Вы находитесь на странице: 1из 15

Tiroiditis Limfositik Kronik (Hashimoto) dan Hipotiroidisme

Stefina Gunawan 102013107


Roswitha Desiana S Gesi 102011375
Cindy Christabela 102013001
Yesica 102013185
Triani Martio 102013294
Nico Yansen 102013327
Muhammad Sajid Bin Mohd Rafee 102013498
Nor Ameerah Binti Azmi 102013500
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : stefina_gl95@yahoo.com

Abstrak
Kelenjar tiroid berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, memicu sintesis protein,
dan meningkatkan kadar glukosa di dalam tubuh. Jika terjadi kelainan fungsi pada kelenjar
tiroid, maka akan menimbulkan berbagai kelainan pada tubuh, terutama pada laju
metabolisme. Tiroiditis Hashimoto merupakan bagian dari penyakit tiroid autoimun yang
ditandai dengan kerusakan sel-sel tiroid oleh berbagai macam sel dan proses antibodi.
Pertama-tama, lakukan anamnesis yang terdiri dari beberapa pertanyaan meliputi identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, dan riwayat sosial yang dilakukan untuk mengetahui keluhan-keluhan
dan data-data pendukung yang dimiliki pasien sehingga dokter dapat menentukan diagnosis
dan pengobatan yang tepat untuk pasiennya. Jika terlihat pembesaran tiroid, lakukan
pemeriksaan fisik yang terkait seperti inspeksi kelenjar tiroid, palpasi kelenjar tiroid, dan
auskultasi di daerah kelenjar tiroid. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri atas
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan prosedur biopsi untuk melihat secara
histologis. Penatalaksanaan secara farmako dengan memberikan terapi pengganti hormon
tiroid, ada juga yang secara non-farmako dengan tindakan bedah.
Kata kunci : hashimoto, kronik, limfositik, tiroiditis
Abstract
Thyroid gland regulates metabolism of the body, triggers protein synthesis, and
increases the level of glucose in the body. Malfunction of our thyroid gland will cause a
variety of abnormalities in the body, especially on the rate of metabolism. Hashimoto
thyroiditis is part of autoimmune thyroid disease characterized by the destruction of thyroid
cells by a variety of cells and antibodies. First of all, do anamnesis which consists of several
1

questions such as identities of patients, main complaint, history of present illness, past
medical history, family medical history, and social history to determine the diagnosis and
appropriate treatment for patients. If there is visible enlargement of the thyroid, perform a
physical examination as the inspection related to thyroid gland, thyroid gland palpation and
auscultation on the thyroid gland. Investigations consist of laboratory tests, radiological
examination and biopsy procedures. Prescribe a thyroid hormone replacement therapy or
proceed surgery if there is an indication.
Key words : chronic, hashimoto, lymphocytic, thyroiditis

Pendahuluan
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher, kira-kira 2-3 cm di bawah kartilago
tiroidea, terdiri atas dua lobus pada sisi kanan dan kiri dan dihubungkan oleh isthmus. 1 Meski
ukurannya tergolong kecil, kelenjar tiroid memiliki fungsi yang cukup besar. Kelenjar tiroid
berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, memicu sintesis protein, dan meningkatkan
kadar glukosa di dalam tubuh dengan meningkatkan absorpsi glukosa di usus dan
penghancuran insulin.
Jika terjadi kelainan fungsi pada kelenjar tiroid, baik itu hipertiroid (pengeluaran
sekresi hormon tiroid yang berlebihan), hipotiroid (pengeluaran sekresi hormon tiroid yang
menurun), maupun tiroiditis (yang dapat memicu hipertiroidisme atau hipotiroidisme), maka
akan menimbulkan berbagai kelainan pada tubuh, terutama pada laju metabolisme.
Tiroiditis merupakan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Tiroiditis
dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Berdasarkan
penampilan klinis, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut
contohnya tiroiditis infeksiosa akut, tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika.
Tiroiditis subakut dibagi menjadi yang disertai rasa sakit (contoh tiroiditis de Quervain) dan
yang tidak disertai rasa sakit (contoh tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh
karena obat-obatan). Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa
kronis.2-5
Tiroiditis Hashimoto merupakan bagian dari penyakit tiroid autoimun, penyebab
hipotirodisme paling sering di Amerika Serikat bagi individu di atas 6 tahun. 2-4 Ditemukan
oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912.2 Tiroiditis ini disebut juga sebagai tiroiditis
limfositik kronis karena limfosit B yang menginvasi kelenjar tiroid. 3 Penyakit ini ditandai
dengan kerusakan sel-sel tiroid oleh berbagai macam sel dan proses antibodi.
2

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan penunjang terkait dengan tiroiditis Hashimoto dan diagnosa bandingnya, serta
gejala klinis dan penatalaksanaan terhadap tiroiditis Hashimoto.
Anamnesis
Tanyakan identitas seperti nama, usia, pekerjaan, dan alamat tempat tinggal. Tanyakan
keluhan utama, yaitu keluhan yang membuat pasien datang ke dokter1,6, dalam hal ini pasien
merasa lemah dan mudah lelah.
Pada riwayat penyakit sekarang, tanyakan onset keluhannya: sejak kapan lemah dan
mudah lelah dirasakan.
Biasanya pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher sebagai tanda
pembesaran kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan nyeri atau rasa penuh di leher. Tanyakan
sejak kapan benjolan muncul, serta apakah ada rasa sakit saat menelan atau tidak. Tanyakan
apakah pasien merasa panas meski berada pada ruangan yang dingin atau apakah pasien
banyak berkeringat. Banyak berkeringat menunjukkan laju metabolisme tinggi yang
merupakan ciri dari hipertiroidisme, sebaliknya jika sering merasa dingin meski pada ruangan
panas menunjukkan laju metabolisme rendah yang mengarah pada hipotiroidisme. Tanyakan
juga apakah pasien lebih merasa di tempat yang dingin atau yang panas.2,3
Tanyakan apakah pasien merasa berdebar-debar, apakah badan atau ekstremitas terasa
gemetar. Tanyakan apakah ada penglihatan ganda atau kabur, apakah sering merasa gugup
atau gelisah. Tanyakan juga mengenai berat badannya apakah mengalami penurunan dalam
beberapa bulan. Tanyakan bagaimana nafsu makannya, apakah bertambah. Tanyakan apakah
pernah mengalami sesak saat bekerja, apakah sering merasa cepat lelah, dan apakah
mengalami kesulitan tidur. Jika pasien merasakan hal-hal di atas, pasien mengalami
hipertiroidisme.2,3
Jika pasien sudah mengalami keadaan hipotiroid, maka tanyakan apakah ada keluhan
seperti fatique, kulit kering, konstipasi, retensi urin, berat badan bertambah, tidak tahan
dengan suhu dingin, menorrhagia, depresi, kelemahan otot, kehilangan memori dan rambut
rontok.2,3
Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan apakah sebelum ini pernah mengalami
keluhan serupa, jika pernah tanyakan kapan, bagaimana diagnosanya, serta bagaimana
penanganannya. Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat pengobatan kelenjar tiroid dengan
obat, tindakan bedah, ablasi I-131, dan radiasi daerah leher.6 Tanyakan apakah pasien sedang
mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka lama dan tanyakan apa obatnya (ada beberapa obat
yang dapat memicu terjadinya hipotiroidisme dan tiroiditis Hashimoto).3,6
3

Pada riwayat penyakit keluarga, tanyakan apakah keluarga pasien ada yang
mengalami keluhan sama, tanyakan apakah di keluarga pasien ada riwayat penyakit tiroid
seperti tiroiditis, hipertiroidisme, hipotiroidisme, dan kanker tiroid.
Pada riwayat sosial, tanyakan apakah ada kebiasaan merokok dan minum minuman
beralkohol. Jika ada, tanyakan sejak kapan pasien memiliki kebiasaan tersebut dan berapa
banyak yang dikonsumsi dalam sehari (perokok meningkatkan resiko terjadinya
hipotiroidisme).3
Pada skenario didapatkan seorang wanita berusia 34 tahun merasa lemah dan mudah
lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga
mengeluh menstruasi tidak teratur dan setiap menstruasi volumenya banyak dan disertai
sering sulit BAB dan berat badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Pasien
mengeluh lehernya tampak agak membesar namun tidak ada rasa sakit dan gangguan
menelan, serta tidak ada rasa menekan dan gangguan suara.
Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama, lihat keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien. Kemudian, lakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi suhu, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan
tekanan darah. Setelah itu, periksa sklera (ikterik atau tidak) dan konjungtiva (anemis atau
tidak).
Pasien duduk tegak di kursi atau di ujung tempat tidur. Pada inspeksi, lihat regio tiroid
apakah ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak. Kelenjar tiroid berada 2-3 cm di bawah
kartilago tiroidea dan memiliki dua lobus yang dihubungkan dengan isthmus. Jika bengkak di
leher bergerak ketika menelan, maka dipastikan terjadi pembesaran kelenjar tiroid. Massa di
nodus limfa atau kista pada tiroglosus tidak bergerak ketika menelan tetapi akan bergerak ke
atas jika menjulurkan lidah. Inspeksi dengan teliti bagian leher terutama jika ada luka seperti
luka karena tiroidektomi. Perhatikan jugular vein pressure (JVP) dan catat jika ada dilatasi
vena yang mengindikasikan adanya goiter sampai ke restrosternal. Adanya eritema
memungkinkan tiroiditis supurativa.1
Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dari belakang (posterior approach) dan dari depan
(anterior approach). Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meletakkan tangan pada kedua
sisi leher pasien. Leher pasien sebaiknya sedikit fleksi untuk merelaksasikan sternomastoid.
Tanya pasien apakah ada rasa sakit. Letakkan 3 jari tengah kedua tangan mengikuti garis
tengah leher di bawah dagu. Lalu dengan halus jalankan tangan ke bawah sampai ke kelenjar
tiroid (isthmus hampir tidak pernah teraba). Jika kelenjar membesar, tentukan apakah simetris
4

atau tidak, apakah ada nodul-nodul, serta nilai ukuran, bentuk, dan mobilitas bengkak. Ulang
pemeriksaan ketika pasien menelan air. Tentukan konsistensi jaringan tiroid yang teraba,
lunak menunjukkan normal, keras menunjukkan goiter ringan, keras elastis menunjukkan
tiroiditis hashimoto, keras seperti batu menunjukkan kanker, kalsifikasi kistik, fibrosis, dan
tiroiditis Riedel. Pada tirotoksikosis, dapat teraba adanya getaran. Palpasi nodus limfa leher,
arteri karotis, dan deviasi trakea. Lakukan hal yang sama untuk anterior approach. Pemeriksa
berdiri di depan pasien dengan meletakkan ibu jari kedua tangan pada kedua sisi leher. Ibu
jari salah satu tangan menahan kelenjar dan 3 jari tengah tangan lainnya memeriksa salah satu
sisi leher, begitu juga untuk tangan sebelahnya.1
Pada auskultasi, letakkan stetoskop pada masing-masing lobus tiroid dan dengarkan
apakah ada bunyi bruit atau tidak. Bruit halus merupakan indikasi meningkatnya aliran darah,
yang merupakan karakteristik dari penyakit Graves.1
Jika ada pembesaran tiroid, lakukan juga pemeriksaan Joffroy sign (positif jika pasien
tidak dapat mengerutkan dahinya), Von Stelwag sign (positif jika mata pasien jarang
berkedip), Von Grave sign (positif jika palpebra superior tidak dapat mengikuti gerakan bola
mata ke bawah), Rosenbach sign (positif jika terdapat tremor palpebra saat menutup mata),
Moebius sign (minta pasien untuk melihat jari pemeriksa dan dekatkan jari ke mata pasien,
positif jika mata tidak dapat melakukan konvergensi). Jika pemeriksaan di atas positif
menunjukkan gejala penyakit Grave. Lakukan juga pemeriksaan Pembertons sign (positif
jika terlihat kemerahan pada wajah ketika pasien mengangkat kedua lengannya di samping
telinga). Perhatikan juga dari samping wajah pasien apakah ada exophtalmus dan tremor pada
tangan pasien.1
Hasil dari pemeriksaan fisik pada Tiroiditis Hashimoto dapat berbeda-beda pada
setiap pasien tergantung pada beratnya penyakit dan faktor lain seperti usia. Pemeriksaan
fisik yang dapat ditemukan yaitu edema pada wajah dan periorbital, rasa dingin, kulit kasar
dan kering, edema perifer non-pitting pada tangan dan kaki, kuku tebal dan rapuh,
bradikardia, tekanan darah yang meningkat (hipertensi diastolik), hilangnya refleks tendon
dan pemanjangan fase relaksasi, makroglosia, bicara yang lambat, dan ataksia.2
Pada skenario didapatkan pasien tampak agak menggigil, tekanan darah 120/70
mmHg, frekuensi nadi 55 kali/menit, frekuensi pernapasan 14 kali/menit, suhu 360C. Pada
perabaan kulit terasa kering dan dingin.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan level serum TSH, dimana serum TSH meningkat pada tiroiditis
Hashimoto dan pada hipotiroidisme primer (merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk
fungsi tiroid). Pemeriksaan level T4 bebas diperlukan untuk mengkoreksi interprestasi TSH
pada beberapa keadaan klinis; level T4 total atau T4 bebas yang rendah pada level TSH yang
meningkat menunjukkan diagnosis pasti dari hipotiroidisme primer. Pemeriksaan level T3
yang rendah dan T3 reverse (rT3) yang tinggi dapat membantu diagnosis penyakit nontiroid.2 Pemeriksaan autoantibodi tiroid: anti-TPO (anti-thyroid peroxidase) dan anti-Tg (antithyroglobulin) yang positif menggambarkan hipotiroidisme yang disebabkan Tiroiditis
Hashimoto; namun 10-15% pasien dengan Tiroiditis Hashimoto dapat menunjukkan antibodi
negatif.2-4
Pemeriksaan berikut tidak harus dilakukan untuk diagnosis hipotiroidsme primer
namun dapat digunakan untuk mengevaluasi komplikasi dari hipotiroidisme pada beberapa
pasien, yaitu pemeriksaan darah lengkap dimana terdapat anemia pada 30-40% pasien dengan
hipotiroidisme, pemeriksaan profil total dan fraksi lipid dimana adanya kemungkinan
kolesterol total, LDL, dan trigliserid meningkat pada hipotiroidisme, pemeriksaan laju filtrasi
glomerulus dan aliran plasma renal yang menurun, pemeriksaan level kreatinin kinase dimana
dapat meningkat pada hipotiroidisme berat, dan pemeriksaan prolaktin pada hipotiroidisme
primer dimana hasilnya akan meningkat.2
Pemeriksaan Radiologis
Tiroiditis Hashimoto biasanya dapat diidentifikasi dengan ultrasonogram (USG),
namun pemeriksaan ini tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. USG ini berguna
untuk mengetahui ukuran tiroid, tekstur, dan yang terpenting apakah ada nodul tiroid.
Radiografi toraks dan ekokardiografi biasanya tidak dilakukan dan tidak dibutuhkan dalam
diagnosis rutin atau evaluasi pasien hipotiroid.2,3
Prosedur
Pemeriksaan Tiroiditis Hashimoto adalah secara histologi. Karena itu, boleh
dilakukan fine needle aspiration biopsy (FNAB) jika ditemukan nodul tiroid yang
mencurigakan untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan atau limfoma tiroid pada goiter
yang membesar dengan cepat.2,3

