Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kejang Demam
PEMBIMBING:
Koas:
FAKULTAS KEDOKTERAN
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 388C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Perlu diperhatikan
bahwa demam harus terjadi mendahului kejang.
Klasifikasi
Kejang demam dibagi atas :
1. Kejang demam sederhana
Kejang umum tonik, klonik, atau tonik-klonik, anak dapat terlihat mengantuk setelah
kejang;
Berlangsung singkat <15 menit;
Tidak berulang dalam 24 jam;
Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang.
2. Kejang demam komplek
Kejang fokal/parsial, atau kejang fokal menjadi umum;
Berlangsung >15 menit;
Berulang dalam 24 jam;
Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang
Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam penyebab
kejang sering disebabkan dari proses ekstrakranial seperti infeksi saluran pernafasan akut,
otitis media akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna..
Epidemiologi
Insiden di Negara-negara barat berkisar antara 3-5%. Di Asia berkisar antara 4,47% di
Singapura, sampai 9,9% di Jepang. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Sekitar 80%
diantaranya adalah kejang demam simpleks/sederhana. Umumnya pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan.Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan.
Patofisiologi Kejang Demam
Pada keadaan demam kenaikan suhu 18C akan mengakibatkan kenaikan metabolism
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perbahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang.
Diagnosis
Anamnesis
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, tipe, frekuensi, ada demam/tidak.
- Suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang,
penyebab kejang diluar SSP ( gejala infeksi saluran nafas akut/ ISPA, ISK, OMA, dll ).
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga.
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mngakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan Fisik
- Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Burdzinski I dan II, kernique (pada kejang
demam, rangsang meningeal negatif).
- Pemeriksaan Refleks Neurologis, untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi SSP
( meningitis, ensefalitis):
Refleks fisiologis
- Biseps, Triceps, KPR, APR (++ / ++)
Refleks patologis
- Babinski, Oppenheim, Chaddok, hoffman ( normal pada bayi < 18 bulan )
Pada kejang demam reflex patologis negatif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit
tidak rutin dilakukan, hanya atas indikasi jika dicurigai hipoglikemi, ketidakseimbangan
elektrolit, maupun infeksi sebagai penyebab kejang. Pungsi lumbal dilakukan untuk
menegakkan maupun menyingkirkan diagnosis meningitis. Tingkat rekomendasi untuk
pungsi lumbal bedasarkan usia anak:
1. Sangat dianjurkan pada anak < 12 bulan;
2. Dianjurkan untuk anak usia 12-18 bulan;
3. Tidak rutin dilakukan pada anak >18 bulan. Hanya dilakukan bila tanda meningitis
positif.
Elektroensefalografi (EEG) tidak rutin dilakukan, namun dianjurkan pada anak
dengan kejang demam usia >6 tahun, ataupun ada gambaran kejang fokal. Pemeriksaan
seperti X-Ray, CT Scan, atau MRI hanya diindikasikan bila ada kelainan neurologis fokal,
kelainan saraf kranial yang menetap, atau papiledem.
Tatalaksana
Saat Kejang
Saat kejang pastikan jalan napas tidak terhalang, pakaian ketat dilonggarkan, anak
diposisikan miring agar lender atau cairan dapat mengalir keluar. Periksa tanda vital, baik
pernapasan, nadi, dan suhu. Berikan antipiretik seperti parasetamol (10-15mg/kgBB/kali,
sampai 4-5x) atau ibuprofen (5-10mg/kgBB/kali, sampai 3-4x). Kemudian lanjutkan dengan
tatalaksana kejang akut pada anak.
Bila diruma, dapat diberikan diazepam rectal 5mg (BB<10 kg) atau 10mg (BB>10
kg).
Pemberian dapat diulangi maksimal dua kali. Bila kejang belum berhenti hingga
sampai rumah sakit, berikan diazepam IV dengan dosis 0,25-0,5mg/kgBB secara intravena
dengan kecepatan 2mg/ menit, dosis maksimal 20mg.
Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial fenitoin 10-20mg/kgBB dengan
kecepatan pelan 1mg/kg/menit, maksimum 50mg/menit. Karena bersifat basa dan dapat
mengiritasi vena bila terlalu pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu dengan NaCl
0,9% dengan komposisi 10 mg fenitoin/ 1mL NaCl 0,9%, dosis inisial maksimum adalah 1
gram. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan fenitoin 57mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, berikan dosis inisial fenobarbital
20mg/kgBB secara intravena dengan kecepatan 20mg/menit dosis inisial maksimal 1 gram.
Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
yang diberikan 12 jam kemudian. Bila kejang tidak kunjung berhenti, dilakukan knock down
dengan midazolam, thiopental atau propofol dan pasien harus dirawat di Unit Rawat Intensif.
Sesudah Kejang
Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat intermiten dan terus menerus.
Pencegahan intermiten
Pencegahan intermiten disarankan pada pasien dengan kejang demam kompleks yang
rekuren , tidak disarankan pada pasien kejang demam simpleks. Caranya adalah
ketika pasien demam lagi di kemudian hari (>388,5C) dan orang tua sangat khawatir
akan terjadi kejang, berikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB sampai 3x sehari
(1mg/kgBB/24 hari), yang dapat diberikan sampai 2-3 hari selama anak masih
demam, disamping antipiretik. Dapat pula berupa diazepam rectal 5mg atau 10mg.
Cara ini relatif aman dengan efek samping yang minor seperti letargi, iritabilitas, dan
Prognosis
Adanya satu faktor risiko meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 4-6%, sementara
bila terdapat
Pemberian profilaksis terus menerus tidak dapat menurunkan risiko kejadian epilepsi.
Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi, bahkan pada anak
risiko tinggi sekalipun.
Daftar Pustaka
1. Tanto Chris. et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Ed.4. Jakarta: Media
Aesculapius.
2. Baian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta.