Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Pengertian Lansia
Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua Pasal 13 ayat 1
menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial (Kemenkes RI, 2011). Menurut
Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

13

tahun

1998

tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Sedangkan berdasarkan definisi umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi,
2009).
Nugroho (2000) mengemukakakn bahwa lansia merupakan kelanjutan
usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat, bagian pertama fase
iufentus, antara 25 dan 40 tahun, kedua fase verilitas, antara 40 dan 50 tahun,
ketiga fase prasenium, antara 55 dan 65 tahun dank e empat fase senium,
antara 65 hingga tutup usia (Azizah, 2011).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization),
ada empat tahap yaitu :
a.
Usia pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 4559 tahun.
b.
Lanjut usia (Elderly) = antara 6074 tahun.
c.
Lanjut usia tua (Old) = antara 7590 tahun.
d.
Lansia sangat tua (Very Old) = diatas 90 tahun (Azizah, 2011)
Menurut Kementrian Kesehatan RI. Lanjut usia dikelompokkan menjadi :
a. Pra lanjut usia (49-59 tahun)
b. Lanjut usia (60-69 tahun)
c. Lanjut usia risiko tinggi ( 70 tahun atau usia 60 tahun dengan masalah
kesehatan)
3. Proses Menua
Ageing Process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti

dan

mempertahankan fungsi

normalnya

sehingga

tidak

dapat

bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah


suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian
memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi
pada kaum lanjut usia (Azizah, 2011).
Proses menua berlangsung secara alamiah, terus menerus, dan
berkesinambungan. Bersifat individual dan berbeda perkembangannya pada tiap
individu. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena seluruh
aktivitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat-zat gizi yang cukup
(Kemenkes RI, 2011).
4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Menua

Gambar 3. Faktor yang mempengaruhi Proses Menua


Proses menua sangat individual dan berbeda perkembangannya pada
tiap individu, karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
eksternal yag mempengaruhi proses menua adalah asupan makanan,
pendidikan,

sosial

budaya,

penyakit

infeksi/degeneratif,

higiene

sanitasi

lingkungan, ekonomi dan dukungan keluarga. Faktor eksternal lain yaitu


kemunduran psikologis seperti perasaan sedih dan perubahan status sosial yang
dapat mempengaruhi proses menua pada seseorang. (Kemenkes RI, 2012)
5. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses penuaan ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap
berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada

sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin


dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring menigkatnya usia yang
pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis serta
dapat mempengaruhi status ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum
akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
Menurut Azizah (2011: 11), perubahan-perubahan yang terjadi pada
lansia, yaitu:
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indera
Sistem indera yang mengalami kemunduran antara lain pengelihatan,
pendengaran, dan integumen. Pengelihatan lansia menurun saat jarak jauh
maupun jarak dekat, maka dari itu lansia perlu dibantu penggunaan kaca mata
dan sistem penerangan yang baik. Pada sistem pendengaran lansia juga
mengalami gangguan pada suara-suara yang tidak jelas. Sistem integumen pada
lansia mengalami tidak elastis dan kering keriput.
b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi pada lansia adanya perubahan jaringan
penghubung (kolagen dan jaringan penghubung), kartilago, otot dan sendi.
Perubahan

ini

menyebabkan

turun

fleksibilitas

pada

lansia

sehingga

menimbulkan dampak nyeri dan kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri.


c. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Penurunan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan
jantung menjadi berkurang karena penambahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin. Hal ini mengakibatkan konsumsi oksigen menurun
sehingga kapasitas paru menurun. Perubahan yang terjadi pada sistem respirasi
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan
toraks menurun.
d. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi terlihat pada kehilagan gigi sehingga lansia tidak
mampu mengunyah dengan baik. Perubahan lain yang terjadi meliputi
penurunan indra pengecap. Adapun perubahan lain pada asam lambung yang
mengalami penurunan.
e. Sistem Perkemihan
Pada sistem ini yang mengalami perubahan meliputi menurunnya laju
filtrasi, ekskresi dan rearbsorpsi oleh ginjal. Hal ini menyebabkan pola berkemih
tidak normal seperti buang air kecil.

f. Sistem Saraf
Penurunan yang terjadi pada sistem saraf mengakibatkan terjadunya
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
g. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi yang terjadi pada lansia yaitu menciutnya ovary dan
uterus dan terjadu atrofi pada payudara. Sedangkan pada laki-laki, testis masih
dapat memproduksi spermatozoa walaupun sudah mulai menurun. Dorongan
seksual pada laki-laki terjadi sampai usia 70 tahun keatas.
2. Perubahan Kognitif
a. Memori (Daya Ingat)
Daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menyimpan dan
menghadirkan kembali peristiwa yang pernah terjadi pada hidupnya. Paada
lansia yang seringkali terjadi yaitu penurunan fungsi kognitif. Ingatan jangka
panjang kurang mengalami perubahan sedangkan ingatan jangka pendek
memburuk.
b. Kemampuan Pemahaman
Kemampuan pemahaman lansia menurun disebabkan oleh konsentrasi
dan sistem pendengaran lansia yang menurun. Sebaiknya saat berkomunikasi
dengan lansia dilakukan kontak mata agar lansia dapat membaca bibir lawan
bicaranya.
c. Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah mengalami penurunan disebabkan
penurunan daya ingat dan fungsi penginderaan.
d. Kinerja
Penurunan kinerja pada lansia bisa terlihat secara kualitatif maupun
kuantitatif. Perubahan yang terjadi sangatlah wajar, hal ini terjadi dikarenakan
perubahan organ-organ biologis dan perubahan yang bersifat patologis.
e. Motivasi
Motivasi yang terjadi pada lansia kurang mendapat dukungan kekuatan
fisik maupun psikologis sehingga banyak hal yang diinginkan berhenti di tengah
jalan.
3. Perubahan Spiritual
Spriritualitas pada lansia bersifat universal, instrinsik dan merupakan
proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran
siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut
dipertahankan sebagian oleh efek positip harapan dari kehilangan tersebut.
Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui
mekanisme keimanan akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian.

