Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat


2.1.1. Pengertian
Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediately) untuk
menyelamatkan

kehidupannya

(life

saving).

Instalasi

kesehatan

yang

menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat


Darurat (emergency unit). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan
IGD tersebut dapat beraneka macam, namun yang lazim ditemukan adalah yang
tergabung dalam rumah sakit (hospital based emergency unit). Hanya saja betapapun
telah majunya sistem rumah sakit yang di anut oleh suatu negara, bukan berarti tiap
rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri, untuk mengelola kegiatan
IGD memang tidak mudah penyebab utamanya adalah karena IGD adalah salah satu
dari unit kesehatan yang padat modal, padat karya dan padat teknologi (Margaretha,
2013).
Sekalipun

diakui

tidak

semua

rumah

sakit

memiliki

kemampuan

menyelenggarakan IGD, bukan lalu berarti ketidak adaan IGD di suatu hidup dan
kehidupan, keberadaan suatu IGD di setiap komunitas telah merupakan salah satu
kebutuhan pokok. Dalam keadaan dimana tidak satupun rumah sakit mampu
menyelenggarakan pelayanan IGD, biasanya terdapat semacam peraturan yang

10
Universitas Sumatera Utara

mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini,
salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola IGD, untuk kemudian dapat
dimanfaatkan secara bersama.
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Djemari, 2011) :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat
Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat
sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life saving) sering
dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan
bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
Pengertian gawat darurat yang di anut oleh anggota masyarakat memang
berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat setiap gangguan
kesehatan yang dialaminya dapat saja di artikan sebagai keadaan darurat (emergency)
dan karena itu mendatangi Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk meminta
pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang
mengunjungi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dari tahun ke tahun tampak semakin
meningkat.
b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
adalah

menyelenggarakan

pelayanan

penyaringan

untuk

kasus-kasus

yang

Universitas Sumatera Utara

membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari
pelayanan gawat darurat yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang di
nilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap yang intensif. Seperti misalnya
Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum,
serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus
penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.
c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya
dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Pelaksanaan pelayanan gawat drurat adalah Menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat, menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif serta menyelenggarakan pelayanan
informasi medis darurat.
2.1.2. Standar Pelayanan Gawat Darurat
Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.

856/

Menkes/

SK/IX/2009.Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit adalah :


a. Standar 1 : Falsafah Dan Tujuan
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat
kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan
sesuai dengan standar.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria :
1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus
menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu.
2. Ada instalasi / unit gawat darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari
unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.
3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak
tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di instalasi / unit gawat
darurat.
4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / unit gawat darurat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / unit
gawat darurat dan kesehatan masyarakat harus diselenggarakan.
b. Standar 2 : Administrasi Dan Pengelolaan
Instalasi Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi
lainnya di Rumah Sakit.
Kriteria :
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.
2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).

Universitas Sumatera Utara

4. Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan)


terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.
5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan
dari unit.
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase
dilakukan sebelum indentifikasi.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah /
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian ke gawat daruratan pasien dan
pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat ke gawat daruratan yang
dihadapi.
10. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
11. Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien
gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.
Kriteria :
1.

Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit
lainnya.

2.

Ada ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.

Universitas Sumatera Utara

3.

Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu


diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.

Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari
rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan
pasien harus di dampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan
pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter.
1. Tenaga cadangan untuk unit harus di atur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non
medis yang bertugas di IGD.
3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di
organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
4. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.
5. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan
infus sesuai dengan stndar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
Depkes yang berlaku.
6. Pasien yang di pulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
7. Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian :
1.

Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat

darurat

menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat
melayani selama 24 jam.
2.

Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus

dibuatkan

rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus


mencantumkan :
a)

Tanggal dan waktu datang (tempat bertemu secara pribadi)

b) Catatan penemuan klinik, laboratorium, dan radiologik.


c)

Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari
instalasi gawat darurat.

d) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.


e)

Ada bagan / struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua


petugas lengkap dan sudah dilaksanakan dengan baik.

c. Standar 3 : Staf Dan Pimpinan


Instalasi Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga
medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat Pelatihan
Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD).
Kriteria :
1. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di instalasi / unit gawat
darurat harus sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Universitas Sumatera Utara

2. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan


antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan
tanggung jawab.
3. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang
dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan
langkah pemecahannya.
4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.
5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap
petugas.
6. Harus ada program penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh
staf No. Telp. petugas.
7. Harus ada daftar petugas, alamat dan nomor telephone.
d. Standar 4 : Fasilitas Dan Peralatan
Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin
efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari
seminggu secara terus menerus.
Kriteria :
1. Di instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari
jalan di dalam maupun di luar rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit, dan kemudahan transportasi
pasien dari dan ke instalasi gawat darurat (IGD) dari arah dalam rumah sakit.
4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau
gelisah.
6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :
a) Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta
ruang penyimpanan lain.
b) Ruang kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain.
c) Ruang pembersihan dan ruang pembuangan.
d) Ruang rapat dan ruang istirahat.
e) Kamar mandi.
f) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit
gawat darurat dengan :
1) Unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.
2) Rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya.
7. Pelayanan ambulan.
8. Unit pemadam kebakaran.
9. Konsulen SMF di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Universitas Sumatera Utara

10. Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
berdekatan dengan instalasi gawat darurat.
e. Standar 5 : Kebijakan Dan Prosedur
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di
tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
1.

Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani :


a. Kasus perkosaan
b. Kasus keracunan massal
c. Asuransi kecelakaan
d. Kasus dengan korban massal
e. Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan
data morbiditas instalasi / unit gawat darurat
f. Kasus kegawatan di ruang rawat

2. Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi :


a. Tanggung jawab dokter
b. Batasan tindakan medis
c. Protokol medis untuk kasus-kasus tertentu yang mengancam jiwa
3. Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving
sesuai dengan standar.
4. Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan
normal maupun tidak normal.

Universitas Sumatera Utara

f. Standar 6 : Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan


Instalasi Gawat Darurat dapat di manfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan
(in service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Kriteria :
1. Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit
gawat darurat.
2. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan keterampilan bagi tenaga
di instalasi gawat darurat.
3. Ada latihan secara teratur bagi petugas instalasi gawat darurat dalam keadaan
menghadapi berbagai bencana (disaster).
4. Ada program tertulis setiap tahun bagi peningkatan keterampilan dalam
bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.
g. Standar 7 : Evaluasi Dan Pengendalian Mutu
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
Instalasi Gawat Darurat.
Kriteria :
1. Ada data dan informasi mengenai :
a. Jumlah kunjungan
b. Kecepatan pelayanan (respon time)
c. Pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)
d. Angka kematian

Universitas Sumatera Utara

Instalasi Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap


pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.
2.1.3. Indikator Instalasi Gawat Darurat
Menurut Apriyani (2008) adapun yang menjadi Indikator Instalasi Gawat
Darurat adalah :
1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%;
2. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3. Pemberi pelayanan ke gawat daruratan yang bersertifikat yang masih
berlaku, standar 100%.
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5. Kepuasan pelanggan, standar 70%.
6. Kematian pasien 24 jam, standar 2 per 1000 ( pindah ke pelayanan rawat
inap setelah 8 jam ).
7. Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu

48 jam, standar 100%.


8. Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan pelayanan gawat darurat.
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka standar 100%.
2.1.4. Prosedur Instalasi Gawat Darurat
Menurut Apriyani (2008) adapun adapun Prosedur Instalasi Gawat Darurat
adalah :
1. Pasien masuk ruang gawat darurat.
2. Pengantar mendaftar ke bagian administrasi (front liner).

Universitas Sumatera Utara

3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medik dan
map plastik merah.
4. Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5. Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM
emergensi dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan di setujui
oleh pasien/keluarga (informed consent).
6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,
ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis
berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang
mengancam jiwa pasien.
8. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit
terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium
dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik
mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh
pasien/keluarga (informed consent).

2.2. Waktu Tanggap (Respon Time)


2.2.1. Pengertian
Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan yang dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah di tentukan oleh unit penyelenggara pelayanan

Universitas Sumatera Utara

(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah


pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Waktu tanggap pada sistem
realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal)
sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan event response time. Sasaran
dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan
pelayanan pertama gawat darurat / emergency response time rate.
Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu
tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung.
Mekanisme waktu tanggap juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang memerlukan standar sesuai
dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini
dapat di capai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen rumahsakit/puskesmas sesuai standar (Levina, 2009).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita
gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta
kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat
sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan
keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang
dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan (Soetrisno,2013).
Waktu tanggap di Instalasi Gawat Darurat (IGD) semua rumah sakit yang
telah terakreditasi harus memiliki kecepatan dan ketepatan yang baik. Waktu tanggap
adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai
dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD Misalnya si
pasien masuk ke pintu IGD

pukul 12.00 dan menderita sesak napas, lalu oleh

perawat jaga langsung diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga
pukul 12.04, baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan
memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20 (Siahaan, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang
sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Waktu
tanggap pada sistem realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian
(internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan
event response time (Siahaan, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Waktu Tanggap


Yoon et al (Kelmanutu, 2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain
karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher (alat yang digunakan untuk
memindahkan pasien ke ambulans) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien,
pelaksanaan manajemen dan strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal
ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap
penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010).
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi
Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri Kesehatan,
2009).
1. Kecepatan pelayanan
Kecepatan pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan
pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki
pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kecepatan pelayanan yaitu target waktu

Universitas Sumatera Utara

pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara

pelayanan

(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003).

Kecepatan

pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter
dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di
IGD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabriya (2013) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada
Response Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan
kasus IGD Bedah yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat sebagai kesimpulan
faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher
serta petugas triase dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non-Bedah yaitu ketersediaan
stretcher
2. Ketepatan pelayanan
Menurut Lovelock dan Wright (2002), ketepatan waktu adalah kesesuaian
pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu.
Tjiptono (2005), mendefinisikan ketepatan waktu adalah "mencakup dua hal pokok,
yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk di percaya
(dependability). Hal ini berarti rumah sakit memberikan jasanya secara tepat
semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit

Universitas Sumatera Utara

yang bersangkutan memenuhi janjinya misalnya menyampaikan jasanya sesuai


dengan jadwal yang di sepakati
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak
memasuki pintu IGD. Ketepatan pelayanan dalam hal ini adalah ketepatan
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Lingkup pelayanan ke gawat
daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat
bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan
tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C :
Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan Survei primer
meliputi : A: Airway yaitu mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol servikal; B: Breathing yaitu mengecek pernafasan dengan tujuan
mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation yaitu mengecek sistem
sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability yaitu mengecek status neurologis;
E: Exposure yaitu enviromental control, buka baju penderitatapi cegah hipotermia
(Holder, 2002).
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.

Universitas Sumatera Utara

Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) di fokuskan pada Airway Breathing,Circulation (ABC).
Pengkajian primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan
efisien (Mancini, 2011). Namun untuk Survei ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability dan Exposure) dilakukan survei primer ini harus dilakukan
dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Primary survey harus dilakukan dalam waktu
tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap trauma dapat terjadi
bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Wilkinson, dalam Iqbal,
2009).
Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi masalah airway,
breathing dan circulation yang ditemukan di atasi dilanjutkan dengan pengkajian
sekunder. Survei sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung
rambut sampai ujung kaki,dari depan sampai belakang. Survei sekunder hanya
dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah
keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi
tidak bertambah berat. Survei sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti (
Widiastuti, 2011)
Survei sekunder bertujuan untuk mengetahui penyulit lain yang mungkin
terjadi. Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian
sekunder.
a) Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang, riwayat
alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, keluhan utama.

Universitas Sumatera Utara

b) Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgen, EKG.

