Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal pada manusia,
dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan
dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks
yang
kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan
dari mumi dan ukiran di dinding
piramid
Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani
yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya).2 Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru disebut
juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang,
usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru.1
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat
TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.4
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh dunia
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 35 tahun.
Jenis kelamin
: Laki laki
Alamat
: Pringgasela
Agama
: Islam.
Status
: Menikah
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Pekerjaan
RM
: 326983
MRS tanggal
: 12-01-2016.
B. ANAMNESA
Keluhan Utama : Batuk darah sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Umum RSUD Raden Soejono Selong dengan keluhan
batuk darah yang dirasakan tiga hari yang lalu. Darah yang keluar berupa bercak
berwarna merah segar bercampur dengan dahak (kuning kehijauan), tidak disertai
dengan campuran sisa makanan. Selain itu pasien mengeluh sering keringat malam
hari, sering merasa mual namun tidak sampai muntah. Pasien menyangkal adanya
nyeri pada ulu hati. Kadang kadang pasien juga mengeluhkan kepalanya terasa
pusing dan badannya terasa lemas sehingga pasien tidak dapat melakukan
pekerjaannya lagi, saat ini pasien menyangkal sedang flu dan demam. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan berkurang, sehingga pasien merasa badanya menurun.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien mengeluh sejak 3 bulan yang lalu batuk tidak pernah hilang sampai saat
ini. Batuk diawali dengan batuk kering yang kemudian menjadi berdahak. Batuk
disertai dengan dahak kental berwarna kuning kehijauan dengan jumlah 1 sendok
tiap kali batuk. Pasien sudah sering berobat ke puskesmas atau membeli obat batuk di
apotik namun batuknya tidak pernah hilang. Saat ini, pasien merasa batuknya susah
keluar dan sangat mengganggu terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga
mengeluh demam sejak 3 bulan yang lalu. Demam tidak disertai dengan menggigil
2
dan bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika pasien mengkonsumsi obat dari
puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal, asma disangkal,
jantung disangkal, ginjal disangkal, keganasan disangkal.
Tidak ada anggota dari keluarga pasien dengan keluhan sesak panas.
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-),
TBC ( - ).
Pasien merupakan serang guru di SMK, tinggal satu rumah dengan istri dan 2
anak,
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran/GCS
: Compos mentis/E4V5M6.
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg.
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,9o C (Axilla)
Berat Badan
: 54 kg .
Tinggi Badan
: 161 cm.
3
normal.
Status Lokalis
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : normal.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Parese N VII (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).
Mata :
- Simetris.
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemia (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Scrofuloderma (-).
- Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-).
- Trakea : di tengah.
- JVP : R+2 cm. (Tidak Meningkat)
- Pembesaran thyroid (-).
Thorax
Pulmo :
5
Inspeksi :
-
Bentuk: simetris.
Ukuran: normal
Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-), vena
kolateral (-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
Palpasi :
-
Perkusi :
-
Sonor (+/+)
Auskultasi :
-
Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V midklavikula line sinistra, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II parasternal line dextra.
- batas pinggang jantung : ICS III parasternal line sinistra.
- batas kiri jantung : ICS V midklavikula line sinistra.
Auskultasi : S1S2 Single, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi :
-
Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral
(-), caput medusa (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi
(-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
-
Palpasi :
-
Turgor : normal.
Tonus : normal.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
-
Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-).
Genitourinaria :
7
Tidak dievaluasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Sputum BTA : +3
Pemeriksaan Radiologi
Foto thorak posisi AP
Interpretasi :
Terdapat infiltrate pada paru
kanan atas
menggigil dan bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika pasien mengkonsumsi
obat dari puskesmas.
Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 108x per menit, pernapasan
24x per menit, suhu axilla 36,90C. pada auskultasi paru terdengar bunyi ronkhi kering
pada lapang paru dextra pada bagian apex dari paru. Pada pemeriksaan foto thoraks
terdapat infiltrate pada lapang paru dextra pada bagian apex. Pemeriksaan Sputum
BTA +3. Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah TB Paru.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai
saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.3 WHO menyatakan Tuberkulosis
paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia dewasa ini.Setiap tahun terdapat
8,6 juta kasus baru penderita tuberkulosis paru, dan angka kematian tuberkulosis paru 2,9 juta
orang setiap tahunnya. 1% dari penduduk dunia akan terinfeksi tuberkulosis paru setiap
tahun. Satu orang memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam 1 tahun. 2 Pada
tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai Global health emergenncy.1
Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya cukup
tinggi.3 Indonesia adalah negeri dengan pevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah cina dan
india.1 Pada tahun 1998 diperkirakan TB di cina, india dan indonesia berturut turut 1.828.000,
1.414.000, 591.000 kasus.1 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000
dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555
tahun).3 Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi
>100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk
terus berupaya mengendalikan infeksi ini.2 Salah satu upaya penting untuk menekan
penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.4
11
Sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang penderita tuberkulosis paru dewasa akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika meninggal akibat penyakit
tuberkulosis paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun, selain merugikan
secara ekonomis, tuberkulosis paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial
bahkan kadang dikucilkan oleh masyarakat.2
C.
ETIOLOGI
Tuberkulosis
paru
adalah
penyakit
infeksi
kronis
yang
disebabkan
oleh
PATOGENESIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
12
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.1,2
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,2
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. 1,2
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. 1
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1
13
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 1
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. 1
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. 1,5
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit
TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
14
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 1,5
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan
granuloma.1
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkejuan menyebar ke saluran
vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah.
Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.1
E.
Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.2
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 2
Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan ( dari 28
dosis).
Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama 1 bulan atau lebih ( dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
-
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default)
Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan
16
F.
GEJALA KLINIS
Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu batuk terus
menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin
menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.1
Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
G.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum pasien yang
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus dan berat
badan menurun.1
Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas
bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah dan nyaring tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.1
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi
mediastenum atau paru yang lainya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih setengah dari jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah
aliran darah dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal),
diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan.1
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi tuberkulosis.
Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis.1
18
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru (segment apikal lobus atas atau
segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau
di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor paru pada endobronkial).1
Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer kecil yang
dapat mengalami kalsifikasi bertahun-tahun. Kompleks ghon membentuk nodul perifer yang
berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe yang mengalami kalsifikasi.4
Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologi berupa bercak bercak seperti berawan dengan batas batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat seperti bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.1
Pada cavitas bayanganya berupa cincin yang berdinding tipis. Bila terjadi fibrosis
maka bayanganya bergaris garis. Pada calsivikasi bayanganya tampak sebagai bercak bercak
padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat sebagai fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran
tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya terebar merata pada
seluruh lapangan paru.1
Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulois yang sudah lanjut) sperti infiltrat, garis garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun
atelektasis dan emfisema.1
19
apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif.4
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen mendukung
tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil
rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. 4
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya,
Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS
positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap
negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. 4
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif
b Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
b.
Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal
dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan
darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun. 4
c.
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB
terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk
menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis
atau Mycobacterium patogen 1,4
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified
Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen
tuberkulin. 4
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar, 2007): a).
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini peran
antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan normal
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux
20
positif = golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi >
15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling
menonjol. 4
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang positif
(99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu
terpajan
tuberkulosis,
anergi,
penyakit
sistemik
serta
(Sarkoidosis,
LE),
penyakit
eksantematous dengan panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi
hipersensitivitas menurun pada penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua,
malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux 5
mm, dinilai positif.1
I. DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Menurut American
Thoracic Society dan WHO 1991 diagnosa pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan
kuman mikobakterium tuberkulosis dalam sputum atau jaringan paru secara biakan.1
21
22
23
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
24
b) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
25
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan
obat.
Obat ini diberikan untuk :
Ringan
tanda-tanda
pada
keracunan
syaraf
Berat
Hepatitis, ikterus
tepi,
kesadaran.
yang
lain
defisiensi
Rifampisin (R)
kelainan
kulit
bervariasi
antara
gatal-gatal.
gatal-gatal
yang
lain
kemerahan
Hepatitis,
sindrom
respirasi
yang
perut.
dengan
sesak
nafas,
kadang
disertai
dengan
kolaps
atau
ditandai
renjatan
Pirazinamid (Z)
Reaksi hipersensitifitas :
Hepatitis,
demam,
mual
dan
nyeri
sendi,
kemerahan
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Reaksi hipersensitifitas :
Kerusakan saraf
demam,
yang
sakit
kepala,
berkaitan
VIII
dengan
keseimbangan
kulit
Gangguan
pendengaran
Buta warna untuk warna
berupa
penglihatan
berkurangnya
dan
ketajaman penglihatan
K.
Komplikasi
Penyakit Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dnegan benar akan menimbulkan
komplikasi, komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan lanjut1
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT (sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS),
28
BAB IV
ANALISA KASUS
Anamnesa
Fakta
Batuk 3 bulan
Batuk berdahak
Nyeri tenggorokan
Keringat malam
Anoreksia
Malaise
Demam
Riwayat OAT(+)
Teori
Gejala Respiratorik
Batuk > 3 minggu
Berdahak
Batuk darah
Nyeri dada
Sesak nafas
Gejala sistemik :
Demam
Keringat malam
Malaise
Nafsu makan menurun
Berat badan menurun
Pada kasus ini didapatkan keluhan yang sama dengan teori yaitu didapatkan gejala
yang sesuai teori TB seperti batuk > 3 minggu, berdahak, berat badan menurun, demam. Dan
ada beberapa hal yang tidak sesuai teori yang ditemukan pada kasus ini yaitu nyeri dada dan
sesak napas.
Pemeriksaan Fisik (Tgl. 13/Januari/2016)
Fakta
Status Generalis:
Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran/GCS:
Compos mentis/E4V5M6
Teori
Suhu demam ( subfebris )
Badan kurus atau berat badan
menurun
Bila
infiltrat
Vital Sign:
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 108 x/menit (reguler,kuat angkat
luas,maka
bronkial
Suara nafas tambahan berupa
29
cukup)
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,9 C
Status Lokalis:
Kepala:
auskultasi
memberikan
suara
amforik.
Tb paru lanjut dan fibrosis luas
Leher :
Dada:
Paru
Inspeksi
hiperinflasi.
Bila jaringan fibrotik lebih dari
Palpasi
jaringan
paru,akan
kanan=kiri
aliran
Perkusi
Auskultasi
arteri
terjadi
paru-
sejumlah
darah
pengecilan
paru
pulmonalis
dan
diikuti
wheezing (-/-)
Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak semua sesuai dengan teori ,hanya
beberapa hal yang sama dengan teori yaitu terdapat ronki kasar pada paru kanan dan kiri.
menurut literatur , pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian
juga bila sarang penyakit terletak lebih kedalam segmen posterior, akan sulit menemukan
pada pemeriksaan fisik ,karena hantaran suara/getaran yang lebih dari 4 cm ke dalam paru
sulit dinilai secara palpasi ,perkusi dan auskultasi.
30
Teori
Hasil positif bila 2 dari 3
spesimen dahak ditemukan BTA
Rontgen :
(+)
Kaviti
,terutama
lebih
dari
Efusi pleura
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan sesuai dengan teori dimana sputum BTA +3.
Pada pemeriksaan hasil rontgen didapatkan infiltrat pada lapang paru dekstra bagian apeks
sehingga mengarah pada penegakan diagnosis pada kasus ini.
31
Diagnosa
Diagnosa
TB
Fakta
paru
Teori
ditegakkan Berdasarkan gejala klinis , pemeriksaan
berdasarkan :
1. Gejala klinis
Batuk 3 bulan
Keringat malam
Anoreksia
Malaise
RPD: TB Paru
Demam
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Lab
BTA +3
Pada pasien ini di temukan gejala klinis yang sesuai dengan gejala TB paru dan pada
pemeriksaan sputum BTA ditemukan +3. Selain itu juga hasil rontgen pasien ini juga
mendukung diagnosa ke arah TB paru.
32
Pengobatan
Fakta
Teori
Ranitidin 2x1 150 mg
Terapi Tb paru :
2HRZE/4H3R3
Kategori I ( 2HRZE/4H3R3 )
INH 400 mg
Rifampisin 600 mg
Ethambutol 1000 mg
Pirazinamid 1500 mg
Pada kasus ini terapi yang diberikan untuk mengobati TB paru pasien adalah terapi
kategori I yaitu INH, Rifampisin, pirazinamid, dan ethambutol. Hal ini sesuai dengan
literature yang ada. Pemberian Ranitidin untuk mengatasi keluhan rasa mual dan nyeri
epigastrium yang dirasakan.
Hasil Diskusi :
Dari hasil anamnesis pada pasien yang didapatkan bahwa keluhan utama batuk
disertai dahak dan darah sejak 3 hari lalu, ejak 3 bulan yang lalu, Banyak penyakit yang
dapat menyebabkan batuk antara lain: infeksi (tuberkulosis, bronkiektasis, abses paru, jamur,
bronchitis, dan pneumonia), kardiovaskular (infark paru, edema paru, stenosis katup mitral),
dan lain-lan (trauma dada, aspirasi benda asing). Pada pasien ini berdasarkan gejala klinis
(batuk lama yang disertai berat badan menurun, keringat malam hari), pemeriksaan fisik
(dengan ronchi (+) pada apeks paru kanan dan pemeriksaan BTA dengan hasil +3 dan
radiologi foto thorax memberi kesan KP paru kanan aktif diagnosis lebih diarahkan pada TB
Paru.
Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan atau riwayat
penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, dan pemeriksaan
radiologi. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (batuk lebih
dari 2 minggu, hemoptoe, sesak napas, dan nyeri dada) dan gejala sistemik (demam, malaise,
keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan). Pada pemeriksaan fisik
paru dapat ditemukan bunyi tambahan berupa ronchi kering pada apeks paru dekstra.
Gambaran ini dapat muncul akibat adanya infiltrat pada lapang paru dekstra yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosa.
Rencana pengobatan selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan sputum BTA 3x.
Pada pemeriksaan sputum BTA 3x (sewaktu-pagi-sewaktu) yaitu ditemukan adanya kesan
positif pada pemeriksaaan BTA 1, BTA 2, dan BTA 3 maka pasien diberikan OAT-FDC
(fixed-dose combination) kategori I 2HRZE+ 4H3R3.
33
Selain itu, pengobatan pada pasien ini tetap mengacu pada pengobatan simptomatik.
Parasetamol bila pasien demam. Ranitidin diberikan jika pasien masih merasa mual dan ada
nyeri di epigastriumnya
III. PENEGAKAN DIAGNOSA
TB Paru
IV. USULAN TERAPI dan PEMANTAUAN
Medikamentosa:
1.
Non Medikamentosa:
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 39.
34
Tuberkulosis
Indonesia.
2012.
Available
for
Indonesia.
2002.
Pedoman
Nasional
35