Harapan memungkinkan individu dengan kematian spiritual atau religius untuk


bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.
4. Perubahan Psikososial
a. Pensiun
Lansia merasa kehilangan kontak sosial dari area kerjanya dan mereka
merasakan kekosongan saat menjalani aktivitasnya
b. Perubahan Aspek Kepribadian
Perubahan aspek kepribadian menyebabkan perubahan fungsi kognitif
yang menurun dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi persepsi, proses belajar,
pemahaman yang menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi lambat.
Sedangkan fungsi psikomotor berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
tidakan, koordinasi, gerakan tubuh yang menyebabkan lansia terlihat kurang
cekatan.
c. Perubahan dalam Peran di Masyarakat
Perubahan yang terjadi pada lansia yakni fungsi indra yang menurun
yang dapat mengakibatkan munculnya gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Hal ini dapat mengakibatkan lansia menarik diri dari
sosialnya.
d. Perubahan Minat
Perubahan minat yang terjadi pada lansia, bisa terlihat dari penurunan
minat untuk memperbaiki penampilan dan minat untuk ingin mendapat hiburan
juga ikut berkurang. Namun minat untuk pemenuhan kebutuhan meningkat pada
lansia. Perubahan minat ini dapat mempengaruhi pola hidupnya.
5. Perubahan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik. Seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme
(misal diabetes melitus),vaginitis,dan baru operasi prostatektomi. Salah satunya
pada wanita, fungsi seksual wanita mengalami penurunan saat terjadi
menopause.
B. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dindingdinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah
merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan
ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah
pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi

ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel
berelaksasi (tekanan diastolik).
Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding
pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan
darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis
merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri
terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati
pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam
aterosklerosis, darah memaksa melewati jalam yang sempit itu, sebagai hasilnya
tekanan darah menjadi tinggi.
Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak
melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg
dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang
bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap
diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (ditulis 140/90).
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan
pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana
tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah
sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90
mmHg.30 Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama
dengan 150-180 mmHg. Tekanan diastolik biasanya juga akan meningkat dan
tekanan diastolik yang tinggi misalnya 90- 120 mmHg atau lebih, akan berbahaya
karena merupakan beban jantung.
Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas
tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan
darah sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD) 90
mmHg. Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130 139 mmHg atau
TDD 85 89 mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya

penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap Kardiovaskuler dan Ginjal,


maka ditetapkan batasan tekanan darah untuk hipertensi semakin rendah.
Vasum et.al. dalam penelitiannya bahwa tekanan darah normal tinggi
(prehipertensi) yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg, distolik 85 s/d 89 mmHg
mempunyai risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan
kelompok tekanan darah optimal sistolik < 120 mmHg dan distolik < 80 mmHg.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan
darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga
timbul kerusakan lebih berat seperti Stroke (terjadi pada otak dan berdampak
pada kematian yang tinggi), Penyakit Jantung Koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada
otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan Gagal Ginjal,
Penyakit Pembuluh lain, Diabetes Mellitus dan lain-lain.
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang
sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi
sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa
penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali
lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik
kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg
mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan
tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun
risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi
prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan risiko
terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan
garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat
dimulai sebelum atau bersamasama obat farmakologi.
2. Klasifikasi
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas)

terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat


2 seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High
Blood Pressure)
Klasifikasi
Tekanan Darah

Tekanan Darah
Sistol (mmHg)

Normal
<120
Prehipertensi
120-139
Hipertensi Stage 1
140-159
Hipertensi Stage 2
160
(Sumber : Soenarta A.A.dkk.,2015)

Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
<80
80-89
90-99
100

Klasifikasi Hipertensi Menurut Tambayong (2000)


Tabel 2. Hipertensi menurut Kelompok Umur Berbeda
Kelompok Usia
Kategori
Usia (th)
Bayi
7-11
Anak
12-17
Remaja
20-45
Dewasa
20-45
45-65
>65

Normal (mmHg)
80/40
100/60
115/70
120-125/75-80
135-140/85
150/85

Hipertensi
(mmHg)
90/60
120/80
130/80
135/90
140/90-160/95
160/95

(Sumber: Tambayong,2000)
3. Jenis
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui
yaitu 10 % dari seluruh hipertensi.
Menurut Sunarta Ann dan peneliti lain, berdasarkan penyebabnya
hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:
a. Hipertensi Primer
Hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan
hereditas (keturunan). Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan
termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering

dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang


kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat
antihipertensi mungkin pula digunakan

tetapi

kadang-kadang

menimbulkan efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol,


menurunnya kadar natrium (Na) dan kalium (K) didalam tubuh dan
dehidrasi.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang
diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi
sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal,
hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus,
dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik.
4. Patogenesis
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan
dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan
periferal.
5. Diagnosis
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,
beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit

jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat


penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan,
riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain).
6. Faktor Risiko Hipertensi
Dwijayanthi (2011) menjelaskan bahwa faktor resiko ada yang dapat
dikendalikan dan ada juga yang tidak dapat dikendalikan.
Empat faktor resiko utama hipertensi yang tidak dapat dikendalikan
adalah :
a. Pertambahan usia
Menurut Tambayong (2000) insiden hipertensi meningkat dengan
meningkatnya usia.

Semakin lanjut usia, maka tekanan darah akan

semakin tinggi karena beberapa faktor elastisitas pembuluh darah yang


berkurang atau fungsi ginjal sebagai penyeimbang tekanan darah yang
menurun (Hananta, 2011).

Menurut Pusat Kesehatan Departemen

Kesehatan (1993) kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40


tahun.
b. Ras
Dibanding dengan orang kulit putih, orang kulit hitam di negara
barat

lebih

banyak

menderita

hipertensi,

lebih

tinggi

tingkat

hipertensinya dan lebih besar tingkat morbiditasnya maupun tingkat


mortilitasnya (Gray et al, 2002). Hipertensi pada orang berkulit hitam
paling sedikit dua kalinya orang yang berkulit putih (Tambayong, 2000).
c. Jenis kelamin
Pada orang dewasa muda dan usia pertengahan awal, lebih
banyak laki-laki yang menderita darah tinggi angkanya sama dari usia
55-64 tahun, pada usia 65 tahun lebih tua perempuan memiliki angka
lebih tinggi (Dwijayanthi, 2011). Hananta (2011) menjelaskan lebih lanjut
bahwa esterogen yang dominan pada wanita diketahui sebagai faktor
protektif/ perlindungan pembuluh darah, sehingga penyakit jantung dan
pembuluh darah lebih banyak ditemukan pada laki-laki yang kadar
esterogennya lebih rendah daripada wanita. Sedangkan wanita yang
telah menopouse, dengan kata lain produksi hormon esterogennya
berkurang, lebih beresiko menderita penyakit jantung dan pembuluh
darah.
d. Riwayat hipertensi pada keluarga

