Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit,
dan zat-zat makanan secra oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama,
karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia
berat, mual muntah terus menerus, dan lain-lain.
Karya ilmiah ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai
terapi cairan. Karya ilmiah ini menjelaskan mengenai fisiologi cairan tubuh,
pengaturan kebutuhan cairan normal, kehilangan cairan, penilaian dehidrasi, dasardasar terapi cairan, penatalaksanaan terapi cairan, pemilihan jenis cairan, elektrolit
utama tubuh, dan transfusi darah.
Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain
itu dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebgai tambahan
untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan
untuk menjaga keseimbangan asam basa.
II. PENDAHULUAN
Cairan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Cairan membantu
mempertahankan suhu tubuh, bentuk sel, serta membantu mentranspor nutrisi, gas,
dan zat sisa. Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan
komposisinya stabil adalah penting untuk homeostasis.
Total jumlah volume cairan tubuh dan total jumlah yang terlarut, demikian
juga konsentrasinya, relatif konstan. Selama kondisi mantap, seperti dibutuhkan untuk
homeostasis. Kekonstanan ini sangat hebat karena adanya pertukaran cairan dan zat
terlarut yang terus-menerus dengan lingkungan eksternal, seperti juga dalam
kompartemen tubuh lainnya.
Terapi cairan dibutuhkan, bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit,
dan zat-zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama,
karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoksia
berat, mual muntah terus-menerus, dan lain-lain. Selain itu dalam keadaan tertentu
adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan
zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk menjaga keseimbangan
asam basa.
III. ISI
1. Fisiologi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, dimana laki-laki dewasa
mengandung air 50-60% berat badan, wanita dewasa 50% berat badan, bayi usia
>1 tahun 70-75% berat badan dan bayi usia <1 tahun 80-85% berat badan.
Cairan intraseluler
(40% BB)
Total cairan tubuh
(60% BB)
Cairan ekstraselular
(20% BB)
Cairan interstitial
(15% BB)
Cairan
intravaskular
(5% BB)
Gbr 1. Distribusi total cairan tubuh yang berhubungan dengan berat badan.
Cairan Ekstraseluler
Endotel kapiler memiliki sifat permeabel terhadap air, kation, anion dan zat
terlarut lainnya seperti glukosa dan urea (tetapi tidak untuk protein). Sebagai
akibatnya, komposisi zat terlarut dalam cairan interstitial dan plasma adalah sama.
Natrium adalah anion utama dan klorida adalah kation utama dalam cairan interstitial.
Protein bersifat anion yang tidak dapat berdifusi dan konsentrasinya lebih tinggi pada
cairan plasma.
a) Komponen intravaskuler :
Volume darah normal kira-kira 70ml/kgbb pada dewasa dan 85-90ml/kgbb
pada neonatus. Selain darah, komponen intravaskuler juga terdiri dari protein
plasma dan ion, terutama natrium, klorida, dan ion bikarbonat. Hanya sebagian
kecil kalium tubuh berada di dalam plasma, tetapi konsentrasi kalium ini
mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.
b) Komponen interstitial :
Solute
Na+
K+
Mg2+
Solute
HPO4SO4HCO3Prot
10
150
4
150
Na+ 140
K+
4
Cl114
HCO3 30
WATER
WATER
ICFV
ECFV
Mild
Moderate
Severe
Jumlah
Dewasa
(ml/Kg/Jam)
1,5 2
Anak
24
Bayi
46
Kebutuhan
Neonatus
3
Tabel 2. Kebutuhan Cairan Rata-rata untuk Rumatan
Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,
dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
b.Terapi Cairan selama Pembedahan
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(pendarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi)
Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahan
dan jumlah darah yang hilang.
Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis cukup hanya
diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan. Misalnya pada bedah
mata, ekstraksi katarak.
adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan
transfusi darah. Akibat stress pembedahan dilepaskan aldosteron dan ADH
yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu pada 2-3
hari pasca bedah tak perlu pemberian natrium. Penggantian cairan pasca bedah
cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.
karbohidrat dan kalorinya rendah ( hanya 837 kJ atau 200 Kkal/L). Untuk
penderita dengan kondisi stabil dan juga memerlukan terapi elektrolit, 2-3 l
larutan glukosa atau garam fisiologis (4% glukosa dan 0,18% NaCl)
menyediakan kebutuhan harian air dan Natrium untuk dewasa.
Diare dan Muntah
Pada diare dan muntah, terjadi kehilangan air, Natrium, Kalium, serta
ion lain. Pengganti paling baik adalah secara oral menggunakan larutan
rehidrasi oral atau yang sejenis. Larutan rehidrasi oral standar mengandung
20 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,9 gr Trisogium Sitrat Dihidrat, dan 1,5 gram
KCl per liter. Penggantian secara intravena memerlukan larutan garam,
glukosa, dan Kalium. Jumlah yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan hematologi dan elektrolit plasma penderita.
Perdarahan dan Luka Bakar
Penggantian cairan yang ideal adalah dengan komposisi cairannya
terdekat dengan cairan yang hilang, darah, atau plasma. Untuk resusitasi
inisial pada pasien dengan syok hipovolemik, penggunaan larutan garam
fisiologis atau Ringer Laktat adalah umum, tetapi harus diingat bahwa
cairan ini cepat keluar dari sirkulasi ke kompartemen lain. Plasma
ekspander memiliki berat molekul yang relatif tinggi, sehingga dapat
bertahan dalam pembuluh darah. Larutan ini dapat digunakan pada
perdarahan hebat untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah, tetapi
larutan ini tidak dapat mengangkut Oksigen.
7. Pilihan Jenis Cairan
a.Cairan Kristaloid
Cairan
ini
mempunyai
komposisi
mirip
cairan
ekstraseluler.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harganya murah, mudah didapat, tidak
perlu cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan cukup lama.
Cairan krostaloid jika diberikan dalam jumlah cukup (3-4x jumlah
cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler, masa paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
fragments)
seringkali
terdapat
dalam
fraksi
protein
plasma
dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan fraksi
protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b. Koloid Sintesa
1. Dextran :
Kristaloid
Keuntungan
Koloid
Murah
Bertahan
lebih
lama
di
Kerugian
volume intravaskuler
dipilih untuk penanganan
awal resusitasi cairan pada
trauma atau perdarahan
Mengisi
volume
intravascular dengan cepat
Mengisi kekosongan ruang
ke3
Menurunkan
tekanan
osmotic
Menimbulkan edema perifer
Kejadian edema pulmonal
meningkat
Memerlukan volume yang
lebih banyak
Efeknya sementara
intravaskuler
Mempertahankan/tekanan
onkotik plasma
Memerlukan volume yang
lebih sedikit
Edema perifer minimal
Menurunkan TIK
Mahal
Dapat
menimbulkan
koagulopati
Pada kebocoran kapiler, cairan
pindah ke interstitium
Mengencerkan
factor
pembekuan dan trombosit
adhesive trombosit
biasa menimbulkan reaksi
anafilaktik dengan dextran
dapat menyumbat tubulus renal
dan RES di hepar
Central baroreceptor
Aldosteron
ADH secretion
* Hipernatremia
Hipernatremia adalah keadaan kadar natrium plasma yang melebihi 150
mmol/l disebabkan oleh kehilangan air, kehilangan cairan hipotonik dan konsumsi
garam. Pada poin pertama dan kedua diatas, ECFV berkurang, dalam hal ini konsumsi
garam berhubungan dengan ECFV bertambah. Oleh sebab itu, penentuan jumlah
cairan sangat penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan hipernatremia.
-Penatalaksanaan hipernatremia
Perkiraan kehilangan air dapat diketahui dengan pengukuran kadar Natrium plasma
dan berat badan dengan rumus :
HIPONATREMIA
Kadar ECF
Hipervolemi
k
Hipovolemik
Ekstra
renal
Renal
Diuretik
Hipoadrenalisme
Kehilangan
garam akibat
nefropati
Normovolemik
Gagal jantung
kongestif
Sirosis
Sindroma nefrotik
Diare
Muntah
Kehilangan
cairan ke
ruang ketiga
Osmolaritas plasma
Rendah
SIADH
SIIVT
Obat-obatan
Hipotiroid
Stress pos-op
Gagalginjal
- Penatalaksanaan Hiponatremia
Keadaan akut hiponatremia ditangani secara emergensi dan perlu intervensi
cepat dengan larutan hipertonik. Terapi koreksi terhadap hiponatremia secara cepat
masih kontroversi sebab perubahan elektrolit tiba-tiba dapat menyebabkan myelinosis
pontin serebral sehingga rawan terjadi paralisis koma dan kematian. Hubungan
antara sindrom ini dengan peningkatan plasma natrium belum disepakati, hanya perlu
diwaspadai. Kadar natrium dalam plasma dikembalikan pada kisaran 125 mmol/L dan
koreksi dalam interval maksimum 12 jam. Penentuan kadar natrium berdasarkan
rumus :
Na+ yang dibutuhkan = TBW x (Na+ yang diinginkan -Na+ terukur)
Larutan hipertonik 3% mengandung 514 mmol/L natrium dan pemberiannya
beresiko pada edema paru.
Normal
Pseudohiponatremi
a
B. Kalium
Merupakan kation dominan (98%) di intraseluler dengan konsentrasi di plasma
3,5-5,5 mEq/L.
o Hipokalemi
Hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya hipokalemia :
-
Diabetes asidosis
Metabolik alkalosis
Diare
Gejala :
Terjadi kelemahan otot, ileus paralitik, aritmia, cardiac arrest, lebih sensitif
terhadap digitalis.
Hiperkalemi
Etiologi :
-
Disfungsi renal
Asidosis
Transfusi masif
Gejala :
Aritmia jantung, fibrilasi ventrikel (apabila kalium plasma lebih dari 7 mEq/L)
Tabel 39.7 Terapi Hiperkalemia
Glukosa 50 g ( 0.5- 1.0 g /kg ) ditambah insulin 20 unit ( 0.3 unit g /kg ) dosis
tunggal bolus i.v. Kemudian diberi infuse glukosa 20 %, ditambah insulin 6-20
unit/jam ( tergantung glukosa darah )
C. Kalsium
80-90% diekskresi melalui feses, 20% melalui urine tergantung intake, ukuran
tulang dan endokrin.
D. Fosfor
9. Tranfusi Darah
a. Indikasi transfusi darah
Transfusi darah umumnya > 50% diberikan pada saat perioperatif dengan
tujuan untuk menaikan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular.
Indikasi transfusi darah adalah :
a. Perdarahan akut sampai hb < 8 gr/dl atau Ht <30.
Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb < 10 gr/dl.
b. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.
Tabel Volume darah
USIA
Prematur
Cukup bulan
Anak kecil
Anak besar
Dewasa
Laki-laki
Wanita
ml/KgBB
95
85
80
75-80
75
65
b. Kehilangan darah
Pada bayi angka dengan kadar Hb normal, kehilangan darah sebanyak 1015% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup
diberikan cairan kristaloid dan koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah,
karena ada gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan
kadar Hb normal, angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada
gangguan faktor pembekuan. Cairan kristaloid (RL, Asering) untuk mengisi ruang
intravaskuler diberikan sebanyak 3x lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid
diberikan dengan jumlah sama.
Klasifikasi syok hipovolemik berdasarkan jumlah darah yang hilang
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
=Presentase
<15
15-30
30-40
>40
=Volume (cc)
Tensi
750
800-1500
1500-2000
>2000
=Systole
Tetap
Normal
Turun
Sangat rendah
=Distole
Nadi (x/mnt)
Tetap
Sedikit
Meningkat
100-120
Turun
120 halus
Sangat rendah
>120
sangat
Pengisian kapiler
Frekuensi nafas
Takikardi
Normal
Normal
Lambat (>2s)
Normal
halus
Lambat (>2s) Tidak terdeteksi
Takipnoe
Takipnoe
Urine (cc/jam)
Ekstremitas
Warna kulit
Status mental
(20x/mnt)
>30
Normal
Normal
Sadar
20-30
Pucat
Pucat
Cemas/gelisah
10-20
Pucat
Pucat
Cemas,
0-10
Pucat, dingin
Kelabu
Mengantuk,
gelisah/meng
bingung,
antuk
sadar
Kehilangan Darah
Keterangan:
-
Kelas 1: Tidak perlu tansfusi kecuali kehilangan darah terjadi pada pasien
yang sebelumnya anemia atau pasien tidak mampu mengkompensasi
kehilangan sejumlah darah karena penyakit jantung atau paru yang berat.
Kelas II: Perlu pemberian cairan kristaloid atau koloid. Tidak perlu tranfusi
kecuali sebelumnya pasien anemia atau cadangan kardiorespirasinya turun
atau jika perdarahan darah terus berlangsung.
Kelas III: Penggantian volume darah yang cepat dengan kristaloid atau
koloid dan transfusi sel darah merah mungkin dibutuhkan.
Kelas IV: Penggantian volume darah dengan cairan dan termasuk transfusi
sel darah merah.
1
tidak
Tranfusi sel darah merah tidak diindikasikan bila nilai aktual atau estimasi
konsentrasi Hb > 10gr/dl kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya
penyakit yang membutuhkan kapisitas transport oksigen lebih tinggi (PPOK
dan jantung iskemik berat).
Bila Hb berkisar 7-10 gr/dl, strategi pemberian tranfusi kurang tepat. Para
klinisi sering memberikan transfusi walaupun bukti yang ada tidak
menyarankan. Tranfusi dapat diberikan bila ditemukan hipoksia atau
hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
Pada pasien dengan toleransi anemia yang jelek misalnya pasien usia lanjut
lebih dari 65 tahun dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan respirasi,
nilai Hb yang lebih tinggi dipertimbangkan bila Hb<8 gr/dl.
Masa simpan pendek, 4 6 jam untuk Washed red cells dan 12 jam untuk
Packed red cells pada temperatur 2 6 o C.
Jenis jenisnya :
1.
: 70 80 %
- Volume plasma
: 15 25 ml
- Volune antikoagulan : 10 15 ml
Pemberian transfusi dengan PRC bertujuan untuk meningkatkan dan
memperbaiki oksigenasi jaringan dan keadaan itu tercapai bila kadar Hb lebih
besar 8 gr%, Keuntungan PRC
3.1.
Plasma
Komponen ini didapat dari pemisahan PRC dari darah lengkap melalui
metode pemutaran atau sedimentasi. 1 unit plasma berisi 200 ml diperoleh dari
mengendapkan darah lengkap selama 72 jam. Semua faktor pembekuan ada
kecuali faktor V dan VIII. Pada plasma segar beku, faktor V dan VIII tetap
aktif.
Indikasi :
- Untuk mengatasi keadaan syok ( sebelum darah datang )
- Memperbaiki volume intravaskuler
- Mengganti protein plasma yang hilang
- Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang hilang,
misalnya fibrinogen atau albumin.
Dosis pemberian tergantung keadaan klinis, umumnya 10 15
ml/kg/hari. Hati-hati pada orang tua karena kemungkinan terjadinya payah
jantung atau kelebihan volume.
Kerugian
Keuntungan
3.2
3.3
Komponen ini didapat dengan cara pemisahan plasma segar atau fresh
frozen plasma yang dicairkan pada temperatur 4 oC melalui metoda
pemutaran dengan waktu dan kecepatan pemutaran tertentu.
Indikasi
:- Haemophilia A
- von Willebrands disease
- Hipofibrinogenemia
- Defisiensi faktor XIII.
3.4
Trombosit
Transfusi Trombosit diberikan pada penderita dengan kekurangan
trombosit baik karena primer ataupun sekunder akibat perdarahan.
Pemberian
trombosit
yang
berulang-ulang
dapat
menyebabkan
Leukosit Concentrate
Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metoda pemutaran
melalui hemonetic -30.
Indikasi: - Penderita neutropenia dengan febris tinggi yang gagal dengan
antibiotika adekuat.
- Aplastik anemia dengan lekosit kurang dari 2000/ml
IV. KESIMPULAN
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior
dalam batas- batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intervena. Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan
harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan dibutuhkan,
kalau tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral
2
misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama, karena pembedahan saluran cerna,
pendarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah tak
berkesudahan dan lain-lainnya. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit
dapat dipenuhi. Selain itu dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat
digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin
atau dapat juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Muhiman, Muhardi dr.,dkk. Editor. Anestesiologi. 1989. Jakarta:CV
Infomedika
2. Pt Otsuka Indonesia. Pedoman Cairan Infus. Edisi Revisi VII. 2003
3. Sunatrio, S., dr., SpAn.KIC, Resusitasi Cairan. 2000. Jakarta:Media
Aesculapius
2
Paul.MD.
Shock
Hypovolemic.
2005.
www.emedicine.com
en.erg/topic532.htm
6. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.