Вы находитесь на странице: 1из 12

STRATEGI MENINGKATKAN DAYA SAING KOTA

LUBUKLINGGAU DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN


(MEA)

Nama
NIM
UPBJJ

: Anderiansyah
: 500633177
: Palembang

UNIVERSITAS TERBUKA
2016

BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Perjanjian perdagangan bebas/Free Trade Agreement (FTA) dikenal sebagai sarana unutk
mencapai integrasi ekonomi antara dua Negara atau lebih untuk mendapatkan banyak manfaat bagi
satu sama lain. Free Trade Agreement (FTA) ditujukan sebagai kesepakatan untuk membangun
sebuah area perdagangan bebas dimana perdagangan dalam bentuk barang dan jasa. Ada beberapa
FTA yang telah ditandatangani oleh Indonesia seperti CAFTA (Central America Free Trade Agreement),
C-AFTA (China-Asian Free Trade Agreement) dimana dalam perjanjian kerjasama dengan China
tersebut akan menghilangkan bea masuk produk-produk baik dari China ke Indonesia ataupun
sebaliknya. Selain itu Indonesia juga harus menghadapi era- implementasi IJEPA (Indonesia-Japan
Economic Partnership Agreement) yaitu mulai Juli 2008. AEC (Asean Economic Community) yang
akan diterapkan pada 2015 membawa angin segar tentunya bagi pelaku UKM didalam negeri
karena AEC memberikan kesempatan untuk memasuki pasar baru, dan memberikan tantangan bagi
produk UKM dalam negeri untuk memperbaiki kualitas mutu produk untuk bersaing di pasar dunia.
Di Indonesia jumlah pelaku UMKM sekitar 57 juta dan 200 ribu koperasi yang memainkan peran
penting dalam memberikan konstribusi di sektor ekonomi seperti penyediaan lapangan kerja,
mengurangi kemiskinan dan memicu pertumbuhan ekonomi. Data statistik dari kementerian koperasi
menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 masih kuat 4,6%, tahun 2011
mencapai 6,5% dan pada 2013 PDB masih mencapai 5,8% dimana pencapaian ini secara
signifikan disumbang oleh UKM dan koperasi terhadap PDB 56%. Dalam

penerapan

IJEPA,

seyogyanya Indonesia secara berkesinambungan mencermati gerak langkah diplomasi dan strategi
ekonomi Jepang ke ASEAN, demikian juga mencermati diplomasi ekonomi China ke ASEAN dalam
rangka realisasi CAFTA (China Asean Free Trade Agreement) mulai 2010.2 Jika dihadapkan dengan
kenyataan AFTA, Indonesiapun sepertinya masih bisa mampu untuk berkompetisi dalam perdagangan
bebas ini, tetapi IJEPA dan CAFTA sudah diterapkan jauh-jauh hari sebelum AFTA dimulai. Hal
ini bisa dilihat dengan merebaknya barang China yang berupa barang elektronik, buah bahkan
beras, serta ditambah Jepang dengan produk utama yaitu otomotif.
Dalam beberapa kesempatan kunjungan keluar negeri, Presiden Joko widodo mengajak
pemimpin dari beberapa Negara seperti China, Rusia dan Negara-negara anggota APEC untuk
bisa berinvestasi ke Indonesia. Presiden Joko widodo juga menjajikan kemudahan pengurusan
perijinan jika para investor tersebut memang berniat berinvestasi ke Indonesia, hal ini tentu mendapat
respon yang positif dari Negara-negara tersebut. Hal ini mengisyaratkan akan masuknya banyak
investasi maupun produk- produk asing kedalam negeri, kelemahan daya saing untuk menghadapi
kekuatan ekonomi dari Negara maju seperti Jepang, China maupun Korea Selatan tentu akan

mengakibatkan kita digempur oleh produk-produk dan investasi asing tanpa bisa menggerakkan atau
memunculkan produk-produk kita sendiri (produk dalam negeri). Bukan hanya itu saja, gempuran ini
akan merubah pola kehidupan kita lebih konsumtif karena barang-barang dari luar negeri dengan pajak
hampir 0% membuat harga jual didalam negeri akan ikut rendah. Dengan kerendahan harga tersebut
maka industri- industri lokal kita akan semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan di eraperdagangan bebas ini. Dengan mulai berlakunya perdagangan bebas, maka peran pemerintah untuk
membuat regulasi untuk mengatur arus perdagangan perlahan akan mulai hilang dan digantikan
dengan aturan pasar. Hal ini merupakan kekhawatiran serius bagi Negara sedang berkembang seperti
Indonesia dengan daya saing produk yang rendah untuk bisa minimal bertahan atau bahkan hancur
terkena gempuran investasi asing. Dengan melihat latar belakang diatas, tentunya sangat menarik
sekali untuk melihat upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan inovasi Pemerintah Daerah
secara khusus dalam menghadapi pasar bebas?

b. Permasalahan
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan bagaimana strategi pemerintah Kota
Lubuklinggau dalam mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II
Pembahasan
A. Landasan teori
1) Konsep Daya Saing
Menurut Porter (1980;56), daya saing (kemampuan/strategi untuk bersaing) dari suatu
produk/perusahaan/industri bukan hanya dilihat dari sisi produksi (kemampuan untuk
menghasilkan produk yang murah) tetap merupakan kombinasi dari hasil akhir (tujuan/misi)
dengan upaya (kebijakan) untuk mencapainya. Upaya ini (yang digambarkan sebagai roda
strategi bersaing), bukan hanya upaya produksi saja (manufakturing, lini produk serta
penelitian dan pengembangan), tetapi melibatkan keuangan, pemasaran dan target pasar,
penjualan, distribusi, pengadaan dan pembelian barang serta tenaga kerja. Dalam
merumuskan kemampuan dan strategi bersaing, ada beberapa hal yang harus dijawab, yaitu:
apa yang sedang dilakukan perusahaan sekarang, bagaimana dengan kondisi lingkungan
(analisis industri, pesaing, sosial politik dan kekuatan kelemahan relatif), dan apa yang
seharusnya dilakukan perusahaan. Porter kemudian mengembangkan lima kekuatan dalam
analisis struktur industri, yaitu: intensitas persaingan dalam industri, tantangan pendatang
baru, tekanan produk substitusi, daya tawar pembeli dan daya tawar pemasok. Dari lima
kekuatan ini ada tiga strategi dasar keberhasilan, yaitu: kepemimpinan biaya keseluruhan
(over-all cost leadership), diferensiasi (differentiation) dan fokus (focus). Penelitian mengenai
daya saing industri yang menggunakan pendekatan model Porter telah banyak dilakukan oleh
para peneliti terdahulu (Ozlem 2002; Pi-ying dan Lai 2005; Plawgo dan Chapman
1998).Penelitian tersebut juga menggunakan model diamond Porter dengan membuat
penyesuaian terhadap berbagai unsur daya saing menurut jenis industri yang di analisis.
Kebanyakan peneliti lebih memfokuskan pada persepsi pengelola dan penentuan peringkat
daya saing berdasarkan analisis Analytic Hierarchy Process (AHP). Pengukuran daya saing
IKM merujuk model diamond Porter dengan melakukan beberapa penyesuaian, di antaranya:
(1) mengganti unsur biaya bahan dan biaya tenaga kerja dengan sumber bahan dan sumber
tenaga kerja pada dimensi kondisi faktor, (2) mengganti unsur ukuran pasar dengan unsur
target pasar pada dimensi kondisi permintaan, (3) menambah unsur akses atau cakupan pasar
pada dimensi kondisi permintaan; (4) menambah unsur inovasi pada dimensi strategi
perusahaan dan struktur persaingan, (5) menambah unsur media promosi, penyedia bahan
baku, dan perantara pemasaran pada dimensi industri pendukung dan industri terkait.
Pertimbangan utama peneliti menyesuaikan beberapa unsur dimensi daya saing model
diamond Porter ialah:
i. Unsur biaya tenaga kerja dan biaya bahan pada dimensi kondisi faktor sudah
termasuk dalam penghitungan biaya per unit produk. Perusahaan akan lebih berdaya

