Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
: 23 Desember 2015
Nama Pasien
: Tn. S / 55 tahun
No. RM
Tanggal Presentasi :
: 069167
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi:
Laki-laki, 55 tahun datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri dirasakan sejak 3 jam SMRS dan dirasakan seperti tertimpa beban
berat dan tembus sampai punggung. Nyeri menjalar sampai ke tangan kiri dan rahang. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak membaik
dengan istirahat. Pasien jadi sulit untuk bernafas. Pasien lebih nyaman dalam posisi duduk. Pasien juga mengeluhkan keluar keringat dingin.
Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa namun diabaikan.
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Diskusi
Pos
Data pasien:
Nama: Tn. S
Telp: -
Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa namun diabaikan.
2. Riwayat Pengobatan: (+) pasien rutin control darah tinggi
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat hipertensi (+) dengan pengobatan rutin amlodipin 1x5mg, Riwayat diabetes mellitus
(+), Riwayat asma (-), Riwayat trauma (-)
4. Riwayat Keluarga : (-)
5. Riwayat Pekerjaan : pasien adalah wiraswasta
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal dengan istri dan dua orang anak dan membayar semua biaya pengobatan
dengan biaya BPJS.
7. Pemeriksaan fisik
a. KU
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tekanan darah: 150/70 mmHg
d. Nadi
: 62 kali/menit
e. Nafas
: 30 kali/menit
f. Suhu
: 36 0 C (per aksiler)
g. SaO2
: 94%
h. Kepala
: Simetris, bentuk mesocephal
i. Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
j. Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-), eksudat (-), plak (-)
k. Leher
: KGB servikal tidak membesar, JVP meningkat (-)
l. Thorak
:
Cor :
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di spatium intercostale V, linea medio clavicularis sinistra, ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas jantung kiri atas
23 Desember 2015
Rate
Rhytm
7. Pemeriksaan penunjang
Axis
23 Desember 2015
14,8
9,94
197
4,61
44,88
97
32,2
33,0
229
197
22,9
0,95
Satuan
g/dl
.103/mm3
. 103/mm3
. 106/mm3
%
fl
pg
g/dl
Nilai Rujukan
Hypertrophy
Infarct
62x/menit
Sinus
Normoaxis
STEMI anterior
Elektrokardiografi
b.
Daftar Pustaka:
1. Karo S, Rahajoe A, Sulistyo S, Kosasih A. Sindroma Koroner Akut. Dalam: Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
Jakarta: PERKI; 2013. h. 60-76
2. Naik H, Sabatine M, Lilly L. Acute Coronary Syndromes. Dalam : Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty 4th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2007. h. 168-96
3. Young J, Libby P. Atherosclerosis. Dalam : Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of Medical Students and
Faculty 4th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2007. h. 118-40
4. Brown C. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam : Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta
: EGC; 2003. h. 576-612
5. Lehnhardt A, Kemper M. Pathogenesis, Diagnosis and Management of Hyperkalemia. Pediatr Nephrol (2011) 26:377-84
6. Idrus A. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Departemen IPD FK UI; 2006. h. 1630-40
7. Kemenkes RI. Diet Penyakit Jantung. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Kemenkes RI; 2011
8. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2005
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis infark miokard akut.
2. Memberikan tatalaksana awal infark miokard akut.
3. Melakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa namun diabaikan.
RPD: Riwayat hipertensi
(+)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat asma
(-)
2. Objektif :
Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum lemah , tampak sesak, kesadaran compos mentis. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan
tekanan darah 150/70 mmHg, nadi 62x/menit dan nafas 30x/menit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi jantung I-II, intensitas dalam
batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan Kolesterol total. Dari pemeriksaan EKG didapatkan sinus
rhytm, normoaxis dan STEMI anterior (23 Desember 2015).
3. Assesment :
Keluhan nyeri dada sebelah kiri dirasakan sejak 3 jam SMRS dan dirasakan seperti tertimpa beban berat dan tembus sampai
punggung, menjalar sampai ke tangan kiri dan rahang, dirasakan terus-menerus dan tidak membaik dengan istirahat merupakan ciri-ciri
dari penyakit Infark Miokard Akut. Penyebab tersering dari kondisi tersebut adalah penyakit arteri koroner, khususnya sindrom koroner
akut dan hipertensi. Pasien jadi sulit untuk bernafas. Pasien lebih nyaman dalam posisi duduk. Ini menandakan bahwa sesak ditimbulkan
akibat adanya gangguan pada jantung. Pasien juga mengeluhkan keluar keringat dingin. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi pemberian suplementasi oksigen untuk mengurangi elevasi segmen ST, morfin sebagai
analgesik pilihan dalam infark miokard akut, arixtra sebagai antikoagulan, isosorbide dinitrat (ISDN) sebagai vasodilator koroner sekaligus
menurunkan preload jantung, clopidogrel sebagai anti-platelet, kemudian pasien dirawat di ruang intensif. Selain terapi tersebut, pada
pasien ini juga diberikan ranitidin sebagai proton pump inhibitor guna mengurangi sekresi asam lambung, Terapi definitif pada pasien
infark miokard akut adalah terapi reperfusi, dapat dengan terapi fibrinolitik atau tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) primer.
