Вы находитесь на странице: 1из 40

KASUS KECIL

Tuberculosa Paru dan Hipertensi grade II

Dokter Pembimbing :
dr. Luluk Adipratikto, Sp.P, M.Kes
Disusun Oleh :
Yovinus Deny
(11.2015.015)
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
P a g e 1 | 40

TUBERCULOSIS PARU
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Pada banyak kasus M. tuberculosis dapat menjadi dorman sebelum berkembang menjadi TB
aktif. M. tuberculosis paling banyak mengenai paru, tetapi dapat menyerang hampir semua
sistem organ, termasuk kelenjar limfe, sistem saraf pusat, hepar, tulang, traktus genitourinary,
dan traktus gastrointestinal.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman
terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.1
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dan bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.1
Patofisiologi
Tuberkulosis primer
Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis local). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
P a g e 2 | 40

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali


2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( antara lain sarang Ghon, garis fibrotic,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelectasis. Kuman tuberculosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat
ini ke lobus yang atelectasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelectasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis
b. Penyebaran secara bronkogen, baik diparu bersangkutan aupun ka paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen, penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat eperti tuberculosis
milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberculosis pada alat lain tubuh lainya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia, dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
-

Sembuh dengan meninggalkan sekuele

Meninggal, semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis


primer.2

Tuberculosis post primer


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan
P a g e 3 | 40

sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sebuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyerbukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.2
Gejala Klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.3
Cara penularan TB
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bias saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji daru 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
2. Pasien TB dengan BTA negative juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65 %, pasien TB BTA negative
dengan hasil kultur positif adalah 26 % sedangkan pasien TB dngan hasil kultur negative
dan foto toraks positif adalah 17 %.
3. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut.
4. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei/ percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.4
P a g e 4 | 40

Klasifikasi dan definisi pasien TB


Definisi pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis :
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biolginya
dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostic cepat yang direkomendasi
oleh kemenkes RI (misalnya : GeneXpert).4
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
(semua pasien yang memenuhi defenisi tersebut diatas harus dicatat tanpa memandang apakah
pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum).4
Pasien TB terdiagnosis secara klinis :
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secra bakteriologis tetapi didiagnosis
sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
(pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif, baik
sebelum maupun setelah memulai pengobatan harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis).4
Klasifikasi pasien TB
Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat diklasifikasikan
berdasarkan:

lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru,
P a g e 5 | 40

riwayat pengobatan sebelumnya; pasien baru atau sudah pernah diobati

bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA
negatif

status HIV.

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi

TB paru adalah kasus TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.

TB ekstraparu adalah kasus TB yang terjadi pada organ selain paru seperti, pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi dan tulang, selaput otak dan
tulang. Kasus TB ekstraparu dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah
diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis. Pasien TB ekstra
paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ yang menunjukkan gambaran TB yang terberat.4

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau sudah
pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis). Pemeriksaan BTA
bias positif atau negatif.

Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah


mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (> dari 28 dosis). Kasus ini diklasifikasikan
lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut:
o Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan
OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan
saat ini ditegakkan diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
o Kasus setelah putu berobat (Default) adalah pasien yang sebelumnya telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih degan BTA positif.

P a g e 6 | 40

o Kasus setelah gagal (Failure) pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.

Kasus pindahan (Transfer In) pasien yang dipindahkan keregister lain untuk
melanjutkan pengobatannya.

Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
-

tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,

pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,

kembali diobati dengan BTA negatif.5

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,


Keadaan ini terutama ditujukan pada TB Paru:
1. Tuberculosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberculosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positf setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberculosis paru BTA negatif
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.5
P a g e 7 | 40

d. Klasifikasi berdasarkan status HIV

Kasus TB dengan HIV positif adalah hasil tes HIV positif sebelumnya atau pada
saat diagnosis.

Kasus TB dengan HIV negatif adalah hasil tes HIV negatif sebelumnya atau pada
saat diagnosis.

Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.4

Diagnosis tuberkulosis
1. Diagnosis TB paru
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru pada orang
dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan
bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.

