Вы находитесь на странице: 1из 17

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Pembuatan Larutan Standard
B. Tujuan
1. Membuat larutan standard dari zat yang berbentuk cair dan
padat/kristal

II.

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


a. Alat
1.
2.
3.
4.

Timbangan
Labu ukur 500 ml
Botol warna cokelat
Erlenmeyer 250 ml

5.
6.
7.
8.

Buret
Statif
Propipet
Pipet ukur

b. Bahan
1. Larutan AgNO3 0,1 N
2. Larutan NaCl 0,1 N
3. Larutan K2CrO4 0,003 M
4. Larutan kloroform (CHCl3)
5. Larutan Na2S2O3
6. Larutan K2Cr2O7 0,1 N
7. Larutan CuSO4 0,001 M
8. Larutan KI 20 %
9. Larutan H2SO4 4 N
10. Indikator Amilum 1 %
11. Akuades
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Standar
12.
Padatan AgNO3 ditimbang sebanyak 8,5 gram dengan
timbangan, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur dengan takaran 500 ml.
Akuades dimasukkan ke dalam labu ukur hingga tanda batas. Kemudian
labu ukur dikocok supaya padatan dan cairan larut. Kemudian larutan
dituangkan ke dalam botol cokelat.
2. Standarisasi Larutan AgNO3 dengan NaCl
13.
Larutan NaCl 0,1 N diambil sebanyak 10 ml lalu
ditempatkan di erlenmeyer 250 ml. Kemudian larutan K 2CrO4 0,003 M
ditambahkan sebanyak 1 ml ke dalam erlenmeyer. Pada buret diisi dengan
larutan AgNO3 hingga angka nol, kemudian larutan yang didalam
erlenmeyer dititrasikan dengan larutan yang ada di dalam buret hingga
ada endapan merah pada erlenmeyer. Percobaan diulang sebanyak 3 kali
lalu dihitung volume rata-rata kemudian dihitung normalitasnya dengan :
V 1 N 1=V 2 N 2
14.
15.

Keterangan :

16. V1 = volume NaCl

17. N1 = normalitas NaCl

18. V2 = volume AgNO3

19. N2

normalitas

AgNO3
3. Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3
4. Padatan Na2S2O3 ditimbang sebanyak 7,9 mg kemudian ditempatkan
dalam labu ukur 500 ml. Kemudian dengan akuades mendidih padatan
dilarutkan hingga tanda batas. Pada larutan yang sudah dicampur,
ditambahkan 3 tetes kloroform (CHCl3). Kemudian larutan disimpan
dalam botol cokelat.
5. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
6. Larutan K2Cr2O7 diambil sebanyak 10 ml lalu ditempatkan di
erlenmeyer. Kemudian ditambahkan larutan KI 20% sebanyak 8 ml dan
setelah itu larutan H2SO4 4 N sebanyak 10 ml. Dengan larutan Na2S2O3 di
dalam buret, larutan yang berada di erlenmeyer dititrasi hingga berwarna
hijau kekuningan.
7. Pada erlenmeyer yang larutan sudah berwarna hijau kekuningan
ditambahkan amilum 1% sebanyak 0,5 ml. Kemudian titrasi dilanjutkan
hingga warna larutan menjadi biru bening. Percobaan dilakukan sebanyak
2 pengulangan setelah itu dihitung normalitas larutan Na 2S2O3 dengan
menggunakan rumus :
V 1 N 1=V 2 N 2
8.
9.

Keterangan :

10. V1 = volume K2Cr2O7

12.

V2 = volume Na2S2O3

11. N1

13.

N2

K2Cr2O7

normalitas

Na2S2O3

nomalitas

14.
15.
16.

