Вы находитесь на странице: 1из 15

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep syock (Junaidi, 2011)


2.1.1 Pengertian
Shock ialah suatu keadaan dimana sistem peredaran darah terganggu
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi dan oksigen yang
terdapat di dalam darah. Jika tubuh kekurangan darah maka alat alat vital
organ tubuh akan kehilangan cairan dan zat zat yang diperlukannya. Hal itu
akan mengakibatkan fungsi alat alat vital itupun terganggu sehingga terjadi
shock.
2.1.2 Jenis dan Macam Shock
Pada umumnya shock dibagi dalam beberapa golongan menurut
sebabnya, yaitu:
a. Shock Neurogenik
Shock ini karena nyeri, misalnya karena patah tulang belakang,
ketakutan, terkejut, keracunan obat dan sebagainya.
b. Shock karena Kehilangan Darah atau Cairan Tubuh
Shock ini misalnya pada perdarahan yang hebat atau muntah berak.
c. Shock karena Infeksi yang Hebat
d. Shock karena Jantung Tidak Berfungsi Sebagaimana Mestinya
Shock ini misalnya pada serangan jantung atau kekacauan denyut
jantung.
e. Shock karena Alergi
Shock ini misalnya alergi terhadap obat obatan dan makanan.

2.1.3 Tanda tanda Shock


1. Kesadaran penderita menurun
2. Nadi berdenyut cepat (lebih dari 140 kali/menit) kemudian melemah,
lambat, dan menghilang.
3. Penderita merasa mual dan muntah
4. Kulit penderita dingin, lembab, dan pucat.
5. Napas dangkal dan kadang kadang tidak teratur.

6. Pandangan mata penderita tampak hampa, tidak bercahaya dan pupil


melebar.
7. Peredaran darah terganggu bukan saja karena kehilangan darah atau
cairan tetapi juga karena mendadak seluruh pembuluh pembuluh
darahnya melebar. Hal itu terjadi misalnya pada shock karena tekanan
emosi, keracunan, dan nyeri.

2.1.4 Tindakan Pertolongan


1. Sebenarnya pertolongan terhadap shock harus disesuaikan denga
penyebabnya. Penderita bahkan sering harus mendapatkan penambahan
cairan atau darah.
2. Dalam melakukan pertolongan pertama, hal yang penting adalah
mengenali tanda tanda shock dan mencoba mencari tahu penyebabnya
kemudian memberikan pertolongan maksimal.
3. Shock karena alergi terhadap obat suntik biasanya terjadi tidak lama
setelah disuntik. Oleh karena itu, petugas yang menyuntik tentunya dapat
segera memberikan pertolongan yang diperlukan.
4. Pertolongan terhadap korban shock pada umumnya sebagai berikut.
a. Penderita dibaringkan dengan kepala lebih rendah dari bagian tubuh
lainnya, kecuali jika ternyata karena geger otak atau patah tulang
kepala.
b. Lidah penderita ditarik keluar dan bersihkan mulut dan hidungnya dari
kotoran atau sumbatan karena muntahan atau benda lainnya.
c. Selimuti tubuh korban
d. Hentikan perdarahannya, bila ada.
e. Apabila ada tulang yang patah, pasanglah bidai

2.1.5 Syok Hipovolemik (Haridisman, 2014)


2.1.5.1 Pengertian
Syok hipovolemik adalah tipe syok yang paling sering tejadi pada
pasien trauma. Hal tersebut terjadi akibat volume failure ketika volume
cairan sirkulasi hilang dalam jumlah besar dan mendadak. Penurunan

volume cairan di sirkulasi mengganggu perfusi ke jaringan sehingga


menyebabkan gangguan metabolisme di tingkat sel dan bahkan kematian
sel. Bila tidak di koreksi secepatnya, maka kematian sel akan berlanjut
menjadi kematian jaringan, gagal organ dan kemudian kematian
organisme. Terdapat dua jenis hipovolemia, yaitu hipovolemia absolut dan
hipovolemia relatif. Hipovolemia absolut terjadi pada keadaan injury
traumatik seperti luka tembak, perdarah masiv, dan/atau perdarahan
saluran cerna. Sedangkan, pada hipovolemia relatif, cairan di sirkulasi
pindah keruangan ketiga, seperti asites, anasarka, paritonitis, crush injury,
dan lain sebagainya.
Pada tingkat selular,

syok

hipovolemia

didefinisikan

sebagai

gangguan metabolik oksidatif dan homeostatis karena tidak adekuatnya


oksigenasi dan tidak adekuatnya pembuangan sisa metabolisme sel
akibat hipoperfusi. Kegagalan progresif dari metabolisme oksidatif akan
menigkatkan produksi laktat pada jaringan yang hipoperfusi tidak
ditangani

dan

kardiovaskular,
kontaktilitas

berlanjut

melewati

dekompensasi

miokard

dan

ambang

batas

kompensasi

hemodinamik

akan

mendepresi

asidosis

laktat

pada

jaringan

akan

menghilanhkan vasokontriksi perifer.


2.1.5.2 Etiologi
Penyebab syok hipovolemik dapat adalah akibat dari berbagai faktor
berikut ini.
1. Hipovolemia Absolut
a. Thorak
1) Trauma parenkim paru
2) Cedera vaskular paru
3) Cedera vaskular intercostal
4) Gangguan aorta
5) Hemoptosis masiv
b. Abdomen/pelvis/retroperitoneum
1) Cedera organ padat (hepar,limpa,ginjal)
2) Vaskular (trauma,ruptur aneurisma)
3) Perdarah gastrointestinal (varises esofageal, ulkus, anomali
vaskular, dan lain-lain)

c. Gangguan ginekologi (ruptur kehamilan ektopik, perdarahan


peritanum, perdarah uterus abnormal, ruptur kista ovarium, dan
lain-lain)
d. Ortopedic
1) Farktur pelvis
2) Fraktur tulang besar
3) Fraktur multipel
Ekstermitas dan permukaan kulit
Cedera vaskular mayor
Cedera jaringan lunak masiv
2. Hipovolemia relatif/ non hemoragik hipovolemia
a. Kelainan gastrointestinal : muntah, diare, asites
b. Luka bakar
c. Paparan lingkungan
d. Renal salt wasting/ gagal ginjal
e. Diabetes/ penggunaan diuretik kuat
2.1.5.3 Klasifikasi
Berdasarkan derajat kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Perdarahn kelas 1 kehilangan volume sampai 15%
Gejala klinis pada derajat pada derajat ini adalah minimal. Bila tidak
ada komplikasi akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan
yang berarti dari tekanan darah,tekana nadi, atau pernapasan. Untuk
penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah tidak
perlu diganti.
2. Perdarah kelas II kehilangan volume darah 15% sampai 3O% gejalgejala klinis termasuk takikardi (HR>100x/menit), takipnea, dan
penurunan

nadi.

Tekanan

sistolik

hanya

mengalami

sedikit

perubahan, sehingga penilaian menggunakkan tekanan nadi lebih


dapat diandalkan daripada tekanan darah. Dapat juga terjadi
perubahan perilaku rasa cemas, ketakutan atau permusuhan. Untuk
menstabilkan pasien ini dapat diberikan infus kristaloid, hanya sedikit
yang memerlukan transfusi darah.
3. Perdarahan kelas III kehilangan volume darah 30% sampai 40%
penderita dengan kehilangan darah sebanyak ini (2000mL pada
orang dewasa) menunjukkan gejala perfusi yang tidak adekuat

10

termasuk takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan status mental


dan

penurunan

tekanan

darah.

Penderita

pada

tingkat

ini

memerlukan transfusi darah.


