Вы находитесь на странице: 1из 31

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

APENDISITIS
I.

PENDAHULUAN
Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap
inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus atau jamur.
Salah satu kondisi ini adalah apendisitis. Apendisitis merupakan inflamasi di
apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi
apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh
darahnya (Corwin, 2009).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat pada diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008).
Tujuh

persen

penduduk

di

Amerika

menjalani

apendiktomi

(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000


penduduk pertahun, sedang di negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika
dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh
karena pola dietnya yang mengikuti orang barat (www.ilmubedah.info.com,
2011).

II.

PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke
dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari

apendiks vermivormis,

dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini


dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf,
2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk
berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)

Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian


antara lain :
1. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di
abdomen kanan bawah.
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis
ganggrenosa di tutupi pendinginan oleh omentum.
3. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks.
4. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan, namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan
lagi sekitar 50%.
5. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel
inflamasi kronik.

III.

ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekalit (massa keras dari feces) dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

IV.

PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas

dinding

apendiks

mempunyai

keterbatasan

sehingga

menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat


tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007).

Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor


apendiks dan cacing askaris
Obstruksi lumen apendiks

Ketidakseimbangan
produksi & ekskresi mucus

Migrasi bakteri dari


colon ke apendiks

Peningkatan intra
lumen

Arteri
terganggu

Terjadi
infark
Nekrosis
Apendiks
pada
usus
apendiks
gangrenosa
Gangren

Terhambatnya
aliran limfe

Obstruksi vena

Absorbsi
Edema &makanan
Peningkatan
Edema dan ulserasi Peradangan
peningkatantidak
Nutrisi
Kekurangan
leukosit dan
adekuat,
meluas
ke
Rencana
Peradangan
Mekanisme
tekanan
intral
dari
volume
Mual dan kurang
suhu tubuh
pengeluaran
peritonium
pembedah
dinding
apendiks
kompensasi
tubuh
umen
kebutuhan
cairan
tubuh
Hiperter
NyeriNyeri
epigastrium Ansieta
muntah
cairan aktif

V.

MANIFESTASI KLINIS
Appendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas yang terdiri dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu timbul
mual dan muntah. Setelah beberapa jam rasa mual hilang dan nyeri
berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah
ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan
nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8 38 o celcius. Pada
bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh disemua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah
ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok.
Menurut Betz, Cecily 2000:
1. Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
2. Anorexia.
3. Mual.
4. Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
5. Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis.
6. Nyeri lepas.
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8. Konstipasi.
9. Diare.
10. Disuria.
11. Iritabilitas.
12. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4 sampai 6
jam setelah munculnya gejala pertama.
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan

apendiks

biasanya

bermula

dari

nyeri

di

daerah

umbilicus/periumbilicus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12


jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan/batuk. Terdapat juga keluhan anorexia, malaise, dan

demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progesif dan dengan
pemeriksaan sesama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul.
Bila tanda rousing, psoas dan obturatorpositif, akan semakin menyakinkan
diagnosa klinis.
VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.00018.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

d.

Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu

mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.


e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
f.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal
untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
VII.

KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.

Adapun jenis komplikasi diantaranya:


1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri


menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
VIII.

PENATALAKSANAAN
Pembedahan diindikasikan

bila

diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk


membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan

setelah

diagnosa

ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan

untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan


resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau
spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih

terdapat

keraguan. Bila terdapat laparoskopi, tindakan laparoskopi

diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan


operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,
sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan
observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak
diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan
cairan parenteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel
darah putih dan hitung jenis diulangi secara periodik. Perlu dilakukan
foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,
diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah
dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kumbah lambung
jika diperlukan. Penderita dibawa ke kamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik
dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan
sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan.
Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai praksi

mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit


ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang
terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi
atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring,
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
IX.

ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN

1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita
akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.


b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan
perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini
disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut
kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini
disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang
meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis
apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor

lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.


Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji
obturator dilakukan

gerakan fleksi dan andorotasi sendi

panggul

pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan


m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada
apendisitis pelvika.
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges
(2000) adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.
Penurunan atau tidak ada bising usus
d. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri

abdomen

sekitar epigastrium dan umbilikus yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney


(setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam
(nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada
apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas

(berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau


sebelah ureter)
Tanda : Perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang
dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal
f. Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal
g. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku
Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), diagnosa keperawatan
pre operatif pada penderita apendisitis akut adalah sebagai berikut:

1. Kekurangan volume cairan tubuh


2. Hipertermi
3. Nyeri akut
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Ansietas

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan tubuh
Batasan Karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
a. Perubahan status mental
b. Penurunan turgor kulit dan lidah
c. Penurunan haluaran urine
d. Kulit dan membran mukosa kering
e. Hematokrit meningkat
f. Suhu tubuh meningkat
g. Kelemahan
h. Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume dan tekanan nadi.
Faktor yang berhubungan
a. Kehilangan volume cairan aktif
b. Asupan cairan yang tidak adekuat
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Kekurangan

volume

cairan

akan

teratasi

ditandai

dengan

keseimbangan cairan, keseimbanagn elektrolit dan asam basa, hidrasi


yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat.

b. Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai dibuktikan


dengan :
1) Memiliki konsentrasi urine yang normal
2) Tidak mengalami haus abnormal
3) Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
4) Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam
24 jam.
5) Menampilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembap, mampu
berkeringat).
Intervensi NIC
a. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit, misalnya diare
c. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas
serum, dan berat jenis urine).
d. Pantau status hidrasi misalnya kelembapan membran mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik.
e. Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena
f. Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet
seimbang
g. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya
h. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang shift siang, sore, dan malam
i. Anjurkan melakukan higiene oral secara sering
j. Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai program.
2. Hipertermi

Batasan Karakteristik
Objektif
a. Kulit merah
b. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
c. Frekuensi napas meningkat
d. Kejang atau konvulsi
e. Kulit teraba hangat
f. Takikardi
g. Takipneu
Faktor yang Berhubungan
a. Dehidrasi
b. Penyakit atau trauma
c. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
d. Pakaian yang tidak tepat
e. Obat atau anastesia
f. Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)
g. Aktivitas yang berlebihan
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. TTV dalam rentang normal
b. Pasien akan menunjukkan termoregulasi
c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
d. Menjelaskan

tindakan

untuk

mencegah

atau

meminimalkan

peningkatan suhu tubuh.


Intervensi NIC
a. Pantau TTV
b. Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
c. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan

d. Regulasi suhu NIC:


Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
e. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari
f. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas,
keletihan akibat panas)
g. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut
saja
h. Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam
i. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
3. Nyeri akut
Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga
sampai kaku
c. Perubahan selera makan
d. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
e. Wajah topeng (nyeri)
f. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
g. Bukti nyeri yang dapat diamati
h. Berfokus pada diri sendiri
i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak
menentu dan menyeringai)

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC


a.Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu ):
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
b.

Melaporkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak
ada):
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
SKALA NYERI
Nilai

Skala Nyeri

Tidak nyeri

Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut

Seperti melilit atau terpukul

Seperti perih

Seperti keram

Seperti tertekan atau tergesek

Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

79

Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh


klien dengan aktivitas yang biasa
dilakukan.

10

Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh

klien.
Keterangan :

13

(Nyeri ringan)

46

(Nyeri sedang)

79

(Nyeri berat)

10

(Sangat nyeri)

Intervensi NIC
a.Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10
b.

Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan

terhadap nyeri dan respon pasien


c.Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik,
terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah,
dan jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan tindakan
peredaan nyeri yang lain.
d.

Lakukan perubahan posisi, massage punggung dan relaksasi

e.Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkut


aktivitas keperawatan
f. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan
rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV, radio, dan
interaksi dengan pengunjung
g.

Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menolak makan
d. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

e. Melaporkan perubahan sensasi rasa


f. Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan
Objektif
a. Diare atau steatore
b. Bising usus hiperaktif
c. Kurangnya minat terhadap makanan
d. Membran mukosa pucat
e. Tonus otot buruk
f. Menolak untuk makan
g. Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang Berhubungan
a. Kesulitan mengunyah atau menelan
b. Intoleransi makanan
c. Faktor ekonomi
d. Kebutuhan metabolik tinggi
e. Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
f. Hilang nafsu makan
g. Mual dan muntah
h. Pengabaian oleh orang tua
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit
atau sedang menjalani pengobatan
b. Memperlihatkan status gizi yang adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
e.

Melaporkan tingkat energi yang adekuat.

