Вы находитесь на странице: 1из 7

DEFINISI, ETIOLOGI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi dan sulit untuk diatasi. 1Masalah
hipersensitif dentin telah dikenal sejak lama, namun sampai saat ini belum teratasi dengan sempurna.
Banyak dokter gigi yang masih bingung mengenai etiologi dan penentuan diagnosa serta penanganan
kasus tersebut. Walaupun gejala yang timbul hanya berupa rasa sakit dalam jangka waktu pendek,
tapi rasa sakit tersebut bersifat tajam dan spontan. Sehingga mengganggu kenyamanan pasien. 1-5
Saat ini, sekitar 30 % penduduk dunia mengalami hipersensitif dentin. 3
2.1 Definisi
Hipersensitif dentin dapat digambarkan sebagai rasa sakit yang
berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya
rangsangan terhadap dentin yang terpapar.

Rangsangan tersebut antara lain


taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Selain itu,
hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan kerusakan atau keadaan patologis
1-5
gigi.
Walaupun rasa sakit yang timbul hanya dalam jangka waktu pendek,
namun dapat membuat makan menjadi sulit dan akhirnya mempengaruhi
kesehatan rongga mulut jika tidak dirawat.
2.2 Etiologi dan Faktor Yang Mempengaruhi
Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya
rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan teori
hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannstrm. Berbagai teori telah dibuat untuk menjelaskan
mengenai etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin, antara lain teori transducer, teori
modulasi, teori gate control dan vibration dan teori hidrodinamik. Namun, sampai saat ini hanya
teori hidrodinamik yang paling sering dipakai untuk menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya
hipersensitif dentin (Gambar 2 dan 3).22
Teori hidrodinamik mulai dikembangkan pada tahun 1960-an oleh

Brannstrm dan tahun 1989 teori ini diterima dan dipakai untuk menjelaskan
mekanisme terjadinya hipersensitif dentin.

Teori ini menyimpulkan bahwa


hipersensitif dentin dimulai dari dentin yang terpapar mengalami rangsangan,
lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang
kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul
1,3,22,31
persepsi rasa sakit.
Rangsangan terhadap tubulus dentin yang terbuka
dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau
dingin. Namun, dingin merupakan rangsangan yang paling sering menyebabkan
21
hipersensitif dentin.
Pergerakan cairan tubulus dentin dipengaruhi oleh
8
konfigurasi tubulus, diameter tubulus dan jumlah tubulus yang terbuka.

Gambar 1. (A) Tubulus dentin yang tertutup dan (B) Tubulus dentin yang terbuka
(Walters PA. J Contemp

Dent Pract Mei 2005; (6)2: 108).

Gambar 2. Gambaran etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin (Strassler HE,
Drisko CL, Alexander DC. http://www.insidedentalassisting.com 17 Februari 2010)

Gambar 3. Gambar ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya
rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit (Orchardson R
and Gillam DG. J Am Dent Assoc 2006; 137: 991).

Dentin merupakan lapisan sensitif yang menutupi struktur jaringan pulpa


1
dan memiliki hubungan fungsional dengan jaringan pulpa. Dentin terdiri dari
ribuan struktur tubulus mikroskopis yang menghubungkan dentin dengan
6,7
jaringan pulpa. Diameter tubulus dentin sekitar 0,5-2 mikron.
Pemeriksaan
mikroskopis pada pasien hipersensitif dentin menunjukkan bahwa tubulus dentin
pada pasien hipersensitif dentin lebih besar dan banyak dibandingkan pada
1
pasien yang tidak mengalami hipersensitif dentin. Terbukanya dentin
disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau
abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari
resesi gingiva atau perawatan periodontal. Semua proses di atas merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin.
Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan
awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi,
abrasi, atrisi dan abfraksi. 4,26 Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan
etiologi yang berbeda-beda. Erosi adalah kerusakan yang parah pada jaringan keras gigi akibat dari
proses kimia tetapi tidak disebabkan oleh aktivitas bakteri (Gambar 4 dan 5).
Gambaran klinis erosi, sebagai berikut:
a. Bentuk lesi cekung yang luas dan permukaan enamel yang licin.
b. Permukaan oklusal yang melekuk (insisal yang beralur) dengan permukaan dentin yang
terbuka.
c. Meningkatnya translusensi pada insisal (Gambar 4).
d. Permukaan restorasi amalgam yang bersih dan tidak terdapat tarnish (Gambar 5).
e. Rusaknya karakteristik enamel pada gigi anak- anak.
f. Sering ditemui enamel cuff atau ceruk pada permukaan servikal.
g. Terbukanya pulpa pada gigi desidui.

Gambar 4. Wanita 14 tahun menunjukkan karakteristik kehilangan struktur pada


permukaan gigi yang menyeluruh dan enamel gigi insisivus maksila tampak

seperti terpolis. Lapisan enamel yang ada tampak sangat tipis (Gandara BK. J
Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 3).

Gambar 5. Wanita 33 tahun Pada permukaan amalgam yang menonjol keluar, di


bawahnya terlihat perluasan erosi pada permukaan oklusal (Gandara BK. J
Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 3).