4. Perdarah IV kehilangan volume darah lenih dari 40% gejala-gejala
pada penderita ini yakni, takikardi yang jelas, tekanan nadi yang
sempi, produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas menurun.
Penderita ini memerlukkan transfusi cepat dan kadang intervensi
pembedahan segera.
PENILAIA
N
Kehilangan
darah, %
Frekuensi
jantung,
x/menit
Tekanan
darah,
mmHg
Tekanan
nadi
Frekuensi
napas,
x/menit
Status
mental

KELAS I

KELAS 2

KELAS 3

KELAS 4

<15%

15%30%

30%-40%

>40%

<100

>100

>120

>140

NORMAL

NORMA
L

MENURUN

MENURUN

Normal
atau
meningka
t
14-20

menurun

menurun

Menurun

20-30

30-40

>35

gelisah

Lebih
gelisah

Gelisah,
kebingunga
n

Kebingungan
, lesu

2.1.5.4 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam menangani syok hipovolemik adalah dengan
meormalkan kembali volume intravaskular dan intrastisial. Berbahaya
bilamenunggu sampai tanda-tanda syok jelas. Resissutasi cairan harus
dimulai segera bila tanda-tanda kehilangan cairan terlihat, bukan saat
terjadinya penurunan tekanan darah yang jelas atau tak terdeteksi.
Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien
trauma. Vertebra servikalis harus dimobilisasi, dan pasien harus

11

dibebaskan jika mungkin, dan dipindahakan ketandu. Fiksasi farktur dapat


meminimalisir kerusakan neurovaskular dan kehilangan darah.
Immobilaisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang
adekuat,

menjamin

ventilasi

dan

memaksimalkan

sirkulasi.

Memaksimalkan penghantaran oksigen, dengan cara:


1. Jalan napas sebaiknya dibebaskan segera stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan serta suara napas harus
diperhatikan.
2. Buat jalur intravena berdiameter besar. Pada jalur intravena, cairan
yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik
seperti RL dan saline normal.
Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap
stabil. Bila diduga syok karena kekurangan darah yang diakibatkan
perdaharahan. Segera minta sampel darah, dan lakukan pergantian
darah segera mungkin. Hati-hati dengan pemberian cairan infus yang
berlebihan. Secara klinis monitor unutuk keberhasilan terapi dapat
dipantau melalui: jumlah keluaran urin pasien, capillary refilling time dan
tingkat kesadaran.
Terapi Cairan
Cairan tubuh memiliki berat total mencapai 50-60% dari berat badan
seseorang, dengan proporsi terbesar ada pada ruang intrasel (sekitar 2/3
dari total cairan). Proporsi cairan tubuh ini menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir proporsinya mencapai 75% dari
berat badan sedangkan pada orang lanjut usia hanya sekitar 55%. Cairan
antar ruang dapat saling bergerak (difusi) sesuai dengan kebutuhan tubuh
melalui respon terhadap gradien konsentrasi elektrolit. Elektrolit utama
pada ruang intrasel adalah potasium (K+), sedangkan natrium (Na+) lebih
banyak berada di ruang ekstrasel.

12

Pada kondisi normal, cairan tubuh manusia didistribusikan intrasel


dan ekstrasel dengan perbandingan yang tetap. Dengan demikian segala
kondisi yang dapat merubah komposisi tersebut akan mengakibatkan
ketidakseimbangan hemodinamik yang dapat menjadi fatal.
Adapun tujuan resusitasi cairan pada syok hipovolemik anatara lain:
1. Mencapai normovolemi dan hemodinamik stabil
2. Memelihara keseimbangan dan komposisi kompartemen cairan
tubuh
Jenis cairan yang digunakan pada penatalaksanaan syok adalah
kristaloid, koloid dan sediaan darah. Tetapi cairan dilakukan untuk
mengganti volume cairan intravaskular (perfusi) atau volume cairan
interstisial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit
hiperkalsemia, hipokalemia, hiper atau hiponatremia.
a. Cairan kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueos) yang terdiri dari molekulmolekul kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah.
Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran
kapiler dari kompartemen intravaskular ke kompartemen interstisial,
kemudian didistribusikan ke semua kompertemen ekstra vaskular.
Hanya 25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada
intravaskuler, sehingga penggunaannya menggunakan membutuhkan
volume 3-4 kali dari volume plasma yang hilang. Bersifat isotonik,
maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam pembuluh darah
dengan segera dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan
segera. Contoh cairan kristaloid adalah ringer laktat, normal saline,
NaCl, dekstrosa, ringer asetat
Keuntungan mengadministrasikan kristaloid anatara lain:
1) Kompisisi elektrolit seimbang
2) Tidak ada reaksi alergi
3) Tidak memperngaruhi hemostasis
4) Harganya murah
5) Mengakibatkan terjadinya diuresis