Pada pemeriksaan lab Hb 12 g/dL, TSH 25 mIU/L (normal 0,34-4,25 mIU/L) 7, T3 6,0
ng/dL (normal : 77-135 ng/dL)7, T4 3,2 ng/dL (normal : 5,4-11,7 ng/dL)7.
Working Diagnosis : Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis Hashimoto merupakan bagian dari penyakit tiroid autoimun, penyebab
hipotirodisme paling sering di Amerika Serikat bagi individu di atas 6 tahun. 2-4 Ditemukan
oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912,2 dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut
pula sebagai tiroiditis limfositik kronis karena limfosit B yang menginvasi kelenjar tiroid dan
merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Penyakit ini ditandai
dengan kerusakan sel-sel tiroid oleh berbagai macam sel dan proses antibodi. Penyakit ini
sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun.2,3 Hampir semua pasien mempunyai titer
antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel
tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan.
Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin
dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi
terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen, dalam serum penderita penyakit
Hashimoto sehingga terjadi inflamasi akibat autoimun. Perjalanan penyakitnya sendiri pada
awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi kemudian
kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Kelenjar tiroidnya bisa membesar membentuk nodul goiter. Sekali mulai timbul hipotiroid
maka gejala ini akan menetap sehingga diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan
mengatasi defisiensi tiroid serta memperkecil ukuran goiter.8
Differential Diagnosis : Endemic Goiter, de Quervain Tiroiditis
Endemic Goiter
Endemik goiter merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang sering dijumpai,
terutama pada daerah yang kurang asupan yodium. Angka kejadiannya juga meningkat
seiring dengan peningkatan umur. Dimana sebagian besar dari nodul tiroid tersebut bersifat
asimptomatis dan bersifat jinak. Namun nodul tiroid juga dapat bersifat ganas walaupun
angka kejadiannya kecil. Oleh sebab itu, pemeriksaan yang tepat sangat diperlukan untuk
mengetahui apakah nodul tersebut ganas atau tidak.9 Dampak goiter terhadap tubuh terletak
pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di
sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter
7

dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga
terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan
memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
Goiter terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin
lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Tiroiditis De Quervain
Tiroiditis DeQuervain yang juga dikenal sebagai tiroiditis giant cells atau
granulomatosa, ditandai oleh pembesaran tiroid mendadak dan nyeri. Penyakit ini diduga
disebabkan oleh infeksi virus. Folikel yang rusak akibat infeksi mengalami ruptur dan
mengeluarkan tiroglobulin, yang mencetuskan reaksi sel raksasa benda asing.10
Perjalanan penyakit khas yaitu pada permulaan penyakit, pasien mengeluh nyeri di
leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai gejala hipertiroidisme
ringan atau sedang. Kada tiroksin serum tinggi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tiroid yang
membesar, nyeri tekan disertai takikardi berkeringat, demam, tremor. Pemeriksaan lab sering
dijumpai tanpa leukositosis, LED meninggi. Pada 2/3 kasus, kadar hormon tiroid meninggi
karena penglepasan hormon tiroid yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses
inflamasi. Keadaan tersebut disertai dengan periode hipotiroidisme selama 2-4 minggu.
Perbaikan fungsi tiroid terjadi dalam 2-4 bulan kadang lebih lama. Penyembuhan biasanya
sejajar dengan perbaikan uji tangkap iodium.10
Secara makroskopis terlihat adanya pembesaran tiroid yang asimetris dan melekat
dengan jaringan sekitar. Secara mikroskopis, mula-mula terdapat sel radang di sekitar folikel,
kemudian akan merusak epitel, menjadi nekrotik dan terlepas. Biasanya tempat-tempat yang
terkena merupakan bercak-bercak setempat. Terlihat adanya sel datia berinti banyak
kemudian timbul fibrosis.10
8

Gejala klinis yang timbul adalah nyeri sekali, menyebar ke telinga dimana frekuensi
laki-laki : wanita = 1:5. Jika tidak sembuh sendiri, kemudian akan menjadi fibrosis pregresif
dan penurunan fungsi tiroid.10
Pasien biasanya sembuh sendiri, namun bisa diberikan asetosal untuk mengurangi rasa
nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortikoid (prednison) dengan dosis 50
mg/hari.10
Epidemiologi
Amerika Serikat
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab hipotiroidisme paling sering di Amerika
Serikat pada usia di atas 6 tahun dengan insiden mencapai 1,3% pada 5 ribu anak-anak usia
11-18 tahun.2 Pada orang dewasa, insiden penyakit ini mencapai 3,5/1000 orang per tahun
pada wanita dan 0,8/1000 orang per tahun pada pria.2 Insiden penyakit ini dapat mencapai 6%
pada regio Appalachian. Pada usia di atas 12 tahun di Amerika Serikat, peningkatan level
antitiroid antibodi ditemukan 14,3% pada ras kulit putih, 10,9% pada orang Mexico-Amerika,
dan 5,3% pada ras kulit hitam.3
Berdasarkan studi prevalensi Colorado Thyroid Disease yang mencakup 25.682 orang
dewasa, prevalensi peningkatan TSH pada pasien dewasa yang simtomatik dan asimtomatik
adalah 9,5% dimana wanita memiliki presentasi yang lebih besar. Prevalensi hipotiroidisme
dan penyakit tiroid secara umum meningkat seiring dengan usia.2,3
Internasional
Penyebab hipotiroidisme paling sering di dunia adalah defisiensi iodium. Namun, Tiroiditis
Hashimoto masih merupakan penyebab hipotiroidisme spontan paling sering pada orangorang yang mengkonsumsi iodium secara adekuat. Insiden Tiroiditis Hashimoto di dunia
mencapai 0,3-1,5 kasus per 1000 orang.2
Demografi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Insiden Tiroiditis Hashimoto diperkirakan 10-15 kali lebih banyak pada wanita. Usia paling
sering menderita Tiroiditis Hashimoto yaitu 30-50 tahun. 2,3 Insiden keseluruhan dari
hipotiroidisme meningkat seiring dengan meningkatnya umur baik pada pria maupun wanita.
9

Etiologi
Tiroiditis Hashimoto biasanya diturunkan secara genetik. Konsumsi suplementasi
iodium dan pemaparan sinar radiasi pada kepala-leher meningkatkan resiko Tiroiditis
Hashimoto. Wanita dengan sindrom Turner memiliki 15% insiden tiroiditis pada usia 40
tahun. Tiroiditis juga sering terlihat pada penderita hepatitis C. Hipotiroidisme lebih sering
muncul pada perokok daripada yang bukan perokok, disebabkan karena tiosianat yang ada di
dalam rokok. Beberapa obat dapat memicu terjadinya Tiroiditis Hashimoto yaitu tyrosine
kinase inhibitor, denileukin, diftitox, alemtuzumab, interferon-alpha, interleukin-2,
ipilimumab, teremelimumab, thalidomide, lenalidomide, lithium, dan amiodaron.3
Sesekali, Tiroiditis Hashimoto diasosiasikan dengan defisiensi endokrin lain sebagai
bagian dari polyglandular autoimmunity (PGA). Orang dewasa dengan PGA tipe 2 cenderung
menderita tiroiditis autoimun, diabetes mellitus tipe 1, kegagalan gonad autoimun,
hipoparatiroidisme, dan insufisiensi adrenal. Tiroiditis juga sering diasosiasikan dengan
keadaan autoimun lain: anemia pernisiosa, sindrom Sjgren, vitiligo, inflammatory bowel
disease (IBD), dan sensitif terhadap gluten.3
Patofisiologi
Pada tahap awal Tiroiditis Hashimoto, keseluruhan kelenjar tiroid membesar (difus),
keras, elastis, dan noduler. Seiring dengan perkembangan penyakit, kelenjar akan mengecil.
Pada tahap akhir, kelenjar akhirnya menjadi atrofi dan mengalami fibrosis, dengan berat 1020 gram. Secara mikroskopik, terdapat kerusakan pada folikel tiroid dan infiltrasi limfosit
dalam bentuk folikel limfoid. Sel epitel folikel tiroid yang selamat menjadi besar dengan
sitoplasma pink yang disebut sel Hrthle. Semakin berkembang penyakitnya, semakin
meningkat jumlah fibrosis.3,4
Patogenesis dari Tiroiditis Hashimoto tidak jelas. Defek pada supresor limfosit T
memungkinkan limfosit T-helper untuk berinteraksi dengan antigen spesifik pada membran
sel folikel tiroid. Ketika limfosit aktif dengan antigen tiroid, autoantibodi terbentuk dan
bereaksi dengan antigen ini. Sitokin dikeluarkan dan terjadi reaksi inflamasi, mengakibatkan
kerusakan kelenjar. Autoantibodi paling penting pada penyakit Tiroiditis Hashimoto adalah
anti-Tg, anti-TPO, dan thyrotropin receptor blocking antibodies (TBII / TSH-R Ab).2-4
Antibodi yang berikatan dengan reseptor TSH memblok TSH untuk berikatan dengan
reseptornya, mengakibatkan berkurangnya produksi dan sekresi hormon tiroksin (T4) dan
10

triioditironin (T3). Thyrotropin receptor blocking antibodies (TBII) juga berkontribusi pada
rusaknya fungsi tiroid. T4 dan T3 yang belum sempurna dari sel-sel tiroid yang rusak juga
dapat masuk ke peredaran darah.2-4
Selama fase awal, anti-Tg meningkat dan anti-TPO hanya sedikit meningkat.
Nantinya, anti-Tg akan menghilang tetapi anti-TPO menetap sampai beberapa tahun.3,4 TBII
(TSH-R) ditemukan pada pasien dengan tiroiditis atrofik dan myxedema dan pada ibu yang
melahirkan bayi dengan jaringan tiroid yang tidak terdeteksi (athyreotic cretins). 10-15%
pasien Tiroiditis Hashimoto memiliki antibodi serum yang negatif. Antibodi antitiroid lainnya
yang ditemukan adalah thyroid-stimulating antibody dan cytotoxic antibody.4
Berdasarkan studi dari 830 pasien dengan Tiroiditis Hashimoto, Tagami dkk
melaporkan peningkatan level serum TSH dan penurunan level serum T4 bebas disertai
dengan peningkatan umur pasien. Level TSH berkaitan dengan kolesterol total, trigliserid,
LDL, HDL, dan non-HDL, serta rasio LDL/HDL. Level T4 bebas tidak berkaitan dengan
parameter lipid.2
Gejala Klinis
Hipotiroidisme biasanya memiliki onset yang tidak terlihat dengan gejala-gejala yang
ringan dan berlanjut pada gejala yang lebih berat dalam beberapa bulan atau tahun. Presentasi
klinis pasien dengan hipotiroidisme juga dapat subklinis, didiagnosis berdasarkan skrining
rutin terhadap fungsi tiroid. Beberapa pasien dapat menunjukkan gejala yang tidak spesifik
sehingga dapat mengarah pada diagnosis yang salah.2
Gejala awal yang non-spesifik terdiri atas sakit kepala, konstipasi, kulit kering, dan
berat badan yang bertambah. Gejala yang lebih berat (florid) yaitu intoleransi terhadap rasa
dingin, suara yang parau dan ada rasa tertekan akibat pembesaran tiroid, gerakan melambat
dan merasa lemah atau kehilangan tenaga, jarang berkeringat, tuli ringan, neuropati perifer,
depresi, demensia, kehilangan memori, nyeri sendi dan kram otot, rambut rontok, menstruasi
yang tidak teratur, tidak dapat bernapas saat tidur, dan somnolen.2,3
Penatalaksanaan
Farmakoterapi

11

Pilihan terapi untuk Tiroiditis Hashimoto dan hipotiroidisme oleh penyebab lain
adalah terapi pengganti hormon tiroid. Drug of choice adalah sodium levotiroksin oral
dengan dosis awal 0,05-0,2 mg setiap hari dan dikonsumsi seumur hidup. 2,3 Pada pasien
dengan goiter yang besar dan dengan serum TSH yang normal atau meningkat, diperlukan
terapi untuk mengecilkan goiter dengan memberikan levotiroksin dosis cukup untuk
menurunkan level serum TSH sampai di bawah batas normal bersamaan dengan
mempertahankan fungsi tiroid.2,3 Dosis penekan T4 dapat mengecilkan goiter 30% dalam 6
bulan. Jika goiter tidak mengecil, turunkan dosis levotiroksin. Jika kelenjar tiroid hanya
sedikit membesar dan fungsi tiroid pasien sudah normal, lakukan observasi yang teratur
karena hipotiroidisme dapat muncul kembali, biasanya dalam beberapa tahun.2,3
Edukasi
Edukasi pasien bahwa terapi pengganti hormon sodium Levotiroksin dikonsumsi
seumur hidup. Pasien harus diinformasikan mengenai kepatuhan dalam minum obat dan
harus segera melaporkan jika ada gejala-gejala hipertiroidisme yang disebabkan karena dosis
obat yang berlebihan.2 Pasien juga diinformasikan untuk memisahkan waktu minum obat
levotiroksin dengan kolestiramin, besi sulfat, sukralfat, kalsium karbonat, antasida, dan
multivitamin besi (minimal 4 jam) untuk menghindari gangguan absorpsi dari levotiroksin.2
Operasi
Tindakan pembedahan dapat berupa pengangkatan kelenjar tiroid yang disebut
tiroidektomi. Pada pasien dengan Hashimoto disease teknik tiroidektomi yang biasanya
dilakukan adalah subtotal tioridektomi. Indikasi operasi jika goiter besar dengan gejala
obstruktif seperti disfagia, suara parau, dan stridor, ditemukan nodul ganas dari pemeriksaan
sitologi, ditemukan adanya limfoma berdasarkan FNAB, dan alasan kosmetik atau untuk
kecantikan.2,3
Prognosis
Dengan diagnosis yang lebih awal, pemberian terapi levotiroksin yang tepat dan
teratur, pemantauan pasien, dan memerhatikan apakah ada komplikasi atau tidak, prognosis
terhadap Tiroiditis Hashimoto sangat baik dan pasien dapat memiliki kehidupan normal.
Myxedema yang tidak diobati akan menuju pada prognosis yang buruk dan tingkat mortalitas
yang tinggi. Morbiditas yang berhubungan dengan Tiroiditis Hashimoto biasanya
dikarenakan diagnosis yang salah atau memberikan terapi levotiroksis dengan dosis yang
12

adekuat, atau karena pasien yang tidak teratur minum obat. Peningkatan prevalensi lipid
dikarenakan hipotiroidisme yang tidak diobati meningkatkan morbiditas yang disebabkan
karena penyakit jantung koroner. Resiko karsinoma papiler meningkat pada pasien dengan
Tiroiditis Hashimoto.2
Komplikasi
Tiroiditis Hashimoto dapat mengarah pada hipotiroidisme atau transien tirotoksikosis.
Hipertiroidisme dapat terjadi karena penyakit Graves atau karena pelepasan hormon tiroid
yang tersimpan, yang disebabkan karena inflamasi. Hashitoksikosis atau painless sporadic
thyroiditis, biasa dikenal sebagai tiroiditis postpartum yang tidak nyeri dimana penyakit ini
terjadi pada wanita setelah melahirkan. Wanita hamil dengan Tiroiditis Hashimoto memiliki
resiko yang tinggi akan keguguran spontan pada trimester pertama kehamilan. Wanita yang
mengalami menopause dengan level anti-TPO yang tinggi memiliki resiko yang lebih tinggi
mengalami depresi.3
Komplikasi dari pemberian sodium levotiroksin yang berlebihan yaitu penurunan
densitas mineral tulang, osteoporosis, peningkatan denyut nadi, penebalan otot jantung, dan
peningkatan kontraktilitas dimana komplikasi tiga terbawah di atas dapat meningkatkan
resiko aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) terutama pada populasi lanjut usia.2
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki gejala klinis dari hipotiroid dan Tiroiditis
Hashimoto seperti adanya rasa lemah dan mudah lelah meski tidak melakukan aktivitas berat,
berat badannya bertambah 10 kg dalam 6 bulan terakhir, leher yang tampak agak membesar,
dan tidak ada rasa menekan dan gangguan suara. Pasien juga memiliki keluhan menstruasi
yang tidak teratur dan setiap menstruasi volumenya banyak, adanya kesulitan BAB, tidak ada
rasa sakit atau gangguan menelan yang merupakan gejala dari Tiroiditis Hashimoto.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, perabaan kulit terasa kering dan dingin yang
merupakan ciri dari hipotiroidisme dan tiroiditis Hashimoto.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, nilai TSH meningkat, nilai T3 sangat menurun,
dan nilai T4 menurun. Hal ini menunjukkan adanya hipotiroidisme yang memicu umpan
balik negatif pada hipofisis anterior untuk mengeluarkan TSH lebih banyak sehingga dapat
memicu kelenjar tiroid untuk mengeluarkan hormon T3 dan T4 lebih banyak.

13

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan terapi pengganti hormon tiroid,
yaitu sodium levotiroksin dengan dosis yang cukup. Jika diberikan dengan dosis tinggi akan
memicu terjadinya komplikasi seperti hipertiroid.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien mengalami Tiroiditis
Hashimoto, namun untuk diagnosis yang lebih pasti terhadap Tiroiditis Hashimoto
dibutuhkan pemeriksaan anti-TPO, anti-Tg, dan TBII dan untuk menyingkirkan diagnosis
hipotiroidisme yang disebabkan oleh penyebab lain (bukan autoimun) atau tiroiditis lain.
Daftar Pustaka
1. Thomas J, Monaghan T. Oxford Handbook of Clinical Examination and Practical
Skills. 2nd Edition. Oxford: Oxford University Press; 2014.p. 66-7.
2. Lee, SL. Hashimoto thyroiditis. Medscape, 2015 September 8. Cited 2015 November
21. Available from http://emedicine.medscape.com/article/120937-overview#a7, 21
November 2015.
3. Fitzgerald PA. Endocrine disorders. In : Papadakis MA, McPhee SJ. Current medical
diagnosis and treatment. 54thed. New York: Mc Graw-Hill; 2015.p. 1109-11.
4. Bauer DC, McPhee SJ. Thyroid disease. In : Hammer GD, McPhee SJ.
Pathophysiology of Disease: an introduction to clinical medicine. 7 th Edition. New
York: McGraw-Hill Education; 2014.p. 582-3.
5. Herman-Bonert VS, Friedman TC. Thyroid gland. In: Andreoli TE, Benjamin IJ,
Griggs RC, Wing EJ. Andreoli and carpenters cecil essentials of medicine. 8 th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010.p. 674.
6. Rudijanto A. Hipotiroid. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-6. Jakarta:
InternaPublishing; 2014.h. 2449.
7. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran II. Edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius; 2014.h. 1100.

14

8. Campbell PN, Doniach D, Hudson RV, Roitt IM. Autoantibodies in Hashimotos


disease (lymphadenoid goiter). Lancet 1956;271(6947):820-821.
9. Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity.
Endocr Rev 1990; 11:354.
10. Sari E, Karaoglu A, Yesilkaya E. Hashimoto's Thyroiditis in Children and Adolescent.
Autoimune Disorders. November 2011.h.432-8.

15

Вам также может понравиться