Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KAJIAN PUSTAKA
terhadap
suatu
situasi
tertentu
yang
disebabkan
oleh
10
11
dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar berupa
pemahaman faktual dan prinsipal terhadap bahan atau isi pelajaran yang bersifat
kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih ditekankan pada
masalah bagaimana bahan pelajaran dipelajari dan diorganisir secara tepat.
Apabila persoalan belajar keterampilan proses itu dikaitkan dengan CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif), maka tampak beberapa kesamaan konseptual, baik
belajar proses maupun keterampilan proses, keduanya mempunyai ciriciri:
1. Menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil belajar yang
memadai;
2. Menekankan pentingya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran;
3. Menekankan bahwa belajar adalah proses timbal balik yang dapat dicapai
oleh anak didik;
4. Menekakan hasil belajar secara tuntas dan utuh.
Belajar keterampilan proses seperti halnya siswa belajar aktif, bukan
merupakan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses tidak dapat
dipertentangkan dengan belajar konsep, sehingga keduanya merupakan dua jenis
yang terpisah. Keduanya merupakan garis kontinum, yang satu menekankan
perolehan atau hasil, pemahaman faktual dan prinsipil, sedangkan belajar
keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau bahan
12
13
cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak
pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau
jawabannya oleh siswa.
14
Metode pemecahan masalah ini sering dinamakan atau disebut juga dengan
eksperimen method, reflective thinking method, atau scientific method (Sudirman,
dkk., 1991: 146).
Dengan demikian, metode pemecahan masalah adalah sebuah metode
pembelajaran yang berupaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan
atau jawabannya. Sebagaimana metode mengajar, metode pemecahan masalah
sangat baik bagi pembinaan sikap ilmiah pada para siswa. Dengan metode ini,
siswa belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja metode ilmiah.
1.1.2
15
ESC 2009).
Menemukan apa yang dicari atau ditanyakan (Maloy dkk, 2001).
Menyatakan apa yang sudah diketahui (Maloy dkk, 2010).
Menganalisis masalah secara konseptual (Singh dan Haileselassie, 2010).
Merencanakan proses solusi masalah (Haris,1998; ESC 2009; Singh dan
16
berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator belajar, sementara bahan ajar bisa
diberikan sebelumnya dan diperkaya sendiri oleh siswa dari sumber lain.
Metode Problem Solving menekankan pada penemuan dan pemecahan
masalah secara berkelanjutan. Kelebihan metode Problem Solving mendorong
siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif
sendiri,
menumbuhkan
sikap
objektif,
jujur
dan
terbuka.
Sedangkan
kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran
mengandung masalah memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan
tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
2.3 Model
Pembelajaran
CORE
(Connecting,
Organizing,
Reflecting,
Extending)
Model pembelajaran CORE adalah sebuah model pembelajaran yang
mengharapkan siswa untu dapat mengoneksikan pengetahuannya sendiri dengan
cara
menghubungkan
dan
mengorgaisasikan
pengetahuan
baru
dengan
17
kembali,
mendalami
dan
menggali,(E)
mengembangkan,
proses
aktif
mengonstruksi
dan
merupakan
proses
18
19
dikuatkan
untuk
menghubungkan
dan
mengorganisasikan
20
untuk
menghubungkan,
mengorganisasikan,
mendalami,
mengelola
dan
untuk
mengorganisasikan
digunakan
ide-ide,
dalam
dapat
informasi/konsep
melatih
kemampuan
baru.
Kegiatan
siswa
untuk
21
2.3.4
22
tahap ini siswa mengulang apa yang telah didapat pada pengetahuan
sebelumnya, kemudian siswa diminta menulis pemahaman awal yang
telah didapat sebelumnya pada lembar yang sudah disediakan. Lembar
pemahaman awal tersebut digunakan untuk membantu siswa untuk
mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Reflecting (R).
e. Pengembangan, memperluas, menggunakan dan menemukan, memulai
tugas indifidu yang dikerjakan secara berkelompok oleh siswa. Pada
tahap ini siswa diminta untuk mengerjakan LKS berdasarkan
pemahaman awal yang telah dibuatnya. Sementara guru berkeliling
untuk memantau pekerjaan siswa dan memberi bantuan seperlunya.
Setelah itu salah satu dari siswa dari setiap kelompok diminta untuk
menampilkan pekerjaannya didepan kelas. Extending (E).
2.3.5
melalui
kegiatanseseorang,Agarkonstruksikognitiftersebutdapatterjadidiperlukankema
mpuanuntuk:(a)Mengingatdan
mengungkapkankembalipengalaman;
(b)Membandingkan,mengambil
keputusan(justifikasi)mengenaipersamaandanperbedaaan;(c)Lebih menyukai
pengalaman yang satu daripada yang lain.
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme adalah pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri, baik secara individu maupun sosial, pengetahuan
23
ilmiah,
dan
yang
terakhiradalahgurusekadar
kelaskonstruktivisme,para
siswa
diberdayakanoleh
teori
belajar
terkait
dengankonstruktivismeadalahteoriperubahankonsep,belajarbermaknadanteori
skema.Penelitiannya, Vygotsky membedakan dua macam konsep, yaitu
konsep spontan yang siswaperoleh darikehidupan sehari-hari dan konsep
ilmiah yang siswa peroleh dari pelajaran di sekolah, kedua konsep tersebut
saling berhubungan satu sama lain. Teori perubahan konsep sangat membantu
karena mendorong guru agar menciptakan suasana dan keadaan yang
memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada siswa sehingga
pemahaman mereka lebih sesuai dengan para ilmuwan. Konstruktivisme dan
teori perubahan konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat
membentuk pengertian yang berbeda dengan pengertian ilmuwan, namun
pengertian yang berbeda bukanlah akhir segalanya, justru menjadi awal untuk
perkembangan yang lebih baik.
c. Teori Ausubel
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna.
Belajar bermakna menurtu Ausubel merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Dalam proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang
ia pelajari sendiri. Teori ini sangat dekat dengan konstruktivisme yang
menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Inti dari
24
kedua teori ini mengandaikan bahwa dalam pembelajaran itu siswa aktif.
d. Teori Piaget
Menurut teori skema, pengetahuan disimpan dalam suatu paket
informasi atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema
adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu
hal, menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Teori ini
mirip dengan konstruktivisme Piaget yang menggunakan asimilasi dan
akomodasi. Perbedaannya adalah teori skema tidak menjelaskan proses
pengetahuan, tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu tersimpan dan
tersusun. Bagaimana seseorang membentuk dan mengubah skema adalah
merupakan proses belajar.
2.4 Model Pembelajaran Learning Cycle 7E
2.4.1
25
Gambar 2.1
Tiga Tahap Siklus Belajar
(Sumber: )
Siklus belajar bermunculan dalam kurikulum sains dengan fase yang
berkisar dari 3E ke 5E sampai 7E. Pada tahun 1989, siklus belajar 5E
pembelajaran yang dibangun oleh Biological Sciences Curriculum Study (BSCS)
terdiri atas lima fase yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration dan
evaluation. Semenjak tahun 1980-an BSCS telah menggunakan model 5E sebagai
inovasi sentral di sekolah dasar, menengah, dan program biologi dan program
sains terintegrasi (Bybee dalam Fajaroh at.al, 2008). Tahapan lima fase tersebut
digambarkan dalam bentuk siklus sebagai berikut:
Gambar 2.2
Learning Cycle 5E
Eisenkraft(2003) mengembangkan siklusbelajar menjadi tujuh tahapan.
Perubahan yang terjadi pada tahapan siklus belajar 5E menjadi 7E terjadi
pada fase Engage menjadi 2 tahapan yaitu Elicit dan Engage, sedangkan pada
tahapan Elaborate dan Evaluate menjadi 3 tahapan yaitu menjadi Elaborate,
26
Elicit
Engage
Engage
Explore
Explore
Explain
Explain
Elaborate
Elaborate
Evaluate
Evaluate
Gambar 2.3
extend
2.4.2
Eisenkraft
(2003)
tahapan-tahapan
model
pembelajaran
27
untuk
bekerja
dalam
kelompok-kelompok
kecil
tanpa
pengajaranlangsung dari guru. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk
mengamati data, merekam data, mengisolasi variabel, merancang dan
merencanakan
eksperimen,
membuat
grafik,
menafsirkan
hasil,
keterampilan-keterampilan
pada
28
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif tidak boleh dibatasi pada
siklus-siklus tertentu saja, sebaiknya guru selalu menilai semua kegiatan
siswa.
g. Extend
Pada tahap ini bertujuan untuk berfikir, mencari menemukan dan menjelaskan
contoh penerapan konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat
merangsang siswa untuk mencari hubungan konsep yang mereka pelajari
dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari.
Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan
siswa untuk menerapkan siklus belajar 7E pada pembelajaran di kelas. Guru dan
siswa mempunyai peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan dengan menggunakan tahapan dari siklus belajar. Arah pembelajaran
serta aktivitas guru dan siswa yang dianjurkan dalam setiap tahap dalam siklus
belajar 7E dapat dijabarkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.3.2Arah Pembelajaran Siklus Belajar 7E
Fase 7E
Elicit
Arah Pembelajaran
Memfokuskan
Memfokuskan siswa
Kegiatan Siswa
Memfokuskan diri
perhatian siswa
Menyelidiki
akan dipelajari
disampaikan oleh
Mengajukan
guru
pengetahuan yang
Kegiatan Guru
Mengingat kembali
telah dimiliki
pertanyaan kepada
siswa
siswa dengan
Menstimulus
pertanyaan seperti
dipelajari
berfikir
Mengajukan
pendapat jawaban
berdasarkan
pengetahuan
permasalahan
sebelumnya atau
Menampung semua
pengalamannya
jawaban siswa
dalam kehidupan
29
Engage
Demonstrasi/me
Menyajikan
nyajikan
demonstrasi atau
ketika sedang
fenomena
bercerita tentang
menjelaskan atau
Bertukar
mendemonstrasikan
informasi dan
sebuah fenomena
pengalaman
kehidupan sehari-hari
Menganalisis apa
Memberikan
informasi yang
pertanyaan untuk
mendukung konsep
merangsang motivasi
dan keingintahuan
Explore
sehari-hari
Memperhatikan guru
siswa
Membimbing siswa
Memberikan
pendapat/jawaban
Melakukan presentase
yang telah
dalam menyiapkan
dengan cara
dieksplorasi
menjelaskan data
Diskusi
kesimpulan)
Aktifitas
eksperimen
hasil eksperimen
keterampilan
Mendengarkan
berpikir
untuk menjelaskan
penjelasan kelompok
a. Membandingka
laporan eksperimen
lain
n,
dengan kata-kata
mengklarifikasi
mereka sendiri
pertanyaan terhadap
Memfasilitasi siswa
penjelasan kelompok
b. Memecahkan
untuk melakukan
masalah
c. Mengonstruksi
model
Fase 7E
Menganjurkan siswa
Mengajukan
Mendengarkan dan
presentasi laporan
memahami
eksperimen
penjelasan/klasifikasi
Mengarahkan siswa
yang disampaikan
yang diperolehdari
pengalaman
Meyimpulkan hasil
eksperimen
30
berdasarkan data
eksperimen untuk
mendapatkan
dan petunjuk
kesimpulan
(penjelasan) dari
Memberikan
guru
Diskusi dalam
pertanyaan arahan
kelompok untuk
kepada siswa
menjawab
mengenai eksperimen
permasalahan yang
disajikan dalam
diperlukan Memberi
waktu yang cukup
LKS
Membuat
kesimpulan awal
menyelesaikan
berdasarkan data
eksperimen
Explain
Menganalisis apa
Membimbing siswa
Melakukan presentase
yang telah
dalam menyiapkan
dengan cara
dieksplorasi
menjelaskan data
Diskusi
kesimpulan)
Aktivitas
eksperimen
hasil eksperimen
keterampilan
berfikir:
Bandingkan
Menganjurkan siswa
Mendengarkan
untuk menjelaskan
penjelasan kelompok
laporan eksperimen
lain
mengklarifikasi,
dengan kata-kata
analisis kesalahan
mereka sendiri
pertanyaan terhadap
Memfasilitasi siswa
penjelasan kelompok
untuk melakukan
lain
presentasi laporan
Mengajukan
Mendengarkan dan
eksperimen
memahami
Mengarahkan siswa
penjelasan/klarifikasi
31
yang disampaikan
pengalaman
Menyimpulkan hasil
eksperimen
mendapatkan
kesimpulan.
