1) pemodelan tanpa
penanganan (kondisi eksisting), (2) pemodelan
dengan penanganan bangunan pantai tipe
breakwater dan (3) revetment.
A. Hasil Pemodelan Skenario 1
Skenario 1, kondisi eksisting tanpa ada
penanganan apapun untuk menangani
kerusakan pantai. Pada kondisi eksisting
dilakukan kalibrasi sehingga memperoleh
parameter kalibrasi sedimen sebesar K1=0.02,
K2=0.01, dan D50=0.01mm, dengan nilai
kalibrasi/verifikasi error sebesar 19.6.
Selanjutnya
parameter
sedimen
akan
digunakan pada pemodelan dengan bangunan
pantai. Hasil delinasi pada tahun 2015 antara
garis pantai hasil pemodelan dengan hasil citra
satelit Google Earth menghasilkan nilai
korelasi sebesar 0.86.

B. Hasil Pemodelan Skenario 2


Skenario 2, adanya perlindungan pantai
berupa breakwater lepas pantai sepanjang 450
m yang ditempatkan 80 m dari garis pantai
Pamarican. Pemilihan ini didasarkan pada
hasil simulasi scenario 1, dimana perubahan
garis pantai diakibatkan oleh erosi, sehingga
breakwater
cocok
untuk
mengatasi
permasalahan
di
Pantai
Pamarican.
Berdasarkan hasil pemodelan, breakwater
dapat mempertahankan posisi garis pantai di
belakangnya seperti semula, pada grid 560
1000 m tidak mengalami erosi, dengan
demikian breakwater dapat mencegah
terjadinya erosi di Pantai Pamarican.
Disamping itu, pada grid 1040 1240 m terjadi
akresi, sehingga menambah garis Pantai
Pamarican.

Gambar 11 Perbandingan Perubahan Garis Pantai Hasil


Simulasi pada Kondisi 2
Gambar 9 Perbandingan Perubahan Garis Pantai antara
Peta Citra Satelit dengan Pemodelan Tahun 2015

Setelah dilakukan pemodelan untuk durasi


20 tahun, Pantai Pamarican mengalami erosi
pada grid 480 1000 m sebesar rata-rata 1.5
m/tahun. Untuk mengatasi permasalahan erosi
maka pada grid tersebut akan dilakukan
penanganan pantai dengan bangunan pantai
tipe breakwater atau revetment.

C. Hasil Pemodelan Skenario 3


Skenario 3, adanya perlindungan pantai
berupa revetment sepanjang 350 m yang
ditempatkan di garis pantai Pamarican.
Pemilihan ini didasarkan pada hasil simulasi
scenario 1, dimana perubahan garis pantai
diakibatkan oleh erosi, sehingga revetment
cocok untuk mengatasi permasalahan di Pantai
Pamarican. Berdasarkan hasil pemodelan,
revetment dapat mempertahankan posisi garis
pantai di belakangnya seperti semula, pada
grid 560 920 m tidak mengalami erosi,
dengan demikian revetment dapat mencegah
terjadinya erosi di Pantai Pamarican.

Gambar 10 Perbandingan Perubahan Garis Pantai Hasil


Simulasi pada Kondisi 1

Berdasarkan table di atas, maka bangunan


breakwater
dipilih
untuk
menangani
permasalahan erosi di Pantai Pamarican karena
dengan laju akresi yg cukup besar maka akan
terjadi penambahan garis pantai yang cukup
signifikan.
Berikut perbandingan perubahan garis
pantai pada tahun ke-20 untuk untuk berbagai
scenario.
Gambar 12 Perbandingan Perubahan Garis Pantai Hasil
Simulasi pada Kondisi 3

PEMILIHAN BANGUNAN PANTAI


Usaha perlindungan pantai dilakukan
dengan menggunakan bangunan pantai tipe
breakwater atau revetment. Pengaruh adanya
bangunan
pantai
diperoleh
dengan
membandingkan hasil dari permodelan
menggunakan breakwater dan revetment
dengan permodelan kondisi eksisting pada
tahun ke-20, dapat dilihat pada table berikut.
Penuru
nan
laju
erosi

Laju
akresi

BREAKWATER
Laju erosi
menjadi 0.5
m/tahun. Terjadi
penurunan sebesar
1m/tahun.
Laju akresi yang
dominan terjadi
pada grid 1040
1200 m, sebesar
1.7 m/tahun.

Perangkat
lunak
Data kalibrasi
sedimen
Kalibrasi garis
pantai

Laju erosi

Pola
penanganan

REVETMENT
Laju erosi
menjadi 0.5
m/tahun. Terjadi
penurunan
sebesar
1m/tahun.
Laju akresi yang
dominan terjadi
pada grid 1040
1200 m,
sebesar 1
m/tahun.

Gambar 13 Perbandingan Perubahan Garis Pantai dari


Berbagai Skenario pada Tahun ke-20

PERBANDINGAN
DENGAN
PEMODELAN TERDAHULU

HASIL

Terdapat perbedaan pengambilan baseline


antara model terdahulu (PT. Panca Guna Duta)
dengan model sekarang. Untuk memperoleh
delinasi garis pantai dari kedua model tersebut,
maka baseline harus disamakan. Penyesuain
baseline dilakukan terhadap model peneliti
sehingga akan terdapat perbedaan pada posisi
grid dan jarak. Hasil peninjauan ulang
terhadap pola penanganan pemodelan
terdahulu sebagai berikut.

Model Terdahulu
(PT. Panca Guna Duta)
GENESIS

GENESIS

Tidak ada informasi.

K1=0.02, K2=0.01, dan D50=0.01mm.

Tidak dilakukan kalibrasi.

Nilai kalibrasi/verifikasi error pada model


GENESIS sebesar 19.6. Hasil delinasi pada
tahun 2015 antara garis pantai hasil
pemodelan dengan hasil peta citra satelit
Google Earth menghasilkan nilai korelasi
sebesar 0.86.
Proses erosi terlihat pada jarak 0 - 600 m,
dengan laju erosi rata-rata 1.5m/tahun.

Proses erosi tidak terlihat signifikan (lihat


Gambar 15), hal tersebut bertolak belakang
dengan pengamatan langsung dimana erosi
pantai sangat signifikan (lihat dokumentasi
pada Error! Reference source not found.).
Laju erosi rata-rata 1.5m/tahun.
Breakwater sepanjang 900 m dari jarak
1500 2400 m. Sehingga dapat mengurang
laju erosi menjadi rata-rata 0.25 m/tahun.

Model Hasil Penelitian

Breakwater sepanjang 450 m dari jarak 150


600 m. Sehingga dapat mengurang laju
erosi menjadi rata-rata 0.5 m/tahun.

10

Berikut grafik-grafik perbandingan hasil


pemodelan perubahan garis pantai antara hasil
studi PT. Panca Guna Duta dengan hasil
penelitian.

Gambar 14 Posisi Perubahan Garis Pantai Hasil


Pemodelan Lokasi Pantai Pamarican untuk Kondisi
Eksisting (tanpa Penanganan)

Gambar 15 Posisi Perubahan Garis Pantai Hasil


Pemodelan Lokasi Pantai Pamarican dan Karangantu
untuk Kondisi Eksisting (tanpa Penanganan) (PT. Panca
Guna Duta, 2012)

Gambar 16 Posisi Perubahan Garis Pantai Hasil


Pemodelan Lokasi Pantai Pamarican dengan
Penanganan

Gambar 17 Posisi Perubahan Garis Pantai Hasil


Pemodelan Lokasi Pantai Pamarican dan Karangantu
untuk Kondisi dengan Penanganan (PT. Panca Guna
Duta, 2012)

5. KESIMPULAN
Pemodelan GENESIS untuk garis Pantai
Pamarican menghasilkan parameter kalibrasi
sedimen sebesar K1=0.02, K2=0.01, dan