Jika pemeriksaan bakteriologis hasil negative, penegakan diagnosis TB dapat


dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang
(setidak-tidaknya pemeriksaan foto thoraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter
yang telah terlatih TB.

Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian
terapi antibiotika spectrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, berdasarkan foto


thoraks saja dan hanya berdasarkan uji tuberculin.

Bila hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung pasien TB minimal 1 dari


pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis


langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu-PagiSewaktu).4
P a g e 8 | 40

Skema I. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa

2. Diagnosis TB ekstra paru

Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada meningitis TB, nyeri pada dada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spodilitis TB dan lain-lainnya.

P a g e 9 | 40

Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan


klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari
organ tubuh yang terkena.

Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabola juga ditemukan keluhan dan gejala


yang sesuai untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.4

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Tujuan pengobatan
a.
b.
c.
d.
e.

Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup


Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya
Mencegah terjadinya kekambuhan TB
Menurunkan penularan TB
Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat.4

Prinsip pengobatan
Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efesien untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :

Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4

macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.


Diberikan dalam dosis yang tepat
Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO ( Pengawas Menelan Obat )

sampai selesai pengobatan


Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta
tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.4
o Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
o Tahap lanjutan : merupakan tahap penting untuk membunuh sisa sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.4
P a g e 10 | 40

Tabel 1. OAT dan dosis rekomendasinya


Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC). Paduan
OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:4

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT
lini

ke-2

yaitu

Kanamisin,

Kapreomisin,

Levofloksasin,

Etionamide,

Sikloserin,

Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu Pirazinamid dan etambutol.
Disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDR ini
teridiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.4
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping

P a g e 11 | 40

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya:
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif dan
Pasien TB paru BTA negatif dengan rontgen positif
Pasien TB ektstra paru.
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 4
Berat Badan

Tahap intensif setiap hari selama 56 hari

Tahap lanjutan

RHZE (150/75/400/275)

3 kali seminggu selama 16 minggu

30-37 kg

2 tablet 4 KDT

RH (150/150)
2 tablet 2KDT

38-54 kg
55-70 kg

3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

Paket kombipak, adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan
dengan OAT KDT sebelumnya.

P a g e 12 | 40

Tabel 3. Paduan dosis OAT Kombipak kategori 1 : 2RHZE/4H3R3.4


Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang).

Pasien kambuh

Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 4. Paduan dosis OAT KDT Kategori 2.

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2


P a g e 13 | 40

WHO merekomendasikan pengobatan dengan paduan harian sepanjang periode pengobatan


OAT (2RHZE/4RH) pada pasien dengan TB paru kasus baru dengan alternatif paduan
2RHZE/4R3H3 yang harus disertai pengawasan ketat secara langsung oleh pengawas menelan
obat (PMO).
Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan
perubahan berat badan. Respons pengobatan TB paru dipantau dengan apusan dahak BTA. Perlu
dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan, respons bakteriologis,
resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk setiap pasien pada Kartu Berobat TB.5
WHO merekomendasi pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir fase intensif
pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini pertama baik kasus baru dan pengobatan
ulang. Apusan dahak BTA dilakukan pada akhir bulan kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru
dan akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi
ini juga berlaku untuk pasien dengan apusan dahak BTA negatif.5
Pemantauan kemajuan dan hasil pengpbatan TB
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopik
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh
uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji
dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatan harus
dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara terpenting
untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa
memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau
sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa
pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA
positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya
negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
P a g e 14 | 40

Tabel 6. Pemeriksaan dahak ulang untuk pemantauan hasil pengobatan.4


Hasil
Sembuh

Definisi
Pasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada awal pengobatan
dan apusan dahak BTA negatif atau biakan negatif pada akhir

Pengobatan lengkap

pengobatan dan / atau sebelumnya.


Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki
bukti gagal TETAPI tidak memiliki rekam medis yang menunjukkan
apusan dahak BTA atau biakan negatif pada akhir pengobatan dan satu
kesempatan sebelumnya, baik karena tidak dilakukan atau karena

Pengobatan gagal

hasilnya tidak ada.


Pasien TB dengan apusan dahak atau biakan positif pada bulan kelima
atau setelahnya selama pengobatan. Termasuk juga dalam definisi ini
adalah pasien dengan strain kuman resisten obat yang didapatkan selama
P a g e 15 | 40

pengobatan baik apusan dahak BTA negatif atau positif.


Meninggal

Pasien TB yang meninggal dengan alasan apapun sebelum dan selama

Putus obat

pengobatan.
Pasien TB yang tidak memulai pengobatan atau menghentikan

Tidak dievaluasi

pengobatan selama 2 bulan berturut-turut atau lebih.


Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
Tabel 7. Hasil Pengobatan TB.4

Efek OAT yang tidak diinginkan


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek
samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang
merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi
klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan
ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak diperlukan.
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
pada kartu pengobatannya. Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan
sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau
pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya. Apabila pasien mengalami efek
samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara dan pasien dirujuk kepada dokter atau
fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat
sebaiknya dirawat dirumah sakit.4

P a g e 16 | 40

Table 8. Efek Samping gejala mayor dan minor.4

HIPERTENSI
P a g e 17 | 40

Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg penentuan ini berdasarkan rata-rata 2 kali
pengukuran tekanan darah pada posisi duduk, menurut JNC VII. 6
Klasifikasi hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi esensial/
primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial/primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang melatarbelakanginya.
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi
derajat 2.
Klasifikasi Tekanan

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


TDS (mmHg)

Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

< 120
120-139
140-159
160

Dan
Atau
Atau
Atau

TDD (mmHg)
< 80
80-90
90-99
100

Table 9. klasifikasi hipertensi


Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi
hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang hidupnya memiliki 2 kali
risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler daripada yang tekanan
darahnya lebih rendah.6
Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

Hipertensi Primer atau Esensial


Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah

hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. 90% dari semua penyakit hipertensi
merupakan penyakit hipertensi esensial.

Hipertensi Sekunder
P a g e 18 | 40

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit, kondisi
dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya. Terdapat
10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder. Skitar 5-10% penderita
hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis,
glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian hormonal
(hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat pemakaian obat tertentu (steroid,
pil KB).7
Faktor risiko
Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak
dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
Ras
Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata yang
lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tubuh
mereka mengolah garam secara berbeda.
Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat yang
banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre menopause cenderung memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin
kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif
terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah
menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung
Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria
seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan
rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang
mempengaruhi faktor psikiskuat
P a g e 19 | 40

Stress psikis
Stress

meningkatkan

aktivitas

saraf

simpatis,

peningkatan

ini

mempengaruhi

meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat berakibat
tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer
pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan
hidrokortison kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan
enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan,
pengerasan hati dan bunuh diri.
Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah
agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan
menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan.
Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko
kardiovaskular secara signifikan.
Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi
terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan
hanya sedikit garam.
Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru paru dan disebarkan keseluruh
aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan
efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga
memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
P a g e 20 | 40

Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak
meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari pada yang
meminum dengan jumlah yang sedikit.
Faktor faktornya antara lain :
-

Usia ( laki-laki 55 tahun; perempuan 65 tahun )


Riwayat keluarga hipertensi
Berat badan lebih atau obesitas
Aktivitas fisik kurang
Merokok dan minum alkohol
Diet tinggi garam
Dyslipidemia
Stress

Patofisiologi
Hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :

Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik


Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan

pembuluh darah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Sebab sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun

sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan
elastisitas) pada arteri arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau
arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang
olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.7
Hipertensi Sekunder
Patofisiologi hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang meningkatkan tahanan
pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah renal vaskular atau parenchymal
disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan
P a g e 21 | 40

dapat disembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat
kembali normal.
Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual-muntah

Sesak napas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung,
dan ginjal
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan


penanganan segera

Diagnosis
Anamnesis
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal ( ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuria, pemakaian obat-obatan
c.

analgesic dan obat lain.


Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma)
Faktor resiko ( riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien,

riwayat hyperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan merokok, pola makan,


kegemukan, aktifitas fisik )
P a g e 22 | 40

d.

Gejala kerusakan organ


- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks,
deficit neurologis
- Jantung : palpitsi, nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
- Ginjal : polyuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk memastikan dan membuktikan diagnosis hipertensi,
memastikan tekanan darah saat ini, mencari tanda-tanda kerusakan target organ simtomatik dan
skrining terhadap kemungkinan hipertensi sekunder. Diagnosis berdasarkan atas setidaknya dua
kali pengukuran tekanan darah saat kunjungan ke klinik pada dua atau tiga kali kunjungan.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

Modifikasi gaya hidup


Modifikasi gaya hidup sehat sangatlah penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan
manajemen utama yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah termasuk pengurangan berat
badan atau obesitas.
1. Penurunan berat badam demgam target mempertahankan berat badan pada kisaran indeks
massa tubuh 18,5 22,9 kg/m2.
2. Mengadopsi program diet sesuai dengan Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH), yaitu banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, serta produk mengandung
susu yang rendah lemak dengan kandungan lemak tersaturasi dan lemak total rendah.
3. Mengurangi asupan garam sehari-hari menjadi tidak lebih dari 6 g Natrium Klorida atau
satu sendok teh garam dapur
4. Meningkatakan aktivitas fisik aerobic secara teratur seperti jalan cepat secara kontiyu
selama minimal 30 menit, dengan frekuensi 4-6 kali/minggu.
5. Tidak merokok.8
Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC VII, 2003
P a g e 23 | 40

Apabila dengan perubahan lifestyle tidak tercapai target tekanan darah yang diinginkan
(tekanan darah < 140/90 mmHg pada pasien tanpa riwayat diabetes/ penyakit ginjal kronis dan
tekanan darah <130/80 mmHg pada seseorang dengan diabetes/penyakit ginjal kronis), maka
selanjutnya kita mulai terapi inisial dengan obat anti hipertensi oral. Untuk keperluan
pengobatan, ada pengelompokkan pasien berdasarkan pertimbangan khusus (special
consederations) yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling indications) dan keadaan
khusus lainnya (special situations).

Indikasi yang memaksa meliputi:

Gagal jantung
P a g e 24 | 40

Pasca infark miokardium


Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Keadaan khusus lainnya meliputi:

Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolik
Hipertrofi ventrikel kanan
Penyakit arteri perifer
Hipertensi pada usia lanjut
Hipotensi postural
Demensia
Hipertensi pada perempuan
Hipertesi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi

Pada pasien hipertensi tanpa kondisi medis yang memaksa, penatalaksanaan obat anti
hipertensi dibagi berdasarkan derajat tekanan darahnya. Pada hipertensi derajat 1 regimen
pengobatan dilakukan dengan menggunakan diuretik jenis Thiazid untuk sebagian besar kasus,
dan dapatt dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi. Sedangkan pada hipertensi
derajat 2 digunakan kombinasi 2 jenis obat untuk sebagian besar kasusnya, umumnya diuretic
jenis thiazid dan ACEI atau ARB atau CCB. Sedangkan pada pasien dengan indikasi medis yang
memaksa, obat yang diberikan adalah obat-obatan untuk indikasi medis yang memaksa dan anti
hipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, CCB)sesuai dengan kebutuhan.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7 yaitu:

Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau Blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan

hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

Faktor sosio-ekonomi
Profil faktor risiko kardiovaskuler
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
P a g e 25 | 40

Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi


Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan
darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan
obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian tekanan darah belum mencapai target,
maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis
rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan
biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin
bertambah.6

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi adalah:

CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Diuretika
Angiotensin II
Receptor
Blocker

P a g e 26 | 40

Blocker

Calcium
Channel
Blocker

Blocker

Angiotensin
Converting
Enzyme
Inhibitor
Gambar 2. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi.8

Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi:


