Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
penularan
infeksi
kuman
(bakteri)
tuberkulosis dari seorang yang menderita TBC terhadap oarang lain ditentukan oleh banyaknya
jumlah kuman (bakteri) yang bersarang di dalam paru-paru penderita. Sumber penyebaran
penularan TBC di udara bisa berasal dari dahak yang berupa doplet yang keluar disaat penderita
batuk atau bersin. Banyaknya kuman (bakteri) pada paru-paru penderita penyakit TBC dapat
diperiksa dan dilihat melalui mikroskop yaitu pada pemeriksaan dahaknya.
Seperti kata pepatah bahwa Mencegah lebih baik dari pada mengobati , pepatah ini juga
berlaku dan harus kita garis bawahi dalam upaya pencegahan TBC paru agar kita terhindar dari
penularan. Berikut ini adalah tips dan cara hidup sehat untuk mencegah penularan infeksi
penyakit TBC paru :
3. Pemberian vaksin BCG, tujuannya untuk mencegah terjadinya kasus infeksi TBC yang
lebih berat. Vaksin BCG secara rutin diberikan kepada semua balita.
http://www.jepitjemuran.com/bagaimana-cara-pencegahan-tbc-paru-menghindaripenularan-penyakit/
Tuberkulosis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa
menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman
ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan
pengobatan.
Tuberkulosis
Klasifikasi dan rujukan eksternal
ICD-10
A15.A19.
ICD-9
010018
OMIM
607948
DiseasesDB
8515
Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel) merupakan penyakit
menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh
berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis.[1] Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis
menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau
menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.[2] Infeksi TB umumnya bersifat
asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang
menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang
terinfeksi bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak,
demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit
"konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.)
Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif
bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis
dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung
pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan
memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang
melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik
merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB
MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan
mendapatkan vaksinasi basil CalmetteGurin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan
infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan
ada 13,7 juta kasus kronis yang aktif di tingkat global.[4] Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi
pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di
negara berkembang.[5] Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun 2006,
sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002.[5] Tuberkulosis tidak tersebar secara
merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes
tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 510% saja
yang menunjukkan hasil positif.[1] Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang
menderita Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka
mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.[6] Pada tahun
1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi keadaan telah membaik
dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.
Daftar isi
1.1 TB paru
2 Penyebab
o
2.1 Mikobakteria
3 Mekanisme
o
3.1 Penularan
3.2 Patogenesis
4 Diagnosis
o
5 Pencegahan
o
5.1 Vaksin
6 Penanganan
o
7 Prognosa
8 Epidemiologi
9 Sejarah
11 Riset
12 Di binatang lain
13 Referensi
Gejala utama jenis dan stadium TB ditunjukkan dalam gambar. [7] Banyak gejala
yang tumpang tindih dengan jenis lain, namun ada pula gejala yang hanya spesifik
(tapi tidak seluruhnya) pada jenis tertentu. Beragam jenis bisa muncul secara
bersamaan.
Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di
antaranya menunjukkan perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka.[8] Sebaliknya,
dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang
menunjukkan perkembangan penyakit aktif.[8] Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh
mana saja, tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru).[9] Bila
Tuberkulosis berkembang di luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga
bisa timbul bersamaan dengan TB paru.[9] Tanda dan gejala umumnya antara lain demam,
menggigil, berkeringat di malam hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu.[9]
Dapat pula terjadijari tabuh yang signifikan.[8]
TB paru
Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paruparu.[6][10] Gejala-gejalanya antara lain berupa nyeri dada dan batuk berdahak yang
berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala apapun (yang demikian
disebut "asimptomatik").[6] Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah. Dalam kasus-
kasus tertentu yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan
menyebabkan pendarahan parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa
berkembang menjadi penyakit kronis dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas
paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi.[9] Alasannya belum begitu jelas.[1]
Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara[1] atau bisa juga
karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian atas.[9]
TB ekstra paru
Dalam 1520% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan
menyebabkan TB jenis lainnya.[11] TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut "tuberkulosis
ekstra paru".[12] TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi dan
anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap HIV.[12] Lokasi TB ekstra
paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf pusat (pada
meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening (pada skrofuloderma leher). TB ekstra paru juga
dapat terjadi di sistem urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan
persendian (yaitu pada penyakit Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang maka dapat
disebut "TB tulang",[13] yang merupakan salah satu bentuk osteomielitis.[1] Ada lagi TB yang
lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan disebut sebagai TB diseminata, atau biasanya
dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier.[9] Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya biasanya
merupakan TB Milier.[14]
Penyebab
Mikobakteria
Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik
kecil yang non-motil.[9] Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya
kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.[15] Sel-selnya membelah setiap 16 20 jam. Kecepatan
pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya
membelah setiap kurang dari satu jam.[16] Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar
lipid.[17] Bila dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Grampositif" yang lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan
asam mikolat yang tinggi pada dinding selnya.[18] MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan
lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi kering selama berminggu-minggu. Di alam,
bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inang organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa
dikultur di laboratorium.[19]
Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti
dapat mengidentifikasi MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga
disebut "sputum"). MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan larutan
asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).[1][18] Dua jenis teknik
pewarnaan asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi
warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar biru,[20] dan teknik pewarnaan
auramin-rhodamin lalu dilihat dengan mikroskop fluoresen.[21]
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi
penyebab TB: M. bovis, M. africanum, M. canetti, dan M. microti.[22] M. africanum tidak
menyebar luas, namun merupakan penyebab penting Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika.[23]
[24]
M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu pasteurisasi telah
berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara-negara berkembang ini.[1][25] M. canetti merupakan jenis langka dan
sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan
pada kelompok emigran Afrika.[26][27] M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali
ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen ini
kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.[28]
Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M.
kansasii. Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT).
MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang
mirip TB.[29]
Faktor-faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di
tingkat global, faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata
terinfeksi juga oleh virus HIV.[5] Masalah ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika,
yang angka HIV-nya tinggi.[30][31] Tuberkulosis terkait erat dengan kepadatan penduduk yang
berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit
kemiskinan utama.[6] Orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang
yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-
orang rentan (misalnya, penjara dan tempat penampungan gelandangan), orang-orang miskin
yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai, minoritas suku yang beresiko
tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut.[32] Penyakit paru-paru
kronis adalah faktor resiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih
besar.[33] Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB
dibandingkan yang tidak merokok.[34] Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko
berkembangnya Tuberkulosis, antara lain alkoholisme/kecanduan alkohol[6] dan diabetes mellitus
(resikonya tiga kali lipat).[35] Obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi
monoklonal anti-TNF) juga merupakan faktor resiko yang semakin penting, terutama di
kawasan dunia berkembang.[6] Meskipun kerentanan genetik[36] juga bisa berpengaruh, namun
para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.[6]
Mekanisme
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah,
mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 m.
Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis.[37] Tiap titis bisa menularkan
penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang
menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).[38]
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu
berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi
sekitar 22%.[39] Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat
menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun.[3] Biasanya, hanya mereka yang
menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi laten
diyakini tidak menularkan penyakitnya.[1] Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke
orang lain tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis
infeksius yang disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal,
jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang
yang tidak terinfeksi.[40] Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya,
pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat antiTB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang nonresisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.[39] Bila ternyata kemudian
ada yang terinfeksi, biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru
terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit tersebut ke orang lain.[41]
Patogenesis
Sekitar 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis mengidap infeksi TB laten yang bersifat
asimtomatik, (kadang disebut LTBI/Latent TB Infections).[42] Seumur hidup, orang-orang ini
hanya memiliki 10% peluang infeksi latennya berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis aktif
yang nyata.[43] Resiko TB pada pengidap HIV untuk berkembang menjadi penyakit aktif
meningkat sekitar 10% setiap tahunnya.[43] Bila tidak diberi pengobatan yang efektif, maka angka
kematian TB aktif bisa mencapai lebih dari 66%.[3]
Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk ke dalam alveoli paru, lalu menginvasi dan
bereplikasi di dalam endosom makrofag alveolus.[1][44] Lokasi primer infeksi di dalam paru-paru
yang dikenal dengan nama "fokus Ghon", terletak di bagian atas lobus bawah, atau di bagian
bawah lobus atas.[1] Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran darah yang dikenal
dengan nama fokus Simon. Infeksi fokus Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-paru.[45]
Penularan hematogen (melalui pembuluh darah) ini juga dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain
seperti nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang.[1][46] Tuberkulosis berdampak pada seluruh
bagian tubuh, meskipun belum diketahui kenapa penyakit ini jarang sekali menyerang jantung,
otot skeletal, pankreas, atau tiroid.[47]
Tuberkulosis digolongkan sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan radang granulomatosa.
Sel-sel seperti Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan fibroblast saling bergabung membentuk
granuloma. Limfosit mengepung makrofag-makrofag yang terinfeksi. Granuloma mencegah
penyebaran mikobakteria dan menyediakan lingkungan khusus bagi interaksi sel-sel lokal di
dalam sistem kekebalan tubuh. Bakteri yang berada di dalam granuloma menjadi dorman lalu
menjadi sumber infeksi laten. Ciri khas lain granuloma adalah membentuk kematian sel
abnormal (nekrosis) di pusat tuberkel. Dilihat dengan mata telanjang, nekrosis memiliki tekstur
halus, berwarna putih keju dan disebut nekrosis kaseosa.[48]
Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu. Bakteri-bakteri
tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak fokus-fokus infeksi, yang
tampak sebagai tuberkel kecil berwarna putih di dalam jaringan.[49] Penyakit TB yang sangat
parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum terjadi pada anak-anak dan
penderita HIV.[50] Angka fatalitas orang yang mengidap TB diseminata seperti ini cukup tinggi
meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).[14][51]
Pada banyak orang, infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis seringkali
seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis.[48] Jaringan yang terinfeksi berubah
menjadi parut dan lubang-lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa tersebut. Selama
masa aktif penyakit, beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara bronkhi dan material
nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri hidup dan dapat menyebarkan
infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat membunuh bakteri-bekteri
tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh, area yang
terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.[48]
Diagnosis
Tuberkulosis Aktif
Sangat sulit mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya berdasarkan tanda-tanda dan gejala saja.[52]
Sulit juga mendiagnosis penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi.[53] Meski demikian,
orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki penyakit paru-paru atau
gejala konstitusional yang berlangsung lebih dari dua minggu maka bisa jadi orang tersebut
tertular TB.[53] Gambar sinar X dada dan pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil tahan
asam biasanya menjadi salah satu bagian evaluasi awal.[53] Uji pelepasan interferon- (IGRAs)
dan tes kulit tuberkulin tidak optimal diterapkan di dunia berkembang.[54][55] IGRA memiliki
kelemahan yang serupa bila diterapkan pada penderita HIV.[55][56]
Diagnosis yang tepat untuk TB dilakukan ketika bakteri M. tuberculosis ditemukan dalam
sampel klinis (misalnya, dahak, nanah, atau biopsi jaringan). Namun, proses kultur organisme
yang lambat pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam minggu untuk kultur
darah dan dahak saja.[57] Oleh karena itu, pengobatan seringkali dilakukan sebelum hasil kultur
selesai.[58]
Tes amplifikasi asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat lebih cepat mendiagnosis TB.[52]
Meski demikian, tes ini tidak direkomendasikan secara rutin karena jarang sekali mengubah cara
pengobatan penderita.[58] Tes darah untuk mendeteksi antibodi tidak begitu spesifik atau sensitif,
sehingga tes ini juga tidak direkomendasikan.[59]
Tuberkulosis laten
Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan sebagai penapisan bagi seseorang dengan resiko
TB tinggi.[53] Orang yang pernah diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes positif
yang palsu.[60] Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang menderita sarkoidosis,
Limfoma Hodgkin, dan malnutrisi. Yang terpenting, hasil tes dapat negatif palsu pada orang yang
menderita tuberkulosis aktif.[1] Interferon gamma release assays (IGRAs) untuk sampel darah
direkomendasikan pada orang dengan hasil tes Mantoux positif.[58] IGRAs tidak dipengaruhi oleh
imunisasi ataupun sebagian besar mikobakteri dari lingkungan, sehingga mereka memunculkan
hasil tes positif palsu yang lebih sedikit.[61] Bagaimanapun mereka dipengaruhi oleh M.