saing manakala menggunakan bahan baku lokal dan tenaga kerja lokal, karena lebih
efisien.
ii. Unsur ukuran pasar pada dimensi kondisi permintaan lebih menggambarkan kinerja
bukan menggambarkan daya saing.
iii. Unsur akses atau cakupan pasar pada dimensi kondisi permintaan lebih
menggambarkan potensi daya saing. Sehingga bagi perusahaan yang mempunyai
akses pasar ke pasar internasional akan lebih berdaya saing.
iv. Unsur inovasi dimaknai sebagai penerapan hasil dari gagasan kreatif dalam
perusahaan. Didalam lingkungan yang dinamis dewasa ini, Perusahaan dituntut untuk
mampu menciptakan gagasan baru secara kreatif dengan menawarkan produk yang
inovatif serta peningkatan pelayanan yang dapat memuaskan pelanggan. Inovasi
menjadi salah satu faktor kunci dalam keberhasilan usaha dan peningkatan daya
saing.
v. Perusahaan akan lebih berdaya saing manakala mempunyai kemampuan menjalin
kerjasama secara baik dengan perusahaan lain, seperti: penyedia bahan, para
perantara, media promosi, dan sebagainya. Daya saing dari perusahaan dapat
ditentukan oleh banyak faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah:
keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal,
sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan
teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti energi,
dan bahan baku (Tulus Tambunan (2008:5)
2) Sejarah Singkat ASEAN Economic Community (AEC) 2015
Dalam kerjasama ASEAN di bidang ekonomi, pada awalnya kerjasama difokuskan dengan
pemberian prefensi perdagangan (Predential trade), usaha patungan (Joint Venture) dan
skema saling melengkapi (Complementation scheme) antar pemerintah negara-negara
anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti Industrial Project Plan (1976),
Prefential Trading Area (1977), ASEAN Industrial Complement Scheme (1981), ASEAN Joint
Venture Scheme (1981) dan Enhanched Prefential Trading Arengement (1987).Pada dekade
80-an dan 90-an, ketika antar negara di berbagai belahan dunia melakukan upayaupaya untuk
menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara ASEAN menyadari bahwa cara
terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna
menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Pada KTT ke-5 di Singapura tahun 1992 telah
ditandatangani Framewok Agreement Enchanching ASEAN Economic Cooperation sekaligus
menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993
dengan Common Efective Prefential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA
memberikan implementasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan

hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitas


pedagangan.
Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan
barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi. Sejalan dengan perkembangan konstelasi
global, ASEAN pun mengalami pengembangan pesat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pada awal berdirnya, ASEAN mencurahkan
perhatiannya untuk membangun rasa saling percaya (confidence Bulding Measure), itikad baik
dan mengembangkan kebiasaan secara terbuka dan dinamis diantara sesama
angotanya.Menjelang usianya yang ke-40, ASEAN telah mencapai tingkat koefisitas dan
memiliki rasa saling percaya yang cukup tinggi dantara para anggotanya serta mulai
menyentuh kerjasama di bidang-bidang yang dianggap sensitif. Perkembangan ASEAN yang
pesat tersebut tidak terlepas dari pengaruh lingkungan baik di dalam maupun luar kawasan
yang turut membentuk dan memperkaya pola-pola kerjasama diantara negara anggota
ASEAN. Pengalaman kawasan Asia Tenggara semasa krisis keuangan dan ekonomi Tahun
1997-1998 memicu kesadaran ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan perluasan
kejasama intra kawasan. Perkembangan ASEAN memasuki babak baru dengan diadopsinya
Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 yang mencita-citakan ASEAN sebagai
Komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, sejahtera, saling perduli,
diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Selanjutnya ASEAN juga
mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui
pembentukan Komunitas ASEAN. Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari
upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu juga merupakan upaya
evolutif ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas
permasalahan domestik yang berdampak pada kawasan tanpa meninggalkan prinsp-prinsip
utama ASEAN, yaitu: saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam
negeri (Non- Interfence), konsensus, diaog dan konsultasi. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga
pilar yang termasuk di dalamnya kerjasama di bidang ekonomi, yaitu:
1) Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Comunity/ASC),
2) Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC),
3) Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC).
Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Cebu Declaration on
the Estabilishment of an ASEAN Community by 2015 oleh para pemimpin ASEAN pada KTT
ke-12 ASEA di Cebu Filiphina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini,
para pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN/ASEAN
Community dari tahun 2020 menjadi 2015.
Lalu komimen tersebut, khususnya di bidang ekonomi, dilanjutkan dengan penandatanganan
ASEAN Charter/Piagam ASEAN beserta cetak biru AEC 2015 pada KTT ASEAN ke-13 di

Singapura, pada tanggal 20 November 2007. Penandatanganan Piagam ASEAN beserta cetak
birunya AEC adalah merupakan babak baru dalam kerjasama ASEAN di bidang ekonomi
diusianya yang kempat puluh tahun. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa AEC adalah
merupakan salah satu dari tiga pilar utama dalam ASEAN Community 2015, yang ingin
membentuk integrasi ekonomi di kawasan ASEAN Tenggara. AEC memiliki lima (5) pilar
utama, yakni:
1) Aliran bebas barang (free flow of goods),
2) Aliran bebas jasa (free flow of sevice),
3) Aliran bebas investasi (free flof of investment),
4) Aliran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour),
5) Aliran bebas modal (free flow of capital)
3) Karakteristik dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang
dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara
anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang
ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar,
inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta
kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif
berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis
produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan
langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi;
mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis,
tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai
langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan
pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan
VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya. Bentuk
Kerjasamanya adalah:
1) Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2) Pengakuan kualifikasi profesional;
3) Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan
4) Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
5) Meningkatkan infrastruktur
6) Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;

7) Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber


daerah;
8) Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN
secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan, karakteristik utama Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA):
1) Pasar dan basis produksi tunggal,
2) Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3) Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
4) Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat dengan memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari
masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari
unsurunsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para
pemangku kepentingan yang relevan.

BAB III
Analisis permasalahan

Indonesia tidak dapat menghindar dari ASEAN Economic Community, karena hal ini telah disepakati oleh para
pemimpin negara ASEAN pada Bali Concord II. Oleh sebab itu, AEC selayaknya dipandang sebagai suatu
tahapan proses yang harus dilalui, sehingga masyarakat Indonesia dapat lebih memandang secara positif
tentang keberadaan AEC karena pada dasarnya banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dari AEC tersebut
jika Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya. Namun demikian, mengingat kondisi geografis Indonesia
yang terdiri dari ribuan pulau dengan tingkat pembangunan yang berbeda-beda. Peningkatan daya saing bangsa
perlu lebih difokuskan pada peningkatan daya saing daerah; karena dengan daerah yang berdaya saing secara
agregasi akan mendukung peningkatan daya saing nasional. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan
kesiapan Indonesia untuk menghadapi AEC 2015, upaya pembenahan daya saing Yaitu : Perbaikan daya saing
di tingkat daerah, yang perlu difokuskan pada beberapa hal sebagai berikut:
1) Peningkatan pemahaman masyarakat daerah terhadap AEC 2015.
Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha di daerah terhadap
pelaksanaan AEC 2015 akan menjadi salah satu faktor penghambat pemanfaatan AEC secara
optimal. Untuk itu, Pemerintah Daerah perlu untuk melakukan sosialisasi dan edukasi
masyarakat yang lebih intensif dan tepat sasaran, melalui berbagai media komunikasi yang
dapat menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, komunikasi dan koordinasi
antara pemerintah daerah dan swasta daerah menjadi suatu hal yang penting. Salah satunya
adalah dengan penyelenggaraan Forum Dialog AEC antara pemerintah dan swasta daerah
yang perlu dilakukan secara rutin, agar pemerintah dapat segera mengantisipasi pemberian
fasilitas yang diperlukan untuk dunia usaha memanfaatkan peluang AEC dan pihak dunia
usaha pun dapat segera memperoleh informasi dari pemerintah daerah terkait dengan
perkembangan kebijakan terkini.
2) Perbaikaniklim investasi dan iklim usaha daerah.
Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan daerah lainnya secara bersama-sama perlu
meningkatkan iklim investasi dan iklim usaha agar daerahnya dapat menjadi tempat
berinvestasi yang lebih menarik dan sebagai tempat pengembangan usaha yang kondusif. Hal
ini sangat penting karena peningkatan investasi akan mendorong penciptaan kesempatan
kerja yang lebih besar, sehingga dapat mencegah terjadinya kekosongan (hollow out) tenaga
kerja terampil di masing-masing daerah. Untuk itu, upaya strategis yang perlu segera
dilakukan adalah:
a. mempermudah pelayanan perijinan usaha,
b. meningkatkan transparansi proses dan biaya perijinan,

c. menghapuskan berbagai regulasi/peraturan daerah yang tumpang tindih dan


yang terlalu membatasi dunia usaha untuk berkembang.
3) Peningkatan infrastruktur daerah. Salah satu faktor yang meningkatkan daya tarik
investasi
di daerah adalah ketersediaan infrastruktur yang sangat penting untuk meningkatkan
konektivitas antar wilayah, sehingga tingkat kesenjangan antar daerah dapat berkurang. Untuk
itu, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Pusat agar dapat memfokuskan
pembangunan daerahnya pada upaya peningkatan infrastruktur, terutama: infrastruktur jalan,
energi, pelabuhan, dan telekomunikasi. Ketersediaan infrastruktur yang lebih baik secara
otomatis akan mengurangi biaya produksi dan biaya transportasi.
4) Peningkatan daya saing produk ekspor unggulan daerah.
Masing-masing daerah memiliki produk unggulan ekspor yang berbeda satu dengan lainnya.
Dengan pasar ASEAN yang lebih terbuka, masing-masing daerah memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk memasarkan produk unggulan ekspornya di kawasan ASEAN. Untuk itu,
beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor
daerahnya adalah:
a. pemberian fasilitasi pengembangan industri berorientasi ekspor di daerah,
terutama usaha kecil dan menengah
b. pendirian pusat layanan informasi pasar ASEAN agar para pengusaha dapat
memperoleh informasi peluang pasar ASEAN secara cepat dan akurat
c. peningkatan kualitas dan standar produk; serta
d. perluasan akses UKM daerah terhadap modal dan teknologi.
5) Peningkatan kualitas SDM daerah.
Aliran bebas tenaga kerja terampil saat pelaksanaan AEC 2015 akan menyebabkan pasar
tenaga kerja menjadi lebih kompetitif. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah perlu merumuskan
kebijakan dan upaya strategis untuk meningkatkan kualitas SDM di daerahnya. Beberapa hal
perlu dilakukan antara lain adalah:
a. Penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan tenaga kerja untuk menghasilkan
kualitas tenaga kerja sesuai dengan standar kompetensi tenaga kerja tingkat
ASEAN;
b. Peningkatan kerjasama dengan negara ASEAN lainnya (terutama dengan
negara ASEAN yang lebih maju) untuk memberikan pelatihan kepada tenaga
kerja terampil sesuai dengan standar dan kualifikasi ASEAN;
c. peningkatan kerjasama Pemerintah Daerah dan Dunia Usaha untuk
meningkatkan link and match antara pendidikan dan pasar tenaga kerja,
sehingga lulusannya dapat mudah terserap di pasar tenaga kerja

6) Penciptaan iklim ketenagakerjaan daerah yang lebih kondusif.


Kekakuan pasar tenaga kerja (labour market rigidity) dapat mengakibatkan industri padat
karya tidak berkembang, dan bahkan dapat mendorong industri padat karya bertransformasi
menjadi industri padat modal. Akhirnya, kondisi ini dapat mengakibatnya berkurangnya
kesempatan kerja dan penurunan daya beli masyarakat. Dilain pihak, fleksibilitaspasar tenaga
kerja yang meningkat juga perlu diimbangi dengan kebijakan jaminan sosial yang memadai,
sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat dapat tetap terjaga. Untuk itu, beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian daerah adalah:
a. meninjau ulang pengaturan upah minimum provinsi/kabupaten/kota agar sesuai
dengan laju inflasi tetapi tidak memberatkan dunia usaha;
b. mendorong komunikasi bipartit yang lebih baik antara pengusaha dan pekerja,
terutama dalam penentuan upah dan penyelesaian permasalahan perburuhan
lainnya;
c. mempermudah perusahaan di daerah melakukan rekruitmen tenaga kerja dan
melaksanakan rasionalisasi jumlah pekerja;
d. memberikan edukasi kepada asosiasi/serikat buruh di daerah untuk menjaga
iklim ketenagakerjaan yang lebih baik dan menghindari gerakan buruh yang
bersifat radikal dan anarkis.

BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan dan Saran
ASEAN Economic Community (AEC) merupakan realisasi dari integrasi ekonomi kawasan ASEAN,
dengan menciptakan kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi atau yang sering
disebut sebagai single market and production base. Dengan harapan bahwa ASEAN akan menjadi
kawasan yang lebih dinamis dan kompetitif. Namun demikian, konsekuensi dari terbentuknya AEC ini
adalah bebasnya pergerakan arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil di antara
sesama negara ASEAN.
Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN yang cukup tinggimenunjukkan besarnya potensi ekonomi
kawasan dan diharapkan akan semakin kuat dengan adanya AEC 2015. Namun demikian, Indonesia
masih perlu bekerja keras untuk menyusun upaya-upaya yang terintegrasi agar AEC 2015 dapat
memberikan manfaat yang optimal bagi perekonomian Indonesia. Hal ini karena masih banyaknya
tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan AEC 2015, yang antara lain:
defisit neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN yang cenderung meningkat, belum berfungsinya
kelembagaan ekonomi secara optimal, serta bervariasinya kondisi ekonomi dan tingkat pembangunan
daerah yang menjadi salah satu penyebab perbedaan tingkat kesiapan daerah dalam menghadapi AEC
2015. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan perlu bersama-sama meningkatkan kesiapan Indonesia
dalam menghadapi AEC 2015.
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, makalah ini merekomendasikan berbagai upaya strategis yang
dikelompokkan menjadi: upaya peningkatan daya saing tingkat nasional dan upaya peningkatan daya
saing tingkat daerah. Dengan demikian diharapkan setiap pemangku kepentingan pusat dan daerah
dapat segera menyelaraskan langkahnya agar Indonesia dapat lebih siap dalam menghadapi AEC 2015.

Вам также может понравиться