Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Referensi :
a) General and Systematic Pathology. Underwood JCE, Cross SS. 5th ed. Churchill
Livingstone. Philadelphia, 2009
b) Robbins Basic Pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed. Elsevier Saunders.
Philadelphia, 2013
c) Indranila KS. Hematologi Rutin. Diktat Patologi Klinik I FK UNDIP. 2013
d) McPherson RA, Pincus MR. Henrys Clinical Diagnostic and Management by
Laboratory Methods. 21st Ed. 2007. Elsevier Saunders: 1353-81
e) Wilson DD. Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. 2008. New York:The McGrawHill Companies, Inc
f) Wu JT, Nakamura RM. Human Circulating Tumor Markers_Current Consepts and
Clinical Applications. 1997. Chicago:ASCP Press
g) Mims CA, Playfair JHL, Roitt IM, Wakelin DW, Williams R, Anderson RM. Medical
microbiology. Mosby. London. 1995.
h) Katzung,BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th Ed. McGraw Hill. 2010.
i) Atkinson AJ. Principles of Clinical Pharmacology. 2nd ed; 2007.
KATA SULIT
sakit kepala
Fisiologi Muntah
Bagaimana proses terjadinya mual dan muntah ?. Muntah biasanya dialami dalam
serangkaian 3 peristiwa, yang hampir semua orang telah alami :
Mual biasanya terkait dengan penurunan motilitas lambung dan peningkatan tonus di usus
kecil. Selain itu, sering terjadi pembalikan gerakan peristaltik di usus kecil proksimal.
Nafas kering (dry heaves) mengacu pada gerakan pernapasan spasmodik dilakukan dengan
glotis tertutup. Sementara ini terjadi, antrum kontrak perut dan fundus dan kardia relax. Studi
dengan kucing telah menunjukkan bahwa selama muntah-muntah terjadi herniasi balik
esofagus perut dan kardia ke dalam rongga dada karena tekanan negatif yang ditimbulkan
oleh upaya inspirasi dengan glotis tertutup.
Emesis adalah ketika isi usus lambung dan sering dalam jumlah kecil didorong sampai dan
keluar dari mulut. Ini hasil dari serangkaian kejadian yang sangat terkoordinasi yang dapat
digambarkan dengan langkah-langkah berikut (jangan mempraktekkannya di depan umum):
Rangkaian peristiwa yang dijelaskan tersebut tampaknya menjadi khas bagi manusia dan
hewan, tetapi tidak bisa dihindari. Emesis sering terjadi tiba-tiba dan kadang tanpa ada tandatanda, situasi ini sering disebut sebagai muntah proyektil. Penyebab umum muntah
proyektil adalah obstruksi lambung, sering merupakan akibat dari konsumsi benda asing.
Ada juga variabilitas yang cukup besar antara spesies, dalam kecenderungan terjadinya
muntah. Tikus dilaporkan tidak muntah, hewan ternak dan kuda jarang muntah, jika ini terjadi
biasanya merupakan pertanda buruk dan paling sering akibat distensi lambung akut.
Karnivora seperti anjing dan kucing sering muntah. Manusia berada pada yang ekstrem dan
menarik, ada individu yang tampaknya tidak mampu muntah karena kelainan bawaan di
pusat-pusat muntah dari batang otak.
Saluran pencernaan dapat mengaktifkan pusat muntah oleh stimulasi mekanoreseptor atau
kemoreseptor pada glossopharyngeal atau aferen vagal (saraf kranial IX dan X) atau dengan
pelepasan serotonin dari sel-sel usus enterochromaffin, yang pada gilirannya merangsang
reseptor serotonin (5-HT3) pada aferen vagal. Sistem vestibular mengaktifkan pusat muntah
jika dirangsang oleh gerakan atau penyakit (misalnya labyrinthitis) atau ketika peka oleh
obat-obatan (misalnya opioid). Reseptor Histamin (H1) dan Asetilkolin M1 muncul pada
aferen vestibular. Racun endogen atau eksogen yang melalui darah dapat mengaktifkan
kemoreseptor di postrema lantai ventrikel keempat melalui jenis reseptor dopamin 2.
Akhirnya, pusat SSP yang lebih tinggi dapat mengaktifkan atau menghambat pusat muntah.
Selain itu, mungkin ada aktivasi langsung reseptor H1 pada meninges sekunder untuk
meningkatkan tekanan intrakranial.
Neurofarma
kologi Emesis karena kemoterapi
Agen kemoterapi menyebabkan muntah masih tidak sepenuhnya dipahami,
tetapi mekanisme yang paling mungkin diyakini seperti stimulasi kemoreseptor
trigger zone. Penyebab lain mual dan muntah pada pasien hematologi mencakup
stimulasi dari korteks serebral, gastritis dan gastroesophageal reflux disease,
pengosongan lambung tertunda, radiasi enteritis, sembelit, kandidiasis esofagus,
adanya proses telinga bagian dalam, hipoadrenalisme, hiperkalsemia, perubahan
rasa dan bau, dan mual antisipatif.
Meskipun area tindakan emetik dari agen kemoterapi belum teridentifikasi, agen pemblokiran
diarahkan terhadap jenis reseptor serotonin 3 (reseptor 5-HT3), reseptor dopamin (D2), dan
reseptor neurokinin (nk1) yang telah efektif dalam menghambat chemotherapy-induced
nausea and vomiting (CINV). Pusat yang lebih tinggi di otak, seperti korteks, juga diyakini
terlibat dalam menghasilkan anticipatory nausea and vomiting (ANV). Terapi kognitif, serta
anti ansietas dan agen amnesik, dapat memberikan antiemesis yang efektif.
Referensi
Hematology Basic Principles and Practice, 6th ed. Hoffman
Journal of Clinical Interventions in Aging
mual
Mual
Mual adalah sensasi tidak menyenangkan ingin muntah, dan sering berkatian dengan keringat
dingin, pucat, air liur, nyeri lambung, kontraksi duodenum, dan refluks isi usus kecil ke
dalam lambung.
muntah
pemeriksaan laboratorium usap tenggorokan
Throat swabs
Bakteri patogen penting :
Diphtheria
Strep throat
Kultur usap tenggorokan adalah tes laboratorium yang dilakukan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi organisme yang dapat menyebabkan infeksi di tenggorokan.
Bagaimana Test Dilakukan ?
Anda akan diminta untuk memiringkan kepala ke belakang dan buka mulut lebar-lebar.
Petugas kesehatan mengusapkan kapas yang steril di sepanjang bagian belakang tenggorokan
anda dekat amandel.
Petugas kesehatan mungkin harus mengikis bagian belakang tenggorokan dengan
mengusapnya beberapa kali. Ini membantu meningkatkan kemungkinan untuk dapat
mendeteksi bakteri.
Bagaimana Mempersiapkan Test ?
Tidak boleh menggunakan antiseptik pencuci mulut sebelum tes.
Bagaimana rasanya?
Anda mungkin merasakan sakit di tenggorokan pada saat tes dilakukan. Anda mungkin
mengalami sensasi mual ketika bagian belakang tenggorokan anda disentuh dengan kapas,
tapi tes hanya berlangsung beberapa detik.
Mengapa Test Dilakukan ?
Tes ini dilakukan bila dicurigai adanya infeksi tenggorokan, khususnya radang tenggorokan.
Kultur tenggorokan juga dapat membantu dokter Anda dalam menentukan antibiotik yang
terbaik/sesuai bagi Anda.
Hasil Normal
Ditemukannya bakteri mulut dan tenggorokan yang biasa (flora normal) adalah normal.
Apa Makna Hasil Abnormal
Hasil abnormal berarti ditemukannya bakteri atau organisme lain. Ini biasanya merupakan
tanda infeksi.
Resiko
Tes ini aman. Sangat sedikit pasien mengalami sensasi mual yang dapat menimbulkan
dorongan untuk muntah atau batuk.
Nama alternativ
Throat culture and sensitivity; Culture - throat
Kultur Usap Tenggorok
Diphtheria
Difteri adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae.
Penularan
Difteri menyebar melalui droplet pernapasan (seperti yang dihasilkan oleh batuk atau bersin)
dari orang yang terinfeksi atau seseorang yang membawa bakteri tetapi tidak memiliki gejala
(carrier). Difteri juga dapat ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi
(seperti susu tercemar).
Bakteri ini paling sering menginfeksi hidung dan tenggorokan. Menyebabkan infeksi
tenggorokan dengan gambaran lesi abu-abu sampai hitam, keras, berserabut , yang dapat
menghalangi saluran pernafasan. Dalam beberapa kasus, difteri dapat menginfeksi kulit,
menghasilkan lesi kulit.
Sekali terinfeksi, zat berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebar melalui aliran
darah ke organ-organ lain, seperti jantung, dan menyebabkan kerusakan yang signifikan.
Karena luas dan rutinnya imunisasi DPT pada masa kanak-kanak , difteri kini langka di
banyak bagian dunia.
Faktor-faktor risiko meliputi lingkungan yang penuh sesak, kebersihan yang buruk, dan
kurangnya imunisasi.
Gejala
Gejala biasanya terjadi 2 sampai 5 hari setelah kontak dengan bakteri.
Warna kulit Kebiruan
Hidung mengeluarkan cairan, berdarah.
Masalah pernapasan
Kesulitan bernapas
Bernapas cepat/tersengal
Stridor
Menggigil
Batuk Croup (menggonggong)
Drooling ( mengisyaratkan akan segera terjadi penyumbatan saluran napas)
Demam
Serak
Sakit saat menelan
Lesi kulit (biasanya terlihat di daerah tropis)
Sakit tenggorokan (mungkin berkisar dari ringan sampai parah)
Catatan: Mungkin tidak ada gejala.
Tes
Petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan fisik dan melihat ke dalam mulut Anda,
kemungkinan adanya semacam selaput (pseudomembrane) yang berwarna abu-abu kehitaman
di tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening, dan pembengkakan pada leher atau
pangkal tenggorokan.
Tes meliputi:
Pewarnaan Gram dan Neisser serta kultur usap tenggorokan untuk mengidentifikasi
Corynebacterium diphtheriae, Elektrokardiogram (EKG).
Perawatan
Jika petugas kesehatan/dokter Anda menduga difteri, pengobatan harus dimulai segera,
bahkan sebelum hasil tes tersedia.
Antitoksin difteri diberikan sebagai suntikan ke dalam otot atau melalui infus (intravena line).
Infeksi kemudian diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau erythromycin.
Orang dengan difteri mungkin perlu tinggal di rumah sakit sementara antitoksin diberikan
Perawatan lain dapat termasuk:
Cairan melalui IV
Oksigen
Istirahat
Pemantauan jantung
Penyisipan selang napas
Pengecekan penyumbatan saluran napas
Setiap orang yang telah kontak dengan orang yang terinfeksi harus menerima suntikan
imunisasi atau booster terhadap difteri. Perlindungan kekebalan hanya berlangsung 10 tahun
dari waktu vaksinasi, sehingga penting bagi orang dewasa untuk mendapatkan booster
tetanus-difteri (Td) vaksin setiap 10 tahun.
Orang (carrier) tanpa gejala tetapi yang membawa difteri harus ditangani dengan antibiotik.
Outlook (Prognosis)
Difteri mungkin ringan atau berat. Beberapa orang mungkin tidak memiliki gejala dan yang
lainnya bisa perlahan-lahan menjadi lebih buruk.
Angka kematian adalah 10%. Pemulihan dari penyakit yang lambat.
Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah radang otot jantung (miokarditis). Gangguan Sistem
saraf juga sering, dapat mengakibatkan kelumpuhan sementara.
Racun difteri juga dapat merusak ginjal.
kontak dengan penderita difteri
Hubungi segera petugas kesehatan/dokter Anda jika Anda telah kontak dengan penderita
difteri.
Ingat bahwa difteri adalah penyakit langka. Difteri adalah tergolong penyakit yang harus
segera dilaporkan, dan jika perlu setiap kasus harus dipublikasikan di surat kabar atau di
televisi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah difteri hadir di daerah tersebut
Pencegahan
Imunisasi rutin anak dan dewasa mendorong mencegah penyakit
pemeriksaan darah rutin
kokus Gram positif bergandengan seperti rantai
terapi simtomatik antipiretik
PENGOBATAN SIMTOMATIK
Posted in ARTIKEL KESEHATAN by DokMud's Blog
2 Votes
Pendahuluan
Pada tahun 1959, H.K. Beecher (1), penulis buku berjudul The Measurement of Subjective
Responses mengatakan : Notwithstanding the fact that the limelight in therapeutics has for
some time been focused on the great advances made in chemotherapy, it is nonetheless true
that much of medicine is still concerned with the treatment of symptoms. Pernyataan ini
benar dan masih berlaku dalam dekade ini.
Sebelum tahun 1940-an hampir semua farmakoterapi yang dilakukan dokter ialah
mengurangi gejala penyakit, pengobatan kausal hampir seluruhnya terdiri atas pembedahan.
Baru dengan dikenalnya obat antiparasit dan antiinfeksi seperti Salvarsan dan kemudian
penisilin, maka terapi kausal berkembang pesat dan menciptakan pengertian bahwa bila
mungkin, suatu penyakit lebih baik diobati pada akarnya (terapi kausal) daripada
mengurangkan gejalanya saja (terapi simtomatik). Dengan demikian terapi kausal
memperoleh bobot yang jauh lebih penting daripada pengobatan simtomatik.
Walaupun pada umumnya pengobatan kausal lebih bermanfaat, namun cara pengobatan ini
tidak tersedia untuk semua jenis penyakit, bahkan dewasa ini, pengobatan kausal masih
cukup langka untuk penyakit seperti karsinoma, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lain,
influenza, migren, artritis, asma, keracunan, dan banyak lagi. Walaupun telah dapat dikurangi
dengan obat-obat yang lebih spesifik, penyakit-penyakit ini tetap tidak dapat dibasmi secara
kausal.
Selain penyakit (disease-entity), dikenal gejala-gejala yang mungkin merupakan bagian dari
penyakit seperti : nyeri, panas, kejang, batuk, pilek, muntah, kembung, berak-berak, pusing,
sesak, anorexia, insomnia, obstipasi, dsb. Gejala ini dapat merupakan bagian dari penyakit
atau dapat juga berdiri sendiri tanpa ikatan dengan penyakit. Istilah obat simtomatik biasanya
dikaitkan dengan penggunaannya pada gejala-gejala atau simtom tersebut.
Pengobatan simtomatik tetap merupakan cara pengobatan yang sangat penting, tidak kalah
pentingnya dengan pengobatan kausal. Mengabaikan gejala, atau salah mengobatinya dapat
mengakibatkan keadaan menjadi lebih parah. Di lain pihak mengobati setiap gejala, apalagi
berlebihan, menimbulkan risiko efek samping obat yang mungkin membahayakan pula.
Artikel ini membahas penggunaan obat yang dianggap terpilih untuk mengurangi beberapa
gejala yang sering ditemui di praktek umum maupun spesialistis dan juga pada penderita
yang di rawat nginap. Walaupun gejala seperti di atas dapat dianggap remeh tetapi
pengelolaan yang inadekuat dapat menimbulkan reaksi berantai yang berat dan menyebabkan
penderitaan dan hospitalisasi yang sebenarnya dapat dihindarkan.
Keluhan dan simtom
Apa yang membawa penderita berobat ke dokter adalah keluhan yang dirasakannya. Di luar
ini, tentu saja penderita dapat melakukan medical check up dan test laboratorium (2) tanpa
berkonsultasi ke dokter dahulu untuk diarahkan pemeriksaannya, namun sedikit sekali yang
akan terjaring dari check up yang tidak didahului oleh suatu anamnesis yang baik. Semua
dokter yang pernah berpraktek telah mengalami betapa kadang-kadang sulit menerjemahkan
keluhan penderita ke dalam istilah simtomatologi yang kita kenal dalam ilmu kedokteran.
Mengalihkan keluhan penderita ke dalam pengertian simtomatologi formal sangat diperlukan
karena pengobatan yang akan kita terapkan tidak dipersiapkan untuk keluhan yang tidak
jelas, melainkan untuk simtom atau penyakit. Keluhan pun sangat ditentukan oleh individu
dan karena itu subjektivitasnya sangat besar dan beragam, tergantung latar belakang
pendidikan dan bahasa yang digunakan, kecerdasan, kebudayaan, agama, umur, kelamin, dsb.
Sakit kepala misalnya mempunyai pengertian yang berlainan untuk banyak orang. Bisa
diartikan sebagai arti sebenarnya yaitu headache, tetapi sering penderita mengartikannya
sebagai pusing atau vertigo, atau kadang-kadang migraine. Hal ini tentu perlu diterjemahkan
dahulu melalui anamnesis yang baik, sehingga pengertiannya menjadi jelas. Kegagalan
melakukan ini mengakibatkan pengobatan simtomatik tidak mengenai sasarannya. Disinilah
mungkin letak pengertian SENI dalam pengobatan, namun setelah diagnosis ditentukan atau
keluhan diterjemahkan ke dalam simtomatologi formal, kita memerlukan ILMU guna
memilih obat yang terbaik.
Untuk pembahasan simtomatologi lebih mendalam dapat merujuk ke buku karangan W.
Modell (3) yang sangat ilustratif, walaupun diterbitkan pada tahun 1961.
Acuan untuk pemilihan obat diperoleh dari hasil berbagai uji klinik obat yang kemudian
dijadikan pedoman pengobatan empiris. Rangkuman hasil penilaian ini dapat ditemukan
dalam berbagai buku-buku terapi yang baik seperti Physians Desk Reference (AS), American
Medical Association Drug Evaluations; karangan klasik : Goodman & Gilman The
Pharmacological Basis of Therapeutics; British National Formulary, dan buku-buku standar
dalam berbagai spesialitas klinik. Buku teks ini memuat informasi obyektif yang telah
dievaluasi oleh para penulis dan jarang menyesatkan, sedangkan IIMS dan informasi obat
lain yang berasal dari industri sering mengandung indikasi pemakaian obat yang berlebihan
dan kurang obyektif tentang kontraindikasi, efek samping dan dosis.
Sakit kepala
Perlu dibedakan apakah sakit kepala sudah lama atau baru saja dideritanya. Pengetahuan ini
dapat dipergunakan untuk menimbang apakah pengobatan tanpa menggunakan farmaka
adalah lebih baik. Pada sakit kepala akibat tidak tidur, merokok atau minum alkohol terlalu
banyak, atau karena ada masalah psikis, selain pemberian analgetika sebagai pengobatan
temporer tentu harus diperbaiki kausanya, misalnya tidur atau menghentikan rokok.. Berbagai
simposia di Indonesia telah membahas etiologi dari gejala (sakit kepala) yang sangat frekuen
ini.
Pemilihan analgetik berkisar pada aspirin, parasetamol, dipiron, dan mefenamat, dengan
menimbang benefit-risk yang ditimbulkan oleh setiap obat. Dipiron memang sedikit lebih
kuat daripada parasetamol, namun memilih dipiron untuk setiap sakit kepala meninggikan
resiko timbulnya agranulositosis; dan karena itu obat ini sebaiknya dicadangkan untuk kasus
yang lebih berat. Aspirin tentu sangat baik asal dapat ditoleransi oleh lambung dan hal ini
perlu ditanyakan kepada penderita. Masih terdapat obat lain, yaitu glafenin yang kiranya
tidak lebih unggul dari obat-obat di atas, dan mungkin baru dapat dipertimbangkan bila obatobat lain tak dapat diberikan. Pada pemakaian yang luas, obat ini mungkin menimbulkan
syok anafilaktik (4) pada orang yang telah tersensitisasi. Glafenin telah dilarang beredar di
Eropah. Obat jadi lain dalam bentuk kombinasi tidak membawa manfaat tambahan untuk
sakit kepala murni, kecuali bila terdapat tambahan gejala lain, seperti pilek, batuk dsb.
Penggunaan tambahan dengan kafein perlu dipertimbangkan secara individuel.
Khusus untuk pengobatan jenis sakit kepala berdenyut yang tergolong migren dapat
digunakan ergotamin atau campurannya dengan kafein. Cafergot sebagai obat kombinasi ini
mengandung 1 mg ergotamin dan 100 mg kafein. Untuk banyak penderita 100 mg kafein
terlalu besar sehingga dapat menimbulkan palpitasi dan takikardia, karena itu dapat dimulai
dengan 1/2 tablet, 3-6 kali sehari. Pengobatan ini sangat efektif untuk tipe vascular headache.
Pusing
Istilah ini tidak jelas dan dapat diartikan vertigo (tujuh keliling) yang merupakan gangguan
vestibuler, atau pusing (dizzy) seperti pada tekanan darah rendah atau hipoglikemia, ataupun
sakit kepala. Vertigo sering dapat berhubungan dengan perjalanan jauh, capai atau tidak tidur.
