Вы находитесь на странице: 1из 7

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

SEKOLAH Oleh: Saleh NIM : 14106310035


EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Oleh: Saleh
NIM : 14106310035
A. Pendahuluan
Selama ini belum diperoleh hasil penelitian yang komprehensif tentang hasil
pembelajaran pendidikan agama Islam pada sekolah, mulai tingkat SD, SMP dan SMA.
Berbagai penelitian yang menyangkut tentang pendidikan agama di sekolah pernah
dilakukan oleh beberapa kalangan, tetapi sifatnya parsial. Misalnya, Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama, telah beberapa kali melakukan penelitian tentang pendidikan
agama di sekolah: penelitian tentang kompetensi Guru PAI tingkat di beberapa propinsi,
penelitian tentang kesiapan GPAI dalam pelaksanaan KBK di SMA dan penelitian tentang
keberagamaan siswa SMU.
Namun bisa diduga, bahwa hasil pembelajaran PAI pada sekolah adalah sangat
bervariasi, mulai dari hasil pembelajaran yang kurang berkualitas hingga yang sangat
bermutu. Pembelajaran yang dikembangkan selama ini adalah selalu menempatkan guru
sebagai pusat belajar sehingga target pembelajaran adalah ilmu pengetahuan sebagai
pemberian guru kepada siswa (transfer of knowledge) yang berbentuk penguasaan bahan
dan selalu berorientasi pada nilai yang tertuang dalam bentuk angka-angka. Dengan
demikian dominasi guru akan menghancurkan kreativitas, kemandirian serta orisinalitas
siswa. Di samping itu penyampaian pembelajaran lebih bersifat teks normatif. Pendidikan
religiusitas atau keberagamaan yang seharusnya terbentuk melalui pendidikan agama
terabaikan atau gagal diwujudkan.
Materi pendidikan agama Islam yang disajikan di sekolah masih banyak terjadi
pengulangan-pengulangan dengan tingkat sebelumnya. Disamping itu, materi pendidikan
agama Islam dipelajari tersendiri dan lepas kaitannya dengan bidang-bidang studi lainnya,
sehingga mata pelajaran agama Islam tidak diterima sebagai sesuatu yang hidup dan
responsif dengan kebutuhan siswa dan tantangan perubahan. Bahkan kehadiran pelajaran
pendidimkan agama Islam dapat dipastikan akan membosankan dan kurang menantang.
Metodologi pembelajaran agama Islam di sekolah disampaikan sebagian guru secara
statis-indoktrinatif-doktriner dengan fokus utama kognitif yang sibuk mengajarkan
pengetahuan dan peraturan agama, akan tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik:
penuh kasih sayang, menghormati sesama, peduli pada lingkungan, membenci kemunafikan
dan kebohongan dan sebagainya justru luput dari perhatian.
Romo Mangunwijaya dengan nada menggugat ia berucap, pelaksanaan pendidikan
agama saat ini mempunyai masalah-masalah yang sangat kompleks tapi sayangnya tidak
semua educator agama benar-benar sadar akan persoalan ini. Lebih lanjut ia menjelaskan
bahwa pola pendidikan kita saat ini masih mementingkan huruf dari pada ruh, lebih
mendahulukan tafsiran harfiah di atas cinta kasih.
Dari ungkapan-ungkapan sebagaimana terurai di atas, dapat dimengerti bahwa
pelaksanaan pendidikan agama Islam sekolah menghadapi sejumlah permasalahan yang
mendesak untuk dipecahkan. Jika tidak, dikhawatirkan justru misi utama yang hendak
diemban oleh pendidikan agama Islam malah tidak atau kurang mencapai sasaran. Evaluasi
atau penilaian adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui, memahami, dan
menggunakan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Proses penilaian harus didasarkan atas suatu selang waktu, bukan sesaat saja. Ini berarti
bahwa evaluasi merupakan kumpulan dari sederetan pengukuran yang dilakukan berkalikali dengan suatu tujuan tertentu. Hasil belajar anak yang diperoleh melalui evaluasi itu