13

Sedangkan kerugiannya meliputi:


1) Deperlukan 3-4x lebih banyak dari pada jumlah perdarahan
2) Dapat mengakibatkan udem
3) Menyebabkan hipotermi
4) Lama kerja hanya sekitar 90menit
5) NaCl 0,9% berpotensi menimbulkan hiperkloremia asidosis
b. Cairan koloid
Cairan koloid merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul
besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk
mengganti cairan intravaskular. Umumnya pemberian lebih kecil,
onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak
(reaksi alergi), dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma
sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap
berada dalam pembuluh darah, besifat hipertonik dan dapat menarik
cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya
membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang
hilang. Digunakan unutuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose
plasma. Contoh cairan kolid adalah Albumin, HES (hydroxyetyl
starches), dekstran dan gelatin.

2.2.1

Masalah keseimbangan cairan pada keadaan Syok


1. Hipovolemia
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES), dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemia.
Mekanisme

kompensasi

pada

hipovolemia

adalah

peningkatan

rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi


jantung, dan tekanan vaskular), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan
aldosteron. Hipovolemia yang berlangsung lamadapat menimbulkan
gagal ginjal akut.

14

Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksi, mual muntah, rasa haus,


gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah,
denyut jantung meningkat, temperatur meningkat, turgor kulit menurun,
lidah kering dan kasr, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan
berat badan akut, mata cekung, dan pengosongan vena jugularis. Pada
bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air mata. Pada pasien
syok tampak pucat, denyut jantung cepat dan halus, hipotensi dan liguri.
2. Hipervolemia
Adalah penambahan atau kelebihan volume CES dapat terjadi pada
saat:
a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air;
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air;
c. Kelebihan pemberian cairan;
d. Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi
kuat, asites, edema, adanya ronkhi, kulit lembab, distensi vena leher,
dan irama gallop.
3. Edema
Edema adalah kelebihan cairan dalam ruang interstisial yang
terlokalisasi.
Edema terjadi karena hal-hal berikut.
a. Meningkatnya
tekanan
hidrostatik

kapiler

akibat

penambahan volume darah. Peningkatan tekanan hidrostatik


akan menimbulkan pergerakan cairan ke jaringan sehingga
mengakibatkan edema. Disamping itu peningkatan tekanan
hidrostatik juga berakibat meningkatnya resistensi vaskular
perifer yang kemudian meningkatkan tekanan ventrikel kiri
jantung sehingga berakibat pada adanya edema pada paru.
Keadaan

yang

dapat

menimbulkan

edema

karena

peningkatan tekanan hidrostatik adalah gagal jantung,


obstruksi vena seperti pada ibu hamil.

15

b. Peningkatan permeabilitas kapiler seperti pada luka bakar


dan infeksi. Keadaan ini memungkinkan cairan inravaskular
akan bergerak ke interstisial.
c. Penurunan tekanan plasma onkotik, penurunan tekanan
onkotik karena kadar protein plasma rendah seperti karena
malnutrisi, penyakit ginjal, dan penyakit hati. Seperti yang
telah diketahui bahwa protein plasma berfungsi menahan
cairan atau volume cairan vaskular atau di intrasel, sehingga
jika terjadi penurunan maka cairan banyak keluar vaskular
atau keluar sel.
d. Bendungan aliran limfa mengakibatkan aliran terhambat,
sehingga cairan masuk kembali ke kompartemen vaskular.
e. Gagal ginjal diman pembuangan air tidak adekuat
menimbulkan penumpukan cairan dan reabsorpsi natrium
yang berlebihan sehingga tertahan pada interstisial (Tarwoto
& Wartonah, 2011).
2.2.2