Bentuk kerusakan gigi yang lainnya adalah atrisi. Atrisi merupakan kerusakan pada
permukaan gigi atau restorasi akibat kontak antar gigi selama pengunyahan atau karena adanya
parafungsi/kelainan fungsi, seperti bruksism (Gambar 6).
Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut:
a. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak saat pemakaian.
b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
c. Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjol gigi atau restorasi.

Gambar 6. Wanita 42 tahun dengan kebiasaan bruksism, tampak adanya atrisi


yang sedang sampai yang parah (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999;
1(1): 4).

Abrasi juga penyebab terkikisnya enamel dan akhirnya menyebabkan terpaparnya dentin.
Abrasi adalah kerusakan pada jaringan gigi akibat benda asing, seperti sikat gigi dan pasta gigi
(Gambar 7).
Gambaran klinis abrasi, sebagai berikut:
a. Biasanya terdapat pada daerah servikal gigi.
b. Lesi cenderung melebar daripada dalam.
c. Gigi yang sering terkena P dan C.

Gambar 7. Abrasi pada gigi C dan P pasien. Pasien tersebut memiliki


kecenderungan menyikat giginya dengan kuat. Resesi ringan terjadi pada
gingiva dan semento-enamel yang mengalami keauasan tampak sebagai lesi
abrasi pada permukaan prominensia akar gigi (tanda panah) (Gandara BK. J
Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4).

Abfraksi juga dapat menyebabkan terkikisnya enamel (Gambar 8). Beda dengan kerusakan
gigi lainnya, abfraksi merupakan kerusakan permukaan gigi pada daerah servikal akibat tekanan
tensile dan kompresif selama gigi mengalami flexure atau melengkung.
Gambaran klinis abfraksi, sebagai berikut:
a. Kelainan ditemukan pada daerah servikal labial/bukal gigi.
b. Berupa parit yang dalam dan sempit berbentuk huruf V.
c. Pada umumnya hanya terjadi pada satu gigi yang mengalami tekanan eksentrik pada
oklusal yang berlebihan atau adanya halangan yang mengganggu oklusi. 24

Gambar 8. Pasien yang berusia 33 tahun ini mengalami abfraksi di servikal gigi
posterior mandibula (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4).

Tersingkapnya permukaan akar akibat dari resesi gingiva juga merupakan penyebab
hipersensitif dentin (Gambar 9). Resesi gingiva adalah penurunan tinggi tepi gingiva/marginal
gingiva ke arah apikal hingga ke bawah Batas Sementum Enamel (BSE). Resesi gingiva merupakan
penyebab hipersensitif dentin yang paling sering terjadi. Resesi gingiva bisa bersifat lokalisata
ataupun generalisata. Prevalensi terjadinya resesi gingiva pada usia tua lebih besar dibandingkan
dengan usia muda. Jika dihubungkan dengan jenis kelamin, maka frekuensi terjadinya resesi gingiva
lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Permukaan akar gigi yang mengalami resesi
gingiva bisa menjadi sensitif dikarenakan hilangnya lapisan sementum. Sementum merupakan
lapisan yang menutupi dan melindungi lapisan dentin akar dari berbagai rangsangan. Resesi gingiva
yang terjadi bisa disertai kehilangan tulang alveolar ataupun tidak. Jika terjadi kehilangan tulang,
maka jumlah tubulus dentin yang terbuka akan lebih banyak lagi. Penyebab terjadinya resesi gingiva
antara lain erupsi pasif akibat aging, ukuran dan lokasi gigi di dalam alveolus, pengaruh genetik dan
cara penyikatan yang salah.

Gambar 9. Resesi gingiva yang terjadi pada pasien wanita berusia 40 tahun.
Resesi gingiva menyebabkan tersingkapnya permukaan akar (Drisko CH.
International Dental Journal 2002; 52: 386).

Selain resesi gingiva, tersingkapnya permukaan dentin akar juga dapat disebabkan oleh
prosedur perawatan periodontal, seperti skeling dan penyerutan akar. Prosedur skeling dan
penyerutan akar dapat menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan periodontal dan terkikisnya
sementum. Oleh karena itu, dokter gigi harus hati-hati dalam melakukan prosedur perawatan
periodontal. 8,14,15,28
Hipersensitif dentin juga dapat disebabkan oleh efek samping dari prosedur bleaching. Walaupun
bersifat ringan, namun sering terjadi dan mengganggu pasien. Belakangan ini, sebuah penelitian
klinis pada pasien yang melakukan bleaching menyatakan bahwa 54 % pasien mengalami sensitif
ringan, 10 % pasien mengalami sensitif sedang dan 5 % pasien mengalami sensitif parah serta
sisanya tidak mengalami sensitif. 21,27 Bleaching juga memiliki efek samping yang lain diantaranya
resesi gingiva, rasa gatal pada mukosa dan sakit pada kerongkongan. Hipersensitif dentin pada pasien
yang melakukan perawatan bleaching dipengaruhi oleh faktor pasien, lamanya menerima perawatan,
konsentrasi dan pH bahan bleaching. Konsentrasi bahan bleaching yang tinggi merupakan faktor
resiko terbesar terjadinya hipersensitif dentin.

Вам также может понравиться