4. Plan
a. Diagnosis
Penegakan diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah cukup mengarah pada infark miokard akut .
b. Penatalaksanaan
I. TERAPI di IGD
1. O2 3 lpm
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ranitidine 1 Amp/12 jam
4. ISDN 1x1 tab
5. CPG 1x4 tab ekstra
6. Aspilet 1x2 tab ekstra
7. Pro ICU
II. ICU
1. O2 3-4 lpm
2. IVFD asering 20 tpm
3. Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj Morphin 2,5 mg SC
5. Inj Arixtra 2,5 mg/24 jam
6. CPG 1x75mg
7. ISDN 1x5mg
8. Aspilet 1x80mg
9. Pralac sirup 3xC1
10. Bed rest total
11. Diet Jantung
c. Edukasi
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, terutama penyebab, keterkaitan antara penyakit-penyakit yang diderita,
kemungkinan untuk sakit berulang, komplikasi yang dapat timbul serta pola pencegahan penyakit yang dapat diterapkan di
rumah.
d. Konsultasi
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan bagian spesialis penyakit dalam untuk penanganan utama dan
pencegahan komplikasinya, serta dengan bagian gizi terkait pengaturan diet di rumah.
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM KORONER AKUT
A. DEFINISI
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu spectrum dalam perjalanan penyakit jantung koroner (PJK) dalam hal ini
aterosklerosis koroner. SKA dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST
elevasi dan atau kematian jantung mendadak.
B. PATOFISIOLOGI
Pasien dengan aterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis yang bervariasi tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner.
Gejala-gejala klinis ini meliputi angina tidak stabil, non-ST segmen elevation miocardial infarction (NSTEMI), dan ST segmen elevation
myocardial infarction (STEMI). Beberapa hal yang mendasari patofiologi SKA adalah sebagai berikut:
1. Plak tidak stabil
Umumnya plak yang mengalami rupture secara hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Kecepatan aliran darah, turbulensi,
dan anatomi pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
2. Ruptur Plak
Setelah plak rupture, sel-sel platelet menutupi atau menempel pada plak yang rupture. Rupture akan merangsang dan
mengaktifkan agregasi platelet. Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian merangsang pembentukan thrombin.
3. Angina tidak stabil
Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini
trombus kaya akan platelet sehingga terapi aspirin, clopidogrel, dan GP IIB/IIIA inhibitor paling efektif. Pemberian trombolisis
pada fase ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan
thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang bersifat intermitten dapat menyebabkan nekrosis
miokard sehingga menimbulkan NSTEMI.
4. Mikroemboli
Mikroemboli dapat berasal dari thrombus distal dan bersarang didalam mikrovaskular koroner yang menyebabkan troponin
jantung meningkat (penanda adanya nekrosis di jantung). Kondisi ini merupakan resiko tinggi terjadinya infark miokardium yang
lebih luas.
5. Oklusi thrombus
Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan STEMI.
Bekuan ini kaya akan thrombin oleh karena itu, pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau langsung dilakukan PCI dapat
membatasi perluasan infark miokardium.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)
C. DIAGNOSIS SKA
Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina umumnya. Terkadang pasien tidak ada keluhan angina namun sesak nafas atau
tidak khas seperti nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina equivalen, hal ini diikuti perubahan elektrokardiogram (EKG) dan
atau perubahan enzim jantung. Pada beberapa kasus, keluhan pasien, gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung
awal tidak bisa menyingkirkan SKA, oleh karena perubahan EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah beberapa jam kemudian. Pada
kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum menyingkirkan SKA.
1. Gejala
Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokardium adalah nyeri dada retrosternal. Pasien seringkali merasa dada ditekan atau
dihimpit lebih dominan disbanding rasa nyeri. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA adalah:
i.
ii.
