Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB 1

PENDAHULUAN

Untuk mempertahankan mata bulat di dalamnya terdapat agar yang dinamakan


badan kaca yang merupakan 80% atau dua per tiga dari isi dan berat bola mata.
Badan kaca merupakan organ yang jernih, avaskular dan mirip agar-agar. Badan
kaca ini dikenal juga dengan corpus vitreus. Vitreus terletak di dalam ruang
dibelakang lensa dalam mata dan melekat erat pada retina perifer, pars pelana, dan
disekitar lempeng optik dan agak longgar pada makula dan pembuluh darah
retina.1,2
Sembilan puluh delapan persen viterus terdiri dari air, sisanya terdiri dari asam
hialuronat dan anyaman kolagen halus. Bentuk dan konsistensi vitreus mirip agaragar disebabkan susunan seperti sinsisium dari rantai panjang molekul-molekul
kolagen yang mampu mengikat kira-kira 200 kali beratnya didalam air. Molekulmolekul asam hialuronat yang sangat besar berupa untingan dan lepas mampu
mengikat kira-kira 60 kali beratnya didalam air. 1
Viterus mempunyai sifat bening atau transparan, tidak berwarna dan dengan
konsistensi lunak. Vitreus mendapat nutrisi dari koroid, badan siliar dan retina.
Oleh karena sifat viterus yang tidak lentur dan tidak dapat ditembus oleh sel dan
debris dan juga mengisi sebagian besar bola mata, maka vitreus memegang
peranan dalam mempertahankan kebeningan dan bentuk bola mata. Dengan
kekentalan gelatin dua sampai empat kali air, viterus juga berfungsi meneruskan
sinar dari lensa ke retina. 1,3,4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vitreus


Vitreus adalah suatu struktur tidak berwarna, merupakan gel transparan yang
mengisi 80% atau dua per tiga bagian dari isi bola mata. Korpus vitreus
mempunyai bentuk hampir spheris kecuali bagian anterior yang mempunyai
bentuk konkaf karena adanya lensa kristalina. Vitreus merupakan gel yang
transparan tapi tidak homogenus. Vitreus dibagi dalam dua bagian yaitu bagian
luar dari vitreus atau hyaloid disebut kortex yang dibagi dalam kortex anterior dan
kortex posterior dan bagian dalam yang disebut nukleus vitreus.
2.1.1

Korteks vitreus

Korteks vitreus berbatasan dengan retina pada bagian posterior dan


mempunyai densitas fibril kolagen lebih besar pada bagian perifer. Kondensasi
dari fibril kolagen ini akan membentuk suatu membrane anatomic palsu yang
disebut membrane hyaloids anterior (terletak pada anterior dari ora serata) dan
membrane hyaloids posterior (terletak pada bagian posterior dari ora serata). Pada
daerah antara vitreus anterior dan kapsul lensa posterior terdapat suatu daerah
yang disebut Bergers space atau disebut juga ruang retrolental erggelet.
Perlekatan kuat antara membrane hyaloids anterior dengan kapsula lensa posterior
membentuk suatu ligament yang disebut Weigerts ligament atau juga dikenal
dengan Eggers line (hyaloideo-capsular ligament). Suatu ruangan di daerah
prepapilary yang terdapat pada bagian posterior vitreus dekat permukaan diskus
optic disebut Mortegiani space.
Suatu bagian dari vitreus sekitar 2 sampai 3 mm anterior dari ora serata,
dimana tempat ini merupakan tempat perlekatan paling kuat dari vitreus dan
memiliki ketebalan beberapa millimeter. Daerah ini disebut vitreus base. Vitreus
base ini juga disusun oleh fibril kolagen yang padat. 1,5,6

2.1.2

Nukleus vitreus

Nukleus merupakan bagian dari korpus vitreus yang kepadatan densitasnya


kurang (tidak sepadat kortex) sehingga membentuk struktur gel yang disebut
sebagai true biological gel. Hyaloids canal yang berjalan dari discus optic (area
mortegiani) ke posterior pole dari lensadapat dilihat pada nucleus korpus vitreus.
Disekitar area mortegiani, lebar kanal sekitar 1-2 mm dan di area fossa patellaris
yaitu sekitar 4-5 mm. Kanal hyaloids (kanal cloquet) yang pada janin dilalui arteri
hyaloids berjalan arah anteroposterior dari lensa ke papil saraf optic. Biasanya
arteri hyaloids segera menghilang setelah lahir, tetapi kanal hyaloids tetap ada
selama hidup. Kanal ini tidak dapat dilihat dengan oftalmoskop. Kadang-kadang
ada bagian arteri hyaloids yang rudimenter dan dapat dilihat mengambang di
dalam badan kaca dengan bagian depannya melekat pada permukaan belakang
lensa. Titik perlekatan ini bisa dilihat dengan oftalmoskop sebagai bintik hitam
(bintik mittendorf). 1,5,6
2.1.3 Neurovascularisasi
Korpus vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan serabut saraf, sehingga
meskipun pathogen telah berlangsung multiple, tidak akan mengganggu untuk
waktu yang relatif lama sebelum akhirnya muncul suatu respon imun dari struktur
didekatnya.1,6

2.2 Embriologi vitreus


2.2.1 Perkembangan struktural
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif yaitu ectoderm
permukaan, termasuk derivatnya yaitu Krista neuralis, ectoderm neuralis dan
mesoderm. Korpus vitreus dalam hal ini berasal dari krista neuralis ectoderm.
Korpus vitreus mulai terbentuk antara minggu ketiga dan minggu ke enam masa

gestasi, ruangan antara vesikel lensa dan lapisan dalam dari mangkuk optic akan
di isi dengaan fibril, sel mesankim dan jaringan vascular dari system hyaloids.
Adapun tahap-tahap perkembangan embriologi dari korpus viterus dibagi atas:
-

Tahap pertama
Adalah badan kaca primer, tahap 4,5-13 mm atau 3-6 minggu. Kira kira pada

tahap 4,5 mm, fibril-fibril tumbuh dari lapisan dalam gelembung optic ke dalam
bergabung dengan unsur-unsur yang datang dari gelembung lensa bersama-sama
bebrapa fibril mesoderm yang berhubungan dengan arteri hyaloid membentuk
badan kaca primer. Tahap ini berakhir pada saat kapsul lensa terbentuk dalam
proses terjadinya badan kaca. Badan kaca primer tidak mengalami atrofi dan
akhirnya akan terdapat tepat di belakang kutub posterior lensa sebagai kanal
hyaloids.

Gambar : Perkembangan embriologi korpus vitreus tahap pertama


-

Tahap kedua
Adalah badan kaca sekunder, tahap 13-65 mm atau 3-10 minggu. Serabut-

serabut muller retina mulai bersambungan dengan fibril-fibril badan kaca, dengan
demikian badan kaca sekunder terutama berasal dari ectoderm retina. Sistem
hyaloids berkembang menjadi pembuluh-pembuluh darah badan kaca dan juga
pembuluh-pembuluh darah pada permukaan kapsul lensa (tunika vaskulosa lensa).

Ukuran terpanjang system hyaloids mencapai 40 mm, kemudian mengalami atrofi


dari belakang ke depan.

Gambar: perkembangan embriologi korpus vitreus tahap kedua


-

Tahap ketiga
Adalah badan kaca tersier, tahap 65 mm atau 10 minggu keatas). Dalam bulan

ketiga terbentuklah berkas marginal Drualt yang terdiri atas kondensasi fibrilar
badan kaca yang meluas dari calon epitel siliar mangkuk optic ke ekuator lensa.
Kondensasi-kondensasi ini kemudian membentuk ligament suspensor lensa yang
tumbuh sempurna pada tahap 100 mm atau 4 bulan. System hyaloids pada tahap
ini mengalami atrofi sempurna.
Selama masa kanak-kanak korpus vitreus berkembang secara signifikan.
Panjang dari korpus vitreus pada mata bayi baru lahir adalah sekitar 10,5 mm dan
pada umur 13 tahun panjang dari vitreus meningkat menjadi 16,1mm dan pada
orang dewasa panjang vitreus 16,5 mm.1,5