D50=0.01mm, dengan nilai kalibrasi/


verifikasi error sebesar 19.6. Hasil delinasi
pada tahun 2015 antara garis pantai hasil
pemodelan dengan hasil peta citra satelit
Google Earth menghasilkan nilai korelasi
sebesar 0.86.
Berdasarkan hasil simulasi, kawasan barat
Pantai Pamarican lebih rentan terhadap bahaya
erosi. Di kawasan tersebut perlu dilakukan
pengamanan dengan bangunan pantai tipe
breakwater lepas pantai sepanjang 450 m yang
ditempatkan 80 m dari garis Pantai
Pamarican. Breakwater dipilih karena dapat
mempertahankan posisi garis pantai di
belakangnya seperti semula, dapat mengurangi
laju erosi menjadi 0.5m/tahun, dan
meningkatkan laju akresi menjadi 1.7m/tahun
sehingga akan terjadi penambahan garis pantai
yang cukup signifikan. Sedangkan di kawasan
timur Pantai Pamarican tidak dilakukan
penanganan dengan bangunan pantai karena
laju erosi lebih rendah, yaitu berkisar
0.6m/tahun.
Pengaruh negatif dari pemasangan
breakwater di Pantai Pamarican terhadap garis
pantai sekitarnya relatif kecil, yaitu di daerah
kiri breakwater terjadi erosi dengan laju erosi
0.5m/tahun.
Kendala yang dialami pada penelitian ini
adalah keterbatasan informasi yang diberikan
oleh pihak PT. Panca Guna Duta, terutama
yang terkait proses analisis, seperti koordinat
baseline, hasil hindcasting gelombang,
koordinat perubahan garis pantai, dan
parameter sedimen (K1 dan K2). Sehingga
peninjauan ulang terhadap pola penanganan
PT. Panca Guna Duta tidak dapat mendalam.
Pengukuran terrestris pada tahun 2012
perlu dilakukan georeferencing terhadap peta
citra satelit karena terdapat perbedaan garis
pantai yang cukup signifikan. Oleh sebab itu,
penelitian ini perlu didukung oleh ahli
pemetaan GIS untuk melakukan pengolahan
garis pantai dari peta citra satelit.
Pada pemodelan perubahan garis pantai ini
tidak dimasukan pengaruh refraksi dan difraksi
gelombang, untuk penelitian tahap selanjutnya
pengaruh tersebut dapat diperhitungkan.

11

6. REFERENSI
AIK, R., Satriadi, A., & Widada, S. (2013). Studi
Perubahan Garis Pantai Wulan Demak Jawa Tengah
Menggunakan
Pendekatan
Model
GENESIS
(Generalized Model for Simulating Shoreline Change).
Jurnal Oseanografi, 395-405.
Coastal Engineering Research Center. (1984). Shore
Protection Manual Volume 1. Mississippi: U.S. Army
Engineer Waterways Experiment Station Coastal
Engineering Research Center.
Demir, H., Otay, E. N., Work, P. A., & Borekci, O.
S. (2004). Impacts of Dredging on Shoreline Change.
JOURNAL OF WATERWAY PORT COASTAL AND
OCEAN ENGINEERING, 170-178.
Efendi, S. S., Dharma, I. B., & Suputra, K. (2015).
Evolusi Perubahan Garis Pantai Setelah Pemasangan
Bangunan Pantai. Spektran, 65-74.
Hanson, H., & Kraus, N. C. (1989). GENESIS:
Generalized Model for Simulating Shoreline Change;
Report 1, Technical Reference. Washington: US Army
Corps of Engineers.
Marfai, M. A., Pratomoatmojo, N. A., Hidayatullah,
T., Nirwansyah, A. W., & Gomareuzzaman, M. (2011).
Model Kerentanan Wilayah Pesisir berdasarkan
Perubahan Garis Pantai dan Banjir Pasang (Studi
Kasus: Wilayah Pesisir Pekalongan). Yogyakarta:
Percetakan Pohon Cahaya.

Pelikan, P., & Markova, J. (2013). Wind Effect on


Water Surface of Water Reservoirs. ACTA
UNIVERSITATIS
AGRICULTURAE
ET
SILVICULTURAE
MENDELIANAE
BRUNENSIS
Volume LXI, 1823-1828.
PT. Panca Guna Duta. (2012). SID Pengamanan
Pantai Utara Kabupaten Serang. Serang.
Purba, M., & Jaya, I. (2004). Analisis Perubahan
Garis Pantai dan Penutupan Lahan antara Way Penet dan
Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Jilid 11,
109-121.
Susanti, W. D. (2005). Prediksi Perubahan Garis
Pantai di Muara (Studi Kasus: Muara Sungai Tukad Yeh
Ho, Propinsi Bali). Alami, 29-34.
Tarigan, M. S. (2007). Perubahan Garis Pantai di
Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten.
MAKARA, SAINS, VOL. 11, NO.1, 49-56.
Thieler, E. R., & Hammar-Klose, E. S. (2000).
National Assessment of Coastal Vulnerability to SeaLevel Rise: Preliminary Results for the U.S. Gulf of
Mexico Coast. U.S. Geological Survey.
Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta
Offset.

12

Вам также может понравиться