2.3. Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Pengaruh Waktu Tanggap
Keperawatan Terhadap Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat di Ruang
Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Penelitian Suyanto (2010) tentang Pengaruh Strategi Respon Time di
Instalasi Gawat Darurat Dalam Upaya Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Di Rumah
Sakit Semen Gresik dimana Strategi Respon Time adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan di suatu rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan
agar selalu menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumh sakit tersebut. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa dengan signifikansi 5% atau tingkat keyakinan 95%
menunjukkan hasil F ratio sebesar 1,713 lebih kecil dari F tabel yang besarnya
2,6994. Di antara ketiga variabel ternyata secara simultan punya pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryatun (2008) tentang Perbedaan Waktu
Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori 1 V di Instalasi
Gawat Darurat RSUD dr. Moewardi diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien cedera kepala kategori I
V, dan Pasien cedera kepala kategori I memperoleh waktu tindakan keperawatan

Universitas Sumatera Utara

lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang
lebih cepat.

2.4. Landasan Teori


2.4.1. Teori Kinerja
Menurut Furtwengler (2002) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas,
layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas
yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang di
lihat dari tercapainya kinerja atau tidak.
Mangkunegara (2001) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai
berikut: Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang
terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
a. Aspek kuantitatif yaitu :
1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
b. Aspek kualitatif yaitu :
1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

2) Tingkat kemampuan dalam bekerja.


3) Kemampuan

menganalisis

data/informasi,

kemampuan/kegagalan

menggunakan mesin/peralatan, dan


4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
Kinerja dalam konteks pelayanan dapat dijelaskan di mana pelayanan gawat
darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan
di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan
pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Sebagai
unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat, komponen pelayanan di
instalasi

gawat

darurat

harus

memenuhi

kebutuhan

masyarakat

dalam

penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga


terjalin kerja sama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam
rumah sakit (Depkes R.I. 2006).
Menurut Depkes R.I (2006) petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di
rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat
pelatihan penanganan ke gawat daruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain
yang bekerja di instalasi gawat darurat (Basoeki dkk, 2008).

2.5. Kerangka Konsep


Pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediately) untuk

Universitas Sumatera Utara

menyelamatkan

kehidupannya

(life

saving).

Instalasi

kesehatan

yang

menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat


Darurat (emergency unit).
b. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
c. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
d. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Penatalaksanaan pelayanan di ruang instalasi gawat darurat yang diberikan
pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi
Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009). Dengan
demikian waktu tanggap dalam meliputi semua tindakan yang dilakukan petugas
untuk memberi pelayanan kepada pasien, dapat dilihat dari aspek kecepatan dan
ketepatan pelayanan. Dapat dijelaskan semakin baik penatalaksanaan pelayanan di
ruang instalasi gawat darurat maka semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi
gawat darurat. Sebaliknya, semakin tidak baik penatalaksanaan pelayanan di ruang
instalasi gawat darurat maka semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat
darurat.
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang
terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :

Universitas Sumatera Utara

1. Aspek kuantitatif yaitu :


a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
Semakin baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap d ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya semakin
tidak baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
2. Aspek kualitatif yaitu :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.
c. Kemampuan

menganalisis

data/informasi,

kemampuan/kegagalan

menggunakan mesin/peralatan, dan


d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
Semakin baik aspek kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya,
semakin tidak baik kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan, maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat.
Kecepatan Pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu

yang

telah

ditentukan

oleh

unit

penyelenggara

pelayanan.

(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah


pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.
Ketepatan

pelayanan

adalah

waktu

yang

dibutuhkan

pasien

untuk

mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak


memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lingkup pelayanan ke gawat
daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat
bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan
tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C :
Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).
Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Independen Variabel (X)


Penatalaksanaan Penangangan IGD

Dependen Variabel (Y)


Waktu Tanggap

Penatalaksanaan Penangangan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) (X)
1. Aspek kuantitatif Pelayanan
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya
melaksanakan pekerjaan
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan
dalam bekerja
2. Aspek kualitatif Pelayanan
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja
c. Kemampuan menganalisis data/informasi,
kemampuan/kegagalan menggunakan
mesin/peralatan dan
d. Kemampuan mengevaluasi
(keluhan/keberatan konsumen/masyarakat)

Waktu Tanggap
Keperawatan
(Y)
1. Kecepatan
pelayanan
2. Ketepatan
pelayanan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться