Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pajak Penghasilan
Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak Penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
perubahan keempat atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, adalah
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik
yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Ketentuan mengenai biaya dalam perpajakan diatur dalam pasal 6 dan
pasal 9 UU PPh yaitu yang mengatur biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto dan yang tidak boleh dikurangkan.
Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan penghasilan
(income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Dari definisi
diatas dapat disimpulkan kerangka dasar tersebut meliputi pendapatan maupun
keuntungan yang timbul didalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Pendapan maupun
keuntungan biasa didapat melalui penjualan penghasilan jasa, royalti dan sewa.
Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal. Defenisi beban dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan
mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas
perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban
tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas, persediaan
aktiva tetap.
PT WIKA REALTY
2.1.1
normal
tertentu
(satu
tahun
buku),
sehingga
tidak
investasi
yang
menjadi
agunan
kewajiban
yang
PT WIKA REALTY
b. Memilih apakah model nilai wajar atau model biaya untuk seluruh
properti investasi lain, tanpa memperhatikan pilihan sebagai mana
dimaksud diatas.
Nilai wajar properti investasi merupakan harga yang mana properti
dapat dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan
memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar. Nilai
wajar tidak mencakup estimasi kenaikan atau penurunan harga karena
kondisi khusus yang diberikan oleh pihak terkait dengan penjualan.
Berikut merupakan penjelasan nilai wajar secara spesifik:
a. Dilakukan Setelah Pengukuran Awal
Setelah pengakuan awal, entitas yang memilih menggunakan
model nilai wajar mengukur seluruh properti investasi berdasarkan
nilai wajar, kecuali dalam kasus
diestimasikan.
b. Apabila hal atas properti investasi
berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang serupa. Entitas harus
memerhatikan adanya perbedaan dalam sifat, lokasi atau kondisi
properti, atau ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain
yang berhubungan dengan properti. Menurut PSAK 13 (2011), tidak
tersedianya harga kini dalam pasar yang aktif yang sejenis, suatu
entitas harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber,
termasuk:
Harga kini dalam pasar aktif untuk properti yang memiliki sifat,
kondisi dan lokasi berbeda (atau berdasarkan pada sewa atau
kontrak lain yang berbeda), disesuaikan untuk mencerminkan
perbedaan tersebut;
Harga pasar terakhir properti serupa dalam pasar yang kurang aktif,
dengan penyesuaian untuk mencerminkan adanya perubahan dalam
kondisi ekonomi sejak tanggal transaksi terjadi pada harga tersebut;
Proyeksi arus kas diskontoan berdasarkan estimasi arus kas dimasa
depan yang dapat diandalkan, didukung dengan syarat yang
terdapat dalam sewa dan kontrak lain yang ada dengan bukti
eksternal seperti pasar kini rental untuk properti serupa dalam
lokasi dan kondisi yang sama, dan penggunaan tarif diskonto yang
mencerminkan nilai pasar kini dari ketidakpastian dalam jumlah
atau waktu arus kas.
2.1.2
PT WIKA REALTY
PT WIKA REALTY
ditetapkan yaitu mengoptimalkan laba yang akan dihasilkan. Aset tetap dapat
dikelompokkan dalam berbagai sudut antara lain :
A. Sudut Substansi, aset tetap dapat dibagi :
I. Tangible Fixed Asets atau Aset Tetap Berwujud seperti tanah, mesin, gedung,
dan peralatan.
II. Intangible Fixed Asets atau Aset Tetap Tak Berwujud seperti hak guna usaha
(HGU), hak guna bangunan (HGB), goodwill-patents, copyright, hak cipta,
franchise, dan lain-lain.
B. Sudut Disusutkan atau Tidak, aset tetap dapat dibagi menjadi dua yaitu :
I.
Aset Tetap Tidak Dapat Disusutkan
Aset tetap yang tidak dapat disusutkan adalah aset yang mempunyai umur dan
masa manfaat yang tidak terbatas. Misalnya, tanah untuk bangunan kantor,
atau untuk bangunan pabrik. Harga perolehan atas tanah tersebut tidak perlu
II.
c. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Akuntansi pada umumnya menganut harga perolehan sebagai dasar pencatatan
namun dalam beberapa hal dimungkinkan untuk dipakai nilai dasar yang lain seperti
harga pasar, harga taksiran, dan lain-lain. Menurut PSAK no. 16.05 jumlah yang dapat
disusutkan adalah biaya perolehan suatu aset, atau jumlah lain yang didistribusikan untuk
biaya perolehan dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisa. Depresiasi aset dimulai
saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi
dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan
maksud manajemen.
Menurut Suandy (2011:36), depresiasi aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode antara lain adalah :
A. Berdasarkan Waktu
i.
Metode Garis Lurus
Metode ini menganggap aset tetap akan memberikan kontribusi yang merata di
sepanjang masa penggunaannya, sehingga aset tetap akan mengalami tingkat
penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aset ditarik dari
penggunaannya dalam operasional perusahaan. Perhitungan depresiasinya
adalah sebagai berikut :
Depresiasi : Harga Perolehan Nilai Residu
Umur Ekonomis
ii.
(2.1)
+ 4 + 5 = 15
Tarif depresiasi tahun 1 = 5/15; Tarif depresiasi tahun 2 = 4/15, dst
PT WIKA REALTY
(2.2)
Misalnya : Perusahaan membeli kendaraan dengan harga Rp. 50.000.000,dengan umur ekonomis 5 tahun, depresiasinya adalah sebagi berikut :
Depresiasi saldo menurun = 100% / 5 = 20%
Depresiasi saldo menurun = 20% x 2 = 40%
Tahun
I
II
III
IV
V
Depresiasi
40% x 50.000.000 = 20.000.000
40% x 30.000.000 = 12.000.000
40% x 18.000.000 = 7.200.000
40% x 10.800.000 = 4.320.000
40% x 6.480.000 = 2.590.000
Akumulasi
20.000.000
32.000.000
39.200.000
43.520.000
46.110.000
Nilai Buku
30.000.000
18.000.000
10.800.000
6.480.000
3.890.000
B. Berdasarkan Penggunaan
i.
Metode Jam Jasa
Metode jam jasa (Service hours method) didasarkan pada anggapan bahwa
aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak bila digunakan
sepenuhnya (full time) dibanding dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya
(part time). Dalam cara ini beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan jam
jasa. Beban depresiasi periodik besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa
ii.
PT WIKA REALTY
Selain berdasarkan dengan metodenya, depresiasi aset tetap juga dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu antara lain :
a. Depresiasi (Depreciation) adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat disusutkan
dari suatu aset tetap berwujud sepanjang masa manfaatnya.
b. Amortisasi (Amortization) adalah alokasi sistematik biaya perolehan aset tak
berwujud (misalnya patent, goodwill, trademark, franchise, dll) selama masa
manfaatnya. Menurut PSAK, periode amortisasi tidak boleh melebihi 20 tahun
berdasarkan pertimbangan bahwa dalam 20 tahun sudah banyak perkembangan
yang terjadi sehingga untuk tenggang waktu selebihnya aset tidak berwujud di
prediksi tidak lagi memiliki manfaat keekonomian.
c. Deplesi (Depletion) adalah proses penyusutan biaya perolehan atas sumber daya
alam yang dimiliki perusahaan ke dalam periode akuntansi yang memperoleh
manfaatnya. Biaya yang dikapitalisasi biasanya meliputi biaya penguasaan,
eksplorasi, dan pengembangan.
2.4 Depresiasi Berdasarkan Peraturan Perpajakan
Menurut peraturan perpajakan, sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, aset tetap adalah harta berwujud yang dapat
disusutkan dan terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta
mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Berdasarkan peraturan tersebut, pengeluaran
untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
harus dibebankan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta
tersebut melalui depresiasi. Dalam perhitungan dan penerapan tarif depresiasi untuk
keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum depresiasi fiskal, karena dapat berbeda
dengan depresiasi untuk akuntansi (komersial).
Metode depresiasi yang diperbolehkan berdasarkan Ketentuan Perundangundangan Perpajakan yaitu adalah :
a. Metode garis lurus (straight line method) yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung depresiasi yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. Depresiasi atas
pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan
harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
PT WIKA REALTY
10
guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat
yang ditetapkan bagi harta tersebut. Metode garis lurus dipergunakan untuk aset
tetap berwujud berupa bangunan.
b. Metode saldo menurun (declining balance method) yaitu metode yang digunakan
untuk menghitung depresiasi dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara
menerapkan tarif depresiasi atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir
masa manfaat harus di depresiasi sekaligus. Metode saldo menurun ini tidak dapat
dipergunakan untuk menghitung depresiasi atas bangunan.
Penggunaan metode depresiasi aset tetap berwujud disyaratkan taat asas
(konsisten). Jika wajib pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku pada
akhir masa manfaat harus di depresiasi sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan
wajib pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil atau sering disebut small tools yang
sama atau sejenis dapat di depresiasi dalam satu golongan. Depresiasi aset dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, depresiasinya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
Depresiasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.
Penentuan kelompok dan tarif depresiasi harta berwujud didasarkan pada Pasal 11
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Tarif depresiasi tersebut
ditentukan sebagai berikut :
Tabel 2.3
Pengelompokkan Harta Berwujud Dan Tarif Depresiasi
Kelompok Harta
Masa Manfaat
Berwujud
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
4 tahun
Kelompok 2
8 tahun
Kelompok 3
16 tahun
Kelompok 4
20 tahun
II. Bangunan
Permanen
20 tahun
Tidak Permanen
10 tahun
Sumber : Pasal 11 UU No. 36 Tahun 2008
Tarif Depresiasi
Garis Lurus
Saldo Menurun
25%
12.5%
6.25%
5%
50%
25%
12.5%
10%
5%
10%
PT WIKA REALTY
11
PT WIKA REALTY
12
a. Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin
kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya
penambahan penghasilan kena pajak.
b. Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga
menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya pengurangan penghasilan kena pajak.
Berdasarkan dengan ketentuan fiskal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, koreksi fiskal dibedakan menjadi dua jenis
yaitu :
a. Beda Tetap (Permanent Differences)
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban
menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui
menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya.
Sehingga akan mengakibatkan laba rugi menurut akuntansi (Pre Tax Income)
berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (Taxable Income).
b. Beda Waktu (Timing Differences)
Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan dalam menghitung
laba. Suatu biaya atau penghasilan telah diakui menurut akuntansi komersial tapi
belum diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Biasanya perbedaan ini bersifat
sementara. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan metode, dalam hal ini akrual
dan realisasi, depresiasi harta berwujud, amortisasi harta tak berwujud, penilaian
persediaan, dan kompensasi kerugian fiskal. Koreksi atas beda waktu akan
menyebabkan koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif tergantung metode
yang digunakan. Koreksi fiskal positif akan menyebabkan laba kena pajak
bertambah, sedangkan koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak
berkurang.
BAB III
PT WIKA REALTY
13
GAMBARAN UMUM
3.1 Depresiasi Di Wika Realty
Pengembangan proyek di Wika Realty berkembang dengan cukup cepat. Sampai
dengan triwulan kedua 2015, Wika Realty telah mempunyai 17 proyek aktif yang tersebar
di beberapa wilayah di Indonesia. Proyek-proyek tersebut terdiri dari proyek landed
house, apartemen, condotel, dan hotel. Atas proyek-proyek tersebut Wika Realty jumlah
aset tetap yang dimiliki oleh Wika Realty sampai dengan 30 Juni 2015 adalah sebesar Rp.
54.795.910.620,-. Selain aset tetap Wika Realty juga mempunyai properti investasi di
beberapa proyek high rise yaitu di Tamansari The Hive, Tamansari Semanggi Apartemen,
Tamansari Skylounge, dan Properti I dengan jumlah properti investasi yang dimiliki
sampai dengan 30 Juni 2015 adalah sebesar Rp. 308.434.096.144,-. Aset tetap dan
properti investasi yang dimiliki Wika Realty tersebut di depresiasi setiap tahunnya.
3.1.1 Depresiasi Aset Tetap Tahun 2014
Aset tetap Wika Realty terdiri dari 4 (empat) jenis yaitu tanah, bangunan,
perlengkapan kantor, dan peralatan. Rincian saldo awal, akumulasi depresiasi, dan
nilai buku aset tetap adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Aset Tetap 31 Desember 2014
Saldo awal aset tetap per 1 Januari 2014 setelah dikurangi akumulasi depresiasi
adalah sebesar Rp. 53.340.431.572,-. Selama tahun 2014 terjadi penambahan nilai
aset tetap sejumlah Rp. 2.229.935.000,- dan penambahan akumulasi depresiasi
sebesar Rp. 1.434.804.993,- sehingga nilai buku aset tetap sampai dengan 31
PT WIKA REALTY
14
Desember 2014 berdasarkan laporan keuangan audited adalah naik sebesar Rp.
1.434.804.993,- atau menjadi Rp. 54.775.236.565,-.
Pada Triwulan 1 dan 2 tahun 2015 sampai dengan 30 Juni 2015, nilai aset tetap dan
akumulasi depresiasi aset tetap mengalami kenaikan dengan rincian sebagai berikut
:
Tabel 3.2
Aset Tetap 30 Juni 2015
Penambahan nilai aset tetap selama triwulan 1 dan 2 2015 sebesar Rp.
349.120.100,- dan penambahan nilai akumulasi depresiasi sampai dengan 30 Juni
2015 adalah sebesar Rp. 20.674.055,- sehingga nilai buku aset tetap per 30 Juni
2015 naik menjadi Rp. 54.795.910.620,-.
3.1.2 Depresiasi Properti Investasi Tahun 2014
Mulai tahun 2014 Wika Realty mulai mempunyai properti investasi. Pengakuan
properti investasi di Wika Realty dilakukan di beberapa proyek yaitu Tamansari
Hive, Tamansari Semanggi Apartemen, Tamansari Skylounge, dan Properti I.
Properti investasi di proyek-proyek tersebut dihitung berdasarkan dengan harga
perolehannya. Berdasarkan laporan keuangan audited Wika Realty tahun 2014
harga perolehan dari masing-masing proyek tersebut yaitu :
a.
b.
c.
d.
Tamansari Hive sebesar Rp. 128.629.107.079,Tamansari Semanggi Apartemen sebesar Rp. 19.762.725.656,Tamansari Skylounge sebesar Rp. 80.754.099.313,Properti I sebesar Rp. 3.019.223.026,-
PT WIKA REALTY
15
Nilai total properti investasi per Desember 2014 adalah sebesar Rp.
232.165.155.074,-. Atas pengakuan properti investasi ini menimbulkan adanya
biaya depresiasi setiap tahunnya. Sesuai dengan PSAK, perhitungan biaya
depresiasi properti investasi di Wika Realty dilakukan dengan metode garis lurus
dengan perhitungan sebagai berikut :
Tabel 3.3
Biaya Depresiasi Properti Investasi per Desember 2014
Nilai total biaya depresiasi properti investasi per Desember 2014 adalah sebesar
Rp. 3.608.216.694,- sehingga nilai buku properti investasi Wika Realty per
Desember 2014 adalah sebesar Rp. 228.556.938.380,-. Pada triwulan 1 dan 2 tahun
2015 nilai properti investasi mengalami perubahan yaitu bertambah sejumlah Rp.
81.259.607.113,- pada Properti I sesuai dengan yang dibuku oleh kawasan Properti
I, sehingga nilai total properti investasi per 30 Juni 2015 adalah naik menjadi
sebesar Rp. 313.424.762.187,-. Sementara untuk biaya depresiasi juga terjadi
penambahan yaitu pada kawasan Tamansari Hive dan Properti I masing-masing
sebesar Rp. 159.168.300,- dan Rp. 1.223.281.049,- sehingga total biaya penyusutan
per 30 Juni 2015 menjadi sebesar Rp. 4.990.666.043,- dan nilai buku properti
investasi per 30 Juni 2015 adalah sebesar Rp. 308.434.096.144,-.
3.2 Koreksi Fiskal Di Wika Realty
Biaya penyusutan atas aset tetap dan properti investasi yang dimiliki oleh Wika
Realty dicatat setiap per tiga bulan sesuai dengan laporan keuangan triwulanan. Pada
setiap akhir tahun dilakukan koreksi atas biaya penyusutan aset tetap dan properti
investasi, dikarenakan biaya penyusutannya dicatat di laporan keuangan secara komersial
atau akuntansi dan harus disesuaikan berdasarkan dengan ketentuan perpajakan.
Berdasarkan hal tersebut, pada akhir tahun 2014 Wika Realty sudah melakukan koreksi
PT WIKA REALTY
16
fiskal atas biaya penyusutan aset tetap dan properti investasi selama tahun 2014.
Perhitungan selisih pencatatan antara komersial dan fiskal properti investasi adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.4
Koreksi Fiskal Properti Investasi Per 31 Desember 2014
Terdapat selisih sebesar Rp. 1.588.449.560,- antara nilai buku komersial dan fiskal
properti investasi. Selisih tersebut adalah selisih positif atau koreksi fiskal positif,
dikarenakan nilai buku komersial lebih besar daripada nilai buku fiskal. Sedangkan untuk
perhitungan selisih pencatatan antara komersial dan fiskal aset tetap adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.5
PT WIKA REALTY
17
Untuk aset tetap terdapat selisih sebesar Rp. 480.531.806,- antara nilai buku
komersial dan fiskal properti investasi. Selisih tersebut adalah selisih negatif atau koreksi
fiskal negatif, dikarenakan nilai buku komersial lebih kecil daripada nilai buku fiskal.
Berdasarkan dua perhitungan diatas, maka koreksi fiskal yang dibuku oleh Wika Realty
yang timbul akibat penyusutan properti investasi dan aset tetap per 31 Desember 2014
adalah sebesar :
BAB IV
PT WIKA REALTY
18
PEMBAHASAN
4.1 Depresiasi Tahun 2015
Pada tahun 2015 terdapat 3 (tiga) tambahan properti investasi yang akan dimiliki
oleh Wika Realty. Properti investasi tersebut adalah :
1. Food & Beverages dan Meeting Room Hotel Best Western La Grande Bandung
2. Food & Beverages dan Meeting Room Hotel Best Western Papilio Surabaya
3. Food & Beverages dan Meeting Room Hotel Best Western Lagoon Manado
Selain properti investasi, pada tahun 2015 Wika Realty juga memiliki aset baru
yang tidak dijual namun dipergunakan sebagai klub olahraga yang terdapat di kawasan
Tamansari Majapahit Semarang. Atas properti investasi dan aset tetap tersebut, Wika
Realty wajib melakukan depresiasi setiap tahunnya. Depresiasi dilakukan secara
akuntansi atau komersial dengan metode garis lurus. Namun di akhir tahun Wika Realty
harus menyesuaikan perhitungan depresiasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Perhitungan depresiasi secara komersial dan fiskal setiap tahunnya adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Depresiasi Properti Investasi Tahun 2015
Tabel 4.2
Depresiasi Aset Tetap Tahun 2015
PT WIKA REALTY
19
Tabel 4.3
Depresiasi Properti Investasi Tahun 2016
PT WIKA REALTY
20
Tabel 4.4
Depresiasi Aset Tetap Tahun 2016
PT WIKA REALTY
21
Pada tahun 2017 terdapat 1 (satu) tambahan properti investasi yang akan dimiliki
oleh Wika Realty. Properti investasi tersebut yaitu Food & Beverages dan Meeting Room
Hotel Best Western Payangan Ubud Bali. Sedangkan untuk aset tetap tidak terdapat
tambahan pada tahun 2017. Atas properti investasi dan aset tetap tersebut, Wika Realty
wajib melakukan depresiasi setiap tahunnya. Depresiasi dilakukan secara akuntansi atau
komersial dengan metode garis lurus. Namun di akhir tahun Wika Realty harus
menyesuaikan perhitungan depresiasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Perhitungan depresiasi secara komersial dan fiskal setiap tahunnya adalah sebagai berikut
:
Tabel 4.5
Depresiasi Properti Investasi Tahun 2017
Tabel 4.6
PT WIKA REALTY
22
Tabel 4.7
Depresiasi Properti Investasi Tahun 2018
PT WIKA REALTY
23
Tabel 4.8
Depresiasi Aset Tetap Tahun 2018
PT WIKA REALTY
24
Pada tahun 2019 tidak terdapat tambahan properti investasi dan aset tetap yang
akan dimiliki oleh Wika Realty. Atas properti investasi dan aset tetap yang telah dimiliki,
Wika Realty wajib melakukan depresiasi setiap tahunnya. Depresiasi dilakukan secara
akuntansi atau komersial dengan metode garis lurus. Namun di akhir tahun Wika Realty
harus menyesuaikan perhitungan depresiasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Perhitungan depresiasi secara komersial dan fiskal setiap tahunnya adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.9
Depresiasi Properti Investasi Tahun 2019
Tabel 4.10
Depresiasi Aset Tetap Tahun 2019
PT WIKA REALTY
25
PT WIKA REALTY
26
PT WIKA REALTY
27
Menurut perhitungan komersial biaya depresiasi properti investasi pada tahun 2019
adalah sebesar Rp. 14.806.265.365,- sedangkan menurut fiskal adalah sebesar Rp.
19.775.934.373,-. Atas perbedaan ini mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal
negatif sebesar Rp. 4.969.669.008,- karena perhitungan secara komersial lebih kecil
dibandingkan dengan perhitungan secara fiskal. Untuk aset tetap, biaya depresiasi
tahun 2019 menurut komersial adalah sebesar Rp. 2.561.734.858,- sedangkan
menurut fiskal adalah sebesar Rp. 2.162.102.447,-. Atas perbedaan ini
mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal positif sebesar Rp. 399.632.411,- karena
perhitungan secara komersial lebih besar dibandingkan dengan perhitungan secara
fiskal.
Secara keseluruhan selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 koreksi fiskal
yang timbul adalah koreksi fiskal negatif, hal ini dimana beban depresiasi yang dihitung
secara komersial / akuntansi lebih kecil dibandingkan dengan beban depresiasi yang
dihitung secara fiskal / perpajakan. Setiap tahunnya koreksi fiskal negatif yang timbul
semakin besar, hal ini dikarenakan jumlah properti investasi yang bertambah setiap tahun
dan nilai awal properti investasi sangat besar. Rinciannya adalah sebagai berikut :
PT WIKA REALTY
28
Dengan timbulnya koreksi fiskal atas perbedaan beban depresiasi properti investasi
dan aset tetap, hal tersebut berakibat pada laporan Laba Rugi Wika Realty. Hal tersebut
dikarenakan terjadi koreksi negatif atas beban depresiasi properti investasi dan aset tetap.
Koreksi negatif mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam
laporan Laba Rugi komersial Wika Realty. Perbandingan Laporan Laba Rugi komersial
dengan fiskal adalah sebagai berikut :
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
PT WIKA REALTY
29
2. Atas perbedaan beban depresiasi komersial dan fiskal dari tahun 2015 s/d 2019
menyebabkan timbulnya koreksi fiskal. Koreksi fiskal yang timbul adalah koreksi negatif.
Hal ini akan mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan
laba rugi komersial / akuntansi Wika Realty. Namun dengan adanya penambahan
pengakuan biaya tersebut dapat berdampak pada pengurangan penghasilan kena pajak
Wika Realty.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka penulis mencoba
untuk memberikan beberapa saran yaitu :
1. Dengan adanya perbedaan pengakuan beban depresiasi, sebaiknya Wika Realty
mengelompokkan aset tetapnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009, agar lebih mudah untuk menghitung beban depresiasinya dan untuk
meminimalisir koreksi fiskal atas beban depresiasi aset tetap dan properti investasi.
2. Dengan koreksi fiskal negatif yang setiap tahunnya semakin besar, sebaiknya Wika Realty
menghitung ulang nilai awal dan masa manfaat dari properti investasi, agar nilai koreksi
fiskal bisa menjadi lebih kecil dan nilai properti investasi tidak overvalue.
DAFTAR PUSTAKA
Tetap
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
PSAK 13 Revisi 2011, Properti Investasi
Waluyo. 2012. Akuntansi Pajak. Salemba Empat, Jakarta
PT WIKA REALTY
30
PT WIKA REALTY