szulgai, M. marinum, and M. kansasii.[62] IGRAs dapat meningkatkan sensitivitas bila
digunakan sebagai tes tambahan selain tes kulit. Tetapi IGRAs menjadi kurang sensitif
dibandingkan tes kulit apabila digunakan sendirian.[63]
Pencegahan
Usaha untuk mencegah dan mengontrol tuberkulosis bergantung pada vaksinasi bayi dan deteksi
serta perawatan untuk kasus aktif.[6] The World Health Organization (WHO) telah berhasil
mencapai sejumlah keberhasilan dengan regimen pengobatan yang dimprovisasi, dan sudah
terdapat penurunan kecil dalam jumlah kasus.[6]
Vaksin
Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus CalmetteGurin (BCG).
Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak-kanak, masih
terdapat perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru.[64] Namun demikian, ini adalah vaksin
yang paling umum digunakan di dunia, dengan lebih dari 90% anak-anak yang mendapat
vaksinasi.[6] Bagaimanapun, imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang lebih
sepuluh tahun.[6] Tuberkulosis tidak umum di sebagian besar Kanada, Inggris Raya, dan Amerika
Serikat, jadi BCG hanya diberikan kepada orang dengan resiko tinggi.[65][66][67] Satu alasan vaksin
ini tidak digunakan adalah karena vaksin ini menyebabkan tes kulit tuberlulin memberikan
positif palsu, sehingga tes ini tidak membantu dalam penyaringan penyakit.[67] Jenis vaksin baru
masih sedang dikembangkan.[6]
Kesehatan masyarakat
Penanganan
Rekomendasi tahun 2010 untuk pengobatan kasus baru tuberkulosis paru adalah kombinasi
antibiotik selama enam bulan. Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutol untuk dua
bulan pertama, dan hanya rifampicin dan isoniazid untuk empat bulan selanjutnya.[6] Apabila
resistensi terhadap isoniazid tinggi, ethambutol dapat ditambahkan untuk empat bulan terakhir
sebagai alternatif.[6]
Penyakit kambuh
Bila tuberkulosis kambuh, lakukan tes untuk menentukan jenis antibiotik yang sensitif sebelum
menentukan pengobatan.[6] Jika multiple drug-resistant TB (MDR-TB) terdeteksi,
direkomdendasikan pengobatan dengan paling tidak empat jenis antibiotik efektif selama 8
24 bulan.[6]
Resistensi obat
Resistensi primer muncul saat seseorang terinfeksi jenis TB resisten. Seorang dengan TB yang
rentan dapat mengalami resistensi sekunder (didapat) pada saat terapi. Seseorang juga dapat
mengalami perkembangan resistensi karena pengobatan yang tidak adekuat, jika obat yang
diresepkan tidak dipakai dengan sesuai (karena tidak patuh), atau karena obat yang digunakan
berkualitas rendah.[75] TB dengan resistensi obat merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius di negara yang sedang berkembang. Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap obat
akan berlangsung lebih lama dan memerlukan obat yang lebih mahal. MDR-TB (Mulitple Drugs
Resistance-TB) sering didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua obat yang paling efektif
dalam lini pertama pengobatan TB: rifampicin and isoniazid. Extensively drug-resistant TB juga
resisten terhadap tiga atau lebih dari enam kelas pengobatan lini kedua.[76] TB resisten obat total
adalah resistensi terhadap semua jenis obat yang selama ini digunakan. TB dengan resisten total
terhadap obat pertama kali ditemukan pada tahun 2003 di Italia, tetapi hal ini tidak pernah
dilaporkan hingga tahun 2012.[77]
Prognosa
Perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB yang nyata muncul saat basil mengalahkan
pertahanan sistem imun dan mulai memperbanyak diri. Pada penyakit TB primer (sejumlah 1
5% dari kasus), perkembangan ini muncul segera setelah infeksi awal.[1] Namun demikian, pada
kebanyakan kasus, suatu Infeksi laten muncul tanpa gejalan yang nyata.[1] Kuman yang dorman
ini menghasilkan tuberkulosis aktif pada 510% dari kasus laten ini, dan pada umumnya baru
akan muncul bertahun-tahun setelah infeksi.[8]
Resiko reaktivasi meningkat sebagai akibat imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh
infeksi HIV. Pada orang yang juga terinfeksi oleh M. tuberculosis dan HIV, resiko adanya
reaktivasi meningkat hingga 10% per tahun.[1] Studi yang menggunakan sidik DNA dari galur
M. tuberculosismenunjukkan bahwa infeksi kembali menyebabkan kambuhnya TB lebih
sering dari yang diperkirakan.[78] Infeksi kembali dapat dihitung lebih dari 50% kasus dimana TB
biasa ditemukan.[79] Peluang terjadinya kematian karena tuberkulosis adalah kurang lebih 4%
pada tahun 2008, turun dari 8% pada tahun 1995.[6]
Epidemiologi
Di tahun 2007, prevalensi TB per 100.000 orang tertinggi di Afrika sub-Sahara, dan
relatif tinggi di Asia.[80]
Kurang lebih sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi M. tuberculosis. Satu infeksi baru
muncul setiap detik dalam skala global.[3] Bagaimanapun, kebanyakan infeksi oleh M.
tuberculosis tidak menyebabkan penyakit TB,[81] dan 9095% dari infeksi tetap asimptomatik.[42]
Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif.[82] Pada tahun 2010, terdapat 8,8
juta kasus baru TB yang didiagnosis, dan 1,45 juta kematian, kebanyakan dari jumlah ini terjadi
di negara-negara berkembang.[5] Dari seluruh 1,45 juta kematian, sekitar 0.35 juta terjadi pada
penderita yang juga terinfeksi HIV.[83]
Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang disebabkan oleh infeksi
(setelah kematian oleh HIV/AIDS).[9] Angka pasti dari kasus tuberkulosis ("prevalensi") sudah
menurun sejak tahun 2005. Kasus tuberkulosis baru ("kejadian") telah menurun sejak tahun
2002.[5] Cina khususnya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Cina telah menurunkan
laju kematian akibat TB mendekati 80% antara tahun 1990 dan 2010.[83] Tuberkulosis lebih
umum muncul di negara berkembang. Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia
dan Afrika memberikan tes tuberkulin positif, tetapi hanya 510% dari populasi di AS
memberikan hasil tes positif.[1] Para ahli berharap bahwa TB dapat dikendalikan secara penuh.