Faktor
hipertensi.

genetik

dapat

menyebabkan

seseorang

mengalami

Berdasarkan penelitian eksperimental, diketahui bahwa

respon tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara


genetik, yang berarti seseorang bisa saja mudah mengalami kenaikan
tekanan darah bila mengkonsumsi makanan atau minuman yang banyak
mengandung garam ataupun tidak sama sekali karena hal itu
dipengaruhi oleh kemampuan seseorang untuk mengeluarkan natrium,
hormon yang mengatur pengeluaran natrium, dan tingkat sensitifitas
tekanan darah terhadap garam bervariasi setiap orang (Hananta, 2011).
Sedangkan faktor resiko hipertensi yang dapat dikendalikan atau
ditanggulangi oleh seseorang antara lain :
a. Obesitas
Seseorang yang mengalami obesitas cenderung memiliki tekanan
darah yang tinggi (Beavers, 2002). Pada penyelidikan dibuktikan bahwa
curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai
berat badan normal.

Pada obesitas tekanan perifer berkurang atau

normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi, dengan aktivitas


renin plasma yang rendah (Soeparman, 1994).

Pengurangan berat

badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah (Tierney et al,


2002).
b. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai

frekuensi

denyut

jantung

yang

lebih

tinggi.

Hal

tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap


kontraksi.

Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah,

makin besar pula tekanan yang menyebabkan kenaikan tekanan darah


(Mayo Clinic Staff,

2012).

Kurangnya aktivitas fisik juga dapat

meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan


risiko hipertensi meningkat (Aris, 2007).
Hubungan antara olahraga dan hipertensi sangat bervariasi,
olahraga aerobik menurunkan tekanan darah pada individu yang
sebelumnya bergaya hidup sedentari, tetapi olahraga berat pada
individu yang sebenarnya aktif kurang berefek (Tierney et al, 2002).
c. Asupan alkohol yang berlebihan

Penggunaan alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan


tekanan darah, dengan cara meningkatkan katekolamin plasma.
Hipertensi akan sulit dikontrol pada pasien dengan konsumsi etanol
lebih dari 40 gram per hari (Tierney et al, 2002).

Seseorang

mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari dua gelas per hari dapat
meningkatkan resio mengalami tekanan darah tinggi (Hananta, 2011).
d. Natrium
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur
hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium) (Almatsier,
2003). Natrium dalam darah memiliki efek langsung pada peningkatan
tekanan

darah

dengan

membentuk

menyebabkan volume cairan meningkat.

ikatan

dengan

air

yang

Pada kondisi peningkatan

volume cairan jantung merespon dengan meningkatkan tekanan darah


untuk menjamin seluruh cairan darah beredar ke seluruh tubuh. Natrium
merupakan ion bermuatan positif.

Ion Na+ terutama terdapat pada

cairan ekstraseluler. Fungsi natrium sangat penting, yaitu (Almatsier,


2001). :
-

Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh


Mempertahankan tekanan osmotik
Mempertahankan keseimbangan asam basa
Berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot
Berperan dalam absorbsi glukosa dan sebagai alat angkut
zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding
usus.

Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3 hingga 7 gram sehari)


diabsorpsi, terutama di dalam usus halus. Natrium diabsorpsi secara
aktif (membutuhkan energi). Natrium yang diabsorpsi dibawa oleh aliran
darah ke ginjal. Di ginjal, natrium disaring dan dikembalikan ke aliran
darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium
dalam darah. Natrium dikeluarkan melalui urine jika konsumsi natrium
berlebih yaitu mencapai 90-99% dari yang dikonsumsi. Pengeluaran
natrium diatur oleh hormon aldosteron, yang dikeluarkan kelenjar
adrenal bila kadar natrium darah menurun.

Aldosteron merangsang

ginjal untuk menyerap kembali natrium. Dalam kondisi normal, natrium


yang dikeluarkan melalui urine berbanding lurus dengan jumlah natrium
yang dikonsumsi. Jumlah natrium dalam urine tinggi apabila konsumsi

natrium tinggi. Sebaliknya, jumlah natrium dalam urine rendah apabila


konsumsi natrium rendah (Almatsier, 2001).
Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah
sebanyak 500 mg. Kebutuhan natrium didasarkan pada kebutuhan
untuk pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi
lain. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur
hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium). Pembatasan
ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan
tekanan darah tinggi (hipertensi) (Almatsier, 2001). Natrium yang kita
makan kebanyakan berasal dari makanan kemasan, makanan yang
diproses, makanan yang dibeli di toko, dan makanan dari restoran.
Hanya sebagian kecil yang berasal dari garam yang ditambahkan ke
dalam masakan dan yang berasal dari tambahan garam meja setelah
masakan matang. Natrium yang ditambahkan ke dalam makanan
biasanya berupa ikatan yaitu (Kurniawan, 2002).
-

Natrium Chlorida atau garam dapur


Mono-Natrium Glutamate atau vetsin
Natrium Bikarbonat atau soda kue
Natrium Benzoat yang biasa dipakai untuk mengawetkan

buah
Natrium Bisulfit yang biasa digunakan untuk mengawetkan

daging, seperti daging kornet


e. Kalium
Kalium membantu keseimbangan jumlah natrium dalam sel
(Dwijayanthi, 2011).

Banyak bukti yang mendukung peran natrium

dalam tejadinya hipertensi. Natrium yang beredar dalam darah dituding


memiliki efek langsung pada peningkatan tekanan darah dengan cara
membentuk ikatan dengan air (H2O) yang menyebabkan jumlah atau
volume cairan darah meningkat.

Pada kondisi peningkatan volume

cairan darah maka jantung akan merespon dengan meningkatkan


tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat berdar ke
seluruh tubuh (Hananta, 2011).
Kalium diabsorpsi dengan mudah dalam usus halus. Sebanyak
80-90% kalium yang dimakan diekskresi melalui urin, sebaliknya
dikeluarkan melalui feses dan sedikit melalui keringat dan cairan
lambung. Taraf kalium normal darah dipelihara oleh ginjal melalui

kemampuannya menyaring., mengabsorpsi kembali dan mengeluarkan


kalium dibawah pengaruh aldosteron. Kalium dikeluarkan dalam bentuk
ion dengan menggantikan ion natrium melalui mekanisme pertukaran di
dalam tubula ginjal. Kebutuhan minimum kalium sebanyak 2000 mg
sehari (Almatsier, 2001).