Keseimbangan asam basa


Disamping air dan elektrolit cairan tubuh juga mengandung sama
basa, misalnya senyawa asam adalah asam karbonat (H2CO3). Keadaan
asam dan basa ditentukan oleh pH cairan tubuh. pH adalah simbol dari
jumlah ion hidrogen dalam larutan. pH netral adalah 7, jika di bawah 7
disebut asam, dan diatas 7 disebut basa. Sedangkan pH plasma
normalnya 7,35-7,45. Asam basa, yaitu larutan yang terdiri atas dua atau
lebih zat kimia untuk mencegah terjadinya perubahan ion hidrogen. Ada 4
sistem bufer utama dalam cairan tubuh yaitu; sistem asam karbonatnatrium bikarbonat, bufer fosfat, bufer protein, dan bufer hemoglobin.
Pengaturan keseimbangan asam basa dilakukan melalui mekanisme
sistem bufer, oleh pengaturan pernafasan dan pengaturan oleh ginjal.
1. Sistem bufer

16

Bufer membantu mempertahankan keseimbangan asam basa


dengan menetralisasi kelebihan asam melalui pemindahan atau
pelepasan

ion hidrogen. Jika terjadi kelebihan ion hidrogen pada

cairan tubuh, maka bufer akan mengikat ion hidrogen sehingga


perubahan pH dapat dimminimalisasi. Sebaliknya jika cairan tubuh
menjadi alkali, maka bufer akan melepaskan ion hidrogen. Namun
demikian, pengaturan mekanisme bufer mempunyai kemampuan
terbatas, sehingga pada kondisi tertentu tidak mampu mengontrol pH
sehingga terjadi ketidakseimbangan.
Sistem bufer utama pada cairan ekstraseluler adalah bikarbonat
(HCO3-) dan asam karbonat (H2CO3). Ketika terdapat asam kuat
seperti asam hidroklorida (HCl), maka secara otomatis akan berkaitan
dengan bikarbonat sehingga pH nya hanya menurun sedikit.
Sebaliknya jika terdapat basa kuat seperti sodium hidroksida, maka
akan diikat dengan asam karbonat sehingga pH dapat dipertahankan
dalam

batas

normal.

Selain

bufer

bikarbonat-karbonat,

untuk

mempertahankan keseimbangan pH juga berperan plasma protein,


hemoglobin, dan fosfat.
2. Pengaturan pernafasan
Paru-paru membantu mengatur keseimbangan asam basa dengan
cara mengeluarkan karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida juga dapat
berkaitan dengan air membentuk asam karbonat (CO2 + H2CO3).
Reaksi kimia ini bersifat reversibel, asam karbonat dapat dipecah
menjadi karbon dioksida dan air. Bekerja sama dengan bufer
bikarbonat-asam karbonat, paru-paru mengatur keseimbangan asam
basa dan pH dengan cara pernapasan cepat dan dalam.
Karbon dioksida secara penuh menstimulasi pusat pernapasan.
Ketika karbon dioksida dan asam karbonat dalam darah meningkat
pusat pernapasan distimulasi sehingga pernapsan meningkat. Karbon

17

dioksida dikeluarkan, dan asam karbonat menjadi turun. Apabila


bikarbonat berlebihan, maka jumlah pernapasan akan diturunkan.
Pengaturan pernapasan dan ginjal saling bekerja sama dalam
mempertahan kan keseimbangan asam basa. Diparu-paru karbon
dioksida bereaksi dengan air membentuk asam karbonat, yang
kemudian asam karbonat akan dipecah di ginjal menjadi hidrogen dan
bikarbonat.
Kadar karbon dioksida dalam darah dapat di ukur sebagai pCO2
atau tekanan parsial gas karbon dioksida dalam darah dengan analisis
gas darah (AGD), PaCO2 merupakan tekanan gas CO2 dalam darah
arteri yang normalnya 35-45 mmHg.
3. Pengaturan oleh ginjal
Pengaturan asam basa oleh ginjal relatif lebih lama dibandingkan
dengan pernapasan dan sistem bufer, yaitu beberapa jam atau
beberapa hari setelah adanya ketidakseimbangan asam basa.
Ginjal mempertahankan keseimbangan asam basa dengan
pengeluaran selektif bikarbonat dan ion hidrogen. Ketika kelebihan
hidrogen terjadi dan pH menjadi turun (asidosis), maka ginjal
mereabsorpsi bikarbonat dan mengeluarkan ion hidrogen. Pada
keadaan alkalosis atau pH tinggi, maka ginjal akan mengeluarkan
bikarbonat dan menahan ion hidrogen. Normalnya kadar serum
2.2.3