Gambar : perkembangan embriologi korpus vitreus tahap ketiga


2.2.2 Perkembangan molekular dan selular
Ada dua komponen utama dari vitreus yaitu kolagen dan hyaluronic acid, yang
dihasilkan pada tahap perkembangan primer dan sekunder vitreus. Pada
perkembangan vitreus primer pada awal produksinya akan dihasilkan suatu
substansi selain hyaluronic acid, seperti galactosaminoglicans, yang kemudian
pada tahap selanjutnya hyaluronic acid menggeser dan menjadi predominan.
Pada vitreus primer mengandung sel-sel yang dapat berdiferensiasi pada
vitreus sekunder menajdi suatu hialosit dan fibroblast. Hialosit ditemukan di
kortex vitreus sekitar 20 sampai 50 m dari internal limiting membrane dengan
densitas paling tinggi pada viterus base dan posterior pole. Hialosit berbentuk
kumparan dan berdiameter 10-15m memiliki nucleus berlobus, badan golgi yang
berkembang biak, reticulum endoplasma halus dan kasar, lisosom dan fagosom.
Menurut balazs, hialosit berlokasi pada daerah dengan konsenterasi hyaluronic
acid yang tinggi dan diperkirakan sel ini bertanggung jawab dalam produksi
hyaluronic acid yang merupakan glikosaminoglikans.
Meskipun fungsi dari fibroblast belum diketahui dengan pasti, tapi di duga
terlibat dalam pembentukan kolagen selain retina yang juga diduga merupakan
sumber sintesis kolagen.6
2.2.3 Pembuluh darah

Arteri siliar panjang tumbuh dari hyaloids pada tahap 16 mm (6 minggu) dan
beranastomosis dengan lingkaran besar iris di sekeliling tepi mangkuk optic pada
tahap 30 mm (7 minggu).
System hyaloids mengalami atrofi sempurna pada bulan kedelapan. Arteri
hyaloids menghasilkan arteri retina sentral beserta cabang-cabangnya ( tahap 100
mm atau 4 bulan). Tunas- tunas mulai tumbuh ke dalam retina dana
mengembangkan sirkulasi retina sampai mencapai ora serata pada tahap 8 bulan.
Cabang-cabang vena retina sentral timbulnya serentak. 1,5
2.3 Fisiologi Vitreus
Fungsi vitreus dapat dibagi dalam 5 grup utama:
a. Membantu fungsi retina dan meningkatkan fungsi dari kavitas korpus vitreus
Pada kondisi yang normal, korpus vitreus yang intak dapat memproteksi retina
dari berbagai gangguan. Suatu korpus vitreus yang intak mengisi bagian dalam
kavitas korpus vitreus dapat menahan atau mencegah meluasnya suatu retinal
detachment. Diduga bahwa korpus vitreus dapat juga menyerap kekuatan
eksternal yang mengenai bola mata dan juga mengurangi kerusakan mekanik
terhadap bola mata, misalnya saat terjadi trauma. Korpus vitreus yang intak juga
dapat membantu lensa selama trauma terhadap kerusakan yang lebih parah.
Namun demikian mekanisme belum sepenuhnya benar, karena ternyata
didapatkan bahwa viterus yang telah digerakkan melalui vitrektomi ternyata
masih berfungsi normal dan tidak terjadi retinal detachment.
b. Sebagai barrier difusi antara segmen anterior dan segmen posterior bola mata
Pemahaman bahwa korpus vitreus adalah berbentuk gel memberikan dugaan
bahwa korpus vitreus adalah barrier untuk pergerakan paling besar antara
substansi-substansi segmen posterior dan anterior dari mata. Substansi uang
berasal dari segmen anterior pada mata akan sangat sukar untuk mencapai
konsentrasi tinggi pada bagian posterior mata ketika korpus vitreusmasih intak
sebab difusi melalui korpus vitreus lambat dan pergerakan alirannya terbatas oleh
strukturnya berbentuk gel. Suatu vitreus yang intak juga mencegah pemberian
obat topical untuk mencapai retina dan nervus optic dengan konseterasi yang
signifikan.

c. Sebagai buffer metabolic


Pada suatu kondisi normal, internal limitan membrane dan korteks posterior
tidak berfungsi sebagai barier untuk molekul yang berukuran kecil. Karena
hubungan anatomi yang rapat dari retina dan korpus siliaris, maka korpus vitreus
dapat berfungsi sebagai suatu buffer metabolic dan pada tahap tertentu dapat
merupakan reservoir dari metabolism korpus siliaris dan terutama retina. karena
adanya blood retinal barrier, maka water soluble substance yang berlokasi pada
retina dapat dengan mudah memasuki korpus vitreus daripada ke aliran darah jika
transport yang meleati barrier terbatas.
Substansi yang ada dalam retina atau yang juga diproduksi oleh retina dapat
berdifusi masuk ke korpus vitreus. Glukosa dan glikogen pada korpus vitreus
dapat merupaka suplemen untuk metabolism retina terutaam dalam kondisi
anoksia. Vitreus juga dapat berkontak dengan muller cells dengan fungsinya
sebagai suatu buffer pada fungsi fisiologis sebagai muller cels, contohnya dalam
homeostasis potassium dari retina.
d. Menstabilkan perjalanan cahaya (media refraksi)
Fungsi fisiologis normal dari korpus vitreus sebagai media refraksi disebabkan
sifatnya yang transparan, sehingga cahaya yang visible light dapat sampai ke
retina. Fungsi yang penting dari korpus vitreus adalah bagaimana ia menjaga
transparansinya yang secara primer dihasilkan oleh konsentarsi rendah dari
struktur makromolekul (kurang dari 0,2% berat per volume) dan soluble protein.
Transparansi dapat juga dijaga oleh kolagen spesifik atau konfigurasi hyaluronic
acid yang di analogikan dengan kornea dalam menjaga transparansinya. Perannya
sebagai media refraksi memberikan indeks refraktif sekitar 1.33 yang hampir
sama dengan indeks refraktif aquos humor.
e. Konsumsi dan distribusi dari molekul oksigen
Konsentrasi ascorbat pada vitreus manusia adalah relative terdapat dalam
konsentrasi tinggi. Pada mata dengan gel vitreus yang intak, konsentrasi ascorbat
rata-rata sekitar 2mM. Tingginya konsentrasi ascorbat dipertahankan oleh suatu
sodium dependent ascorbate transporter ( SL C23A2) pada lapisan pigmen epitel
ciliaris. Shui dan kawan-kawan menemukan bahwa metabolisme molekular

oksigen vitreus pada suatu ascorbate-dependent meregulasi tekanan oksigen


intraocular.
Sifat gel dari vitreus dengan ukuran yang luas dan berlokasi disentral dari
mata dan dengan adanya vaskularisasi retina memberikannya oksigenasi yang
tinggi dan dengan oksigenasi yang tinggi tersebut memproteksi jaringan yang
lebih sensitive terhadap oksidatif stress seperti lensa dan trabekular meshwork.
Molekul oksigen berdifusi ke korpus vitreus dari vaskularisasi retina akan diikat
oleh ascorbat sebelum sampai ke lensa dan segmen anterior.6

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vitreus merupakan gel yang jernih yang menempati dua pertiga isi bola mata.
Vitreus mempunyai sifat bening atau transparan, tidak berwarna dan dengan
konsistensi lunak. 98% vitreus terdiri dari air dan sisanya dari kolagen halus dan
asam hialuronat. Korpus vitreus pada bagian anterior berbatasan dengan lensa,
corpus siliaris dan zonul, bagian posterior berbatasan dengan retina.

Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitive yaitu ektoderm


permukaan termasuk derivatnya Krista neuralis, ectoderm neuralis dan mesoderm.
Korpus vitreus sendiri berasal dari Krista neuralis. Secara anatomi korpus vitreus
dibagi dalam dua bagian besar yaitu korteks dan nucleus. Korteks sendiri terdiri
dari dua bagian yaitu korteks anterior dam korteks posterior.
Fungsi dari korpus vitreus dibagi dalam 5 grup yaitu:
a. Membantu fungsi retina dan mennigkatkan kavitas korpus vitreus
b. Sebagai barrier difusi antara segmen anterior dan segmen posterior bola mata
c. Sebagai buffer metabolic
d. Menstabilkan perjalanan cahaya (media refraksi)
e. Konsumsi dan distribusi dari molekul oksigen

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Asbury T. 1990. Oftalmologi Umum. Ed 11. Editor: Prof.Dr.
Sidarta Ilyas, Dr. Srinagar M.Ardjo, dkk. Jakarta : Widya Medika
2. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9. Jakarta:
Erlangga
3.
4. Ilyas S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FK-UI
5. Wijana N. 1990. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal
6. Vaughan D,Asbury T. 2009. Oftalmologi Umum. Ed 17. Editor: dr. Diana
Susanto. Jakarta: EGC

10

Вам также может понравиться