B.
1.

2.
a.
b.
c.

tidak hanya sekedar untuk diketahui dan dipahami guru, tetapi yang lebih penting ialah agar
dapat digunakan untuk tujuan tertentu seperti kenaikan kelas, meluluskan murid dan
sebagainya.
Sering pengertian evaluasi (penilaian) dikaburkan dengan pengertian measurement
(pengukuran). Pengukuran adalah pekerjaan membandingkan suatu hasil belajar murid
dengan ukuran yang sudah ditentukan, yang disebut standar evaluasi. Agar lebih jelas beda
antara pengukuran dan penilaian, maka berikut diberikan contoh: seorang penjahit
melakukan pengukuran terhadap seseorang, ia mengukur panjang lengan, panjang badan,
lingkar dada, lingkar pinggang dan sebagainya. Penjahit tersebut berarti melakukan
pengukuran. Apabila kemudian tukang jahit menyatakan bahwa seseorang yang pesan
pakaian itu gemuk, langsing, mempunyai ukuran badan yang ideal, maka penjahit itu
mengadakan penilaian terhadap orang yang memesan pakaian tadi.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun kualitatf. Dengan cara
kuantitatif, berarti data yang dihasilkan berbentuk angka atau skor. Sedangkan cara
kualitatif berarti informasi hasil test berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang,
sedang, baik dan sebagainya. Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua
jenis teknik yaitu teknik tes dan non test. Teknik test biasanya digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai aspek kemampuan, dimana kita mengenal misalnya test hasil
belajar, test inteligensi, test bakat khusus, dan sebagainya. Sedangkan teknik non test
biasanya digunakan untuk menilai aspek kepribadian yang lain misalnya minat, pendapat,
kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan wawancara, angket, observasi, dan
sebagainya.
Pada makalah ini pembahasan lebih difokuskan pada evaluasi dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah serta problematikanya. Oleh karenanya dalam
makalah ini akan dibahas tentang pengertian evaluasi, tujuan dan fungsi evaluasi, cara dan
teknik evaluasi, dan kesulitan-kesulitan evaluasi.
Pembahasan
Pengertian Evaluasi
Menurut Ralph Tayler evaluasi adalah proses yang menentukan sejauhmana tujuan
pendidikan dapat dicapai.[1] Sedangkan Cronbach, Stufflebeam dan Alkin mengartikan
evaluasi dengan menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Pendapat lain
dikemukakan oleh Malcolm dan Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa
yang ada dengan standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Ada juga yang
mengemukakan bahwa evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang
manfaat atau guna beberapa obyek.
Melihat dari uraian di atas maka dapat diketahui adanya perbedaan pendapat
diantara para ahli tentang definisi dari evaluasi. Namun demikian secara garis besar masih
ada titik temunya. Berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama islam
maka yang dimaksudkan adalah ingin mengetahahui, memahami dan menggunakan hasil
kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Adapun tujuan dan fungsi hasil-hasil evaluasi pada dasarnya dapat digolongkan
menjadi empat kategori:
Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar.
Untuk menentukan angka/hasil belajar masing-masing murid yang antara lain diperlukan
untuk penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya murid.
Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat kemampuan (karakteristik) lainnya yang dimiliki murid.

d. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.[2]
Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua terutama menjadi tanggung jawab guru
sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan keempat lebih merupakan tanggung jawab
bimbingan dan penyuluhan. Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukakan di atas,
evaluasi hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan umpan
balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
melaksanakan pelayanan khusus bagi murid/siswa. Evaluasi ini jarang dipraktekkan oleh
guru-guru di sekolah sebagaiman yang seharusnya.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dlaksanakan untuk keperluan memberikan angka
kemajuan belajar murid/siswa yang sekaligus dapat digunakan untuk pemberian laporan
kepada orang tua, penentuan lenaikan kelas, dan sebagainya.
c. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan penempatan
murid/siswa pada situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan
lainnya yang dimilikinyaa.
d. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang
(psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam
belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan
kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah.[3]
Ada dua jenis pendekatan dasar dalam evaluasi :
a) Pendekatan yang bersumber pada norma (norma referenced).
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang relatif
tentang kemampuan hasil belajar yang dicapai murid/siswa. Dikatakan relatif, karena hasil
evaluasi di sini menggambarkan kemampuan seorang murid/siswa dibandingkan temantemannya yang lain dalam kelas yang sama (kelompok). Dengan pendekatan ini, test
disusun untuk dapat membedakan siswa yang satu dengan siswa-siswa yang lain dalam hal
penguasaan mereka terhadap bahan pelajaran. Penyusuna soal didasarkan atas isi bahan
pelajaran dengan memperhitungkan perbandingan antara soal-soalyang mudah, sedang dan
sukar, agar dapat membedakan siswa yang satu dari siswa an lain. Evaluasi sumatif pada
umumnya menggunakan pendekatan norma referenced ini. Pendekatan ini lebih tepat
diterapkan didalam evaluasi untuk keperluan pemberian angka, kenaikan kelas, ataupun
seleksi.
b) Pendekatan bersumber pada kriteria (criterien referenced).
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang mutlak
tentang kemampuan hasil belajar siswa. Dengan mutlak disini dimaksudkan bahwa evaluasi
ini dapat memberikan informasi tentang apakah seorang siswa telah menguasai tujuantujuan instruksional yang diinginkan atau belum, terlepas dari hasil yang dicapai oleh
temen-temannya yang lain. Karena itu alat evaluasi hendaknya disusun sedemikian rupa
sehinnga hasilnya dapat ditafsirkan dalam hubungan standar atau kriteria tertentu. Dengan
pendekatan ini, test disusun untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai tujuan
instruksional tertentu, bukan untuk membedakan antara siswa yang satu dengan siswa yang
lain. Evaluasi formatif pada umumnya menggunakan pendekatan criterien referenced ini.
Pendekatan ini cocok untuk diterapkan di dalam evaluasi untuk keperluan menilai

a)
b)
c)
d)

a)
b)
c)
d)
e)

3.

a.
1)
2)
b.

c.

efektifitas program pengajaran yang diberikan dan menilai sejauh mana siswa telah
menguasai kemampuan-kemampuan di dalam suatu program tertentu yang merupakan
persyaratan untuk mengikuti program selanjutnya.
Sementara itu Ramayulis berpendapat bahwa, sebagai salah satu komponen penting
dalam pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi untuk:
Mengetahui tingkat kepahaman anak didik terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
Mendorong kompetisi yang sehat antar peserta didik.
Mengetahui perkembangan anak didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Mengetahui akurat tidaknya guru dalam memilih bahan, metode dan berbagai penyesuaian
dalam kelas.[4]
Tidak jauh berbeda dengan Ramayulis, Armai Arief menyebutkan beberapa fungsi
evaluasi pendidikan islam sebagai berikut:
Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas cara belajar mengajar yang telah dilakukan,
khususnya yang berkenaan dengan anak didik.
Untuk mengetahui prestasi belajar siswa guna mengambil keputusan apakah materi
pelajaran bisa dilanjutkan atau tidak.
Untuk mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh
oleh anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum
pendidikan Islam.
Sebagai bahan laporan kepada wali murid tentang hasil belajar siswa yang bersangkutan,
baik berupa buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dan lain-lain.
Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan hasil
pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[5]
Dari uraian tentang fungsi evaluasi tersebut di atas, tampak bahwa evaluasi
pendidikan hanya berjalan satu arah, yakni yang di evaluasi hanya elemen siswa saja.
Karena masalah cultural, kata Abdurrahman Masud, anak didik tidak memperoleh
kesempatan untuk memberi umpan balik kepada sekolah mengenai gurunya, apalagi
mengevaluasi guru tersebut.[6]
Prosedur Evaluasi
Dalam evaluasi hasil belajar pertimbangan utama yang harus dilakukan ialah
menentukan apa yang akan diukur. Kemudian menganalisis dengan cepat tujuan yang akan
dicapai dalam penilaian tersebut. Akhirnya ditentukan pula cara penafsiran hasil penilaian
yang guru akan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut
untuk melakukan penilaian hasil belajar, maka harus menempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah persiapan yang terdiri dari dua jenis yaitu:
Langkah persiapan umum yang harus dilakukan pada tahap awal penyelenggaraan penilaian
misalnya guru harus menetapkan lebih dahulu alat yang digunakan dan criteria yang
dijadikan pedoman penilaian.
Langkah persiapan khusus yaitu langkah yang harus dilaksanakan pada saat akan
melakukan suatu langkah penilaian tertentu misalnya membuat alat penilaian dan
menetapkan cara pencatatannya.
Langkah verifikasi program/rencana yang telah dibuat. Pada langkah ini guru
mengklasifikasikan rencana yang disusun menjadi dua katagori yaitu rencana yang
baik/memadai dan rencana yang kurang baik. Untuk menilai ini diperlukan berbagai
pertimbangan berdasarkan akal sehat dan cara berpikir logis. Disamping itu obyektivitas
penilaian juga perlu ditekankan dalam menilai rencana.
Langkah pelaksanaan,yaitu langkah menerapkan rencana/program yang dibuat pada
langkah persiapan. Pada langkah pelaksanaan ini yang harus diperhatikan ialah hal-hal yang

