Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
kehidupannya
(life
saving).
Instalasi
kesehatan
yang
diakui
tidak
semua
rumah
sakit
memiliki
kemampuan
menyelenggarakan IGD, bukan lalu berarti ketidak adaan IGD di suatu hidup dan
kehidupan, keberadaan suatu IGD di setiap komunitas telah merupakan salah satu
kebutuhan pokok. Dalam keadaan dimana tidak satupun rumah sakit mampu
menyelenggarakan pelayanan IGD, biasanya terdapat semacam peraturan yang
10
Universitas Sumatera Utara
mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini,
salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola IGD, untuk kemudian dapat
dimanfaatkan secara bersama.
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Djemari, 2011) :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat
Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat
sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life saving) sering
dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan
bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
Pengertian gawat darurat yang di anut oleh anggota masyarakat memang
berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat setiap gangguan
kesehatan yang dialaminya dapat saja di artikan sebagai keadaan darurat (emergency)
dan karena itu mendatangi Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk meminta
pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah penderita rawat jalan yang
mengunjungi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dari tahun ke tahun tampak semakin
meningkat.
b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
adalah
menyelenggarakan
pelayanan
penyaringan
untuk
kasus-kasus
yang
membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari
pelayanan gawat darurat yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang di
nilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap yang intensif. Seperti misalnya
Unit Perawatan Intensif (intensive care unit), untuk kasus-kasus penyakit umum,
serta Unit Perawatan Jantung Intensif (intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus
penyakit jantung, dan unit perawatan intensif lainnya.
c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya
dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Pelaksanaan pelayanan gawat drurat adalah Menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat, menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif serta menyelenggarakan pelayanan
informasi medis darurat.
2.1.2. Standar Pelayanan Gawat Darurat
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
856/
Menkes/
Kriteria :
1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus
menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu.
2. Ada instalasi / unit gawat darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari
unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.
3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak
tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di instalasi / unit gawat
darurat.
4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / unit gawat darurat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / unit
gawat darurat dan kesehatan masyarakat harus diselenggarakan.
b. Standar 2 : Administrasi Dan Pengelolaan
Instalasi Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi
lainnya di Rumah Sakit.
Kriteria :
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.
2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).
Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit
lainnya.
2.
3.
Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari
rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan
pasien harus di dampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan
pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter.
1. Tenaga cadangan untuk unit harus di atur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non
medis yang bertugas di IGD.
3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di
organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
4. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.
5. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan
infus sesuai dengan stndar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
Depkes yang berlaku.
6. Pasien yang di pulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
7. Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.
Pengertian :
1.
darurat
menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat
melayani selama 24 jam.
2.
dibuatkan
Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari
instalasi gawat darurat.
3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit, dan kemudahan transportasi
pasien dari dan ke instalasi gawat darurat (IGD) dari arah dalam rumah sakit.
4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau
gelisah.
6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :
a) Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta
ruang penyimpanan lain.
b) Ruang kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain.
c) Ruang pembersihan dan ruang pembuangan.
d) Ruang rapat dan ruang istirahat.
e) Kamar mandi.
f) Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit
gawat darurat dengan :
1) Unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.
2) Rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya.
7. Pelayanan ambulan.
8. Unit pemadam kebakaran.
9. Konsulen SMF di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
10. Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
berdekatan dengan instalasi gawat darurat.
e. Standar 5 : Kebijakan Dan Prosedur
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di
tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
1.
3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medik dan
map plastik merah.
4. Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5. Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM
emergensi dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan di setujui
oleh pasien/keluarga (informed consent).
6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,
ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis
berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang
mengancam jiwa pasien.
8. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit
terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium
dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, paramedik
mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh
pasien/keluarga (informed consent).
perawat jaga langsung diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga
pukul 12.04, baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan
memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20 (Siahaan, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang
sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Waktu
tanggap pada sistem realtime, di defenisikan sebagai waktu dari saat kejadian
(internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan
event response time (Siahaan, 2010).
pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara
pelayanan
(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003).
Kecepatan
pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter
dan perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di
IGD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabriya (2013) tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada
Response Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan
kasus IGD Bedah yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat sebagai kesimpulan
faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher
serta petugas triase dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non-Bedah yaitu ketersediaan
stretcher
2. Ketepatan pelayanan
Menurut Lovelock dan Wright (2002), ketepatan waktu adalah kesesuaian
pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu.
Tjiptono (2005), mendefinisikan ketepatan waktu adalah "mencakup dua hal pokok,
yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk di percaya
(dependability). Hal ini berarti rumah sakit memberikan jasanya secara tepat
semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) di fokuskan pada Airway Breathing,Circulation (ABC).
Pengkajian primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan
efisien (Mancini, 2011). Namun untuk Survei ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability dan Exposure) dilakukan survei primer ini harus dilakukan
dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Primary survey harus dilakukan dalam waktu
tidak lebih dari 2-5 menit. Penanganan yang simultan terhadap trauma dapat terjadi
bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Wilkinson, dalam Iqbal,
2009).
Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi masalah airway,
breathing dan circulation yang ditemukan di atasi dilanjutkan dengan pengkajian
sekunder. Survei sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung
rambut sampai ujung kaki,dari depan sampai belakang. Survei sekunder hanya
dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah
keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi
tidak bertambah berat. Survei sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti (
Widiastuti, 2011)
Survei sekunder bertujuan untuk mengetahui penyulit lain yang mungkin
terjadi. Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke pengkajian
sekunder.
a) Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang, riwayat
alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, keluhan utama.
lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang
lebih cepat.
menganalisis
data/informasi,
kemampuan/kegagalan
gawat
darurat
harus
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
dalam
menyelamatkan
kehidupannya
(life
saving).
Instalasi
kesehatan
yang
menganalisis
data/informasi,
kemampuan/kegagalan
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat.
Kecepatan Pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu
yang
telah
ditentukan
oleh
unit
penyelenggara
pelayanan.
pelayanan
adalah
waktu
yang
dibutuhkan
pasien
untuk
Penatalaksanaan Penangangan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) (X)
1. Aspek kuantitatif Pelayanan
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya
melaksanakan pekerjaan
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan
dalam bekerja
2. Aspek kualitatif Pelayanan
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja
c. Kemampuan menganalisis data/informasi,
kemampuan/kegagalan menggunakan
mesin/peralatan dan
d. Kemampuan mengevaluasi
(keluhan/keberatan konsumen/masyarakat)
Waktu Tanggap
Keperawatan
(Y)
1. Kecepatan
pelayanan
2. Ketepatan
pelayanan