bikarbonat 22-26 mEq/liter (Tarwoto & Wartonah, 2011).


Ketidakseimbangan asam basa
Pada keadaan normal pH serum darah dipertahankan sekitar 7,357,45 agar aktivitas sel dan reaksi kimia dapat berjalan secara optimal.
Keseimbangan asam basa ditentukan oleh adanya kadar ion hidrogen
dalam cairan intrasel maupun ekstrasel. Ion hidrogen adalah hasil akhir
dari katabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta penguraian dari
asam karbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa CO2 dengan air. Jika
kadar pH kurang dari 7,35 disebut asidosis, sedangkan jika kadar pH

18

lebih dari 7,45 disebut alkalosis. Asidosis adalah kelebihan akumulasi dari
asam atau kekurangan bikarbonat dalam larutan tubuh.
Ketidakseimbangan asam basa diklasifikasi menjadi

asidosis

metabolik, asidosis respiratorik, alkalosis metabolik dan alkalosis


respiratorik.
1. Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuang
CO2 dari cairan tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan pCO2
arteri di atas 45 mmHg dengan penurunan pH < 7,35.
Penyebab: penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis, penurunan
aktivitas pusat pernapasan (trauma kepala, pendarahan, narkotik,
anestesi, dan lain-lain).
2. Alkalosis respiratorik
Disebabkan karena kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan
yang lebih tinggi dari produksinya dalam jaringan. Hal ini menimbulkan
pCO2 arteri < 35 mmHg, pH > 7,45.
Penyebab: hiperventilasi alveolar, ansietas, demam, meningitis,
keracunan aspirin, pneumonia, dan emboli paru.
3. Asidosis metabolic
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa. pH
arteri < 7,35, HCO3 menurun dibawah 22 mEq/liter.
Gejala: pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi, dan
koma.
4. Alkalosis metabolic
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa
pada cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat > 26 mEq/liter dan
pH arteri >7,45.
Penyebab: mencerna sebagian besar basa (misalnya BaHCO 3,
antasida, soda kue) untuk mengatasi ulkus peptikum atau rasa
kembung.
Gejala: apatis, lemah, gangguan mental, kram, dan pusing
(Tarwoto & Wartonah, 2011).
5. Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Menurut Brunner & Suddart, 2000 di dalam tubuh seorang yang sehat
volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu

19

berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi normal
intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi.
Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi
tubuh maka tubuh akan kehilangan cairan antara lain melalui proses
penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada
proses metabolisme.
a. Intake Cairan
Selama aktifitas dan temperatur yang sedang, seorang dewasa
minum kira-kira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan
tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000
ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses
metabolisme. Pengatur utama intake cairan adalah melalui
mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak
sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi
intraseluler, sekresi angiotensin sebagai respon dari penurunan
tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume
darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan
sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus
akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh
tractus gastrointestinal.
Rata-rata cairan perhari
1) Air minum : 1500-2500 ml.
2) Air dari makanan : 750 ml.
3) Air dari hasil oksidasi atau metabolisme : 200 ml.
b. Output Cairan
Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
1) Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus
urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama.
Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24
jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada

20

orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam


setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka
produksi

urine

akan

menurun

sebagai

upaya

tetap

mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.


2) IWL (Invisible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan
mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan
tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari,
tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL
dapat meningkat.
3) Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan
impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
4) Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per
hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa
usus besar (kolon).

Вам также может понравиться