d.

1)
2)
3)
4)

4.

5.

berkaitan dengan jenis informasi/data yang dikumpulkan, cara pengumpulan dan alat yang
digunakan untuk memperoleh informasi.
Langkah penafsiran, yaitu langkah member makna atau arti terhadap informasi yang
diperoleh. Agar tidak terjadi over estimated atau under estimated perlu berhati-hati dalam
membuat rincian kriteria/norma.[7]
Senada dengan rincian tersebut Edwin Wundt dan Gerald W. Brown menyatakan
bahwa langkah-langkah dalam prosedur penilaian hasil belajar harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
Apakah telah dimengerti benar tentang tujuan yang ingin dicapai?
Dalam hal apa keadaan itu telah dipahami sebagai keterangan/bukti?
Bagaimana memperoleh bukti laporan atau keterangan yang meyakinkan?
Bagaimana menaksir keterangan-keterangan/bukti-bukti atau apakah bukti tersebut
meyakinkan?[8]
Sebenarnya dengan mempertimbangkan dua jenis pertimbangan tersebut (butir satu
dan dua) sudah cukup lengkap sebagai prosedur penilaian. Oleh karena itu dalam
melakukan penilaian hasil belajar, guru perlu dan harus mempertimbangkan terlebih dahulu
tujuan melakukan penilaian dan pemahaman guru terhadap program yang akan dilakukan.
Cara dan Teknik Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun kualitatf. Dengan cara
kuantitatif, berarti data yang dihasilkan berbentuk angka atau skor. Sedangkan cara
kualitatif berarti informasi hasil test berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang,
sedang, baik dan sebagainya.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua jenis teknik yaitu
teknik tes dan non test. Teknik test biasanya digunakan unutk mengumpulkan data
mengenai aspek kemampuan, dimana kita mengenal misalnya test hasil belajar, test
inteligensi, test bakat khusus, dan sebagainya. Sedangkan teknik non test biasanya
digunakan untuk menilai aspek kepribadian yang lain misalnya minat, pendapat,
kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan wawancara, angket, observasi, dan
sebagainya. Sedangkan teknik test (evaluasi) antara lain : a) Jenis test yang terdiri dari tiga
yaitu; test tertulis , test lisan dan test perbuatan, b) Bentuk soal test terdiri dari; bentuk
uraian dan obyektif.[9]
Kesulitan-kesulitan dalam evaluasi.
Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan. Untuk itu diperlukan keterangan
tentang baik buruknya mutu pengajaran. Tanpa evaluasi, perbaikan tidak mungkin. Karena
itu setiap orang atau instansi yang bertanggung jawab atas usaha pendidikan wajib
mengadakan evaluasi, antara lain guru sendiri, kepala sekolah, dan seterusnya termasuk
lembaga-lembaga terkait.
Mengadakan evaluasi banyak mengandung kesulitan. Sebagai guru kita harus
mengevaluasi kegiatan mengajar kita. Menilai dan mengeritik diri sendiri merupakan sikap
obyektif, kerendahan hati dan keterbukaan untuk melihat dan mengakui kesalahan sendiri
agar ada usaha untuk mencari cara-cara yang lain yang mungkin lebih berhasil.
Selama ini evaluasi yang dilakukan kadang-kadang hanya sampai pada domain
kognitif saja, dan itupun lebih berorientasi pada sejauh mana siswa mampu mengingat atau
menghafal sejumlah materi yang telah disampaikan olh guru, sedangkan domain afektif,
apalagi psikomotorik lepas dari proses evaluasi. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar
hanya mengejar penumpukan materi dan informasi. Hal inilah yang kemudian dikenal
dengan model bank education atau pendidikan gaya bank.
Evaluasi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika pelaksanaannya benar-benar
disesuaikan dengan prinsip-prinsip evaluasi. Menurut Muhaimin,dkk, dalam pelaksanaan
evaluasi pendidikan islam perlu dipegang prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Agar evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka
evaluasi harus mengacu pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
b. Evaluasi harus obyektif, dalam artievaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitas dari
evaluator.
c. Evaluasi dilakukan secara komprehensif. Maksudnya evaluasi evaluasi dilakukan secara
menyeluruh, meliputi berbagai domain pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
d. Evaluasi dilakukan secara continue. Apabila pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah
proses untuk mencapai tujuan-tujua tertentu, maka evaluasi pendidikannya harus dilakukan
secara continue (terus-menerus), dengan memperhatikan prinsip pertama, kedua dan ketiga.
[10]
Tentu saja evaluasi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga, apa lagi ruang lingkup
yang akan dinilai itu luas. Kelemahan dalam evaluasi juga dapat disebabkan sulitnya
penilaian itu sendiri. Apalagi evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran PAI yang
semestinya ketiga ranah pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotor memerlukan
evalauasi secara menyeluruh (integrated).
C. Penutup
Dari pemaparan tentang evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran PAI di
sekolah harus memperhatikan tata cara, teknik, prinsip-prinsip serta tujuan dari
dilaksanakannya evaluasi pembelajaran tersebut. Dengan demikian apabila seluruh aspek
yang ada dalam evaluasi pembelajaran itu diperhatikan dengan baik maka keberhasilan guru
maupun siswa dalam proses belajar tersebut akan biasa dijadikan sebagai acuan untuk
perbaikan selanjutnya.
Endnote:

[1] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 3.
[2] Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan aksi (Jakarta:

Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hlm. 76.


[3] Ibid, hlm. 76-77.
[4] Ramayulis, Metodologi Pengajara Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 319.
[5] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2008), hlm. 31-32.
[6] Abdurrahman Masud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan Islam, (Semarang: Aneka
Ilmu, 2004), hlm. 212.
[7] Udin S winataputra,at-al, Belajar dan Pembelajaran, (Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1994), hlm. 170.
[8] Ibid, hlm. 171.
[9] Ibid, hlm. 79-81.
[10] Muhaimin, at-al, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Karya Abdi Tama, tt), hlm. 229234.
DAFTAR PUSTAKA
Masud, Abdurrahman, Antologi Studi Agama dan Pendidikan Islam, Semarang: Aneka Ilmu, 2004.
Muhaimin, at-al, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abdi Tama, tt.

Ramayulis, Metodologi Pengajara Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.


Saleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan aksi Jakarta: Gemawindu
Pancaperkasa, 2000.
Tantowi, H. Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2008.
Tayibnapis, Farida Yusuf, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Udin S Winataputra, at-al, Belajar dan Pembelajaran, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
dan Universitas Terbuka, 1994.

Вам также может понравиться