Tujuan dan Kriteria Hasil menurut Wilkinson (2007)


Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: asupan makanan dan cairan

adekuat, zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi
dengan baik, serta mencapai berat badan ideal
Intervensi NIC
a. Kaji faktor pencetus mual dan muntah
b. Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah
c. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
d. Manajemen nutrisi NIC:
1) Ketahui makanan kesukaan pasien
2) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4) Timbang pasien pada interval yang tepat
e. Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
f. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
g. Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan
yang bervariasi
h. Membantu pasien untuk makan
i. Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum
makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
5. Ansietas
Batasan Karakteristik
Perilaku
a. Penurunan produktivitas
b. Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
c. Gelisah
d. Memandang sekilas

e. Insomnia
f. Kontak mata buruk
g. Resah
h. Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
a. Gelisah
b. Kesedihan yang mendalam
c. Distres
d. Ketakutan
e. Perasaan tidak adekuat
f. Fokus pada diri sendiri
g. Peningkatan kekhawatiran
h. Iritabilitas
i. Gugup
j. Gembira berlebihan
k. Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
l. Marah
m.

Menyesal

n. Perasaan takut
o. Ketidakpastian
p. Khawatir
Fisiologis
a. Wajah tegang
b. Insomnia
c. Peningkatan keringat
d. Peningkatan ketegangan
e. Terguncang
f. Gemetar atau tremor di tangan
g. Suara bergetar

Parasimpatis
a. Nyeri abdomen
b. Penurunan tekanan darah
c. Penurunan nadi
d. Diare
e. Pingsan
f. Keletihan
g. Mual
h. Gangguan tidur
i. Kesemutan pada ekstremitas
j. Sering berkemih
k. Berkemih tidak lampias
l. Urgensi berkemih
Simpatis
a.Anoreksia
b.Eksitasi kardiovaskuler
c.Diare
d.Mulut kering
e.Wajah kemerahan
f. Jantung berdebar-debar
g.Peningkatan tekanan darah
h.Peningkatan nadi
i. Peningkatan refleks
j. Peningkatan pernapasan
k.Dilatasi pupil
l. Kesulitan bernapas
m.

Vasokontriksi superfisial

n.Kedutan otot
o.Kelemahan

Kognitif
a. Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b. Blocking pikiran
c. Konfusi
d. Penurunan lapang pandang
e. Kesulitan untuk berkonsentrasi
f. Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g. Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h. Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i. Fokus pada diri sendiri
j. Mudah lupa
k. Gangguan perhatian
l. Tenggelam dalam dunia sendiri
m. Melamun
n.

Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

Faktor yang Berhubungan


a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas
c. Transmisi dan penularan interpersonal
d. Krisis situasi dan maturasi
e. Stres
f. Penyalahgunaan zat
g. Ancaman kematian
h. Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,
status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
i. Ancaman terhadap konsep diri
j. Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang
esensial
k. Kebutuhan yang tidak terpenuhi

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC


a. Ansietas berkurang
b. Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
c. Memiliki TTV dalam batas normal
d. Meneruskan

aktivitas

yang

dibutuhkan

meskipun

mengalami

kecemasan
Intervensi NIC
a. Kaji tingkat ansietas pasien
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian
kecemasan (ansetas) terdiri dari 14 item, meliputi:
1) Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2) Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar.
4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan kedutan otot.
8) Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat serta merasa lemah.
9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras dan detak jantung hilang sekejap.
10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan


menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
12) Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,
bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
14) Perilaku

sewaktu

wawancara

gelisah,

jari-jari

gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat


dan napas pendek dan cepat.
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor
dan item 1-14 dengan hasil:
1) Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
2) Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
3) Skor 21 27 = kecemasan sedang.
4) Skor 28 41 = kecemasan berat.
5) Skor 42 56 = panik.
b. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di masa lalu
c. Berikan informasi tentnag gejala ansietas

d. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal


pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
e. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara bergantian
f. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta
izinkan pasien untuk menangis
g. Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di
rumah sakit dan libatkan anak dalam permainan
h. Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.

X.

PENUTUP
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini


mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian
antara lain :
1. Apendisitis akut
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
3. Apendisitis perforata
4. Apendisitis rekuren
5. Apendisitis kronis
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi,
terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak
faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen
apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan

rendah

serat

dan

pengaruh

konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.


Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit,

benda asing,

striktur

karena

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal
Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.
Jakarta: EGC.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN APPENDISITIS

B8-A
OLEH : KELOMPOK 4
1. Komang Yogi Cahyan
2. Made Sri Oktiari

15.322.2157
15.322.2159

3. Luh Putu Aries Setiawati


15.322.2158
4. Ni Komang Ayu Humalaras Santhi

15.322.2161

5. Ni Komang Priyani

15.322.2162

6. NI Luh Komang Tri Widyantari

15.322.2163

7. Ni Luh Putu Ardini

15.322.2164

8. Made Teguh Wira Tanaya

15.322.2160

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015

Вам также может понравиться