Klasifikasi

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola

Terapi Obat Awal

Terapi Obat Awal

Hidup

tanpa Indikasi

dengan Indikasi

Memaksa

Memaksa

Tidak indikasi obat

Obat-obatan untuk

Tekanan Darah
Normal
Prehipertensi

< 120
120-139

dan < 80
atau 80-89

Dianjurkan
Ya

indikasi yang
Hipertensi derajat
1

140-159

atau 9- 99

Ya

Diuretika jenis

memaksa
Obat-obatan untuk

Thiazide untuk

indikasi yang

sebagian besar

memaksa Obat

P a g e 27 | 40

Hipertensi derajat

160

atau 100

Ya

kasus, dapat

antihipertensi lain

dipertimbangkan

(diuretika, ACE-I,

ACE-I, ARB, BB,

ARB, BB, CCB)

CCB, atau

sesuai kebutuhan

kombinasi
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan ACEI atau ARB atau
BB atau CCB

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan dan
pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.6
Pada beberapa pasien adakalanya terjadi hipertensi yang resisten. Apabila terjadi hal
demikian, perlu dipertimbangkan adanya kedaan sebagai berikut:
f.
g.
h.
i.

Pengukuran tekanan darah yang tidak benar


Dosis belum memadai
Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat anti hipertensi
Ketidakpatuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup

Asupan alcohol berlebih

Kenaikan berat badan berlebih

j. Kelebihan volume cairan tubuh

Asupan garam berlebih

Terapi diuretika tidak cukup

Pennurunan fungsi ginjal berjalan progresif

k. Adanya terapi lain

Masih menggunakan bahan/obat yang dapat meningkatkan tekanan darah

Adanya obat yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat anti
hipertensi.
P a g e 28 | 40

l. Penyebab hipertensi lain/ sekunder


Adakalanya seorang dokter umum dianjurkan merujuk ke dokter spesialis/ subspesialis,
yaitu pada kondisi:

Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai

Selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal
(laju filtrate glomerulus mencapai <60 ml/men/1,73 m 2 -> konsul penyakit dalam,
sedangkan untuk laju filtrate glomerulus mencapai < 30ml/men/1,73m 3-> konsul
nefrologi).8

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Tempat tanggal lahir
Jenis kelamin
Status perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
No RM

: Tn. D
: 57 tahun
: wandan kemiri, 22 maret 1958
: Laki-laki
: Menikah
: SMP
: Buruh
: Wandan kemiri, Rt.03 Rw.01 Klambu, Grobogan.
: 074424
P a g e 29 | 40

Di rawat di ruang
Tanggal masuk RS
Tanggal dikasuskan
II.

: Betani B Kohort
: 3 Februari 2016
: 4 Februari 2016

ANAMNESIS

Autoanamnesis, tanggal 4 Februari 2016, pukul : 10.30 WIB.


Keluhan utama
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang dengan keluhan batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk disertai dahak, dahak
berwarna putih, batuk tidak disertai darah. batuk dirasa tidak memberat pada malam
hari.Keluhan disertai keringat malam. OS juga merasa berat badannya turun cukup banyak
terutama 2 minggu ini dan nafsu makan yang menurun. OS tidak mengetahui di rumah dan
sekitar rumah yang mengalami batuk lama atau flek paru.
Pasien mengeluh nyeri kepala, dan tengkuk terasa kaku dan pegal. Keluhan ini dirasakan
2 minggu SMRS. Keluhan dada berdebar-debar, nyeri dada, kesemutan yang menjalar dari dada
kiri, dan terbangun saat malam hari disangkal. BAK dan BAB lancar, tidak nyeri, tidak lembek,
tidak encer dan tidak bewarna kehitaman. OS belum pernah minum obat selama 6 bulan.
Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan tidak ada yang memiliki riwayat batuk lama di anggota keluarganya.
Saat ini pasien tinggal bersama istri dan 1 orang anak dan tidak ada riwayat darah tinggi
dikeluarganya.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi, asma, kencing manis, alergi, dan maag disangkal pasien.
Riwayat sosioekonomi
Pasien berasal dari ekonomi menengah ke bawah, dimana pasien bekerja serabutan dan
istri pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien, istri, dan 1 anak pasien tinggal dalam satu rumah
dengan kondisi tidak ada ventilasi dan sinar matahari sulit masuk ke dalam ruangan rumah.