Konsumsi kalium sebagian didapatkan dari

asupan makanan. Makanan yang mengandung kalium antara lain buahbuahan, sayuran, dan biji-bijian merupakan sumber kalium yang baik.
Kalium memiliki efek anti-hipertensi. Efek ini juga berhubungan dengan
interaksi yang kompleks dengan beberapa nutrien dan substansi lain.
Dietary

Approaches

to

Stop

Hypertension

(DASH)

yang

telah

dikemukakan di Amerika Serikat menganjurkan diet yang tinggi kalium


dengan banyak memakan sayuran dan buah-buahan untuk mencegah
hipertensi dengan mengonsumsi 4 hingga 5 porsi buah dan sayur setiap
hari, yang mana merupakan sumber kalium yang baik.
f. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih
sebanyak 1 kg. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium
memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk
transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membran sel.
faktor pertumbuhan.
Dalam keadaan

Kalsium mengatur hormon-hormon dan

normal

sebanyak

30-50%

kalsium

yang

dikonsumsi diabsorpsi tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada


masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Banyak faktor
yang mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi
bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena unsur
makanan lain, seperti oksalat. Absorpsi kalsium lebih baik bila
dikonsumsi bersamaan dengan makanan.

Adapun makanan sumber

kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu, seperti keju. Ikan,
serealia, kacang-kacangan dan hasil olahan, tahu dan tempe, sayuran
hijau merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi bahan makanan ini
mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti
serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2001).

Kalsium

memiliki banyak manfaat kesehatan selain untuk

menguatkan tulang.

Orang-orang yang mendapat lebih kalsium dari

pola makan mereka cenderung memiliki tekanan darah yang lebih


renda, berat badan yang lebih rendah, memiliki lemak tubuh yang lebih
rendah, dan resiko lebih rendah untuk terkena diabetes tipe-2.

Diet

DASH menyarankan setidaknya 2 hingga 3 porsi makanan produk susu


rendah atau tanpa lemak per hari. Umumnya direkomendasikan untuk
mendapatkan 3 hingga 4 porsi harian produk susu untuk mendapat
1.200 mg kalsium yang merupakan RDA (Recomended Dietary
Allowance) atau asupan gizi yang disarankan untuk orang-orang berusia
50 tahun ke atas.
g. Magnesium
Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah
natrium di dalam cairan intraseluler. Magnesium terutama diabsorpsi di
dalam usus halus, kemungkinan dengan bantuan alat angkut aktif dan
secara difusi pasif. Pada konsumsi magnesium yang tinggi hanya
sebanyak 30% magnesium diabsorpsi, sedangkan pada konsumsi
rendah sebanyak 60%. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktorfaktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin
D tidak berpengaruh.
Magnesium juga merupakan mineral yang sangat penting untuk
menjaga tekanan darah tetap terkontrol. Akan tetapi banyak penduduk
Indonesia yang tidak mendapat cukup magnesium dalam pola
makannya. Gandum utuh adalah sumber yang baik untuk magnesium,
seperti kacang-kacangan, dan beberapa sayur dan buah.
h. Serat
Serat dapat dibedakan atas serat kasar (crude fiber) dan serat
makanan (dietary fiber). Serat makanan adalah komponen makanan
yang berasal dari tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan manusia. Serat makanan total terdiri dari komponen serat
makanan yang larut (misalnya: pektin, gum) dan yang tidak dapat larut
dalam air (misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin).

Kadar serat

makanan berkisar 2-3 kali serat kasar.


Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus, namun
peranannya sangat penting karena pada penderita gizi lebih dapat
mencegah atau mengurangi resiko penyakit degeneratif.

Serat larut

lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu LDL dan


meningkatkan kadar HDL (Baliwati, et al., 2004). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kerusakan pembuluh darah bisa dicegah dengan
20 mengkonsumsi serat. Serat pangan dapat membantu meningkatkan
pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu
transit bahan makanan melalui usus kecil. Selain itu, konsumsi serat
sayuran dan buah akan mempercepat rasa kenyang.

Keadaan ini

menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan


obesitas, dan akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi.
i. Omega 3
Omega 3 adalah salah satu zat gizi yang dapat menurunkan
tekanan darah. Senyawa ini banyak ditemukan pada ikan. Omega 3
merupakan asam lemak tak jenuh yaitu eikosapentaenoat (EPA)
dan dokosaheksaenoat (DHA) dan banyak ditemukan pada berbagai
jenis ikan seperti sardin, tuna, cakalang, kembung, tenggiri atau
mackarel, salmon, trakulu, kakap dan sebagainya.

Beberapa jenis

ikan laut Indonesia seperti bawal, tuna, tenggiri, sidat, dan ikan
layang memiliki kandungan asam lemak Omega 3 sangat tinggi
yaitu 10.9 gram/100 gram.
Saat ini omega-3 terbukti berperan dalam mencegah beberapa
penyakit

kronis seperti

hipertensi

adalah

dengan

hipertensi.

Peran

cara mencegah

omega-3 terhadap

agregasi platelet

dan

mengefektifkan respon vasomotor, mempengaruhi respon pembuluh


darah, keseimbangan sodium, perubahan pelepasan renin dan secara
langsung mengefektifkan kerja jantung.
j. Stres
Kadar stres yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah sementara tetapi drastis (Dwijayanthi, 2011). Soeparman (1994)
menjelaskan bahwa hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
malalui aktivasi saraf simaptik, yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten.

Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.


k. Penyakit kronik
Penyakit kronik seperti hiperkolesterolemia, diabetes melitus,
gagal ginjal, dan gagal jantung dapat meningkatkan tekanan darah
(Dwijayanthi, 2011). Pada penyakit ginjal, hipertensi dapat disebabkan

oleh penyakit glomeruler, penyakit interstisial tubuler dan ginjal polikistik.


Sebagian besar kasus berhubungan dengan peningkatan volume
intravaskuler atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron (Tierney et al, 2002).

Pada penyakit jantung hipertrofi

ventrikel kiri menyebabkan peningkatan kekakuan dinding terhadap


pengisian diastolik dan gelombang a (sistol atrium) yang menonjol pada
ekokardiografi (Gray et al, 2005).
C. Asupan Natrium
Asupan garam (Natrium Clorida) dapat meningkatkan tekanan darah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan asupan natrium
1,8 gram/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4 mmHg dan diastolik 2
mmHg pada penderita hipertensi dan penurunan lebih sedikit pada individu
dengan tekanan darah normal. Respon perubahan asupan garam terhadap
tekanan darah bervariasi antara individu yang dipengaruhi oleh faktor genetik
dan juga faktor usia (Kurniawan, 2002). Dari berbagai penelitian, terbukti bahwa
kenaikan berat badan dapat meningkatkan tekanan darah dan terjadinya
hipertensi, walaupun pada program penurunan berat badan. Penurunan tekanan
darah dapat terjadi sebelum tercapai berat badan yang diinginkan. Penurunan
sistolik dan diastolic rata-rata perkilogram penurunan berat badan adalah 1,6/1,1
mmHg. Sehingga dianjurkan untuk selalu menjaga berat badan normal, untuk
menghindari terjadinya hipertensi (Mustamin, 2010).
Bila kita mengkonsumsi garam, sebagian besar dari garam yang diserap
oleh usus akan dibuang akan tetapi bila terlalu sering dikonsumsi maka
jumlahnya melebihi kapasitas ginjal untuk mengeluarkannya kembali sehingga
kadar natrium dalam darah akan meningkat dan mengakibatkan volume darah
yang bersirkulasi dalam sistem sirkulasi bertambah jumlahnya dan apabila
jumlah itu melebihi volume tertentu maka tekanan dalam sistem tersebut
meningkat sehingga orang yang mengalami hal ini dikatakan menderita penyakit
darah tinggi (Wahyudi 2007 dalam Istiqomah 2009).
Natrium yang berlebihan di dalam tubuh secara tidak langsung
meningkatkan volume cairan ekstrasel, yang akan meningkatkan volume darah,
sehingga meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata, meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung, meningkatkan curah jantung dan
meningkatkan tekanan arteri (Ariyanti dan Hesti, 2010).

Penelitian oleh Istiqomah, dkk (2009), mengenai Kebiasaan Konsumsi


Natrium Sebagai Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Wanita Lanjut Usia
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Bantar Bungursari Kota Tasikmalaya terdapat
hubungan antara kebiasaan konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian oleh Nur Ihda Ariyanti (2005), yang
menyatakan adanya hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah
pada penderita hipertensi primer di Unit Jalan Badan Rumah Sakit Daerah Blora.
Penderita yang sering mengkonsumsi natrium, dimana kebutuhan natrium
didasarkan pada kebutuhan untuk pertumbuhan, kehilangan natrium melalui
keringat dan sekresi urin.NHLBI (2006) merekomendasikan dua level konsumsi
natrium sehari yaitu 2300mg sehari sebagai batas tertinggi yang dapat diterima
dan <2300 mg sehari dimana level tersebut dapat menurunkan tekanan darah
lebih cepat. Sedangkan kategori berdasarkan DASH Diet, standar asupan
natrium dalam sehari adalah 2300 mg sehari, dan batas bawah sampai 1500 mg
sehari. Kadar natrium yang direkomendasikan menurut para ahli Who Expert
Committee On Prevention Of Cardiovaskuler Disease perharinya sekitar 6 gram
atau setara dengan 2400 mg Natrium (Rista Emiria, 2012).
Sumber utama natrium adalah natrium klorida (garam dapur), makanan
yang mengandung soda kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat),
pengawet makanan atau natrium benzoate (biasanya terdapat dalam saos,
kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium (obat sakit kepala) serta makanan dan minuman yang
diawetkan atau dalam kaleng (Almatsier, 2010).

Tabel 3. DaftarKadar Natrium Bahan Makanan (dalam 100 gram Bahan


Makanan)
Bahan Makanan
Biskuit
Krakers (soda)
Krakers
Kue-kue
Roti bakar
Roti cokelat
Roti putih
Roti susu

Natrium (mg)
500
110
710
250
700
500
530
500

Corned beef
1250
Dagung bebek
200
Ikan sarden
131
Keju
1250
Sosis
1000
Kecap
4000
Susu asam bubuk
600
Susu skim bubuk
470
Margarin
987
Mentega
987
Garam
38758
Saos
2100
Sumber : Sunita Almatsier, 2010. Penuntun Diet Edisi Baru
D. Asupan Kalium
Kalium merupakan elektrolit utaman untuk mengontrol cairan intraseluler
(Mary et al 2005). Suplemen kalium dapat menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah lebih nyata pada orang kulit
hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Penurunan tekanan darah juga
lebih tinggi pada orang dengan asupan NaCl yang tinggi pada penderita
hipertensi dibandingkan pada orang yang normotensi. Kalium merupakan ion
utama dalam cairan intraseluler, sebaliknya natrium merupakan ion utama dalam
cairan ektraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi
kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah. Dengan demikian konsumsi natrium perlu diimbangi
dengan kalium (Astawan, 2004). Kalium dapat menurunkan tekanan darah
sistolik maupun diastolic dengan menghambat pelepasan renin sehingga terjadi
peningkatan ekskresi natrium dan air. Renin beredar dalam darah dan bekerja
dengan mengkatalis penguraian angiotensin menjadi angiotensin I. Angiotensin I
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu angiotensin II dengan bantuan angiotensin
converting enzyme (ACE). Angiotensin II berpotensin besar meningkatkan
tekanan

darah

karena

bersifat

vasoconstrictor

dan

dapat

merangsang

pengeluaran aldosterone. Aldosterone meningkatkan tekanan darah dengan


jalan retensi natrium. Retensi natrium dan air menjadi berkurang dengan adanya
kalium, sehingga terjadi penurunan volume plasma, curah jantung, tekanan
perifer dan tekanan darah.
Berdasarkan penelitian oleh Istiqomah, dkk (2009) dimana terdapat
hubungan antara kebiasaan konsumsi kalium dengan kejadian hipertensi, artinya

kebiasaan konsumsi kalium yang jarang berisiko mengalami hipertensi 10 kali


lebih tinggi dibanding dengan orang yang sering mengkonsumsi kalium. Lansia
yang kurang mengkonsumsi kalium memiliki risiko terkena hipertensi lebih besar
dibandingkan dengan lansia yang mengkonsumsi kalium dalam jumlah yang
cukup. Kurniawan (2002), menyebutkan kecukupan kalium dalam sehari dapat
diperoleh dengan mengkonsumsi 2-3 porsi sayuran dan buah. Berbeda pada
pada penelitian yang dilakukan oleh Dian Lestari, dkk mengenai Hubungan
Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium, dan Natrium, Indeks Massa Tubuh, Serta
AKtivitas FisikDengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 30-40 Tahun pada
48 responden yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara asupan kalium
dengan kejadian hipertensi.
Mary et al (2005), Tingginya tekanan darah mungkin berhubungan
dengan rasio natrium dan kalium. Jumlah natrium dan kalium yang sama
merupakan faktor pencegah terjadinya hipertensi seperti yang ada pada diet
DASH

