Вы находитесь на странице: 1из 21

Systemic Arthritis in Children:

A Review of Clinical Presentation and Treatment


R.Gurion, T.J.A.Lehman, L.N.Moorthy

Systemic juvenile idiopathic arthritis (sJIA) merupakan sebagian kecil dari juvenile
idiopathic arthritis (JIA), belum memiliki tingkat mortalitas yang tinggi secara proposional.
Walaupun dikelompokkan di bawah JIA, sJIA dianggap sebagai multifactorial autoinflamtory
disease. Tujuan dari artikel ini adalah untuk meninjau epidemiologi, pathogenesis, genetic,
manifestasi klinis, komplikasi, terapi, prognosis, dan akibat dari sJIA. Presentasi dan
manifestasi klinis dari sJIA tidak banyak mengalami perubahan pada beberapa dekade
terakhir ini, tetapi pemahaman kolektif tentang patogenesis dan perkembangan target terapi
terbaru (terutama agen biologi) mengalami perubahan dan peningkatan pada penyakit anak
dengan sJIA.
1. Pendahuluan
Pada tahun 1897, Sir George Fredrick Still mendeskripsikan 22 anak, 12 dari mereka
memiliki kumpulan gejala unik yang terdiri dari artritis kronik, adenopati, splenomegali, dan
demam.1 Pada awalnya dihubungkan dengan namanya, dan akhir-akhir ini dikenal dengan
nama lain (systemic juvenile rheumatoid arthritis, systemic juvenile chronic arthritis),
sekarang dikenal sebagai artritis sistemik.2 Untuk memperjelas identifikasi dan penelitian,
International League of Associations of Rheumatology (ILAR) mengusulkan klasifikasi
untuk JIA.2,3 Untuk memenuhi kriteria systemic juvenile idiopathic arthritis (sJIA), seorang
anak harus di bawah 16 tahun dan memiliki artritis pada satu sendi atau lebih dan atau
didahului oleh demam setidaknya 2 minggu yang didokumentasikan setiap hari (terjadi
setiap hari) setidaknya 3 hari dan disertai oleh satu gejala atau lebih yaitu: (1) evanescent
(nonxed) erythematous rash, (2) pembesaran kelenjar limfe generalisata, (3) hepatomegali
dan/atau splenomegali, (4) serositis.3 Pengecualian pada (a) psoriasis atau riwayat psoriasis
pada pasien atau first-degree relative, (b) artritis pada laki-laki positif HLA-B27 yang muncul
setelah umur kelahiran 6 hari, (c) ankylosing spondylitis, enthesitis-related arthritis,
sacroiliitis dengan inammatory bowel disease, Reiters syndrome, atau uveitis anterior akut,
atau adanya riwayat salah satu dari beberapa kelainan pada first-degree relative, (d) adanya
IgM rheumatoid factor setidaknya 2 kali pada 3 bulan terakhir. 3 Walaupun termasuk di

bawah JIA, sJIA adalah penyakit berbeda, tidak sama seperti JIA pada manifestasi klinis dan
patogenesisnya.4
2. Onset Umur, Jenis Kelamin, dan Etnis
Dari definisi, sJIA dapat terjadi pada banyak umur hingga umur 16 tahun; meskipun
demikian, penelitian terbaru oleh Behrens dkk., terdapat 74 dari 136 pasien antara umur 0-5
tahun, dan umur 2 tahun yang paling banyak (n=17).5 Beberapa penelitian mengatakan bahwa
distribusi jenis kelamin adalah kurang lebih sama. 5,6 Komposisi etnis pada pasien sJIA dari
penelitian paralel Behrens dkk. pada populasi di bagian Pennsylvania (dengan 82%
Caucasians dan 14% African Americans).5
3. Insiden dan Prevalensi
Pada penelitian baru-baru ini oleh Modesto dkk., prevalensi sJIA yaitu 3,5 per
100.000.7 Ketika ditinjau dari literatur lain, 10-20% kasus juvenile rheumatoid arthritis (JRA)
terdiri dari penyakit sistemik;8 data penelitian terbaru menggunakan sistem klasifikasi yang
lain masih dinantikan. Secara tidak proporsional, sJIA berkontribusi pada dua pertiga dari
angka total mortalitas JIA.9 Insidensi sJIA antara 0,4-0,9 per 100.000 per tahun (Gambar
1).7,10-15

Gambar 1. Insidensi sJIA (per 100.000/tahun) dari beberapa literatur


4. Patogenesis dan Genetik
Disregulasi sitokin terjadi pada sJIA. Ketika interferon menurun, sitokin
proinflammatory seperti TNF-, IL-6, IL-8, monocyte chemoattractant protein-1, E- selectin,
dan molekul adhesi intaseluler meningkat pada sJIA.16-21 Baru-baru ini, interleukin-1 (IL-1)
pada sJIA menarik perhatian. Peningkatan IL-1 yang berlebihan dapat menyebabkan
demam, anoreksia, hipersensitivitas nyeri, destruksi sendi, vaskulitis, dan trombosis; 22
2

disregulasi ini dapat menyebabkan temuan klinis dan laboratoris pada sJIA. Pada penelitian
Pascual dkk, kultur darah tepi sel mononuclear sehat dengan serum pasien sJIA
mengakibatkan peningkatan sekresi IL-1; peningkatan produksi protein IL-1 dari sel
mononuclear pasien sJIA juga terlihat.23 IL-1 mempunyai peran yang sangat penting dan
mungkin merespon peningkatan IL-6.23
IL-6 mempunyai peran penting pada manifestasi sistemik sebagaimana artritis pada
sJIA. Peningkatan IL-6 pada darah tepi dan cairan synovial berhubungan dengan aktivitas
penyakit dan kurva suhu.24 Fase akut reaktan (seperti CRP, serum amyloid A, brinogen, and
ferritin) distimulasi oleh IL-6.25 Hal tersebut berhubungan dengan anemia yang terjadi pada
sJIA, menstimulasi produksi hepcidin.26 Hepcidin diproduksi oleh hati dan bertanggung
jawab terhadap transmembrane iron transport; ketika terjadi peningkatan, maka keluarnya Fe
dari makrofag, hepatosite, dan enterosit ke dalam plasma dicegah, hal tersebut menyebabkan
penurunan Fe dalam serum.26 IL-6 juga mengaktivasi osteoklas and menyebabkan
osteoporosis, menyebabkan kerusakan kartilago.27
Sitokin lain yang berperan pada sJIA adalah IL-18, 28 myeloid-related protein (MRP)-8
dan MRP-14,29,30 macrophage migratory inhibitory factor (MIF),31 dan interleukin 4polimorfisme 1098 T/G.32 Disregulasi pada ekspresi sitokin anti linflamatory IL-10 (melalui
polimorfisme) berperan penting pada sJIA.
Abnormalitas imun bawaan pada sJIA membuat sJIA dikelompokkan dengan penyakit
autoinflamasi,34 dan menurut kongres internasional keempat pada penyakit autoinflamasi
sistemik, sJIA adalah penyakit autoinflamasi multifaktorial yang kompleks. 35 Kurang kuatnya
kompleks histokompatibilitas mayor dapat terlihat pada sJIA dan penyakit autoinflamasi.34
Pyrin (juga dikenal sebagai marenostrin) adalah protein asam amino 781 yang
dikodekan oleh familial Mediterranean fever gene (MEFV) ditemukan pada kromosom
16p.36,37 Pyrin berperan dalam downregulation inflamasi.38,39 Daftar mutasi gen MEFV
disimpan dalam database online,40 sekitar 180 perubahan sekuensi sudah teridentifikasi,
dimana 5 mutasi diantaranya adalah yang paling umum. 41 Ketika terjadi mutasi gen MEFV,
fungsi pyrin menjadi berbahaya, dan berpotensi terjadinya inflamasi yang tidak terkontrol. 39
Beberapa defek genetik pada sJIA juga terjadi pada sindrom autoinflamasi, 39,42 terutama pada
FMF, dimana terdapat mutasi gen MEFV.43 Pada kelompok etnis dimana FMF sering terjadi,
penyakit-penyakit ini meningkatkan angka mutasi gen MEFV (disamakan dengan populasi
yang cocok secara etnis): Polyarteritisnodosa,44 Henoch-Schonlein purpura,45 dan Behcets
disease.46-49 Tingginya angka mutasi gen MEFV terlihat pada pasien sJIA dalam populasi
yang sama secara etnis (p<0,01).39 Menariknya, meskipun hanya satu allele yang dipengaruhi
3

