Вы находитесь на странице: 1из 12

Kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia


Agama Hindu yang dibawa dari India berpengaruh di Indonesia. Salah satu
bentuknya adalah munculnya kerajaan-kerajaan Hindu, seperti Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Kediri, Singasari, dan Majapahit.
1. Kerajaan Kutai (abad 4)
Kutai adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai didirikan sekitar
tahun 400 masehi. Letaknya di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Raja
pertamanya bernama Kudungga. Raja yang terkenal adalah Mulawarman.
Mulawarman menyembah Dewa Syiwa. Dalam suatu upacara Raja Mulawarman
menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada Brahmana. Untuk memperingati upacara
itu maka didirikan sebuah Yupa. Dalam Yupa itu ditulis berita mengenai Kerajaan
Kutai.

Yupa
Salah satu yupa dengan inskripsi, kini di Museum Nasional Republik
Indonesia, Jakarta.

Prasasti Kerajaan Kutai


Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara
pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi
sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai.
Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh
para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak
disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut
diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000
ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah
Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36,
transliterasi prasasti diatas adalah sebagai berikut:


rmatah r-narendrasya; kuugasya mahtmana; putro vavarmmo
vikhytah; vaakartt yathumn; tasya putr mahtmna; trayas traya
ivgnaya; ten traym pravara; tapo-bala-damnvita; r
mlavarmm rjendro; yav bahusuvarnakam; tasya yajasya ypo yam;
dvijendrais samprakalpita.

Artinya:

Sang Mahrja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur,
Sang Awawarmman namanya, yang seperti Anguman (dewa Matahari)
menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Awawarmman mempunyai
putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah
Sang Mlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang
Mlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emasamat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini
didirikan oleh para brahmana.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama
Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta
bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan
Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum
menganut agama Hindu.
Aswawarman
Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri
dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk
keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah
Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada
masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan.
Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat
Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia
tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran

Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung
Kute).
Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa
Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak
tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran
berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang
disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

2. Kerajaan Tarumanegara (358-669)


Tarumanegara adalah kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa. Kerajaan ini berdiri kirakira pada abad ke- 5 Masehi. Lokasi kerajaan itu sekitar Bogor, Jawa Barat. Rajanya
yang
terkenal adalah Purnawarman. Purnawarman memeluk agama Hindu yang
menyembah Dewa Wisnu. Pada zaman Purnawarman, kerajaan Tarumanegara telah
mampu membuat saluran air yang diambil dari sungai Citarum. Saluran air itu
berfungsi untuk mengairi lahan pertanian dan menahan banjir.
Prasasti yang ditemukan
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta.
Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh
Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau
12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk
menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai
Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
3. Kerajaan Kediri (1045-1221)

Kerajaan Kediri terletak di sekitar Kali Berantas, Jawa Timur. Kerajaan Kediri berjaya
pada pemerintahan Raja Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sirikan
Kameswara. Kameswara meninggal pada tahun 1130. Penggantinya adalah
Jayabaya. Jayabaya adalah raja terbesar Kediri. Ia begitu terkenal karena
ramalannya yang disebut Jangka Jayabaya. Raja Kediri yang terakhir adalah
Kertajaya yang meninggal tahun 1222. Pada tahun itu Kertajaya dikalahkan oleh
Ken Arok di Desa Ganter, Malang. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kediri antara
lain Prasasti Panumbangan, Prasasti Palah, Kitab Smaradhahana karangan Empu
Dharmaja, Kitab Hariwangsa karangan Empu Panuluh, Kitab Krinayana karangan
Empu Triguna, dan Candi Panataran.
Karya Sastra Zaman Kadiri
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada
tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu
Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa
atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya.
Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu
Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman
pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis
Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.