Bagaimanapun, sejumlah faktor menyebabkan pengendalian TB menjadi tidak mungkin. Vaksin
yang efektif sangat sulit dikembangkan. Sangat mahal dan memakan waktu lama untuk
mendiagnosis penyakitnya. Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan. Lebih banyak orang
yang terinfeksi HIV menderita TB. TB yang resisten terhadap obat muncul pada tahun 1980an.[6]
Pada tahun 2007, negara dengan perkiraan tingkat insiden tertinggi adalah Swaziland, dengan
1.200 kasus per 100.000 orang. India memiliki total insiden terbesar, dengan estimasi 2,0 juta
kasus baru.[82] Di negara maju, tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di wilayah
urban. Pada tahun 2010, laju TB per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia adalah: di dunia
178, Afrika 332, Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa 63, Asia Tenggara 278, dan Pacifik
Barat 139.[83] Di Kanada dan Australia, tuberkulosis seringkali lebih umum terdapat di antara
penduduk aborigin, terutama di wilayah yang terpencil.[85][86] Di Amerika Serikat, para Aborigin
mengalami laju mortalitas akibat TB lima kali lebih besar.[87]
Insiden TB bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya mempengaruhi penduduk berusia
antara 12dan 18 tahun dan dewasa muda.[88] Bagaimanapun, di negara yang laju insidennya sudah
menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), TB umumnya merupakan penyakit pada orang
yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun rentan.[1][89]
Sejarah
Tuberculosis sudah ada dalam kehidupan manusia sejak zaman kuno.[6] Deteksi paling awal M.
tuberculosis terdapat pada bukti adanya penyakit tersebut di dalam bangkai bison yang berasal
dari sekira 17.000 tahun lalu.[90] Namun, tidak ada kepastian apakah tuberkulosis berasal dari sapi
(bovin), yang kemudian ditularkan ke manusia, atau apakah tuberkulosis tersebut bercabang dari
nenek moyang yang sama.[91] Para ilmuwan yakin bahwa manusia terkena MTBC dari binatang
selama proses penjinakan. Namun, gen M. tuberculosis kompleks (MTBC) pada manusia telah
dibandingkan dengan MTBC pada binatang, dan teori tersebut telah terbukti salah. Galur bakteri
tuberkulosis memiliki nenek moyang yang sama, yang sebenarnya bisa menginfeksi manusia
sejak Revolusi Neolitik.[92] Sisa kerangka menunjukkan bahwa manusia prasejarah (4000
Sebelum Masehi) mengidap TB. Para peneliti menemukan pembusukan tuberkulosis di dalam
tulang spina mumi-mumi Mesir dari tahun 30002400 SM.[93] "Phthisis" berasal dari bahasa
Yunani yang artinya konsumsi, yakni istilah kuno untuk tuberkulosis paru.[94] Sekira 460 SM,
Hippocrates mengidentifikasi bahwa phthisis adalah penyakit yang paling mudah menular pada
saat itu. Orang dengan phthisis mengalami demam dan batuk darah. Phthisis hampir selalu
berakibat fatal.[95] Penelitian gen menunjukkan bahwa TB telah ada di Amerika dari sekira tahun
100 AD.[96]
Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan tuberkulosis dengan vampir.
Jika seorang anggota keluarga meninggal karena TB, kesehatan anggota keluarga lainnya dari
orang yang terinfeksi tersebut perlahan-lahan menurun. Masyarakat percaya bahwa orang
pertama yang terkena TB menguras jiwa anggota keluarga lainnya.[97]
Jenis TB paru yang dikaitkan dengan tuberkel ditetapkan sebagai patologi oleh Dr Richard
Morton pada 1689.[98][99] Namun, TB memiliki berbagai gejala, sehingga TB tidak diidentifikasi
sebagai satu jenis penyakit hingga akhir 1820-an. TB belum dinamakan tuberkulosis hingga 1839
oleh J. L. Schnlein.[100] Selama tahun 18381845, Dr. John Croghan, pemilik Gua Mammoth,
membawa mereka yang terkena TB ke dalam gua dengan harapan menyembuhkan penyakit
tersebut dengan suhu konstan dan kemurnian udara di dalam gua: mereka meninggal setelah satu
tahun di dalam gua.[101] Hermann Brehmer membuka sanatorium pertama pada 1859 di
Sokoowsko, Polandia.[102]
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis