Вы находитесь на странице: 1из 11

LAPORAN PENDAHULUAN

M.O.W (METODE OPERATIF WANITA) / TUBEKTOMI

Disusun Oleh :
DANIAR REZA HERMAWAN
13.0142.N

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2013
A. Definisi

Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan


dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau
saluran sperma (pada lelaki). Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua
macam, yaitu Kontap Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan
metode sterilisasi pada wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua
saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati
saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat
bertemu dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tuba
fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.
B. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang
menghubungkan ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur
dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba
falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat di
uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara.
Tuba bisa ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta
dengan memotong atau mengikat. Metode yang paling dipakai sekarang
adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran
tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba
yaitu : laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio
Cesarea (SC), mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan
memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat, sehingga saluran tuba

akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak


dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter
dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut
laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini
dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi
tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat
pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian
ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi
tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.
C. Jenis-jenis
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik)
maupun sub umbilical (pada lingkar perut pusat). Tindakan ini dapat
dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh
dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
2. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit
Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan
efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau
setelah atau abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan
pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan
biaya pemeliharaannya cukup mahal.
D. Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan tubektomi
a. Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak diperlukan
b.
c.
d.
e.
f.

motivasi yang berulang-ulang


Efektivitas hampir 100%
Tidak mempengaruhi libido seksual
Kegagalan dari pihak pasien tidak ada
Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
Tidak bergantung pada faktor senggama

g. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang
serius
h. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
i. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
j. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium).
2. Kerugian Tubektomi
a. Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
b. Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan
c. Klien dapat menyesal dikemudian hari
d. Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
e. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
f. Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
2. Pucat
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
bedah.
G. Syarat-syarat Kontrasepsi Tubektomi
1. Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun.
2. Umur ibu
Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak
setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30
tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006)
dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
3. Perkawinan stabil (Keluarga harmonis). Karena perceraian setelah kontap
dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
4. Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua
aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang
diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian
pelayanan. Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian,
akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya

ada saat itu juga. Sangat penting karena penyesalan setelah kontap
kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus
dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis
yang prima.
5. Informed consent
Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah
tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari
sepenuhnya semua risiko dan akibatnya
H. Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
1. Usia > 26 tahun.
2. Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
3. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
4. Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5. Pascapersalinan.
6. Pascakeguguran.
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1. Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung
(termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya.
Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol,
hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3
bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso,
2006).
2. Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat.
Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas
(banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni
paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3. Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan
kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lainlain.
4. Indikasi kontrasepsi

Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri)


kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak
lagi.
5. Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa
beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak
dalam keluarga
I. Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis.
J. Efek Samping
1. Reaksi alergi anestesi
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau
alergi karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah
atau pemberian anestesi lokal yang melebihi dosis. Reaksi ini dapat
terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar atau kecil.
2. Infeksi atau abses pada luka
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar
sterilitasi alat operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya
teknik perawatan luka pasca operasi.Gejala ini umumnya terjadi karena
kurang diperhatikannya strerilitas alat dan ruangan, kurang sempurnanya
persiapan operasi teknik dan perawatan luka pasca operasi
3. Perforasi rahim
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong
terlalu kuat kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan
peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit

(biasanya posisi rahim hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim,


pasca keguguran). Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada
tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
4. Perlukaan kandung kencing
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya
pengosongan kandung kencing. Terangkan mengenai teknik yang dipakai
pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
5. Perlukaan usus
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai
prosedur, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang
memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit. Terangkan mengenai
teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
6. Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di
daerah mesosalping.
K. Komplikasi
1. Komplikasi selama operasi
a. Perdarahan dan syok.
b. Sesak nafas (apnoe).
2. Komplikasi pasca bedah
a. Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b. Infeksi dan febris.
c. Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka
kolpotomi.

L. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal
a. Identifikasi pasien dan penanggung jawab
b. Keluhan utama

Penderita datang pada tanggal..jam.ingin menjadi akseptor KB


kontap ( tubektomi )
c. Riwayat KB
Riwayat KB sebelumnya yang digunakan
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit keturunan, menular dan berat
e. Riwayat keluarga
Penyakit keturunan, menular, dan berat
f. Riwayat haid
Menarche, lama haid, siklus, banyaknya, dismenorhea, keputihan
g. Riwayat perkawinan
Umur waktu perkawinan, berapa kali, berapa lama
h. Riwayat psikososial
Ketidaktahuan ibu tentang kontrasepsi ( tubektomi )
i. Kebiasaan sehari hari
Nutrisi, eliminasi, PH, istirahat, tidur, spiritual
j. Pemeriksaan fisik
1) System kardiovaskular : untuk mengetahui tanda tanda vital, ada
tidaknya distensi vena jugularis, edema, dan kelainan bunyi jantung
2) System hematologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan perdarahan,
mimisan, splenomegali.
3) System urogenital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang.
4) System musculoskeletal : untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan
dalam pergerakan, sakit pada tulang sendi, dan terdapat fraktur atau
tidak.
M. Fokus Intervensi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi
tubektomi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder
terhadap nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi
tubektomi.

Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.


Kriteria hasil : Tampak rileks dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri, lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri
dengan tepat.
Rasional : Mengetahui sejauh mana nyeri yang dirasakan klien
guna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler dapat merelaksasikan otot-otot
sehingga sensasi nyeri dapat berkurang
3) Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi.
4) Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri.
Tujuan : Toleransi aktivitas
Kriteria hasil : Klien dapat bergerak tanpa pembatasan, Tidak berhati-hati
dalam bergerak.
Intervensi
1) Catat respon emosi terhadap mobilisasi.
Rasional : Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
2) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Untuk mengurangi beban klien.
3) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Rasional : Memperbaiki mekanika tubuh.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional : Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mendeteksi adanya tanda infeksi.
2) Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah.
3) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik.
Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4) Observasi luka insisi.

Rasional : deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka


4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Tujuan : Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda kecemasan.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengekspresikan masalah dan rasa khawatir.
Rasional : Komunikasi terbuka, membantu mengembangkan
hubungan saling percaya sehingga mengurangi stress dan anxietas
2) Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan anxietas.
Rasional : penurunan anxietas menurunkan sekresi asam klorida
3) Ajarkan strategi penatalaksanaan stress.
Rasional : Stressor diidentifikasi sebelum dapat diselesaikan

Daftar Pustaka
1. Bobak, 2005, Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC.
2. Prawirohardjo, S, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi,
Jakarta, Yayasan Bina Pustaka.
3. BKKBN, 2012, Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca
Persalinan, Jakarta, BKKBN.

4. Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3.
Jakarta : EGC.
5. Nanda. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi

2005-2006. Jakarta : prima Medika.

Вам также может понравиться