Lokasi nyeri; daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisir rasa nyeri
Deskripsi nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan atau diremas, rasa tersebut lebih dominan dibandingkan
rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas (angina equivalen)
iii. Penjalaran nyeri; penjalaran mke lengan kiri, bahu, punggung, leher, leher rasa tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang
penjalaran ke lengan kanan atau kedua lengan.
iv. Lama nyeri; nyeri pada SKA lebih dari 20 menit.
v.
Diseksi aorta
Tension pneumothorax
Perikarditis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, meyingkirkan penyebab nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya
komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada SKA umumnya normal, terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat tanda
komplikasi berupa takipneu, takikardia-bradikardia, adanya gallop S-3, ronki basah halus di paru, atau terdengar bising jantung
(murmur). Bila tidak ada komplikasi ham[ir tidak ditemukan kelainan yang berarti.
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan sebuah penunjang penting dalam pengakkan diagnosis SKA, untuk menentukan tata laksana
selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
a. Elevasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang dianggap baru. Dapat didapatkan gambaran elevasi segmen ST
minimal di 2 lead yang berhubungan.
b. Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada saat pasien mengeluh nyeri dada.
c. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal
4. Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung sebagai penanda kasus infark miokardium didasari teori bahwa jaringan miokardium yang
mengalami nekrosis menyebabkan rusaknya struktur sarkolema. Hal ini menyebabkan makromolekul di dalamnya mengalami
kebocoran dan terdapat di aliran darah.
Pemeriksaan yang digunakan untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti, CK-MB, troponin-T dan I, serta
mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnosis SKA. Troponin lebih dipilih karena lebih sensitive daripada CKMB. Troponin juga
berguna untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan
resiko kematian. Pada pasien dengan STEMI reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.
Kreatin kinase (CKMB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jatugn yang menjadi marka untuk diagnosis
infark miokard. Troponin sebagai marka nekrosis jantung memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari CKMB.
Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab
kejadian nekrosis tersebut (koroner/nonkoroner). Troponin juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak-nonkoroner seperti
takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis, dan perikarditis. Keadaan non kardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin adalah sepsis, luka bakar, gagal nafas, emboli paru, hipertensi pulmoner, dan kemoterapi.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CKMB atau troponin I dan T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6
jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan gejala. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan,
maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.4 Karena tidak menunjukan peningkatan kadar dalam 4-6
jam pertama setelah awitan, maka pemeriksaan marka jantung (cardiac marker) tidak boleh menyebabkan penundaan dalam
melakukan tindakan reperfusi.
Gambar 17. Perubahan kadar CKMB dan troponin di dalam darah pada STEMI1
-
Mioglobin. Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel miokardium yang mengalami kerusakan, dapat meningkat
setelah jam-jam awal terjadinya infark dan mencapai puncak pada jam 1 sampai jam 4 dan tetap tinggi sampai 24 jam
CKMB. CKMB merupakan isoenzim dari kreatinin kinase, yang merupakan konsentrasi terbesar dari moikardium. Dalam jumlah
kecil CKMB juga dapat dijumpai dalam otot ranngka, usus kecil, diaphragm. Mulai meningkat 3 jam setelah infark dan mencapai
puncak 12-14 jam CKMB akan mulai menghilang dalam darah 4-72 jam setelah infarmk
D. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan hal ini maka perlu diberikan terapi awal (initial management). Menurut ACLS AHA 2010, dijelaskan bahwa
pemberian terapi awal berupa morfin, oksigen, nitrat, aspirin (MONA) dikerjakan secara simultan bersamaan dengan proses penentuan
diagnosis pada pasien dengan keluhan sugestif iskemia atau infark jantung.
Berdasarkan pedoman tatalaksana sindrom koroner akut menurut PERKI yang dimaksud terapi awal adalah terapi yang diberikan
pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada
pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung (cardiac marker).
Patut diketahui bahwa terapi awal merupakan tatalaksana yang sangat penting pada pasien-pasien dengan SKA. Dokter umum
sebagai penyedia pelayanan primer memiliki peran yang sangat besar dalam membantu penanganan SKA. Hal ini disebabkan mereka
sering menjadi tenaga medis pertama (first medical contact) yang menghadapi pasien dengan SKA. Sebelum sampai di fasilitas kesehatan
yang mampu melakukan tatalaksana lanjut, pasien dengan dugaan SKA harus diberikan terapi awal, karena telah terbukti bahwa terapi ini
dapat menurunkan angka mortalitas SKA sampai dengan di atas 50%.