III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis volumetri di

mana suatu titran atau larutan standar (yang telah diketahui konsentrasinya)
diteteskan melalui buret ke larutan lain yang dapat bereaksi dengannya (belum
diketahui konsentrasinya). Titrasi dilakukan hingga tercapai titik ekuivalen atau
titik akhir. Artinya, zat yang ditambahkan tepat bereaksi dengan zat yang
ditambahi. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titran dan
diletakan di dalam erlenmeyer, sedangkan zat yang diketahui konsentrasinya
disebut sebagai titer dan diletakan di dalam buret (Almatsier, 2003).
17.
Terdapat 2 jenis larutan standard yaitu larutan standar primer dan
larutan standard sekunder. Larutan standard primer berfungsi untuk menstadarisasi
atau memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi yang
ketepatan atan kepastian konsentrasinya sukar diperoeh melalui pembuatannya
secara langsung. Larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif ini selanjutnya dapat
berfungsi sebagai larutan standar sekunder (Mulyono, 2009).
18.
Jadi, larutan standar primer dapat langsung digunakan untuk reaksi
tanpa harus melewati proses stadarisasi terlebih dahulu karena konsentrasinya
sudah jelas diketahui. Sedangkan larutan standar sekunder tidak dapat langsung
digunakan untuk bereaksi, maka harus melewati proses standarisasi terlebih
dahulu, karena konsentrasinya belum jelas diketahui (Mulyono, 2009).
19.
Menurut Day dan Underwoord (1996) reaksi antara zat yang dipilih
sebagai suatu standar primer dan asam atau basa seharusnya dengan nyata
memenuhi persyaratan untuk analisis titrimetri. Di samping itu standar primer itu
haruslah mempunyai karakteristik :
1. Harus tersedia dengan mudah dalam suatu bentuk murni atau dalam
keadaan kemurnian yang diketahui. Pada umumnya total banyaknya
ketidakmurnian tidak melampaui 0,01 ke 0,02% dan haruslah mungkin
untuk memeriksa ketidakmurnian itu dengan percobaan kualitatif yang
kepekaannya diketahui.
2. Zat itu haruslah mudah dikeringkan dan tak boleh terlalu higroskopik
sehingga menarik air selama penimbangan. Tidak boleh kehilangan

bobot bila dibiarkan di udara. Hidrat-hidrat garam biasanya tak


digunakan sebagai standar primer.
3. Diinginkan bahwa standar primer itu mempunyai bobot ekivalen yang
tinggi agar akibat-akibat sesatan penimbangan dapat diminimalkan.
4. Lebih disukai agar asam atau basanya kuat, artinya sangat terdisosiasi.
Tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer
tanpa cacat yang besar, terutama bila larutan standar itu akan digunakan
20.

untuk menganalisis contoh-contoh asam atau basa.


Contoh dari larutan standar primer menurut Day dan Underwood

(1996) adalah:
1. Kalium hidrogen ftalat (KHC8H4O4 atau KHP) merupakan standar
primer yang sangat bagus untuk larutan basa.
2. Asam sulfamat (HSO3NH2) merupakan asam monoprotik kuat, baik
indikator fenolftalein atau merah metil dapat digunakan dalam titrasi
dengan asam kuat.
3. Kalium hidrogen iodat (KH(IO3)2) merupakan asam monoprotik yang
kuat yang juga digunakan sebagai standar primer yang sangat bagus
untuk larutan basa.
4. Natrium karbonat (Na2CO3) penggunaannya meluas sebagai standar
primer untuk larutan asam kuat.
5. Basa organik tris (hidroksimetil) aminometana (CH2OH)3CNH2.
Disebut juga TRIS atau THAM, merupakan standar primer yang sangat
baik untuk larutan asam.
21.

Metode menurut Ika (2009) pada analisa untuk mengetahui kadar

adalah :
1. Metode titrasi
a. Iodium: mudah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan
laboratorium yang canggih.
b. Metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol): menghasilkan hasil
lebih spesifik dibanding iodium. Pada titrasi ini, sample
ditambakan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga
mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Tapi
jarang digunakan karena harga yang mahal.

c. Titrasi asam basa: merupakan contoh analisis volumetri dengan


menggunakan larutan yang disebut titran yang dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret.
2. Metode spektrofotometri
22.
Pada metode ini, larutan sample (vitamin C) diletakkan pada sebuah
kuvet yang disinari oleh cahaya UV yang panjang gelombang yang sama
dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Walaupun hasil akurat, tapi
karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan.
23.
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
titran. Tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk
melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada
titrasi (Khopkar, 1990).
24.
Berdasarkan percobaan, didapatkan hasil percobaan sebagai berikut:
25. Tabel 1. Standarisasi Larutan AgNO3 dengan NaCl
29. Warna

26.
U

27.
V

28.
V.

40.
1

30.
E

35.
S

36.
S

41.
6,

42.
K

43.
K

44.
M

47.
1

48.
6,

49.
K

50.
K

51.
M

54.
1

55.
3,

56.
K

57.
K

58.
M

61.

62.

63.

64.

65.

31. N
or
m
al
it
as
A
g
N
O
3

39.
1
46.
2
53.
3
60.

45. 0,
1
5
52. 0,
1
7
59. 0,
2
8
66.

N
V

67.

=
0,
2
Pada hasil percobaan pada tabel 1, diketahui bahwa hasil rata-rata

volume akhir titrasi pengendapan untuk mengetahui normalitas AgNO 3 adalah 5,4
ml dengan 3 kali pengulangan titrasi. Tetapi hal ini diikuti dengan ketidaknormalan pada volume titrasi pertama dan kedua yang berjumlah 6,7 ml dan 6,0
ml, karena untuk titrasi yang ketiga hanya berjumlah 3,5 ml. Hal ini dikarenakan
endapan yang masih kasat dari warna endapan merah pada titrasi sekitar 3 ml,
sehingga setelah diketahui endapan telah berwarna merah lebih bata, ternyata
titrasi telah terlewat.
68.

Normalitas yang tercatat pada hasil percobaan titrasi AgNO 3 oleh

larutan NaCl diketahui dari hasil akhir setiap volume titrasi pengendapan dengan
dihitung dengan rumus. Dan setelah diketahui pada setiap normalitas 3 kali titrasi,
kemudian hasil dirata-rata untuk menemukan normalitas akhir titrasi. Diketahui
bahwa titrasi untuk mengetahui normalitas pada larutan AgNO 3 oleh larutan NaCl
pada normalitas 1 adalah 0,15 N, normalitas 2 adalah 0,17 N dan normalitas 3
adalah 0,28 N dengan rata-rata normalitas 0,2 N.
69.

Menurut Chang (2005), suatu reaksi yang sering dipelajari dalam

analisis gravimetrik karena reaktannya dapat diperoleh dalam bentuk murni


adalah :
AgN O3(aq) + Na Cl(aq) AgCl ( s) + NaN O3 (aq )

70.
71.

Sistem asam basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk

titrasi asam basa, pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk
menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Contoh yang paling dikenal
akan kasus semacam itu adalah titrasi Mohr, yakni klorida dari ion perak, dalam
mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir
titrasi (Day dan Underwood, 1996).

72.

Menurut Khopkar (1990), dapat dikatakan juga pada metode Mohr

titrasi halida dengan AgNO3 dilakukan dengan indikator NaCrO4. Pada titrasi ini
akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion Ag + yang
berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan harus
bersifat netral atau sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan
diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam, maka titik akhir titrasi
tidak terlihat sebab konsentrasi CrO42- berkurang, yaitu dengan terjadinya reaksi :

2 HCrO4 (aq)
++CrO 4 (aq)

H (aq)

73.

74.

Menurut Day dan Underwood (1996) titrasi Mohr terbatas untuk

larutan dengan nilai pH 6-10. Dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan
mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi,
karena

HCrO4

hanya terionisasi sedikit sekali. Lagipula hidrogen kromat

berada dalam kesetimbangan dengan dikromat:


2+ H 2 O
Cr 2 O7
2 2 HCrO 4
++2 CrO 4
2H

75.

76.

Tabel 2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7


78.
V. 79.
V.
80.
Warna
82.
No
77.
U
81.
E
86.
S
87.
S
K2Cr2O7
Na2S2O3
rmalitas
langan
ndapan
ebelum
esudah
(ml)
(ml)
Na2S2O3
91.
28
93.
H 94.
Bi 95.
Ti 96.
0,0
90.
1
92.
54
,5
ijau tua ru bening dak ada
5
98.
28 99.
53, 100. H 101. Bi 102. Ti 103. 0,0
97.
2
,5
8
ijau tua ru bening dak ada
5
110.
104.

105.

106.

107.

108.

109.

0,05

111.

Pada hasil percobaan tabel 2, terlihat bahwa terjadi perubahan

warna dari hijau tua menjadi biru bening dengan titrasi pada percobaan pertama
sebesar 54 ml dan percobaan kedua sebesar 53,8 ml. Pada percobaan juga tidak
terdapat hasil endapan. Hasil akhir normalitas pada percobaan pertama adalah
0,05 N dan pada percobaan kedua sebesar 0,05 N. Rata-rata normalitas pada dua
percobaan adalah 0,05 N.
112.

Hal ini didapatkan berdasarkan titrasi untuk mengetahui normalitas

akhir Na2S2O3 dengan menggunakan larutan K2Cr2O7 yang dicampurkan dengan


larutan KI 20% ditambah dengan H2SO4 4 N. Setelah larutan menjadi hijau
kekuningan, ditambahkan dengan cepat amilum 1%. Hal ini dilakukan sebanyak
dua kali percobaan untuk keakuratan hasil akhir.
113.

Titrasi redoks memiliki bermacam reaksi redoks yang dapat

digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangan yang tercapai


setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Diperlukan juga
adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekivalen stoikiometri dengan
akurasi yang tinggi (Khopkar, 1990).
114.

Kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan salah satu bahan yang

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dalam proses titrasi untuk mengetahui


normalitas dari Na2S2O3. Proses reaksi dari kalium dikromat adalah :

115.

116.

3++7 H 2 O E =1,33 V
Cr
+ +6 e
2+14 H
Cr 2 O7
Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau

Ce(IV), yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. Mudah
diperoleh dalam kemurnian tinggi dan merupakan standar primer. Pada
penambahan larutan K2Cr2O7 juga ditambahkan larutan KI 20%. Hal ini
dikarenakan karena harga

iodium berada pada daerah pertengahan maka

sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor (Khopkar,


1990).

117.

Iodium dapan dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan

KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya
iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan
analisis. Cara lain standarisasi adalah dengan Na2S2O3.5H2O. larutan thiosulfat
distandarisasi lebih dulu terhadap K2Cr2O7. Reaksinya :

118.

119.

3+ +7 H 2 O
3 I 2 +2 Cr
++6 I
2+14 H
Cr2 O7
Menurut Khopkar (1990), biasanya indikator yang digunakan

adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi <10-5 M dapat dengan mudah


ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air
sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi. Dengan formida
penyerangan kanji oleh mikroorganisme paling sedikit, terdapat salah satu reaksi
iodometrik, yaitu reaksi iodium-tiosulfat.
120.

Reaksi iodium-tiosulfat berlangsung jika larutan iodium di dalam

KI pada suasana netral maupun asam dititrasi, maka:

121.

122.

2
+ S 4 O6
2 3 I
+ 2 S2 O3
I 3
Selama reaksi zat antara


S 2 O3 I

terbentuk sebagai:

123.

124.

+2 I

S 2 O 3 I

2+ I 3

S 2 O3

yang mana berjalan terus menjadi:

yang tidak berwarna adalah

125.

126.

127.

128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.

2+ I 3
S 4 O6
+ I
2 S2 O3 I
Warna indikator muncul kembali pada:

2+ I

2 S 4 O 6

+ S2 O 3

S2 O 3 I

Reaksi berlangsung baik pada pH dibawah 5,0 (Khopkar, 1990).

IV.
136.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa :
1. Larutan standar dibuat dari zat padat AgNO3 yang dilarutkan dengan air
hingga mencapai tanda batas, setelah itu dititrasi dengan larutan NaCl
untuk mengetahui normalitas akhir AgNO3, yang tercatat dengan rata-rata
normalitas sebesar 0,2 N. Pada larutan standar yang dibuat dengan padatan
Na2S2O3 dilarutkan dengan air mendidih, setelah itu dititrasikan dengan
larutan K2Cr2O7 untuk mendapatkan normalitas akhir yang tercatat sebesar
0,05 N.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.

154.
155.

Daftar Pustaka
156.

157. Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakarta


158. Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 1 edisi ke-3.
Erlangga, Jakarta.
159. Day, R. A. dan Underwood, A.L. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif edisi ke5. Erlangga, Jakarta
160. HAM, Mulyono. 2009. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Bumi
Aksara, Jakarta.
161. Ika, D. 2009. Alat otomatisasi pengukur kadar vitamin C dengan metode
titrasi asam basa. Jurnal Neutrino. 2 (1) :163-178.
162. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia,
Jakarta.
163.
164.

165.

LAMPIRAN

1. Perhitungan
a. Percobaan Titrasi
166. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl sebanyak 3 kali
pengulangan
1. Diketahui : V1 NaCl = 10 ml
167.

N1 NaCl = 0,1 N

168.

V2 percobaan 1 AgNO3 = 6,7 ml

169.

Ditanya : N2 AgNO3 =...

170.

Jawab :V1 x N1 = V2 x N2
171.

10 x 0,1 N = 6,7 x N2

172.

N2 =

1
6,7

= 0,15 N

2. Diketahui : V1 NaCl = 10 ml
173.

N1 NaCl = 0,1 N

174.

V2 percobaan 2 AgNO3 = 6,0 ml

175.

Ditanya : N2 AgNO3 =...

176.

Jawab :V1 x N1 = V2 x N2
177.

10 x 0,1 N = 6,0 x N2

178.

N2 =

1
6,0

= 0,17 N

3. Diketahui : V1 NaCl = 10 ml
179.

N1 NaCl = 0,1 N

180.

V2 percobaan 3 AgNO3 = 3,5 ml

181.

Ditanya : N2 AgNO3 =...

182.

Jawab :V1 x N1 = V2 x N2

185.

183.

10 x 0,1 N = 3,5 x N2

184.

N2 =

1
3,5

= 0,28 N

Rata-rata normalitas AgNO3 adalah =

0,15+ 0,17+0,28
3

= 0,2 N

186.
187.

Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 sebanyak 2 kali

pengulangan
1. Diketahui : V1 K2Cr2O7 = 28,5 ml
188.

N1 K2Cr2O7 = 0,1 N

189.

V2 percobaan 1 Na2S2O3 = 54 ml

190.

Ditanya : N2 Na2S2O3 =...

191.

Jawab :V1 x N1 = V2 x N2
192.

28,5 x 0,1 N = 54 x N2

193.

N2 =

2,85
54

= 0,05 N

2. Diketahui : V1 K2Cr2O7 = 28,5 ml


194.

N1 K2Cr2O7 = 0,1 N

195.

V2 percobaan 1 Na2S2O3 = 53,8 ml

196.

Ditanya : N2 Na2S2O3 =...

197.

Jawab :V1 x N1 = V2 x N2
198.
199.

200.

28,5 x 0,1 N = 53,8 x N2


N2 =

2,85
53,8

= 0,05 N

Rata-rata normalitas Na2S2O3 adalah =

0,05+ 0,05
2

0,05 N
a. Dokumentasi
201.
202.
203.
204.
205.
206.Gambar 1. Hasil akhir reaksi titrasi AgNO3 6,7 ml (Dokumentasi pribadi,
2015)

207.
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.

Gambar 2. Hasil akhir reaksi titrasi AgNO3 6,0 ml (Dokumentasi


pribadi, 2015)

217.
218.
219.
220.
221.
222.
223.

Gambar 3. Hasil akhir reaksi titrasi AgNO3 3,5 ml (Dokumentasi


pribadi, 2015)

224.
225.
226.
227.
228.
229.
230.
231.Gambar 4. Warna larutan sebelum titrasi 1 Na2S2O3 50 ml (Dokumentasi
pribadi, 2015)
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.

240.
241.Gambar 5. Warna larutan sesudah titrasi 1 Na2S2O3 50+4 ml (Dokumentasi
pribadi, 2015)
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
252.
253.Gambar 6. Warna larutan sebelum titrasi 2 Na2S2O3 50 ml (Dokumentasi
pribadi, 2015)
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
Gambar 7. Warna larutan sesudah titrasi 2 Na2S2O3 50+3,8 ml
(Dokumentasi pribadi, 2015)

Вам также может понравиться