mutasi atau polimorfisme, inflamasi subklinis sudah dapat terlihat. 50,51 Kemungkinan mutasi
pada gen MEFV dapat berpengaruh pada salah satu perkembangan sJIA atau perjalanan klinis
yang lebih parah. Dalam penelitian terbaru oleh Ayaz, frekuensi mutasi MEFV pada pasien
sJIA terlihat pada 14,28% (secara signifikan lebih tinggi daripada populasi umum (p<0,01));
paling banyak mutasi pada M694, dimana frekuensinya 10%.39
Telah dikemukakan bahwa terdapat asosiasi genetik antara sJIA dan macrophage
activation syndrome (MAS) melalui mutasi gen perforin (PRF1)52-54 dan polimorfisme dari
MUNC13-4 dan gen interferon regulatory factor 5 (IRF5). 56 Namun, dalam penelitian Donn
dkk. diketahui gen berasosiasi dengan famili dari hemophagocytic lymphohistiocytosis (HLH)
dan tidak terlihat peningkatan kerentanan terhadap sJIA.57 Hanya sedikit gen yang dianalisis,
dan selanjutnya, asosiasi genetik MAS yang terdapat pada pasien sJIA tidak dilakukan
penelitian.57
5. Presentasi Klinis
Presentasi klinis terbanyak adalah demam, diikuti artritis dan ruam. Terkadang juga
terdapat limfadenopati, pericarditis, dan hepatosplenomegali.5,58 Beberapa pasien dengan
pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan inflamasi: peningkatan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dan CRP,5,58 leukositosis dan trombositosis, dan peningkatan
transaminase hati, dan juga anemia.5 Peningkatan D-dimers,5,59 ferritin, dan aldolase juga
terlihat.5
Beberapa pasien sJIA pada presentasi awalnya bisa mengancam jiwa. Klinis yang
ditemukan sangat sama antara sJIA dan sepsis, dengan demam yang tidak pernah turun
38C, manifestasi SSP, hemoragik, limfadenopati, hepatosplenomegali, ruam, serositis, dan
miokarditis.60 Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia, hiperferritinemia,
peningkatan enzim hati, leukositosis, normal atau menurunnya ESR, hipobrinogenemia, dan
hipertrigliseridemia.61
6. Manifestasi Klinis
6.1 Demam
Demam merupakan gejala paling umum pada awal presentasi klinis. Menurut Behrens
dkk., 98% pasien mengalami demam, 5 dan penelitian kohort dari United Kingdom, Prancis,
dan Spanyol, 100% pasien mengalami demam (masuk dalam kriteria inklusi). 58 Secara klasik,
hal tersebut dideskripsikan sebagai demam quotidian yang mencapai lebih dari 39C sekali
atau dua kali sehari, khususnya terjadi pada sore hari. 8,64,65 Meskipun demam quotidian masuk
4

dalam salah satu kriteria ILAR untuk diagnosis sJIA, penelitian Behrens dkk. menunjukkan
hal yang berbeda. Hal tersebut hanya terlihat pada 37% pasien selama presentasi awal;
lainnya demam pada pagi hari (12%), bi-daily fevers (15%), demam intermiten (27%), dan
unremitting fevers (5%),5 dan tidak mencapai 39C.5,62 Beberapa anak juga secara cepat
suhunya menurun dan mencapai suhu subnormal.8,64,65 Disamping karena anak demam, gejala
lain seperti artritis, ruam atau serositis dapat memperberat dan mengganggu aktivitas seharihari mereka; meskipun terkadang suhu anak turun, tetapi mereka belum bisa melakukan
aktivitas sehari-hari.8,62,66
6.2 Muskuloskeletal
Artritis merupakan gejala kedua yang paling umum setelah demam, 5 dan arthralgia
dapat mengawali gejala artritis ini.65,66 Menurut Behrens dkk., 88% anak datang dengan
artritis.5 Dalam hal ini artritis tidak ditemukan pada onset awal, tetapi baru terlihat dalam
beberapa bulan; artritis tidak akan terlihat sampai beberapa tahun terakhir.8 Dalam penelitian
Behrens dkk., terdapat distribusi frekuensi yang sama antara poliartikular dan oligoartikular
(41% poliartikular, 40% oligoartikular, dan 7% monoartikular); 5 tetapi, dalam penelitian di
Eropa terdapat rasio yang berbeda, oligoartikular ditemukan dua kali lipat lebih sering
daripada poliartikular.58 Pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi
yang paling sering terlibat pada awal presentasi. 5,8 Meskipun sering asimptomatik, sendi
temporomandibular juga dapat mengalami artritis. 67,68 Selama perjalanan penyakit, artritis
progresif kronis terlihat pada sepertiga hingga setengah dari total pasien yang ada, 65,69 dan
akhirnya keterlibatan sendi poliartikular banyak ditemukan pada kasus tersebut. 8 Artritis pada
servikal spine sebagai artritis pada hip joint (sering terjadi secara bilateral dan besifat
destruksi) juga dapat terlihat.8
Manifestasi sJIA pada muskuloskeletal lainnya adalah berkembangnya kista
sinovial.70-73 Kista tersebut lebih banyak terjadi pada ekstremitas atas;70 normalnya dapat
kembali hilang dengan sendirinya, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan ruptur dan timbul
pseudotromboplebitis.8 Limpadema juga dapat terjadi pada manifestasi muskuloskeletal.8,74
Inflamasi pada pembuluh limfe menyebabkan pembengkakan tanpa rasa nyeri. 8 Sebagian
besar, tatalaksana farmakologis tidak dianjurkan, tetapi kompresi dengan stocking dapat
memperbaiki limpadema.8
6.3 Ruam