P a g e 30 | 40

III.

PEMERIKSAAN OBJEKTIF

Keadaan Umum

: Tampak lemah

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 160 / 100 mmHg

Nadi

: 88 x / menit, reguler, isi cukup.

Frekuensi Napas

: 28 x / menit

Suhu

: 36,5C

Berat badan

: 48 kg

Tinggi badan

: 168 cm

BMI

: 17.14 (underweight)

Kepala

: normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut


merata, warna putih, rambut tidak mudah dicabut, turgor dahi baik

Mata

: pupil isokor dengan diameter 3mm, konjungtiva anemis -/-, sklera


ikterik -/-, edema palpebra -/-, refleks cahaya +/+

Hidung

: normoseptal, deformitas -, napas cuping hidung -

Mulut

: pursed lips breathing (-), bibir sianosis (-), papil lidah normal, faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1

Leher

: trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening


maupun tiroid. Tidak ada retraksi suprasternal maupun hipertrofi otot
sternocleidomastoideus, JVP tidak meningkat.

Thorax
Inspeksi

Anterior
Posterior
Bentuk thorax normal, pernapasan simetris Vertebra : normal, simetris,
dalam keadaan statis maupun dinamis, tipe tidak ada lesi
pernapasan torako abdominal ictus cordis
tidak terlihat, retraksi sela iga (-), benjolan

Palpasi

(-)
Sela iga tidak melebar, nyeri tekan (-), Fremitus taktil simetris,
P a g e 31 | 40

fremitus simetris, ictus cordis teraba 1 cm nyeri tekan (-)


Perkusi

medial ICS IV linea midclavicula sinistra


Sonor di kedua lapang paru
Sonor pada kedua lapang
Batas paru hati di ICS V linea
paru
midclavicula dextra
Batas jantung kanan = ICS IV linea
sternalis dextra, atas = ICS II linea
sternalis sinistra, pinggang = ICS III linea
parasternalis sinistra, kiri = ICS V linea
midclavicula sinistra

Auskultasi

Pulmo dextra dan sinistra : wheezing (-) Pulmo


dan rhonki basah kasar (+)
BJ I-II murni reguler, gallop
murmur(-)

dextra

dan

sinistra: wheezing (-) dan


(-),

ronki basah kasar (+)


BJ I-II murni reguler

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat lesi
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi
: tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), nyeri ketuk CVA (-/-)
Genital : tidak dilakukan
Ekstremitas : sianosis (-), edema (-), akral hangat (+)
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG02

Pemeriksaan Laboratorium Hematologi dan kimia darah ( 01 Februari 2016 )


Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
GDS
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Calcium

Hasil
16,2
8,10
47,10
365
164
43.0
1.0
135,7
3,95
9,2

Nilai normal
13,2 17,3 g/dL
3,6 - 11,0 10^3/ul
41 - 52 %
150 400 10^3/ul
75 - 110 mg/dL
19 44 mg/dL
0.9 -1.3 mg/dL
135 147 mmol/L
3,5 5,1 mmol/L
8,8 10,3 ml/dL
P a g e 32 | 40

Pemeriksaan apusan BTA sputum pertama 02 februari 2016 = +3

Pemeriksaan apusan BTA sputum kedua 03 februari 2016 = +1

Pemeriksaan X Foto Thorax ( 2 februari 2016 )

Cor

: - Batas kiri jantung bergeser ke lateral

Pulmo

: - Tampak kesuraman milier type pada kedua paru


-Corakan bronkovaskuler meningkat
-Diafragma kanan tenting

Kesan

: - Suspek cardiomegaly
P a g e 33 | 40

- Gambaran KP milier dengan tenting diafragma kanan

V.

Daftar Abnormalitas

Anamnesis
1. Batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna putih tidak ada keluar darah.
2. Keringat pada malam hari
3. Nyeri kepala dan tengkuk terasa kaku dan pegal
4. Nafsu makan menurun dan berat badan dirasakan turun banyak terutama 2 minggu ini

Pemeriksaan fisik
1. TD : 160/100 mmHg
2. Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, Ronkhi basar (+) dextra dan sinistra

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan apusan BTA sputum pertama 02 februari 2016 = +3
2. Pemeriksaan apusan BTA sputum kedua 03 februari 2016 = +1
3. Foto thorax : kesan : gambaran KP milier

VI.

Assesment
1. TB Paru
Seusai dengan daftar abnormalitas
-

Batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna putih, tidak keluar darah

Keringat pada malam hari


P a g e 34 | 40

Nafsu makan menurun dan berat badan dirasakan turun banyak terutama 2
minggu ini

Suara nafas ronkhi basah (+)

Pemeriksaan apusan BTA sputum +3

Foto thorax dengan kesan gambaran KP milier

Initial Plan Diagnosis


Initial Plan Therapy
-

Infus RL 20 tpm

Fase Intensif : 2 bulan RHZE / 3 tablet FDC

Ambroxol 30 mg 2x1 tablet

Initial Plan Monitoring


- TTV
- Keluhan pasien (batuk berdahak)
- Efek samping OAT
Initial Plan Education (IPEx)
- Patuh minum obat -> kuman TB tidak resisten
-

Buang dahak jangan sembarangan -> menularkan

Jika batuk harus menggunakan masker atau di tutup dengan tangan agar tidak

ada keluarga yang tertular


Konsultasi penyakit pasien kepada pasien dan keluarganya serta edukasi

rujukan
2. Hipertensi Grade II
Sesuai dengan daftar abnormalitas
- Nyeri kepala dan tengkuk terasa kaku dan pegal
- TD 160/100 mmHg
Intial Plan Diagnosis
Intial Plan Therapy :
- Captopril 2x50 mg
P a g e 35 | 40

HCT 1x25 mg (pagi hari)

Intial Plan Monitoring


-

TTV
Keluhan pasien ( nyeri kepala dan nyeri tengkuk)

Intial Plan Education


-

Perbanyak makan sayur-sayuran dan buah-buahan, kurangi konsumsi daging

kaki 4
Kurangin asupan garam
olahraga

Progress Note
Follow Up
05-02-2016
S

: Sesak berkurang, Batuk (+) berkurang, keringat malam hari (+), panas sewaktu malam
hari, nafsu makan masih menurun,pusing (+), leher terasa tegang BAB 1x (kuning, padat,
banyak), BAK lancer : dysuria (-), warna kemerahan (+), gatal sekitar badan.

: Keadaan umum = Os tampak lemas


Tanda vital = TD 160/100 mmHg, HR : 80x/menit, S:36,00C, RR:22x/menit.
Mata

: Pupil isokor 3mm, RC +/+, CA -/- , SI -/-, edem palpebra -/-

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Leher

: Retraksi supra sternal (-), trakea deviasi (-)


KGB dan Tiroid tidak membesar.

Thorax

: Pulmo : I = Statis : dinamis = simetris


P = nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
P = sonor (sinistra dan dextra)
A = vesikuler, rh basah +/+

Cor

:BJ I/II reguler murmur -/-, gallop -/-

Abdomen

: Supel, NT (+) timpani, BU (+)

Ektremitas

: akral dingin (-) pada kaki, sianosis(-), jari tabuh (-)

: - Hipertensi Grade II
P a g e 36 | 40

- TB Paru
P

Iptx : - Ambroxol 2x1 30 mg


- Amlodipine 10 mg 1x1
- Valsartan 80 mg 1x1
- Rifampisin 450 1-0-0
- Isoniazid 300 1-0-0
- Pirazinamid 500 2-0-0
- Etambutol 500 2-0-0
- Infus RL 20 tpm
Imx : RR, TD, batuk dan sesak

06-02-2016
S

: Sesak menghilang, Batuk (+) berkurang, keringat malam hari (+), panas sewaktu malam
hari, nafsu makan masih menurun,kepala pusing,leher terasa tegang,BAB 1x (kuning,
padat, banyak), BAK lancar : dysuria (-), warna kemerahan (+), gatal sekitar badan.

: Keadaan umum = Os tampak lemas


Tanda vital = TD 200/100 mmHg, HR : 85x/menit, S:36,30C, RR:20x/menit.
Mata

: Pupil isokor 3mm, RC +/+, CA -/- , SI -/-, edem palpebra -/-

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Leher

: Retraksi supra sternal (-), trakea deviasi (-)


KGB dan Tiroid tidak membesar.

Thorax

: Pulmo : I = Statis : dinamis = simetris


P = nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
P = sonor (sinistra dan dextra)
A = vesikuler, rh basah +/+

Cor

:BJ I/II reguler murmur -/-, gallop -/-

Abdomen

: Supel, NT (+) timpani, BU (+)

Ektremitas

: akral dingin (-) pada kaki, sianosis(-), jari tabuh (-)

: - Hipertensi Grade II
- TB Paru

: Iptx : Lanjutkan terapi


P a g e 37 | 40

Imx :TD, batuk


07-02-2016
S

: Batuk (+) berkurang, keringat malam hari (+), panas sewaktu malam hari, nafsu makan
masih menurun, BAB 1x (kuning, padat, banyak), BAK lancer : dysuria (-), warna
kemerahan (+), gatal sekitar badan.

: Keadaan umum = Os tampak lemas


Tanda vital = TD 150/80 mmHg, HR : 75x/menit, S:36,50C, RR:20x/menit.
Mata

: Pupil isokor 3mm, RC +/+, CA -/- , SI -/-, edem palpebra -/-

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Leher

: Retraksi supra sternal (-), trakea deviasi (-)


KGB dan Tiroid tidak membesar.

Thorax

: Pulmo : I = Statis : dinamis = simetris


P = nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
P = sonor (sinistra dan dextra)
A = vesikuler, rh basah +/+

Cor

:BJ I/II reguler murmur -/-, gallop -/-

Abdomen

: Supel, NT (+) timpani, BU (+)

Ektremitas

: akral dingin (-) pada kaki, sianosis(-), jari tabuh (-)

: - Hipertensi Grade II
- TB Paru

Iptx : Lanjutkan terapi


Imx : TD, batuk

08-02-2016
S

: Sesak berkurang, Batuk (+) berkurang, keringat malam hari (+), panas sewaktu malam
hari, nafsu makan masih menurun, BAB 1x (kuning, padat, banyak), BAK lancer :
dysuria (-), warna kemerahan (+), gatal sekitar badan.

: Keadaan umum = Os tampak lemas


Tanda vital = TD 160/100 mmHg, HR : 80x/menit, S:36,00C, RR:22x/menit.
P a g e 38 | 40

Mata

: Pupil isokor 3mm, RC +/+, CA -/- , SI -/-, edem palpebra -/-

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Leher

: Retraksi supra sternal (-), trakea deviasi (-)


KGB dan Tiroid tidak membesar.

Thorax

: Pulmo : I = Statis : dinamis = simetris


P = nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
P = sonor (sinistra dan dextra)
A = vesikuler, rh basah +/+

Cor

:BJ I/II reguler murmur -/-, gallop -/-

Abdomen

: Supel, NT (+) timpani, BU (+)

Ektremitas

: akral dingin (-) pada kaki, sianosis(-), jari tabuh (-)

: - Hipertensi Grade II
- TB Paru

Iptx : Lanjutkan terapi


Imx : TD, batuk pulang

P a g e 39 | 40

Daftar pustaka
1. Halim H. Penyakit-penyakit pleura.Dalam: Sodpyp AW, Setiyohadi B, Alwi, Simadibrata
MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.2009.h.2330-6
2. Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia

2006,

diunduh

dari

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html, 8 Februari 2016.


3. Departemen Kesehatan RI .Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Depkes RI: 2007.h.4-17.
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pengendalian tuberculosis. Edisi
1.Kemkes RI: 2014.h.3-35.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberkulosis. Ed.2. Depkes RI: 2011. h.19-22.
6. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. 2004
7. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p. 1079-85
8. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia.
Jakarta;2014

P a g e 40 | 40

Вам также может понравиться