Adapun terapi awal yang diberikan pada pasien
Tirah baring
Tirah baring dilakukan disertai monitor EKG secara kontinyu untuk mendeteksi kejadian iskemia dan aritmia pada pasienpasien dengan gejala nyeri dada yang masih berlangsung. (Kelas I-C)
Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi oksigen arteri < 95% atau yang mengalami distres
respirasi. (Kelas I-C) Pada pasien ini tidak ada keluhan sesak nafas, tidak tampak tanda distres pernafasan, dan tidak diketahui kadar
saturasi oksigen arteri, namun oksigen tetap diberikan atas dasar bahwa suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA
dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen arteri. (Kelas IIa-C)
Aspirin
Pemberian aspirin segera sudah diketahui menurunkan mortality rate melalui beberapa clinical trial. Oleh karena itu, kecuali
pasien diketahui memiliki alergi terhadap aspirin atau perdarahan gastrointestinal aktif, aspirin nonenterik harus diberikan sesegera
mungkin kepada semua pasien yang dicurigai mengalami SKA. (Kelas I-A)8. Dosis yang diberikan adalah 160 (Kelas I-B) sampai
325 mg ( Kelas I-C ) dan dikunyah untuk mempercepat penyerapan.
Aspirin merupakan antiplatelet dan termasuk dalam terapi antitrombotik, dimana tujuan pemberiannya adalah untuk
mencegah perkembangan sumbatan intrakoroner. Aspirin secara ireversibel menghambat enzim siklooksigenase (COX-2 inhibitor).
Enzim ini diperlukan untuk proses konversi asam arakhidonat dari trombosit menjadi tromboksan A2. Tromboksan A2 merupakan
agen yang berperan dalam proses agregrasi dan vasokonstriksi.
Normalnya, endotel pembuluh darah akan memproduksi prostasiklin sebagai respon terhadap agregrasi trombosit, dimana
merupakan inhibitor yang kuat dan vasodilator yang poten. Namun pada disfungsi endotel, produksi prostasiklin menurun. Obatobatan anti inflamasi non-steroid (OAINS) lainnya merupakan kontraindikasi pada pasien-pasien dengan SKA, karena dapat
meningkatkan risiko mortalitas, kejadian re-infark, hipertensi, gagal jantung, dan ruptur miokardium.(Kelas III-C)
Isosorbid dinitrate (ISDN)
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir
diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner
baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat menyebabkan relaksasi pada otot polos pembuluh darah melalui
konversi menjadi nitric oxide pada membran plasma otot polos pembuluh darah. Senyawa ini kemudian akan mengaktivasi guanilat
siklase untuk memproduksi cyclic guanosine monophosphate (cGMP), dan akumulasi cGMP di intrasel akan menyebabkan relaksasi
otot polos.
Nitrat
Dosis
Isosorbid mononitrate
Nitroglicerin
Pada pasien yang tidak responsif dengan pemberian nitrat, dapat diberikan analgesia berupa morfin intravena. Morfin adalah
analgesia pilihan untuk pasien-pasien dengan STEMI. (Kelas I-C). Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat diulang setiap 10-30 menit,
bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis nitrat sublingual. (Kelas IIa-B)
Clopidogrel
Clopidogrel adalah derivat thienopyridine, dimana menghambat aktivasi reseptor P2Y 12ADP pada trombosit. Clopidogrel
direkomendasikan sebagai antiplatelet pengganti pada pasien-pasien yang alergi aspirin. Kombinasi aspirin dan clopidogrel lebih
superior dibandingkan aspirin sendiri dalam mengurangi mortalitas kardiovaskular, kejadian penyakit jantung rekuren, dan stroke pada
pasien UAP atau NSTEMI. Oleh karena itu, clopidogrel direkomendasikan terlebih untuk pasien-pasien dengan UAP atau NSTEMI,
keculai yang berencana untuk dilakukan tindakan pembendahan karena efek peningkatan risiko perdarahannya.4
Pada studi clinical trial Clopidogrel versus Aspirin in Patients at Risk for Ischaemic Events (CAPRIE), clopidogrel secara marjinal
lebih baik daripada aspirin (p=0,045). Clopidogrel berkaitan dengan insidensi perdarahan saluran cerna sebesar 2%, dengan 2,7% pada
aspirin. Insidensi perdarahan intrakranial 0,4% dibandingkan 0,5% pada aspirin.11
Dosis
Captopril
2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril
Lisinopril
Simvastatin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor HMG-CoA reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita SKA, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskulariasi, jika tidak terdapat
kontraindikasi. (Kelas I-A) Terapi statin hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai
kadar kolesterol LDL <100mg/dL (Kelas I-A).