4. Kerajaan Singasari (1222-1292)


Kerajaan Singasari terletak di Singasari, Jawa Timur. Luasnya meliputi wilayah
Malang sekarang. Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Beliau memerintah
tahun 1222-1227 M. Para penggantinya adalah Anusapati (1227-1248), Panji
Tohjaya (1248), Ranggawuni
(1248-1268), Kertanegara (1268 -1292).
Beberapa peninggalan masa kebesaran Singasari antara lain:
1. Candi Jago/Jajaghu, sebagai ma-kam Wisnuwardhana,
2. Candi Singasari dan Candi Jawi, sebagai makam Kertanegara,
3. Candi Kidal, sebagai makam Anusapati,
4. Patung Prajnaparamita, sebagai perwujudan Ken Dedes.
Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari
(1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.
Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan
Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol.

Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan
Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya
bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua
negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali.
Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar
Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh
Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di
luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan
Bakulapura.
Keruntuhan
Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan
Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan
perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian
dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang
bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari
Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota
baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
5. Kerajaan Majapahit (1293-1527)
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia,
yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang
luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun
1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah
Indonesia Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.
Raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Majapahit antara lain :
a. Raden Wijaya (1293-1309)
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yaitu seorang keturunan
penguasa Singasari. Ketika Singasari diserang oleh Jayakatwang dari Kediri, Raden
Wijaya berhasil meloloskan diri ke Madura. Beliau minta bantuan Wiraraja. Wiraraja
menganjurkan supaya Raden Wijaya kembali ke Kediri, berpura- pura mengabdi
kepada Jayakatwang. Sebagai imbalan Jayakatwang menghadiahkan daerah hutan

Tarik kepada Raden Wijaya. Raden Wijaya bergabung dengan pasukan Kubilai Khan
dari Cina menyerang Jayakatwang. Pasukan Jayakatwang berhasil dikalahkan. Raden
Wijaya mengatur siasat untuk mengusir pasukan Cina. Diadakan pesta kemenangan
secara besar-besaran. Ketika tentara Cina terlena dalam kemabukan, anak buah
Raden Wijaya menyerang mereka. Banyak pasukan Cina terbunuh. Hanya sebagian
kecil yang berhasil melarikan diri kembali ke Cina. Raden Wijaya kemudian menjadi
raja pada tahun 1294, dengan gelar Kertarajasa Jayawardana. Raden Wijaya
memerintah selama 16 tahun.
b. Jayanegara (1309-1328)
Raden Wijaya digantikan oleh puteranya, Kalagemet. Kalagemet adalah putra
Raden Wijaya dan putri Melayu, Dara Petak. Setelah menjadi raja, Kalagemet
bergelar Sri Jayanegara. Pada saat Jayanegara menjadi raja, sering terjadi
pemberontakan, antara lain pemberontakan Ranggalawe, Sora, Nambi, dan Kuti.
Pemberontakan Kuti sangat berbahaya. Akibat pemberontakan itu, Jayanegara
melarikan diri ke Badander. Jayanegara dikawal oleh pasukan Bayangkari yang
dipimpin oleh Gajah Mada. Berkat pengawalan pasukan Bayangkari, raja selamat
dari pemberontakan Kuti. Berkat bantuan Gajah Mada, Jayanegara dapat merebut
kembali tahta Majapahit. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih di
Kahuripan. Dua tahun kemudian, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Daha.
c. Tribuwanatunggadewi (1328-1350)
Jayanegara memerintah sampai tahun 1328. Beliau wafat tanpa meninggalkan
putra. Seharusnya, Jayanegara digantikan oleh Rajapatni (Gayatri). Namun, karena
Rajapatni hidup membiara, pemerintahan diserahkan pada putrinya, Sri Gitarja.
Ketika menjadi ratu, Sri Gitarja bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani.
Pada masa itu terjadi pemberontakan Sadeng. Gajah Mada diangkat menjadi
pejabat perdana menteri (maha patih) Majapahit menggantikan Arya Tadah yang
sedang sakit. Gajah Mada ditugasi memimpin penumpasan pemberontakan Sadeng.
Gajah Mada berhasil melaksanakan tugas itu. Beliau diangkat menjadi maha patih.
Saat dilantik, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpah itu tersirat
cita-cita Gajah Mada mempersatukan Nusantara. Adapun yang dimaksud dengan
Nusantara ketika itu adalah Hasta Dwipa Nusantara (delapan pulau), yaitu Malaka,
Sumatra, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Maluku,
dan Irian (Gurun).
Untuk mewujudkan cita-cita itu, Gajah Mada membangun armada laut. Karena
memiliki angkatan laut yang kuat, Kerajaan Majapahit dikenal seba-gai kerajaan
maritim. Pimpinan armada laut dipercayakan kepada Empu Nala. Dengan armada
yang kuat, Majapahit berhasil menaklukkan Dompo pada tahun 1340 dan Bali pada
tahun 1343.

d. Hayam Wuruk (1334-1389)


Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu
Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya, Hayam
Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun. Setelah naik tahta
Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk,
Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Patih Gajah
Mada. Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit yang paling besar. Gajah Mada
meneruskan citacitanya. Satu per satu kerajaan di Nusantara dapat ditaklukkan di
bawah Majapahit. Wilayah kerajaannya meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara
sekarang, ditambah Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Pada masa ini,
Majapahit menjalin hubungan dengan kerajaan- kerajaan di daerah daratan Asia
Tenggara seperti India, Muangthai, Kamboja, dan Cina. Dengan kemajuan hubungan
itu, perdagangan dan pelayaran kerajaan Majapahit semakin maju. Bandar-bandar
Majapahit, seperti Ujung Galuh, Tuban, Gresik, dan Pasuruan ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Cina, India, dan Persia.
Selain berkembang menjadi kerajaan maritim yang besar, Majapahit juga menjadi
kerajaan agraris yang maju. Hayam Wuruk membangun waduk dan saluran irigasi
untuk mengairi lahan pertanian. Beberapa jalan dan jembatan penyeberangan juga
dibangun untuk mempermudah lalu lintas antardaerah. Hasil pertanian Majapahit
antara lain beras, rempahrempah, kapas, sutera, dan hasil-hasil perkebunan.
Hayam Wuruk juga memperhatikan kegiatan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan
banyaknya candi yang didirikan dan kemajuan dalam bidang sastra. Candi-candi
peninggalan Majapahit, antara lain Candi Sawentar, Candi Sumberjati, Candi
Surawana, Candi Tikus, dan Candi Jabung. Karya sastra yang terkenal pada masa
Kerajaan Majapahit ialah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan
Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam kitab Negarakertagama terdapat
istilah Pancasila. Sedangkan di dalam Sutasoma terdapat istilah Bhinneka Tunggal
Ika. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, terjadi Perang Bubat. Perang Bubat
terjadi antara Kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk bermaksud
mempersunting Diyah Pitaloka (Ciptaresmi), putri raja Pajajaran. Pihak Majapahit
mengirim utusan untuk melamar. Pihak Pajajaran dan utusan tersebut membuat
kesepakatan. Isinya raja Majapahit tidak melamar ke istana Pajajaran, tetapi di
perbatasan kedua kerajaan, yaitu di Desa Bubat. Raja Pajajaran memimpin secara
langsung rombongan putrinya ke Desa Bubat. Patih Gajah Mada mempunyai
rencana lain. Gajah Mada memkasa raja Pajajaran yang sudah ada di Desa Bubat
untuk mempersembahkan putrinya sebagai upeti kepada Raja Hayam Wuruk.
Permintaan itu ditolak oleh raja Pajajaran, sehingga terjadi perang besar di Desa
Bubat. Seluruh rombongan Kerajaan Pajajaran, termasuk raja dan puterinya tewas.
Hayam Wuruk tidak berkenan atas tindakan Gajah Mada. Sejak peristiwa itu,
hubungan keduanya renggang. Gajah Mada wafat pada tahun 1364 M. Sedangkan
Hayam Wuruk wafat padatahun 1389. Setelah dua tokoh ini wafat, Majapahit
mengalami kemunduran.

e. Kusumawardhani-Wirakramawardhana (1389-1429)
Sepeninggal Hayam Wuruk, terjadi perebutan kekuasaan di Majapahit. Pengganti
Hayam Wuruk adalah Kusumawardhani yang bersuamikan Wirakramawardhana.
Wirakramawardhanalah yang memimpin Majapahit tahun 1389-1429. Bhre
Wirabumi (anak selir Hayam Wuruk) diberi kekuasaan di Blambangan. Menurut Bhre
Wirabumi, dirinya yang berhak menjadi raja di Majapahit. Pada tahun 1401-1406
terjdi perang saudara di Paregreg. Bhre Wirabumi terbunuh dalam perang itu.
Tumbuhlah benih persengketaan berlarut-larut di antara keturunan Hayam Wuruk.
Pada tahun 1429 Wirakramawardana wafat. Wirakramawardana digantikan oleh
Suhita. Suhita digantikan oleh Bhre Tumapel Kertawijaya. Beliau hanya empat tahun
memerintah. Pengganti berikutnya adalah Bhre Pamotan yang bergelar
Srirajasawardhana. Bhre Pamotan memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan
Majapahit ke Kahuripan untuk menghindari pertentangan keluarga. Bhre Pamotan
wafat pada tahun 1453 dan tidak ada penggantinya. Baru pada tahun 1456, muncul
Bhre Wengker yang bergelar Girindra Wardhana. Pertentangan keluarga kerajaan
Majapahit terus berlanjut sampai pemerintahan Ranawijaya. Pada tahun 1522,
Majapahit dikuasai oleh Demak.
Kejayaan Majapahit

Bidadari Majapahit yang anggun, arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya
khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit
sebagai "zaman keemasan" nusantara.

Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.


Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350
hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364),
Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.[20]
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit.
Makam Putri Campa di Trowulan (foto diambil pada tahun 1870-1900)
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan
tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi

terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli
oleh raja.[21] Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam,
Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.[2][21]
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik,
Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda
sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya
bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam
Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa
kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan
Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan
gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan
akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat
dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa,
dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela
kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah
Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita
Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak
disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya
keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga
menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari
Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di
berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan
Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya
mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam
pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan
Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi
ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras. [25]
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan
kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit
nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan
di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama
Islam mulai memasuki kawasan ini.

Jatuhnya Majapahit

Pasukan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsurangsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit
memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam
Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari
selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang
disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara
Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti
Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba
di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430
ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di
beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban,
dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa. [26]
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya,
Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447,
Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia
memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi
raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada
tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan
takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian
wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468
pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.[9]
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah
kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai
muncul di bagian barat Nusantara. [27] Di bagian barat kemaharajaan yang mulai
runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka
yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan

kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan


Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari
kekuasaan Majapahit.

Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala


Lumpur, Malaysia.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman
di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga
digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya
mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu
kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan
gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah
akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di
pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478
(tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian
dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan [28]) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna
ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan
harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala
ini adalah sirna hilanglah kemakmuran bumi. Namun yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja
ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.[29]
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [29] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu
perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah
keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. [30]
Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan
mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung
Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan
kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan
Majapahit.[31] Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan)

Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah
Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja
Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta)
mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan
penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara
tahun 1518 dan 1521 M.[29]
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan
Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit,
sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan
Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di
bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat
Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger
hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

6. Kerajaan Mataram Hindu


Kerajaan mataram hindu di perintah oleh seorang raja yang bijaksana yaitu raja
sanna. Raja kerajaan mataram hindu yang terkenal adalah sanjaya. Kerajaan
mataram hindu meninggalkan sebuah prasasti yang di temukan di daerah canggal.

Вам также может понравиться