Sir George Fredrick Still tidak mendeskripsikan gambaran ruam pada penyakit ini.
Tidak sampai lebih dari 50 tahun, perhatian diberikan pada penemuan menarik ini. 66,75
Evanescent dan bright salmon pink, ruam ini berbentuk morbilliform, makular, sering dengan
central clearing, dan cenderung berpindah tempat dan menyebar.64,75,76 Pada awalnya muncul
lebih sering pada limbs dan trunk, dan jarang pada wajah, leher, telapak tangan, dan telapak
kaki.66,75,76 Ruam ini cepat hilang (hilang dalam beberapa menit hingga beberapa jam), ini
berhubungan dengan masa demam akutnya.64,75,76 Menurut Behrens dkk. 81% pasien datang
dengan ruam.5 Modesto dkk., melaporkan bahwa ruam terlihat pada 89% pasien dengan
prognosis baik dan 79% pasien dengan prognosis buruk.58 Ruam lebih sering nonpruritic,76
tetapi sekitar 5% pasien terdapat ruam pruritus. 77,78 Dapat juga terjadi fenomena Koebner
(munculnya lesi distribusi linear pada bagian yang sehat setelah dilakukan goresan pada
lesi).75,76
Pada ruam, secara histologi ditemukan gambaran sebaran infiltrasi perivaskular dari
sel mononuklear dan neutrofil;75,76 biopsi kulit normal terlihat pada pasien yang sudah tidak
mengalami ruam.76 Seperti proses inflamasi lain (psoriasis, lichen planus, cutaneous lupus
erythematous, atau penyembuhan luka79,80), aktivasi ekspresi keratinosit proinflamasi protein
S100-MRP8 dan MRP14 terlihat pada ruam sJIA. 29 Pada penelitian lain oleh Frosch dkk.,
MRP8 dan MRP14 ditemukan menyebar dan tidak terbatas hanya pada lokasi dari ruam; jika
pasien yang respon terhadap pengobatan, MRP8 dan MRP14nya normal. 81 Selama penyakit
ini aktif, leukosit terlihat dalam epitel duktus kelenjar keringat.81
Papul pruritis fixed persisten dan plak dengan sisik yang baik telah dideskripsikan
sebelumnya dan dilaporkan memiliki struktur histologi yang unik yaitu ditemukan
diskerotasis pada lapisan superfasial epidermis dan infiltrat neutrofil minimal pada lapisan
superfisial dermis.82 Akhirnya, malar rash pada sJIA dideskripsikan dalam single case
report.83
6.4 Limfadenopati
Limfadenopati generalisata banyak ditemukan.8,65 Dalam penelitian Behrens dkk.,
31% pasien memiliki presentasi awal dengan limfadenopati;5 dalam penelitian Modesto dkk.,
24% kelompok pasien dengan prognosis baik dan 51% kelompok pasien dengan prognosis
buruk disertai adanya limfadenopati.58 Limfadenopati terdiri dari nodul mobile elastis tanpa
adanya nyeri dan dapat ditemukan di epitrochlear dan nodul axila; 8,65 pada suatu waktu hal
tersebut dapat dicurigai sebagai neoplasma.84 Sebagai perbandingannya, adenitis mesenterika
menyebabkan nyeri,8 dan dulu dapat menjadi intervensi operatif pada anak yang misdiagnosis
6

dengan dilakukannya operasi abdomen.65 Pada penelitian radiografik, adenopati para-aortic


dapat diidentifikasi, dan secara histologi, terjadi perubahan reaktif pada nodul.8

6.5 Hepatosplenomegali
Splenomegali terjadi pada sekitar 50% kasus;8 hepatomegali tidak terjadi sesering
splenomegali,64 meskipun hal itu terjadi, frekuensi terjadinya yaitu ketika penyakit tersebut
aktif.8 Fungsi hati yang abnormal dapat terlihat sebelumnya pada permulaan terapi (tetapi
kebanyakan pasien tidak mendapat NSAID untuk demam mereka yang berlangsung lama, 85
dimana dapat menyebabkan fungsi hati abnormal); tetapi dapat mempengaruhi faktor
pembekuan.8 Pada pemeriksaan histologi, dapat ditemukan sel inflamasi dari infiltrat
periportal.85

Hepatosplenomegali

dibutuhkan

monitoring,

karena

selanjutnya

dapat

menyebabkan amyloidosis.8
6.6 Serositis
Tipe paling banyak dari serositis adalah pericarditis.8,86 Pada penelitian Behrens dkk,
10% pasien datang dengan perikarditis.5 Menurut Modesto dkk., serositis (tidak spesifik)
dapat terlihat pada 14% pasien dengan prognosis baik dan 16% pasien dengan prognosis
buruk.58 Hal ini biasanya berulang tapi jinak.87 Sering berkembang cepat pada sJIA dan bisa
menjadi manifestasi lebih awal sebelum timbul artritis. 8,66,87 Anak yang mengalami
perikarditis mungkin tidak dapat ditemukan secara spesifik seperti takikardi dan dyspnea,
tetapi bisa juga terdapat friction rub.86 Perikarditis mungkin menjadi tanda buruk dari
berkembangnya miokarditis, dimana akan menjadi lebih serius dan secara potensial
mengakibatkan komplikasi fatal dari kardiomegali, CHF, dan aritmia.65,88-90 Pada penelitian
tahun 1992 oleh Goldenberg dkk., dimana ditemukan manifestasi jantung simptomatik pada
JRA, 13 dari 172 pasien teridentifikasi (11 dari mereka menderita sJIA); dari pasien-pasien
sJIA, perikarditis dilaporkan ada 5, mioperikarditis ada 4, dan miokarditis terisolasi pada 2
pasien.86 Pleuritis asimptomatik dan efusi pleura dapat timbul bersama dengan pericarditis
atau independent.8,65
Peritonitis merupakan manifestasi jarang dari sJIA dan terlihat pada dua masa, satu
selama minggu pertama mulai munculnya prsentasi klinis, dan kedua 10 tahun setelah
diagnosis.91

6.7 Manifestasi Lain


Meskipun jarang, manifestasi SSP seperti kejang, meningismus, iritabilitas dan
menurunnya kesadaran sebelumnya sudah dideskripsikan.92 Manifestasi ocular dapat terlihat
pada sJIA, dan uveitis merupakan salah satu komplikasinya. 93 Laporan kasus dari Ishihara
dkk. mendeskripsikan pasien dengan sJIA mengalami panuveitis bilateral pada l3 tahun
setelah presentasi klinis awal muncul.93 Browns syndrome (gerakan terbatas dari tendon
oblik superior) terlihat pada 3 anak dan dilaporkan pada dua laporan kasus. 94,95 Meskipun
perforasi septum nasal merupakan komplikasi dari penyakit rematik, hal tersebut
dideskripsikan hanya pada 3 anak dengan sJIA pada sebuah case series.96
Pengecualian pleuritis, manifestasi pulmonal juga jarang terjadi. Tes fungsi pulmonal
yang abnormal telah dilaporkan dari tahun 1980 oleh Wagener dkk.97 Pada studi crosssectional, Van Der Net dkk mendeskripsikan fungsi pulmonal terbatas pada 8 dari 17 pasien
yang menunjukkan penurunan kapasitas total paru; dengan 2 pasien tambahan yang terlihat
kapasitas total paru yang normal (belum rendah).98 Obstruksi tidak terlihat, index Tiffeneau
(FEV1/FVC x 100%) > 83% pada semua pasien.98 Interstitial pulmonary disease telah
dilaporkan oleh Athreya dkk.99 Hipertensi pulmonal dilaporkan paada satu case report, 100 dan
interstisial pulmonal dan granuloma kolesterol intra-alveolar dilaporkan pada tahun 2001
dalam case report.101
Presentasi klinis dari sJIA dan Kawasaki disease (KD) dapat sama pada anak yang
muda. Penelitian terbaru oleh Binstadt dkk., 5 dari 12 pasien sJIA yang memiliki
ekokardiogram yang dievaluasi arteri korenernya pada presentasi awal, bahwa terdapat
dilatasi arteri coroner, dan di luar dari itu, terdapat 2 pasien yang memenuhi kriteria KD pada
awal presentasi.102 Menariknya, penelitian oleh Maeno dkk. menunjukkan peningkatan yang
signifikan pada IL-18 yang terdapat pada sJIA, tetapi tidak pada KD atau tipe JIA yang
lain.103
7. Diagnosis Banding
Melalui klinis yang nonspesifik dan temuan laboratoris, diagnosis banding dari sJIA
itu luas dan harus masuk dalam kategori infeksi seperti etiologi post infeksi, connective tissue
diseases, vaskulitis, malignansi, dan sindrom autoinflamasi.42
8. Komplikasi
8.1 Amyloidosis

Serum amyloid A adalah reaktan pada fase akut yang mengalami peningkatan jika
terdapat proses inflamasi. Hal tersebut yang menjadi prekursor untuk protein serum amyloid
A.104,105 Amyloidosis adalah salah satu komplikasi yang serius dari sJIA. Untuk alasan yang
tidak diketahui, amyloidosis sangat jarang terjadi di Amerika Utara dan belum berefek
memberikan presentase yang besar pada populasi di UK dan Turki (7,4% dan 16%). 106,107
Deposisi protein memberikan efek pada organ vital seperti ginjal, hati, traktur
gastrointestinal, dan jantung.105 Biopsi mukosa rektum, lemak subkutan, gusi, atau ginjal,
amyloidosis diketahui secara histologis menggunakan pengecatan merah Congo, dimana
terlihat deposisi eosinofil; ketika menggunakan sinar polarisasi, terlihat karakterikstik dari
apple-green birefringence surfaces.105,108,109 Tanda klinis pertama dari amyloidosis adalah
proteinuria, tetapi sering missed dan terlihat sindrom nefrotik. 8,105 Gejala lain yang
mendukung amyloidosis adalah: hipertensi, hepatosplenomegali, dan nyeri abdomen. 8,105
Kecuali jika proses inflamasi dari sJIA berhasil ditekan dan amyloidosis kembali tidak
terjadi, kematian dari kegagalan ginjal yang progresif pada anak dengan amyloidosis dapat
dihasilkan.8,105 Penelitian Immonen dkk. dalam waktu yang lama didapatkan 24 pasien dengan
amyloidosis; sJIA terlihat pada 11 dari 24 pasien (46%). Secara keseluruhan, tingkat
kelangsungan hidup selama 5 tahun adalah 88%, dan tingkat kelangsungan hidup 10 tahun
adalah 75%. Pada 24 pasien dengan semua subkelas JIA, 10 pasien meninggal. Meskipun
mortalitas pada tipe JIA yang berbeda tersebut tidak spesifik, secara keseluruhan, mortalitas
yang tinggi dapat terlihat pada pasien yang hanya diterapi dengan kortikosteroid, sedangkan
mereka yang diterapi dengan obat modifikasi antirematik dan/atau sitotoksik kelangsungan
hidupnya lebih baik (p=0,001).110
8.2 Sindrom Aktivasi Makrofag (MAS)
Pada tahun 1985 Hadchouel dkk. mendeskripsikan komplikasi yang mengancam jiwa
dari sJIA,111 dimana kemudian istilah MAS muncul.112 Produksi yang tidak terhambat dan
aktivasi dari makrofag dan limfosit T menyebabkan demam, ruam, pansitopenia, insufisiensi,
koagulapati, limfadenopati, dan disfungsi neurologis.113,114 MAS bukan kesatuan yang unik,
tetapi bukan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk sekunder dari HLH yang
terlihat pada penyakit rematik.115-117 Insiden MAS dalam konteks sJIA adalah sekitar 6,7%13%,60,118 dan angka mortalitas sekitar 8-22%.118,119 Gejala dari MAS hampir identik dengan
sJIA, hal ini sangat sulit untuk menegakkan diagnosis. Beberapa temuan laboratoris sangat
berguna untuk membedakan keduanya yaitu adanya sitopenia dan ESR yang normal pada
MAS.118 Namun, akhir-akhir ini diketahui bahwa pasien sJIA multiple memiliki bukti
9

hemofagositosis pada pemeriksaan bone marrow tetapi tidak ditemukan secara klinis. 60
Sekarang dipercaya bahwa sJIA dan MAS adalah dua kesatuan yang ekstrim, dimana sJIA
komplikasinya tidak terlihat atau inaktif MAS.4,5
9. Pengobatan
Secara historis, manajemen sJIA termasuk penggunaan obat-obatan nonsteroid
antiinflamasi (NSAID), intravena immune globulin (IVIG), kortikosteroid, metotreksat, antiTNF, cyclosporine, thalidomide, siklofosfamid, dan autologous transplantasi sel induk. 42
IVIG awalnya paling efektif, namun dalam studi lebih lanjut, tercatat mungkin berguna hanya
untuk subset tertentu dari anak-anak dengan penyakit sistemik awal. 124 Meskipun
menunjukkan khasiat yang signifikan dalam JIA subtipe lain, methotrexate tidak
menunjukkan respon yang memadai pada JIA. 125 agen anti TNF yang terbukti memiliki hanya
respon parsial.128 Dengan pemahaman yang luas tentang patogenesis JIA, pengobatan telah
berubah. Sebuah terapi lebih bertarget dalam bentuk biologis memblokir agen mengubah
pengobatan JIA.113,114
9.1. NSAID
Dalam JIA, NSAID digunakan untuk manajemen nyeri, kekakuan, dan demam. 135
Secara historis, aspirin sering digunakan; Namun, meliki risiko keracunan. serta
pengembangan sindrom Reyes diperlukan penggantian aspirin dengan NSAID lainnya. 136
Ibuprofen, meloxicam, naproxen, tolmetin, dan celecoxib disetujui oleh Food and Drug
Administration

(FDA)

untuk

pengobatan

JIA.140

Tetapi

memiliki

efek

samping

gastrointestinal seperti gastritis dan duodenitis.141 Pseudoporphyria terkait dengan terapi


naproxen yang dapat dilihat pada anak-anak dengan kulit terang dan rambut yang tipis. Serta
dapat terjadi jaringan parut.
9.2. Kortikosteroid dan Siklofosfamid
Meskipun tidak dianggap memodifikasi penyakit, kortikosteroid sistemik sering
digunakan ketika pasien mengalami dominan sistemik.135 Kimura et al. mempelajari khasiat
dan efek samping dari dosis tinggi alternatif pada prednison dan menyimpulkan bahwa itu
adalah terapi yang memiliki efek samping yang minimal.146
Intravena methylprednisolone juga berguna dalam mengobati pasien JIA. Dalam studi
Adebajo dan Hall, penggunaan steroid (30 mg / kg dengan maksimum 1 g) diberikan kepada
pasien JIA: 55% dari pasien memiliki resolusi penuh dari manifestasi sistemik, dan 45% dari
10

pasien memiliki penurunan arthritis; Selanjutnya, 16% dari pasien yang diperoleh terjadi
remisi.147 Penggunaan jangka panjang kortikosteroid pada anak-anak memiliki beberapa efek
samping yang signifikan seperti penghambatan pertumbuhan, imunosupresi, striae, gangguan
pubertas, osteoporosis, habitus cushing, miopati, katarak, hipertensi, efek psikologis, dan
lain-lain, yang semuanya sangat dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. 148 Karena efek yang
tidak diinginkan yang cukup tinggi pada kortikosteroid, dapat beralih ke agen sparing steroid
yang efektif sangat penting pada pasien ini.
Kekebalan humoral dipengaruhi oleh siklofosfamid dosis tinggi , dan kortikosteroid
dosis tinggi menyebabkan penurunan E-selektin, ICAM-1, CD11b, dan CD18 dalam
membran sinovial dan neutrofil.154 Shaikov et al. menggambarkan sebuah percobaan label
terbuka di 18 anak-anak dengan JIA menggunakan kombinasi metilprednisolon dan
siklofosfamid, dengan peningkatan yang signifikan dalam manifestasi sistemik dan
artikular.122 Penelitian Wallace dan Sherry melaporkan 4 anak-anak yang membaik setelah
menerima intravena siklofosfamid dan methylprednisolone.121 Dalam 3 dari 4 pasien,
memiliki remisi, dan dosis prednisone mengalami penurunan sebesar 25%, dan di semua
perbaikan pasien terlihat secara klinis (dengan peningkatan 50% di hitung bersama dan
meningkatkan pertumbuhan linear), serta di laboratorium mereka parameter.122 Lehman
melaporkan 6 anak diobati dengan siklofosfamid intravena dengan peningkatan minimal. 155
Terakhir, Chen et al. dilaporkan 4 pasien JIA diobati dengan siklofosfamid intravena dan
methylprednisolone; 2 dari pasien mencapai remisi, 1 telah menunjukkan peningkatan, dan 1
tidak meningkatkan.156
9.3. Biologis
9.3.1. IL-1 Inhibitor: Anakinra, Rilonacept, dan Canakinumab.
IL-1 penghambatan dapat dicapai melalui 3 cara: IL-1 antagonis reseptor, anakinra;
IL-1R-IL1RacP-Fc fusion protein, rilonacept; atau IL-1 antibodi, canakinumab. 157 Laporan
awal menggunakan anakinra yang menjanjikan dengan perbaikan yang cepat dalam
penyembuhan pasien.133 Namun, laporan kemudian menunjukkan bahwa beberapa pasien
tidak merespon juga untuk perawatan ini. Dalam Gattorno et al. Penelitian di tahun 2008,
10/22 (45%) dari pasien merespon dengan baik untuk terapi, 11/22 (50%) memiliki respon
yang tidak lengkap atau tidak ada respon terhadap terapi, dan 1/22 (5%) tidak dapat
diklasifikasikan.159 Dalam Lequerre et al., Pada akhirnya menindaklanjuti, respon lengkap
terlihat di 4/20 (20%), respon parsial dilihat di 5/20 (25%), dan tidak ada respon yang terlihat
di 8/20 (40%) dari pasien (3 pasien tidak menyumbang, 1 memiliki respon lengkap pada 3
11

bulan tetapi tidak memiliki dilaporkan menindaklanjuti, dan dua terlihat di dua bulan dengan
tidak ada respon dan tidak memiliki dilaporkan menindaklanjuti).158 Dalam studi Ohlsson et
al., 6/7 (86%) merespon dengan baik untuk anakinra, sementara 1/7 (14%) tidak memiliki
respon yang baik.160
Dalam Zeft et al. Studi 2009, 8/33 (24%) dari pasien tidak memiliki respon yang
baik.161 Sebuah laporan multicenter terbaru dari 46 pasien yang diobati dengan anakinra
menunjukkan perbaikan yang signifikan; oleh 1 bulan pengobatan, 86% pasien mengalami
pengurangan demam dan ruam, dan 84%, 63%, 83% dan 71% dari pasien memiliki
normalisasi CRP, ESR, kadar feritin, dan trombosit masing-masing. 162 Dalam penelitian
tersebut respon lengkap hanya terjadi di 59% dari pasien, respon parsial di 39% dari pasien,
dan dalam 2% kurangnya respon. Dua teori telah meningkat untuk menjelaskan respon terapi
yang berbeda. Gattorno et al. mendalilkan adanya kelas jauh di JIA, dan Nigrovic et al.
hipotesis blokade kurang efektif dari IL-1 dalam penyakit didirikan sekunder baik
peradangan kronis (berasal dari pasokan banyak IL-1), atau sekunder untuk bertindak
independen IL-17, mungkin menyebabkan arthritis.162
9.3.2. Tocilizumab.
Tocilizumab adalah antibodi monoklonal manusiawi, menargetkan membran terikat
dan larut IL-6 reseptor.165 Dengan mengikat reseptor ini, transduksi sinyal melalui
glikoprotein 130 dihambat.166 Pada tahun 2003, Yokota melaporkan penggunaan mendorong
pertama IL-6 penghambatan pada anak-anak. Pada tahun 2005, sebuah percobaan fase II
dengan tocilizumab menunjukkan JIA 30%, 50%, dan peningkatan 70% sesuai dengan inti set
variabel respon di 10/11 (90,9%), 10/11 (90,9%), dan 7/11 (63,6%) pasien. Penjelasan
perbaikan ini didasarkan pada ACR Pediatric (ACR Pedi) 30 kriteria, alternatif dikenal
sebagai JRA, JIA, atau kriteria perbaikan Giannini [130, 168, 169]. Ini adalah ukuran hasil
untuk perbaikan didefinisikan sebagai berikut: peningkatan 30% dari minimal 3 dari 6
variabel inti berikut dan tidak lebih dari 30% yang memburuk di salah satu dari mereka: (1)
dokter penilaian global aktivitas penyakit; (2) orang tua / penilaian global pasien dari
keseluruhan kesejahteraan (masing-masing mencetak pada skala analog visual yang 10 cm);
(3) kemampuan fungsional; (4) jumlah sendi dengan arthritis aktif; (5) jumlah sendi dengan
berbagai gerakan terbatas, (6) ESR [170]. Demikian pula ukuran hasil tambahan untuk
perbaikan kemudian diekstrapolasi: ACR pedi 50, 70, dan 90, dengan menggunakan pedoman
yang sama seperti untuk ACR Pedi 30 tetapi mendefinisikan 50%, 70%, dan peningkatan

12

90% dalam 3 dari 6 variabel masing-masing, dengan tidak lebih dari 30% yang memburuk di
satu variabel.169
Pada tahun 2005, sebuah open-label trial fase II memeriksa dosis menaik tunggal
tocilizumab juga telah menunjukkan respon yang baik: JIA 30%, 50%, dan 70% peningkatan
terlihat pada 11/18 (61%), 18/08 (44% ), dan 3/18 (17%). Sebuah studi 2008 oleh Yokota et
al. menunjukkan ACR Pedi 30, 50, dan tingkat 70 respon dalam 51/56 (91%), 48/56 (86%),
dan 38/56 (68%), masing-masing pada penyelesaian fase open-label, di mana semua pasien
menerima 3 dosis 8 mg / kg tocilizumab setiap dua minggu. 172 Dari 56 pasien, hanya 43 fase
double-blind (3 pasien mengembangkan anti tocilizumab antibodi IgE, salah satu memiliki
reaksi anafilaktoid, salah satu memiliki perdarahan gastrointestinal, dan salah satu memiliki
kekurangan kemanjuran). Dilaporkan bahwa dalam membandingkan kelompok perlakuan
tocilizumab dan kelompok plasebo, ACR Pedi 30, 50, dan 70 tanggapan adalah: 16/20 (80%),
16/20 (80%), 15/20 (75%) dan 4/23 (17%), 4/23 (17%), dan 3/23 (13%), masing-masing.
Terakhir, dalam terakhir fase 3 percobaan, membandingkan kelompok perlakuan tocilizumab
dan kelompok plasebo setelah 12 minggu terapi, De Benedetti et al. tidak adanya dilaporkan
demam dan JIA ACR 30 menjadi 85% dibandingkan 24% (P <0,0001); Selanjutnya, JIA ACR
50, 70, dan 90 dibandingkan antara perlakuan dan kelompok plasebo dan 64/75 (85%), 53/75
(71%), 28/75 (37%) dibandingkan 11/37 (11% ), 3/37 (8%), 5/37 (2%), masing-masing [173].
Pada bulan April 2011, FDA menyetujui penggunaan tocilizumab pada pasien sJIA lebih dari
2 tahun.174
9.3.3. Abatacept.
Abatacept adalah protein fusi yang menghalangi CD80 atau CD86 interaksi dengan
CD28, yang mengubah sinyal kostimulatori, sehingga menghambat aktivasi sel T.175 Pada
tahun 2008, sebuah studi oleh Ruperto et al. menunjukkan ACR Pedi 30% atau lebih
peningkatan 65% dari kelompok arthritis sistemik, tetapi studi dikecualikan anak-anak
dengan manifestasi sistemik aktif untuk sebelum 6 bulan. 168 Dalam Ruperto et al
perpanjangan jangka panjang, abatacept lagi-lagi dilaporkan memiliki tingkat respon yang
baik; tingkat respon penyakit ACR Pedi 30, 50, 70, 90 dan tidak aktif pada pasien dengan
sJIA tanpa manifestasi sistemik yang 88%, 88%, 63%, 13%, dan 25%. 176 Dalam laporan akhir
tahun itu, Ruperto et al. peningkatan dilihat dalam kualitas hidup terkait kesehatan (HRQOL)
pada pasien JIA diobati dengan abatacept (di mana sekitar 20% dari pasien yang diteliti
memiliki JIA).177

13

9.3.4. Terapi Kombinasi Anakinra dan abatacept.


Sebuah laporan anekdotal dari terapi kombinasi anakinra dan abatacept di 4 anakanak dengan sJIA bandel dijelaskan perbaikan gejala mereka, tanpa efek samping yang
signifikan.178
9.3.5. Antitumor Necrosis Faktor Antibodi (Anti-TNF)
Ada tiga jenis faktor antitumor nekrosis (anti-TNF) terapi: etanercept: TNF reseptor
larut, Infliximab: chimeric monoklonal TNF antibodi, dan Adalimumab: antibodi monoklonal
manusiawi.
Hasil dari Lovell et al. 2000 penelitian yang membandingkan tingkat flare pasien JIA
antara plasebo dan etanercept terapi yang efektif, dengan 7/8 (88%) pasien plasebo memiliki
flare, dan 4/9 (44%) dari mereka pada etanercept memiliki suar (statistik signifikan P
<0,001).181 Beberapa penelitian kemudian menunjukkan bahwa pasien dengan JIA tampaknya
hanya memiliki respon parsial terhadap agen-TNF anti.128
Pada tahun 2003 Lovell et al. diterbitkan hasil sementara dari studi multicenter yang
sedang berlangsung memeriksa etanercept, dan melaporkan tingkat peningkatan JRA (30%,
50% dan 70%). Pada kelompok per protokol pada akhir tahun ke-2, 30 peningkatan% terlihat
pada 10/12 pasien (83%), 50% peningkatan terlihat pada 9/12 pasien (75%), dan peningkatan
70% terlihat di 8/12 pasien (67%); di dimodifikasi kelompok intent-to-treat mereka (yang
termasuk pasien yang menghentikan terapi) peningkatan 30% terlihat pada 10/17 pasien
(59%), 50% peningkatan terlihat pada 9/17 pasien (53%), dan 70 peningkatan% terlihat pada
17/08 pasien (47%).169 Dalam Horneff et al. Studi tahun 2004, khasiat lebih rendah terlihat
pada pasien JIA, di mana kriteria Giannini dari 30%, 50%, dan peningkatan 70% terlihat pada
48%, 33%, dan 11% dari masing-masing pasien, setelah 1 bulan pengobatan dengan
etanercept, dan setelah 3 bulan pengobatan, peningkatan terlihat pada 63%, 39%, dan 24%. 130
Dalam Kimura et al. Studi 2005 meneliti terapi etanercept, 37/82 (45%) pasien memiliki
respon yang buruk (<30% peningkatan), 7/82 (9%) memiliki respon menengah (30- <50%
peningkatan) , 11/82 (13%) memiliki respon yang baik (50- <70% peningkatan), dan 27/82
(33%) memiliki respon yang sangat baik (> peningkatan 70%), di mana respon didefinisikan
sebagai penurunan persentase dari dasar sebagai berikut: dosis steroid, hitungan aktif terlibat
sendi, penanda inflamasi (ESR, CRP, atau jumlah trombosit), dan dokter penilaian global dari
skor aktivitas penyakit, bukan kriteria respon pedi ACR.131 Russo dan Katsicas 'studi 2009,
pasien diobati awalnya dengan etanercept, tetapi jika perbaikan tidak terlihat, pasien
dialihkan ke terapi dengan baik infliximab atau adalimumab. ACR pedi 30, 50, 70, dan 90
14

kriteria yang digunakan untuk menilai perbaikan klinis dan terlihat di 35 (78%), 28 (62%), 21
(47%), dan 14 (31%) dari pasien, masing-masing.132 Lihat Tabel 2. Dalam Quartier et al. 2003
studi, diakui bahwa dalam membandingkan tingkat peningkatan 30% antara sJIA dan
oligoartikular atau polyarticular JIA, orang-orang dengan sJIA memiliki kemungkinan lebih
besar tidak mencapai peningkatan 30% (dengan P nilai-nilai 0,0002 dan 0,0031, resp.).
Ketika membandingkan tingkat peningkatan 50 dan 70%, sJIA juga memiliki risiko yang
signifikan dari tidak mencapai tingkat peningkatan dibandingkan dengan onset oligoartikular
JIA tetapi tidak berbeda nilai risiko dari timbulnya polyarticular JIA.129
Dalam Lovell et studi tahun 2003 al. Dilaporkan bahwa dari 5 pasien JIA yang
menarik diri dari penelitian, 4 memiliki respon klinis suboptimal, dan 1 memiliki efek
samping.169 Dalam studi ekstensi 2006, dilaporkan bahwa 19 pasien memasuki studi ekstensi,
dan hanya 6 pasien tinggal dalam studi ekstensi untuk 4 tahun (3 dari 13 pasien menarik diri
sekunder kurangnya efikasi).179 Pada 2008 ekstensi open-label dilaporkan bahwa 19 pasien
telah memasuki persidangan, tetapi hanya 5 memasuki tahun ke-8. Horneff et al. 2004 studi,
17 dari 66 pasien JIA terdaftar mengundurkan diri dari penelitian, di mana inefficacy terapi
adalah alasan untuk penghentian di 14 dari 17 pasien, efek samping yang terlihat pada 2
pasien dan 1 pasien menarik diri untuk alasan lain. Dalam Kimura et al studi tahun 2005,
flare penyakit terlihat pada 37/82 pasien (45%) di semua tingkat respon terapi; Namun,
mereka lebih mungkin terjadi pada mereka yang merespon buruk terhadap pengobatan (25/37
pasien (68%) dibandingkan pada mereka yang memiliki respon yang sangat baik (7/27 pasien
(26%). Penghentian pengobatan terjadi pada 29/82 pasien (35%) terutama sekunder
inefficacy atau flare di 72,4% dari pasien ini. 131 Tynjal sebuah et al. Studi 2009 melihat
panjang penggunaan terapi anti-TNF (baik etanercept atau infliximab). Pada 24 dan 48 bulan
46% dan 76% dari pasien, masing-masing, telah dihentikan obat mereka. Inefficacy adalah
alasan paling umum untuk penghentian dalam kelompok JIA.182
Dalam Katsicas dan Russo studi tahun 2005, pasien yang sebelumnya gagal terapi
dengan etanercept diobati dengan infliximab. Dilaporkan bahwa sebagian besar pasien tidak
mencapai perbaikan dengan infliximab; Namun, satu pasien yang menunjukkan respon
terhadap infliximab tidak memiliki manifestasi sistemik pada awal terapi. 183 Sebuah statistik
yang signifikan (P = 0,03) tercatat di Russo dan Katsicas 'studi 2009 antara remisi dan kedua
tidak adanya manifestasi sistemik pada awal anti-TNF terapi dan perbaikan setelah 3 bulan
terapi. Dalam studi 64% (29/45) dari pasien menunjukkan perbaikan setelah 3 bulan
pengobatan, dan 73% (33/45) dari pasien ditampilkan perbaikan setelah 6 bulan.132

15

9.3.6. Rituximab
Rituximab adalah antibodi monoklonal chimeric terhadap CD20, menargetkan sel B.
Wouters et al. menggambarkan aktivitas-sel B yang lebih tinggi di semua jenis JIA, termasuk
sJIA. Ada beberapa laporan kasus merinci pengobatan sJIA dengan rituximab. Kasher-Meron
et al. menggambarkan perempuan berusia >18 tahun dengan sejarah 12-tahun sJIA yang
resisten untuk terapi yang menanggapi terapi dengan rituximab. 185 Serangkaian kasus oleh
Narvaez et al. dijelaskan 'tiga pasien dewasa dengan tak henti-hentinya sJIA (durasi penyakit
antara 18-27 tahun), yang semuanya memiliki peningkatan dicatat dengan terapi rituximab;
dengan pengecualian satu pasien dengan reaksi hipersensitivitas, tidak ada efek samping yang
signifikan lainnya terlihat. Terakhir Feito dan Pereda dijelaskan perempuan 8 tahun yang
merespon dengan baik untuk rituximab, baik manifestasi sistemik dan manifestasi artikular.187
9.4. Siklosporin
Siklosporin adalah imunomodulator yang menghambat sintesis IL-1, IL-2, TNF-, dan
interferon -.188 Hasil penelitian prospektif 10 tahun melihat kemanjuran siklosporin A
menunjukkan manfaat bagi beberapa anak dengan sJIA, tetapi mayoritas remisi lengkap tidak
tercapai.191 Dalam sebuah penelitian surveilans kemudian, dari pasien yang masih menerima
siklosporin pada kunjungan terakhir mereka, hanya 5% telah mencapai respon klinis penuh,
sementara 63% memiliki ringan sampai aktivitas moderat dan 32% memiliki penyakit yang
tidak terkontrol parah.192 reaksi merugikan terkait dilaporkan adalah hipertrikosis, kadar
kreatinin serum, hiperplasia gingiva, iritasi gastrointestinal, dan hipertensi.
9.5. Thalidomide
Thalidomide mencegah sintesis sitokin oleh mengganggu sintesis mRNA daripada
blokade, dan merupakan dikenal agen anti-inflamasi yang menekan angiogenesis, sel ekspresi
molekul, TNF-, IL-1, IL-6, dan nuklir faktor-G. 194 Pada tahun 2002, Lehman et al.
melaporkan pada 2 anak-anak dengan keras sJIA yang diobati dengan terapi thalidomide dan
memiliki peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004, Lehman et al. meneliti 13 anak
tambahan yang diobati dengan thalidomide. Sebuah respon terlihat di 11 anak, dan 10 dari
mereka memiliki skor peningkatan JRA 50% dalam konkordansi dengan definisi awal dari
peningkatan arthritis juvenile. Penurunan signifikan secara statistik dalam dosis prednison,
penurunan ESR, dan peningkatan kadar hemoglobin terlihat.120 Pada tahun 2007 seri 3-kasus
pasien dilaporkan oleh Garca-Carrasco et al., Dimana setelah terapi dengan thalidomide, 3
pasien bandel memasuki remisi.198
16

Tabel 2: Respon terapi anti-TNF pada pasien sJIA.


Penelitian

Respon

Lovell et al. Pada 24 bulan:


2003 169 (per (i) JRA 30% definisi peningkatan
protocol
terlihat pada 83% pasien.
group)
(ii) JRA 50% definisi peningkatan
terlihat pada 75% pasien.
Etanercep
(iii) JRA 70% definisi peningkatan
terlihat pada 67% pasien.
Lovell et al. Pada 24 bulan:
169
2003
(i) JRA 30% definisi peningkatan
(modified
terlihat pada 59% pasien.
intent-to-treat
(ii) JRA 50% definisi peningkatan
group)
terlihat pada 53% pasien.
(iii) JRA definisi 70% dari
Etanercept
peningkatan terlihat pada 47%
pasien
Horneff et al. Pada 1 bulan:
130
2004
(i)
kriteria
Giannini
untuk
Etanercept
peningkatan 30% terlihat pada 48%
pasien.
(ii)
kriteria
Giannini
untuk
peningkatan 50% terlihat pada 33%
pasien.
(iii)
kriteria
Giannini
untuk
peningkatan 70% terlihat pada 11%
pasien.
Pada 3 bulan:
(i)
kriteria
Giannini
untuk
peningkatan 30% terlihat pada 63%
pasien.
(ii)
kriteria
Giannini
untuk
peningkatan 50% terlihat pada 39%
pasien.
(iii)
kriteria
Giannini
untuk
peningkatan 70% terlihat pada 24%
pasien.
Kimura et al. Rata-rata durasi pengobatan: 24,8
131
2005
12,3 bulan (3-70 bulan):
Etanercept
(i) respon Miskin (70%) terlihat
pada 33% pasien.
Russo
and Pengobatan selama minimal 6 bulan:
Katsicas 2009 (i) ACR Pedi 30 terlihat pada 78%
132
Etanercept pasien.
initially, if no (ii) ACR Pedi 50 terlihat pada 62%
improvement
pasien.
seen, infliximab (iii) ACR Pedi 70 terlihat pada 47%

Jumlah
pasien
12

Diskontinuitas

17

5 (29%)

66

17 (26%)

82

29 (35%)

45

22 (49%) dari pasien


beralih ke kedua antiTNF
(baik
infliximab-17 pasien,
atau adalimumab-5
pasien)
sekunder

Tidak termasuk

17

or adalimumab pasien.
were studied.
(iv) ACR Pedi 90 terlihat pada 31%
pasien.

kurangnya respon di
9 Poin dan kurangnya
efikasi selanjutnya.
Infliximab kemudian
dihentikan pada 4
pasien
sekunder
kurangnya efikasi dan
pada
6
pasien
sekunder
untuk
toksisitas.

10. Rekomendasi American College of Rheumatology 2011


Dalam baru-baru ini American College of Rheumatology untuk pengobatan sJIA,
rekomendasi dibuat dengan mengidentifikasi pasien sebagai milik salah satu dari dua
kelompok klinis yang berbeda: fitur aktif sistemik (tanpa arthritis aktif), atau arthritis aktif
(tanpa aktif sistemik fitur), dan juga dengan tingkat aktivitas penyakit dan dengan prognosis.
Bagi pasien dengan kedua fitur sistemik aktif dan arthritis aktif, rekomendasi tidak dibuat,
tetapi menggunakan dua rekomendasi yang disarankan. Selanjutnya, agen terapi baru-baru
ini, seperti IL-6 inhibitor dan lainnya IL-1 inhibitor selain anakinra tidak termasuk
rekomendasi karena mereka tidak tersedia.199
Untuk arthritis sistemik dengan fitur sistemik aktif tapi tidak ada arthritis, memulai
NSAID, glukokortikoid sistemik, atau anakinra sebagai terapi awal tergantung pada aktivitas
penyakit dan prognosis. Pasien dengan aktivitas penyakit rendah dan prognosis yang baik
dianjurkan pengobatan NSAID, diikuti oleh glukokortikoid dan anakinra. NSAID dapat
dihilangkan untuk pasien-pasien dengan baik prognosis buruk atau aktivitas penyakit yang
tinggi. Untuk pasien dengan aktivitas penyakit yang tinggi dan tanpa prognosis yang buruk,
terapi awal dengan glukokortikoid sistemik diikuti oleh anakinra ketika tidak merespon
dengan baik dianjurkan. Untuk pasien dengan prognosis yang buruk, terapi awal mungkin
baik glukokortikoid sistemik atau anakinra. Metotreksat dianggap tidak pantas untuk
kelompok ini, dan kedua thalidomide dan calcineurin inhibitor manfaat pasti.199
rekomendasi pengobatan untuk arthritis sistemik dengan arthritis aktif tetapi tanpa fitur
sistemik aktif mencakup hingga 1 bulan NSAID dengan suntikan sendi glukokortikoid. Jika
tidak ada perbaikan atau memburuk, metotreksat adalah terapi berikutnya. Setelah 3 bulan
terapi methotrexate, tergantung pada aktivitas penyakit, pasien dapat mulai di kedua TNF
inhibitor atau anakinra. Setelah 4 bulan terapi TNF, jika aktivitas penyakit masih tinggi atau
sedang (tapi dengan prognosis buruk), abatacept direkomendasikan. Calcineurin inhibitor
yang ditemukan tidak sesuai untuk kelompok pasien ini.199

18

11. Course, Prognosis, dan Hasil


Tipe dan hasil sJIA dapat bervariasi, mulai dari tipe monosiklik dengan hasil yang
baik sampai yang lebih rumit yang melibatkan morbiditas atau mortalitas. Pada sekitar
separuh pasien sJIA, tipe monosiklik didapatkan pemulihan lengkap dengan keterbatasan
fisik minimal dapat dicapai dalam waktu 2- 4 tahun.200 Memudarnya flare keterlibatan
sistemik dan arthritis ringan dapat dilihat pada orang-orang dengan kambuh saja. Beberapa
pasien mencapai resolusi fitur sistemik mereka, tetapi menderita arthritis persisten signifikan
yang cenderung untuk menyelesaikan setelah sekitar 5 tahun. 201 Namun, sekitar 30% dari
pasien menderita menghancurkan poliartritis kronik destruktif yang bertanggung jawab untuk
sebagian besar morbiditas dan account untuk prognosis terburuk dalam penyakit ini. 202
resolusi arthritis biasanya tidak terjadi dengan dewasa . Pasien-pasien ini cenderung memiliki
manifestasi sistemik yang lebih parah, dan sekitar 23-30%, fitur sistemik bertahan selama
lebih dari 10 tahun setelah presentasi awal.205
Manifestasi sistemik 6 bulan setelah presentasi, trombositosis, keterlibatan pinggul
dalam pengaturan poliartritis, dan limfadenopati generalisata pada mereka kurang dari 8
tahun adalah prediktor dari hasil yang buruk. Beberapa studi telah berusaha untuk stratifikasi
risiko pengembangan arthritis merusak menunjukkan bahwa program awal arthritis pinggul,
tulang belakang leher, dan sendi kecil dari angka dapat mengindikasikan risiko yang lebih
tinggi.207 Di masa lalu, amiloidosis merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kematian,
tetapi menurut Immonen et al., Onset baru amiloidosis di sJIA tidak terlihat di Finlandia sejak
1991. MAS merupakan komplikasi yang signifikan, dan kematian terlihat di 8- 22%.
Terakhir, komplikasi psikologis seperti depresi, kecemasan, dan isolasi sosial pasien hasil
penting.208
12. Kesimpulan
Gejala klinis sJIA tidak berubah secara signifikan dari 1897 ketika pertama kali
dijelaskan oleh Still. Pengakuan sifat unik dari sJIA dibandingkan dengan jenis lain JIA serta
pemahaman kolektif meningkat dari patogenesis, menghasut kemajuan signifikan dalam
pilihan pengobatan yang ditawarkan untuk anak-anak ini. IL-1 blokade merevolusi
pengobatan dan hasil bagi pasien sJIA. Dengan ditemukannya biologis novel dan ditargetkan,
yang rheumatologist anak disajikan dengan beberapa pilihan. Pada pasien yang menyajikan
awalnya dengan arthritis dan sistemik fitur, NSAIDS, steroid, dan IL-1 blocker pertimbangan
akal tergantung pada tingkat keparahan gejala dan kebutuhan untuk remisi cepat dari gejala.
19

Setelah presentasi awal, untuk pasien dengan fitur terutama sistemik, kami akan terus IL-1
blocker dan lancip steroid sebagai ditoleransi. Untuk kasus yang lebih ringan dengan fitur
sistemik, thalidomide tetap menjadi pilihan. Tocilizumab yang baru-baru ini disetujui untuk
sJIA adalah pilihan untuk pasien-pasien yang memiliki penyakit yang lebih parah atau gagal
untuk menanggapi IL-1 memblokir agen, tetapi tetap komitmen tidak terbatas untuk setiap
dua minggu infus saat ini. Untuk anak-anak dengan dominan polyarticular saja yang tidak
lagi mengalami demam dan ruam, kami akan mempertimbangkan agen anti-TNF dan
methotrexate. Pendekatan individual untuk setiap pasien dianjurkan.
Pengetahuan yang baru diperoleh dan pengembangan pengobatan baru yang
mengubah kehidupan anak-anak yang menderita sJIA hari ini. prognosis dan hasil penyakit
yang jauh lebih baik dari pada generasi sebelumnya. Masih banyak pengetahuan yang harus
dipelajari dalam rangka menciptakan terapi yang lebih baik dan lebih efektif.

20

RINGKASAN

Systemic juvenile idiopathic arthritis (sJIA) merupakan sebagian kecil dari juvenile

idiopathic arthritis (JIA), dianggap sebagai multifactorial autoinflamtory disease.


Kriteria systemic juvenile idiopathic arthritis (sJIA) menurut International League of
Associations of Rheumatology (ILAR), seorang anak harus di bawah 16 tahun dan
memiliki artritis pada satu sendi atau lebih dan atau didahului oleh demam setidaknya 2
minggu yang didokumentasikan setiap hari (terjadi setiap hari) setidaknya 3 hari dan
disertai oleh satu gejala atau lebih yaitu: (1) evanescent (nonxed) erythematous rash, (2)
pembesaran kelenjar limfe generalisata, (3) hepatomegali dan/atau splenomegali, (4)

serositis.
Prevalensi sJIA yaitu 3,5 per 100.000.
Presentasi klinis terbanyak adalah demam, diikuti artritis dan ruam. Terkadang juga
terdapat

limfadenopati,

pericarditis,

dan

hepatosplenomegali.

Dari

pemeriksaan

laboratorium ditemukan trombositopenia, hiperferritinemia, peningkatan enzim hati,

leukositosis, normal atau menurunnya ESR, hipobrinogenemia, dan hipertrigliseridemia.


Diagnosis banding dari sJIA yaitu connective tissue diseases, vaskulitis, malignansi, dan

sindrom autoinflamasi.
Komplikasi sJIA adalah amyloidosis dan Sindrom Aktivasi Makrofag (MAS).

Manajemen sJIA termasuk penggunaan obat-obatan nonsteroid antiinflamasi (NSAID),


intravena immune globulin (IVIG), kortikosteroid, metotreksat, anti-TNF, cyclosporine,
thalidomide, siklofosfamid, dan autologous transplantasi sel induk.

American College of Rheumatology untuk pengobatan sJIA, merekomendasikan dengan


identifikasi pasien menjadi dua kelompok klinis yang berbeda: fitur aktif sistemik (tanpa
arthritis aktif), atau arthritis aktif (tanpa aktif sistemik fitur), dan juga dengan tingkat
aktivitas penyakit dan dengan prognosis.

Tipe dan hasil sJIA dapat bervariasi, mulai dari tipe monosiklik dengan hasil yang baik
sampai yang lebih rumit yang melibatkan morbiditas atau mortalitas.

Trombositosis, keterlibatan pinggul dalam pengaturan poliartritis, dan limfadenopati


generalisata pada mereka kurang dari 8 tahun adalah prediktor dari hasil yang buruk.

21

Вам также может понравиться