Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam sebuah
individu atau kelompok dalam sebuah organisasi, bertujuan untuk memelihara atau
menjaga

kesehatan

dan

meningkatkan

kesehatan,

mencegah

dan

juga

menyembuhkan penyakit, serta mengembalikan kesehatan sebuah individu,


keluarga, kelompok, dan masyarakat. Depkes RI (2009) pun mengungkapkan
pendapatnya seputar pengertian pelayanan kesehatan, yaitu setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta

memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga,

kelompok

dan

ataupun

masyarakat. Pelayanan kesehatan diberikan mulai dari layanan kesehatan primer


sampai lanjutan dalan hal ini rumah sakit.
Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat jalan, rawat
nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan non medik yang dalam
melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya
dan dalam menyelenggarakannya upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi
yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk,
1998).
Rumah

sakit

merupakan

sarana

upaya

perbaikan

kesehatan

yang

melaksanankan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai


lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang
dilakukan di rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan
keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza).
Petugas-petugas di rumah sakit di dalam usaha untuk menyembuhkan
penderita dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui
berbagai aktivitas dari Yang sederhana sampai yang canggih dengan menggunakan
berbagai sumber daya dan tekhnologi dapat memberi kesembuhan penderita
peningkatan derajat kesehatan disamping juga menimbulkan dampak (impact)
kepada lingkugan.

Sebagai tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang bekerja di unit
gawat darurat sangat beresiko tinggi tertularnya penyakit. Tenaga kesehatan di unit
gawat darurat merupakan lini terdepan yang 24 jam berinteraksi dengan pasien
dalam memberikan pelayanan kesehatan (Elvia, 2013). Penularan penyakit dapat
melalui udara, cairan tubuh seperti muntah, air seni bahkan lewat peralatan medis
yang digunakan.
rumah sakit yang kurang memperhatikan aspek sanitasi dari kesehatan
lingkungan akan menimbulkan citra negative dari aktivitas di rumah sakit tersebut.
Dampak negative dari aktivitas rumah sakit dapat berupa, timbulnya infeksi
nosokomial, pencemaran lingkungan fisik (air, tanah, udara). Infeksi nosokonial
adalah infeksi yang diperoleh penderita dan orang-rang yang berada di rumah sakit.
Lingkungan rumah sakit yang tidak baik akan mempengaruhi proses penyembuhan
penyakit , namun apabila lingkungan rumah sakit baik, maka keadaan tersebut
sangat membantu di dalam proses peyembuhan penytakit sehingga dalam
melaksanakan fungsinya sebagai tempat pemulihan penyakit, rumah sakit perlu
mendapatkan perhatian di dalam upaya penerapan sanitasi dan kesehatan
lingkungan.
Infeksi nosokomial atau yang kini dikenal dengan Healthcare Associated
Infections (HAIs) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting.
Infeksi nosokomial tadinya beruang lingkup di sebatasan rumah sakit, sedangkan
pencegahan pengendalian infeksi (HAIs) Meliputi seluruh pelayanan kesehatan
seperti : rumah sakit, rumah bersalin,puskesmas,klinik maupun seluruh tempat
pelayanan kesehatan lainnya. Sasaran PPI meliputi Pasien,keluarga pasien, maupun
petugas kesehatan. Infeksi nosokomial berhubungan dengan peningkatan angka
kesakitan dan kematian, peningkatan
kesehatan akibat

lama perawatan, peningkatan

biaya

lamanya perawatan, diagnosis dan pengobatan. Selain itu,

tingginya kejadian infeksi nosokomial menimbulkan citra buruk sebuah rumah sakit
dan penurunan jumlah konsumen. Dampak buruk infeksi nosokomial tidak hanya
itu, tetapi juga membawa dampak hukum, dimana terjadi tuntutan pengadilan yang
membawa kerugian material dan immaterial.
Journal of Hospital Infection 2008 melaporkan, lebih dari 1,4 juta pasien di
seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju, menderita penyakit
yang disebabkan infeksi terkait perawatan di rumah sakit. Secara umum di seluruh
dunia, 5-10 persen pasien mengalami infeksi nosokomial, dengan prevalensi ratarata 20 hingga 30 persen pada pasien yang masuk ke bangsal ICU.6
Di perkirakan pada tahun 2010 telah terjadi penularan Hepatitis B (39%),
Hepatitis C (40%), dan HIV (5%) pada tenaga kesehatan diseluruh dunia. Sejumlah
studi menunjukkan 17,6 % perawat yang mendapatkan infeksi di Rumah Sakit, di

Maroko 50% di dapat dibagian ruang gawat darurat. International Council of Nurse
(2005) melaporkan bahwa sekitar 19-35% semua kematian pegawai kesehatan
pemerintah di Afrika disebabkan oleh HIV/AIDS.5,6
Secara global, lebih dari 35 juta petugas kesehatan menghadapi risiko
perkutan akibat terkena benda tajam yang terkontaminasi. Tingginya prevalensi
penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis tipe B dan TB Paru serta penyakit menular
lainnya berarti meningkat pula risiko tenaga kesehatan yang dapat tertular penyakitpenyakit infeksi, khususnya bila kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh tidak
dilaksanakan terhadap semua pasien.
Karena itulah pengendalian infeksi di rumah sakit sangat krusial, mengingat
dampak dari infeksi terkait perawatan di rumah sakit berimplikasi pada perpanjangan
masa

rawat

inap,

kelumpuhan

jangka

panjang,

meningkatnya

resistensi

mikroorganisme terhadap antimikroba, beban finansial tambahan yang cukup besar


bagi pasien dan keluarganya, serta meningkatnya jumlah kematian.
Berdasarkan pengamatan oleh otoritas kesehatan publik, kepatuhan dalam
menjalankan kebersihan tangan oleh tenaga kesehatan hanya sekitar 30-50 %.
Permasalahan ini merupakan isu yang harus dihadapi dan ditangani oleh fasilitasfasilitas kesehatan di manapun, termasuk di Indonesia. Kemampuan untuk
mencegah transmisi infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah
tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu.
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam
M. Nurs, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti
ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang
berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi
zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal
ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah
suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan
masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan
buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan
(www.medicastore.com) .
Penggunaan APD merupakan salah satu bagian dari usaha tenaga
kesehatan untuk menyediakan lingkungan yang bebas dari infeksi sekaligus sebagai
upaya perlindungan diri dan pasien terhadap penularan penyakit. Seorang tenaga
kesehatan diharapkan mempunyai motivasi untuk berperilaku mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. Penyusunan prosedur tetap atau standart operasional prosedur

yang mengatur tentang APD di rumah sakit, akan mengurangi risiko seorang tenaga
kesehatan tertular oleh penyakit sehingga keselamatan kerja akan lebih terjamin dan
pemberian pelayanan akan lebih bermutu karena dilakukan sesuai standart
operasional yang ada selain itu juga dapat memberikan sanksi tegas bagi mereka
yang tidak patuh terhadap kebijakan yang ditetapkan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut, Bagaimana proses penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di
Unit Haemodialisa dalam kejadian tidak di inginkan dan kejadian nyaris celaka
pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr.RM Djoelham tahun 2016
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
untuk mengetahui bagaimana gambaran pencegahan dan pengendalian infeksi
di Unit Hemodialisa RSUD Dr.RM Djoelham
Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pentingnya penggunakan APD
(alat pelindung diri) di Unit Hemodialisa RSUD Dr.RM Djoelham
b. Untuk mengetahui bagaimana sistem penerapan tindakan petugas
kesehatan terhadap pelayanan kesehatan yang dengan SOP (standart
Oprasional Procedure) agar terhindar dari pencegahan infeksi di di Unit
Hemodialisa RSUD Dr.RM Djoelham

Вам также может понравиться