petunjuk (penjelasan)
Fase 7E
Arah Pembelajaran
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Elaborate
Menerapkan apa
Menggunakan istilah
yang telah
menggunakan istilah
umum dan
umum
pengetahuan yang
baru
Explain
Mengaplikasi
permasalahan dan
pengetahuan yang
mengarahkan siswa
informasi sebelumnya
telah didapatkan
untuk menyelesaikan
Menganjurkan siswa
Menggunakan
bertanya,
untuk menggunakan
mengemukakan
pendapat dan
mereka dapatkan
membuat keputusan
Menerapkan
pengetahuan yang
baru untuk
menyelesaikan soal-
Extend
Memecahkan
Memperlihatkan
soal
Melihat hubungan
masalah
hubungan antara
Membuat keputusan
dipelajari dengan
Aktivitas
dalamberfikir:
lain
Membandingkan,
Memberikan
Membuat hubungan
antara konsep yang
32
mengklarifikasik
pertanyaan untuk
telah dipelajari
an menggunakan
membantu siswa
dengan kehidupan
konsep yang
melihat hubungan
sehari-hari sebagai
telah dipejari
gambaran aplikasi
sebelumnya
dipelajari dengan
Menggunakan
Mengajukan
pengetahuan dari
pertanyaan tambahan
hasil eksperimen
berhubungan dengan
menjawab pertanyaan
kehidupan sehari-hari
telah dipelajari
dipelajari
Berfikir, mencari,
menemukan dan
menjelaskan contoh
penerapan konsep
yang telah dipelajari
Fase 7E
Arah Pembelajaran
Kegiatan Guru
Evaluate
Kegiatan Siswa
Memberikan penguatan
Mengerjakan kuis
penilaian internal
Menjawab pertanyaan
dan eksternal
telah dipelajari
Melakukan penilaian
pengetahuan,
kinerja melalui
berupa pendapat
keterampilan, dan
observasi selama
maupun fakta)
sikap yang
proses pembelajaran
Melakukan
terhadap aspek
terbangun
Memberikan kuis
Mempunyai
kemampuan dan
Melakukan tes
keterampilan untuk
Penilaian
menjelaskan konsep
33
penampilan
Menghasilkan
sebuah karya
(Lorsbach, Eisenkraft, dalam Alamsyah, 2009)
2.4.3
kesempatan
kepada
siswa
untuk
berpikir, mencari,
34
Berpikir
kritis
adalah
sebuah
upaya
pendalaman
kesadaran
membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga
menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah
tersebut.
Setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda. Namun jika setiap
orang memiliki kemampuan berpikir kritis, maka ia akan dapat memecahkan
masalah dengan cara sederhana. Walaupun masalah tersebut sangat rumit, tentu ia
akan mampu memecahkan masalah tersebut.
Kemampuan berpikir merupakan suatu bagian penting dalam persoalan di
dalam kehidupan. Berpikir kritis juga merupakan suatu proses belajar dan hal ini
bukanlah persoalan keturunan dari orang tua. Hal ini merupakan sebuah proses
dalam menghadapi sebuah persoalan dalam kehidupan dan sebaiknya sudah
diajarkan sejak dini kepada seorang anak.
2.5.1
diantaranya adalah:
a. Menurut Beyer (Filsaime, 2008: 56) berpikir kritis adalah sebuah cara
berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi faliditas
sesuatu (pernyataan-pernyataan, ide-ide, argumen dan penelitian).
b. Menurut Screven dan Paul (Filsaime, 2008: 56) memandang berpikir kritis
sebagai sebuah proses disiplin cerdas konseptualisasi, penerapan, analisis,
sintesis dan evaluasi evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan
atau dihasilkan dari observasi, pengamalan, refleksi, penalaran atau
komunikasi sebagai penuntun menuju kepercayaan dan aksi.
c. Rudinow dan Barry (Filsaime, 2008: 57) berpendapat berpikir kritis adalah
sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang
logis dan rasional dan memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk
menganalisis, menguji dan mengevaluasi.
d. Menurut Halper (Rud et. al, 2003: 128) mendefinisikan critical thingking as
...the use of cognitive skills or strategies that increase the probability of
desirable outcome.
35
e. Sedangkan menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah sebuah proses yang
dalam mengungkapkan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang
suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan.
Berdasarkan pengertian- pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang melibatkan proses
kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.
Berpikir kritis merupakan bagian dari pola berpikir kompleks/ tingkat
tinggi yang bersifat konvergen. Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir
untuk menganalisis argumen dan memunculkan gagasan terhadap tiap-tiap makna
dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis,
memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi, serta memberikan
model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan.( Ennis dalam
Liliasari, 2009). Facione (dalam Liliasari, 2009) menyatakan bahwa inti berpikir
kritis adalah deskripsi yang rinci dari sejumlah karakteristik yang berhubungan,
yang meliputi analisis, inferensi, eksplanasi, evaluasi, pengaturan diri, dan
interpretasi.
Analisis adalah mengidentifikasi hubungan hal-hal yang diharapkan
dengan bukti yang nyata, misalnya pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi,
bukti, pengalaman, informasi dan pendapat. Inferensi yaitu mengidentifikasi dan
memastikan unsur-unsur yang diperlukan untuk merumuskan hipotesis yang
bermakna, misalnya memerlukan pertimbangan informasi yang relevan, dan
mendeduksi akibat paparan data, pernyataan, prinsip, bukti, pendapat yang
dipercaya, konsep, deskripsi atau penimbangan (judgement). Eksplanasi
memungkinkan menyatakan penalaran seseorang yang koheren dengan dasar
pertimbangan pembuktian, konseptual, metodologis, kriteria dan kontekstual.
Evaluasi merupakan asesmen kredibilitas suatu pernyataan atau representasi lain
yang berhubungan dengan persesi, pengalaman, situasi, penimbangan, keyakinan,
atau pendapat seseorang. Pengaturan diri adalah kesadaran dalam pengendalian
kegiatan kognitif seseorang, yang menghasilkan deduksi, terutama dalam
menerapkan keterampilan menganalisis dan mengevaluasi untuk memberikan
pertimbangan
secara
mempertanyakan,
memastikan,
memvalidasi
atau
36
mengevaluasi,
mempertimbangkan,
mengklasifikasikan,
kemampuan
dasar
berpikir
kritis
yang
mula-mula
37
akan sangatmudah dikembangkan dari tahap yang rendah ke tahap yang paling
tinggi.
Sesungguhnya keterampilan berpikir kritis merupakan efek iringan
daripembelajaran
sains
melalui
pendekatan
inkuiri.
Namun
sejauh
materi
sains.
Soal
tes
seperti
ini
dikembangkan
kritis
tahapanketerampilan
sangat
berpikir
tepat
kritis
dikembangkan
bersesuaian
di
kelas
dengan
karena
keterampilan-
menganalisis
merupakan
keterampilan
berpikir
yang
menguraikan,
membuat
diagram,
mengidentifikasi,
38
dengan
berbagai
kriteria
yang
ada.
Keterampilan
menilai
39
1. Amati dan baca sekilas sebuah teks sebelum anda membacanya secara
keseluruhan.
2. Hubungkan teks dengan konteksnya, yaitu dengan meletakkan pada
konteks sejarah atau budaya yang betul.
3. Buat pertanyaan tentang kandungan teks saat anda membaca.
4. Refleksikan kandungan teks yang berhubungan dengan pendapat anda dan
pendirian anda sendiri.
5. Buat ringkasan kandungan teks dengan menggunakan kata-kata anda
sendiri.
6. Evaluasi teks dari segi logika, kredibilitas, dan reliabilitasnya.
7. Bandingkan teks yang anda baca dengan teks lain dalam hal persamaan
dan perbedaan.
b. Meningkatkan daya analisis
Dalam diskusi kelompok, carilah cara penyelesaian/solusi yang baik untuk
suatu permasalahan, kemudian diskusikan akibat terburuk yang mungik
terjadi. Dalam menjalankan diskusi, anda dapat mengarahkan pembicaraan
untuk mendapatkan beberapa tindakan preventif.
c. Mengembangkan kemampuan observasi/mengamati
Untuk meningkatkan kemampuan mengamati, seseorang harus:
1. Peka/tanggap terhadap lingkungan.
2. Melatih diri sendiri untuk mengoptimalkan pemakaian indera.
3. Bisa langsung mengungkapkan secara verbal komentar yang ada di dalam
pikiran.
d. Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi. Ajukan
pertanyaan yang bermutu. Pertanyaan yang bermutu tidak mempunyai
jawaban khusus, artinya tidak ada jawaban yang benar atau salah atau tidak
hanya ada satu jawaban yang benar.
e. Metakognisi
Metakognisi berarti memahami cara berpikir sendiri. Metakognisi dapat
berupa:
1. Merencanakan cara berpikir.
40
41
1.
2.
3.
4.
5.
2.5.3
pada hasilnya, tetapi pada proses yang dilakukan. Untuk menilai kemampuan
berpikir kritis siswa, didasarkan pada keterampilan yang di lakukan dan ilmu
pengetahuan yang dikuasai. Oleh karena itu perlu dibuat instrumen mengenai dua
hal yang terfokus tersebut.
Berdasarkan dua hal tersebut, untuk menyusun instrumen yang terfokus
adalah dengan dua cara, yaitu sebagai berikut
1. Taksonomi Bloom
Cara pertama adalah taksonomi Bloom, artinya lebih terfokus pada ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, penilaian sintetis, dan evaluasi yang tepat.
Yang
keseluruhannya
itu
beretujuan
untuk
menyatukan
seluruh
42
Cara ini lebih terfokus pada tujuan, sikap dalam menghadapi masalah, kata
kunci permasalahan, informasi, sudut pandang, konsep, asumsi, alternatif
pemecahan masalah, interpretasi, implikasi.
Ingatan setiap orang tentunya berbeda-beda. Namun ingatan disini bukan
difokuskan pada hapalan, tetapi dengan mengerti pembahasan materi yang ada.
Tidak harus sama persis dengan apa yang tertulis, teapi megerti apa yang dibahas
tesebut. Sehingga siswa dengan bahasa sendiri mampu memaparkan sesuai
dengan ingatannya dari apa yang diuraikan dalam pembahasannya.
Pemahaman berkaitan juga dengan ingatan. Ketika kita sudah memahami
secara teori, dengan mudah kita akan mengingat apa yang perlu kita pecahkan
dalam sebuah permasalahan. Saling sambung-menyambung, ingatan dan
pemahaman sudah dilalui, dan setelah itu menerapkan apa yang sudah dipahami
dan diingat.
Dan setiap masalah perlu adanya analisis dari pemahaman tersebut. Bila
siswa mampu memahami sebuah teori, tentu siswa akan memberikan pertanyaanpertanyaan dalam teori tersebut, dan siswa pula dapat menjawab.
Hal terakhir adalah mensintetis dan mengevaluasi dari pertanyaan dan
kemampuan berpikir siswa. Evaluasi siswa terhadap kemampuan sendiri yang
akan dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan yang siswa miliki, dapat diambil
kesimpulan sejauh mana kemampuan berpikir siswa dapat diberikan penilaian.
Fokus kedua adalah membahas masalah awal, yaitu permasalahan. Siswa
harus melihat masalah apa yang dipaparkan. Akan lebih baik siswa menjabarkan
satu persatu, mana yang masuk dalam permasalahan dan mana yang tidak.
Pemilihan dalam permasalahan sudah dapat menilai analisis siswa dalam berpikir.
Setelah didapat permasalahannya, selanjutnya bagaimana menyikapi
masalah. Apa yang harus dilakukan siswa terhadap permasalahan itu. Apa
penyebab dari masalah itu. Dalam pemecahan masalah siswa harus belajar dari
sudut pandang siswa sendiri.
Setelah mendapatkan tahapan-tahapan itu, siswa perlu menyusun konsep
yang perlu disisipkan asumsi yang dapat membantu pemecahan masalah dan perlu
dicari tau apakah asumsi itu benar adanya. Perlu adanya alternatif dalam
43
pemecahan masalah agar pikiran siswa terbuka tidak hanya bertahan pada satu
pemecahan masalah dengan satu pemikiran saja.
Setelah siswa mendapat pemecahan masalah, perlu adanya interpretasi
hasil dari pemecahan masalah yang siswa lakukan, dan jangan mengesampingkan
implikasi dari pemecahan tersebut. Setiap keputusan yang diambil tentunya dapat
menghasilkan resiko walaupun siswa dalam tahapan pemecahan masalah. Tidak
hanya berpatokan pada suatu uraian saja, tetapi siswa juga harus menyiapkan
beberapa uraian lain yang dapat mendukung pemecahan masalah siswa tersebut.
2.6 Metode Problem Solving dan Model Pembelajaran CORE serta
Kemampuan Berpikir Kritis
Metode Problem Solving (pemecahan masalah) menurut Sudirman, dkk.
(1991: 146) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah
sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha
mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.
Dalam kenyataan, cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang
digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau massage lisan kepada siswa
berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai
pengetahuan, keterampilan serta sikap. Metode yang digunakan untuk memotivasi
siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah
yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan
metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan
mengemukakan pendapatnya sendiri di dalam menghadapi segala persoalan.
Metode pemecahan masalah ini sering dinamakan atau disebut juga dengan
eksperimen method, reflective thinking method, atau scientific method (Sudirman,
dkk., 1991: 146).
Keterampilan memecahkan masalah akan sangat baik jika dilatih dengan
pendekatan kelompok daripada secara mandiri. Dalam kelompok, siswa dapat
saling memberikan sumbang saran untuk memahami dan menerapkan modelmodel problem solving yang sedang dipelajari. Diharapkan, dengan belajar
kelompok siswa akan belajar lebih cepat daripada jika belajar mandiri. Namun
demikian, guru tetap memantau dan mengarahkan proses belajar di dalam
44
kelompok, agar tiap individu di dalam kelompok bisa aktif dan tidak saling
mengandalkan kemampuan individu tertentu. Dalam pendekatan ini guru
berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator belajar, sementara bahan ajar bisa
diberikan sebelumnya dan diperkaya sendiri oleh siswa dari sumber lain.
Model
pembelajaran
CORE
(Connecting,
Organizing,
Reflecting,
berpikir
siswa
untuk
menghubungkan,
mengorganisasikan,
mendalami, mengelola, dan mendalami informasi yang didapat. Dalam model ini
aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat
berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya.Kegiatan mengoneksikan
konsep lama-baru siswa dilatih untuk mengingatinformasi lama dan menggunakan
informasi/konsep lama tersebut untuk digunakandalam informasi/konsep baru.
Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk
mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan
refleksi,
merupakan
kegiatan
memperdalam,
menggali
informasi
untuk
45
pembelajaran
CORE
sangat
baik
diterapkankan
dalam
proses
Problem Solving pada model pembelajaran CORE, siswa dilatih untuk dapat
berpikir reflektif (reflective thinking), menganalisis dan memecahkan masalahnya
sendiri serta melatih siswa untuk dapat berpikir berkembang secara bertahap dari
yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi atau kompleks atau dengan kata lain
siswa dapat berpikir kritis melalui tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran.
Sintaks desain metode Problem Solving pada model pembelajaran CORE
antara lain:
46
Setelah siswa selesai mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru, salah satu
siswa dari setiap kelompok diminta untuk menampilkan hasil pekerjaannya
didepankelas. Extending (E).
47
siswa dapat
seperti
melalui
kegiatan
praktikum,
menganalisis
artikel,
mendiskusikan fenomena alam, atau prilaku social, dan lain-lain. Dari kegiatan ini
diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive
disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang
sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh tahap berikutnya.
Pada tahap pengenalan konsep (concept introduction) diharapkan terjadi proses
menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan
konsep-konsep
yang
baru
dipelajari
melalui
kegiatan-kegiatan
yang
menumbuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada
tahap ini siswa mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep
baru yang sedang dipelajarinya. Kemudian pada tahap terakhir, yaitu tahap
aplikasi konsep (concept
48
dan
mengajukan
pendapat
atau
jawaban
berdasarkan
sebelumnya
untuk
bertanya,
mengemukakan
pendapat
serta
49
6. Extend; pada tahap ini siswa berfikir, mencari dan menemukan dan
menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari.
7. Evaluate; pada fase ini siswa megerjakan kuis yang diberikan oleh guru,
menjawab pertanyaan lisan dari guru (baik berupa pendapat maupun fakta),
serta, mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk menjelaskan konsep
yang telah di pelajari.
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjau pustaka di atas, maka hipotesis penelitian adalah:
1. Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang diajar
melalui penerapan metode Problem Solving pada model pembelajaran CORE
dengan siswa yang diajar melalui penerapan metode Problem Solving pada
model pembelajaran Learning Cycle 7E.
2. Tidak ada perdedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang di
ajar melalui penerapan metode Problem Solving pada model Pembelajaran
CORE dengan siswa yang diajar melalui penerapan metode Problem Solving
pada model pembelajaran Learning Cycle 7E.