(Diettary

Approaches

to

Shop

Hypertension)

kebutuhan

kalium

diperkirakan sebanyak 3500 mg dalam sehari menurut National Institutes Of


Health (NIH) National Heart, Lung, And Blood Institute (NHLBI) (2006).
Sedangkan menurut Sunita (2003) kebutuhan minimum kalium adalah kurang
lebih 2000 mg/hari.

Tabel 4. Daftar Kadar Kalium Bahan Makanan (dalam 100 gram Bahan
Makanan)

Bahan Makanan
Havermout
Jagung kuning
Kentang
Singkong
Tepung kedelai
Tepung tapioca
Ubi kuning
Ubi putih
Daging sapi
Kacang hijau
Kacang kedelai
Kacang merah

Kalium (mg)
200
260
396
926
400
400
304
210
489
1132
1504
1151

Kacang tanah
421
Bayam
416
Daun papaya muda
652
Peterseli
900
Kapri
370
Kembang kol
349
Pisang
435
Pepaya
221
Avokad
221
Apel merah
203
Jeruk
163
Cokelat susu
500
Susu asam bubuk
1800
Susu penuh bubuk
1200
Susu skim bubuk
1500
Kelapa
555
Bubuk cokelat
1000
Teh
1800
Tomat
235
Sumber: Sunita Almatsier, 2010. Penuntun Diet Edisi Baru

E. Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan makanan. Susunan makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi tubuh, pada umumnya dapat menciptakan status gizi yang
memuaskan (Suhardjo, 2006).
Status gizi merupakan cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi.
Status gizi secara parsial dapat diukur dengan antropometri (pengukuran bagian
tertentu dari tubuh) atau biokimia atau secara klinis (PERSAGI, 2009).
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. Sedangkan keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara
relatif ataupun absolut satu atau lebih zat gizi disebut malnutrition (gizi salah)
(Supariasa, IDN., dkk., 2012).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat
atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya

yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan
kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat
badan

lebih

akan

meningkatkan

risiko

terhadap

penyakit

degeneratif

(Suryadipraja, 2003). Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang
dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang
dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja,
ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa et al, 2002).
Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT
= ------------------------------------------------------Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Klasifikasi BMI (Body Mass Index) atai IMT dari berbagai sumber dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel. 2 Klasifikasi IMT menurut WHO (1998)
Kategori

IMT (kg/m )
Underweight

<18,5

Batas normal
18,5 - 24,9
Overweight:
25
- Pre-obese
25 - 29,9
- Obese I
30 - 34,9
- Obese II
35 - 39,9
- Obese III
40
(Sumber : Suharmiati,2003)

Risiko
Cormobiditas
(Kesakitan)
Rendah (tetapi risiko
terhadap masalahmasalah klinis lain
meningkat)
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
Sangat berbahaya

Klasifikasi WHO Western Pacific Region (WPRO) ini merupakan kriteria


WHO yang telah disesuaikan untuk pengukuran BMI orang Asia termasuk
Indonesia Untuk penduduk Asia, para ahli membuat klasifikasi IMT tersendiri
seperti tabel di bawah ini:
Tabel. 3 Klasifikasi IMT menurut WPRO (2000)
Kategori

IMT (kg/m )
Underweight

<18,5

Risiko
Cormobiditas
(Kesakitan)
Rendah (tetapi risiko
terhadap masalahmasalah klinis lain
meningkat)

Batas normal
18,5 - 24,9
Overweight:
25
- At Risk
25 - 29,9
- Obese I
30 - 34,9
- Obese II
35 - 39,9
(Sumber : Suharmiati,2003)

Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya

F. Masalah Gizi pada Lanjut Usia


Masalah gizi pada usia lanjut merupakan rangkaian proses masalah gizi
sejak usia muda yang manifestasinya timbul setelah tua dari berbagai penelitian
yang dilakukan oleh para pakar, masalah gizi pada usia lanjut sebagian besar
merupakan masalah gizi lebih dan kegemukan/obesitas yang memacu timbulnya
penyakit degeneratifseperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, gout,
reumetik, ginjal, sirosis hati, empedu dan kanker. Namun demikian, masalah
kurang gizi juga banyak terjadi pada usia lanjut seperti kurang energy protein
yang kronis (KEK), anemia dan kekurangan zat gizi mikro lain.
1. Kegemukan atau Obesitas
Keadaan ini disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan,
banyak mengandung (lemak, protein dan karbohidrat) yang tidak sesuai
dengan kebutuhan. Kegemukan ini biasanya terjadi sejak usia muda,
bahkan sejak anak-anak. Seseorang yang sejak kecil sudah gemuk
mempunyai banyak sel lemak yang bilamana konsumsi meningkat
cenderung sel lemak itu diisi kembali sehingga mudah menjadi gemuk.
Proses metabolisme yang menurun pada usia lanjut, bila tidak diimbangi
dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan,
sehingga kalori yang berlebih akan diubah menjadi lemak yang
mengakibatkan kegemukan.
Selain kegemukan secara keseluruhan, kegemukan pada bagian
perut lebih berbahaya karena kelebihan lemak diperut dihubungkan
dengan meningkatnya resiko menderita penyakit jantung koroner
daripada lemak dibagian lain.
Kegemukan atau obesitas akan meningkatkan risiko menderita
penyakit jantung koroner 1-3 kali, penyakit hipertensi1,5 kali, diabetes
mellitus 2,9 kali dan penyakit empedu 1-6 kali.
Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan kegemukan atau
obesitas, selain juga sebagai faktor risiko kardiovaskuler, yang
merupakan penyebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun ke

atas di seluruh dunia dengan jumlah kematian lebih banyak di negara


berkembang, antara lain :
a. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Menurut Kennedy dkk, penambahan

usia

tidak

menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti organ tubuh lain,


tetapi terjadi hipertrofi. Pada batas umur 30-90 tahun, massa
jantung bertambah 1 g per tahun pada laki-laki dan 1,5 g per
tahun pada wanita.
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Selain itu,
kegemukan dan obesitas juga merupakan faktor risiko penting
yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner ini terjadi jika ada penyempitan
pembuluh darah jantung oleh timbunan lemak (plak) sehingga
jantung kekurangan oksigen.
b. Hipertensi
Penelitian Framingham menunjukkan bahwa penderita
hipertensi terdapat kenaikan mortalitas total dua kali dan mortalitas
kardiovaskular tiga kali lebih tinggi dari normotensi dan hal ini lebih
signifikan pada wanita setelah berusia lebih dari 65 tahun.
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya
tekanan darah cenderung lebih tinggi. Disamping itu, pembuluh
darah pada usia lanjut lebih tebal dan kaku (arteriosklerosis)
sehingga tekanan darah akan meningkat. Bila disertai adanya plak
di dinding dalam arteri dapat menyebabkan sumbatan pembuluh
darah yang dapat menyebabkan stroke (pecahnya pembuluh
darah). Jika sumbatan ini terjadi pada pembuluh darah otak dapat
menyebabkan lumpuh atau kematian. Bila sumbatan terjadi di
jantung, maka akan menyebabkan serangan angina atau infark
yang juga dapat menyebabkan kematian.
Konsumsi natrium (garam) yang

berlebih

dapat

meningkatkan tekanan darah. Selain itu rendahnya konsumsi


kalsium,

magnesium,

kalsium

meningkatkan tekanan darah.


c. Diabetes Mellitus

dan

kalium

dapat

pula

Diabetes

Mellitus

adalah

keadaan/kelainan

dimana

terdapat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein


yang

disebabkan

karena

kekurangan

insulin

atau

tidak

berfungsinya insulin. Hal ini dapat menyebabkan gula darah


tertimbun dalam darah (hiperglikemia) dengan berbagai akibat
yang mungkin terjadi. Pada orang gemuk atau obesitas,
hiperglikemia

terjadi

karena

insulin

yang

dihasilkan

tidak

memenuhi kecukupan.
- Pada DM tipe I :
Insuline Dependent SM (IDDM), terjadi kerusakan
sel dan pancreas sehingga kadar insulin kurang.
Biasanya berat badan (BB) normal atau di bawah
normal dan disertai dengan gejala banyak makan,
-

banyak minum dan banyak buang air kecil.


Pada DM tipe II :
Non Insuline Dependent DM (NIDDM), selain terjadi
kerusakan

sel

dan

pancreas

juga

disertai

tidak

berfungsinya insulin , 75% penderita DM tipe II adalah


obesitas atau dengan riwayat obesitas.
d. Sirosis Hepatis
Pada usia lanjut sirosis menunjukkan perjalanan penyakit
dan gejala seperti yang terdapat pada dewasa lain.
Lemak yang berlebihan akan ditimbun dalam hati yang
akan menyebabkan terjadinya perlemakan hati, dan memicu
terjadinya penyakit sirosis hepatis. Di samping itu, sirosis hepatis
juga disebabkan karena radang hati (hepatitis) akibat kebiasaan
minum alkohol yang berlebih. Sirosis ini dapat berkembang
menjadi kanker hati.
2. Kurang Energi Kronis (KEK)
Kurangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada usia lanjut
dapat menyebabkan penurunan berat badan yang drastic. Pada orang
tua, jaringan ikat mulai keriput sehingga kelihatan makin kurus. Di
samping kurangnya karbohidrat, lemak dan protein sebagai zat gizi
makro maka penderita KEK biasanya disertai kekurangan zat gizi mikro
yang lain.
Penderita dengan penyakit infeksi kronis dan keganasan berat
badannya juga menurun (misalnya pada TBC, kanker). Seseorang

dikatakan menderita KEK, bila IMT <17, selain itu dari pemeriksaan
klinis dapat terlihat bahwa orang tersebut sangat kurus dan tulangtulangnya menonjol.
Penyebab kurang energi kronis (KEK) pada usia lanjut antara lain:
- Makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa
-

dan penciuman.
Banyak gigi yang tanggal/ ompong sehingga untuk makan

terasa sakit.
Nafsu makan berkurang karena kurang aktivitas kesepian,
depresi, penyakit kronis, efek samping dari obat, alkohol
dan rokok.

3. Osteoporosis (Keropos Tulang)


Massa tulang telah mencapai maksimum pada usia sekitar 35
tahun untuk wanita dan 45 tahun untuk pria. Bila konsumsi kalsium
kurang,

dalam

jangka

waktu

lama

akan

timbul

Osteoporosis.

Osteoporosis pada wanita terjadi setelah dua tahun menopause. Hal ini
karena massa tulang wanita lebih kecil daripada pria dan pengaruh
penurunan hormon estrogen pada wanita yang telah mengalami
menopause.

Kekurangan

kalsium

dalam

waktu

lama

dapat

menyebabkan osteoporosis.
4. Gout
Gout dapat timbul sebelum usia lanjut yang akan berlangsung
sampai usia lanjut. Gout lebih sering terjadi pada pria.
Kelainan metabolisme protein yang menyebabkan asam urat
dalam darah meningkat. Kristal asam urat akan menumpuk di
persendian yang menyebabkan rasa nyeri dan bengkak di sendi.
Daerah sasaran gout yaitu ibu jari kaki, telapak kaki, pergelangan
dan lutut. Pada kulit sekitar permukaan sendi yang terserang
membengkak dan hangat dengan warna kemerahan.
Pada penderita gout perlu pembatasan konsumsi protein agar
kadar asam urat dalam darah menurun. Selain itu, asam urat yang
berlebih dapat menjadi pencetus terjadinya batu ginjal.
5. Kurang Zat Gizi Mikro Lain
Kekurangan zat gizi mikro biasanya menyertai usia lanjut
penderita KEK, namun kekurangan zat gizi mikro dapat pula terjadi pada
orang dengan status gizi baik. Hal ini disebabkan karena pola makan
dengan menu yang tidak beragam. Kekurangan zat gizi mikro ini antara

lain yaitu kurang zat besi, kurang vitamin A, kurang vitamin B1, asam
folat, vitamin B12, kurang vitamin C, kurang kalsium dan vitamin D,
kurang vitamin E, kurang magnesium (Mg), kurang mineral seng (Zn),
dan kurang serat.
G. Kebutuhan Gizi pada Lanjut Usia
Lansia harus tetap memperhatikan asupan gizinya meskipun lansia tidak
mengalami perkembangan dan pertumbuhan lagi. Lansia sangat membutuhkan
asupan gizi zat yang essensial untuk mengganti sel-sel yang sudah rusak serta
menjaga kestabilan daya tahan tubuhnya (Wirakusumah, 2000).
Pada prinsipnya zat gizi dibutuhkan oleh lansia sama seperti usia muda
yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat dalam jumlah
seimbang yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing lansia. Konsumsi
makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi lansia untuk mencegah
atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif serta kemungkinan kurang
gizi (Departemen Kesehatan RI, 2003).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), Angka Kecukupan Gizi
(AKG) setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing pada
umumnya dihitung berdasarkan kebutuhan kalori atau energi, sebagai berikut:
a. Energi
Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998, secara umum
kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia (> 60 tahun) pada laki-laki
adalah 2200 kalori dan pada wanita adalah 1850 kalori.

Kebutuhan

energi

penurunan

pada

lansia

menurun

sehubungan

dengan

metabolisme basal (sel-sel banyak inaktif) dan kegiatan fisik cenderung


menurun. Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40-49
tahun dan 10% pada usia 50-69 tahun.
b. Protein
Kecukupan protein sehari yang dianjurkan pada lansia adalah
sekitar 0,8 gram/kg BB atau 15 -25% dari kebutuhan energi.

Untuk

lansia dianjurkan memenuhi kebutuhan protein terutama dari protein


nabati dan protein hewani dengan perbandingan 2 : 1. Jumlah protein
yang diperlukan untuk laki laki lansia adalah 55 gram/hari dan wanita
48 gram/hari yang terdiri 15% protein ikan, 10% protein hewani lain dan
75% protein nabati.
c. Lemak

Kebutuhan lemak untuk lansia lebih sedikit karena akan


meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, pada lansia dianjurkan
konsumsi lemak jangan lebih dari 15 % kebutuhan energi.
d. Karbohidrat
Untuk lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi karbohirat kompleks
karena

mengandung

vitamin,

mineral,

dan

serat

daripada

mengkonsumsi karbohidrat murni seperti gula. Dianjurkan pada lansia


mengkonsumsi 60-65% karbohidrat sebagai kebutuhan energi.
e. Vitamin
Untuk lansia dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi makanan
kaya vitamin A, D, dan E untuk mencegah penyakit degeneratif (sebagai
antioksidan). Selain itu konsumsi makanan yang banyak mengandung
vitamin B12 , asam folat, vitamin B1 dan vitamin C juga dianjurkan untuk
mencegah resiko penyakit jantung.
f. Mineral
Pada lansia dianjurkan untuk mengkonsumasi makanan kaya Fe,
Zn, Selenium, dan kalsium serta zat gizi mikro lain.
g. Air dan Serat
Air sangat penting untuk proses metabolis me dan mengeluarkan
sisa pembakaran tubuh. Selain itu serat juga dianjurkan untuk lansia
agar buang air besar menjadi lancar.

Komposisi makanan sehari

sumber energi pada lansia mengandung 60-65% Karbohidrat, 15 -25%


Protein, 10-15% Lemak.
H. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi (WHO, 2011). Selain olahraga,
aktivitas fisik dapat berupa kegiatan sehari-hari seperti berjalan, berkebun,
bermain dan menari (WHO, 2012).
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor
risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (WHO,2010).
Tekanan darah akan meningkat ketika sedang melakukan aktivitas fisik.
Tetapi jika seseorang melakukan aktivitas fisik secara teratur akan lebih sehat
dan tekanan darahnya akan lebih rendah daripada seseorang yang tidak
melakukan aktivitas fisik (Beavers dalam Anggraeny, 2013). Selain itu, aktivitas
fisik yang kurang cenderung membuat seseorang mengalami kegemukan dan
akan menaikkan tekanan darah (Suiraoka dalam Anggraeny, 2013).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara tepat dan teratur, serta frekuensi
dan lamanya waktu yang digunakan dengan baik dan benar dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu
menguatkan jantung. Jantung yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih
banyak darah meskipun hanya menggunakan sedikit usaha. Semakin ringan
kerja jantung, maka semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri
sehingga mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Beberapa studi
menunjukkan bahwa olahraga yang dilakukan secara rutin dan teratur dapat
mengurangi faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner, termasuk hipertensi
(Simamora dalam Anggraeny, 2013).
Mengacu kepada FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang
dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity
Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang
dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam.

PAL ditentukan

dengan rumus sebagai berikut:


PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas )
24 jam
Keterangan
PAL: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR: Physical avtivity rate dari masing-masing aktivitas yang dilakukan
untuk tiap jenis aktivitas per jam)
Waktu tiap aktivitas: dinyatakan dalam jam
Physical Activity

Ratio

(PAR)

merupakan

jumlah

energy

yang

dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu. Total PAL selama 24
jam diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian waktu (jam) dan
PAR. Untuk mengetahui rata-rata nilai PAL selama 1 hari dengan membagi total
PAL dengan 24 jam. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL:
Tabel. 4 Klasifikasi Aktivitas Fisik menurut FAO/WHO/UNU (2001)
Kategori
Ringan (sedentary lifestyle)
Sedang (active or moderately active
lifestyle)
Berat (vigorous or vigorously active
lifestyle)
(Sumber : FAO/WHO/UNU, 2001)
I.

Kebiasaan Merokok

PAL
1.40-1.69
1.70-1.99
2.00-2.40

Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada penderita hipertensi


guna mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup
antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari
alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres,
olahraga, dan istirahat (Amir, 2002).
Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan darah, hal ini
disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah
lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan
turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok maka obat yang
dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok
efektifitas obat akan meningkat (Santoso, 2001).
J. Hubungan Antar Variabel

Вам также может понравиться