Pertanyaan lebih lanjut pada penderita akan menjelaskan bahwa yang dialami ialah
penglihatan yang berputar, kadang-kadang dengan disertai perasaan mual bila kepala
digoyang. Hal ini jelas menunjukkan gangguan vestibuler.
Pengobatan pilihan pertama adalah dimenhidrinat (Dramamine atau Travon atau Antimo
sebagai nama dagang). Biasanya 1/2 tablet, 3 kali sehari sudah mencukupi dan efektivitasnya
dapat sekitar 90%. Penderita juga diminta untuk istirahat dan tidak menggerakkan kepalanya
terlalu banyak. Obat tambahan lain tidak diperlukan, kecuali bila mual sangat mengganggu
dan muntah menjadi simtom utama (lihat bawah).
Bila pusing disebabkan karena tekanan darah rendah, maka biasanya tidak diperlukan
pengobatan karena tekanan darah rendah sendiri tidak akan menimbulkan keluhan. Keluhan
baru akan timbul bila penderita terlalu capai, tidak tidur, atau tidak makan. Untuk keadaan ini
perlu dilakukan tindakan perbaikan penyebab primernya. Bila pun dilakukan pengobatan
menaikkan tekanan darah dengan simpatomimetik tidak dibenarkan untuk menggunakannya
dalam jangka waktu lama, karena bahaya tekanan darah meninggi dan konstriksi pembuluh
darah arterial yang akan mengurangi perfusi organ, terutama ginjal. Pemberian kortikosteroid
untuk ini tidak dianjurkan.
Mual dan muntah
Gejala ini lebih sering merupakan gejala aspesifik pada banyak keadaan dan penyakit dan
karena misinformasi sering diberi pengobatan yang tidak berguna. Overtreatment justru akan
menimbulkan perasaan mual bertambah. Untuk keadaan ini sering digunakan antasida,
antispasmodik, enzim, vitamin dan kadang-kadang antibiotika; hal ini bahkan akan
menambah mual dan penderitaan pasien. Penderita juga sering menggunakan makanan yang
asam (jeruk, vitamin C) untuk mengatasi mualnya. Ini pun akan menambah perasaan mual.
Sebagai simtom, mual pertama-tama dapat diobati dengan prometazin, klorpromazin, atau
proklorperazin. Prometazin di Indonesia lebih dikenal dan dijual sebagai obat batuk, namun
sebagai anti-emetik (Avopreg) ia sangat baik dan tidak toksis. Setengah tablet dari 25 mg, 2-3
kali sehari, diberi 1 jam sebelum makan adalah adekuat dan mempunyai efektivitas yang
tinggi. Obat ini tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal seperti golongan fenotiazin.
Klorpromazin (Largactil) dan terutama proklorperazin (Stemetil) merupakan fenotiazin yang
kuat sekali menekan refleks muntah. Bila digunakan dalam dosis yang adekuat dan hanya
untuk beberapa hari, bahaya ekstrapiramidal tidak perlu dikhawatirkan. Klorpromazin akan
efektif dalam dosis 10-12,5 mg, 2-3 kali sehari, dan proklorperazin tablet 3 mg, 2-3 kali
sehari. Metoklopramid (Primperan, Plasil) dapat juga digunakan, namun efektivitasnya tidak
lebih baik atau lebih pasti, dan juga dapat menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.
Mungkin metoklopramid telah dibuktikan efektif untuk mual yang disebabkan oleh obat
antikanker, tetapi dalam penelitian ini tidak digunakan proklorperazin sebagai pembanding,
sehingga tidak diketahui yang mana lebih baik (dalam penelitian).
Kembung
Kembung atau meteorism dapat ditimbulkan oleh banyak hal seperti post-anestesi, dispepsia,
obstipasi, hilangnya gigi geraham, makanan yang memproduksi gas, obat antikolinergik atau
papaverin, ataupun karena terlambat atau tidak makan. Kembung yang kronis dapat
disebabkan oleh tak adanya gigi geraham sehingga makanan tak dapat dikunyah dengan baik
dan menimbulkan aerofagi. Antikolinergik seperti Buscopan atau Librax sering digunakan
secara salah pada keadan ini karena justru akan mengurangi peristaltik dan dengan demikian
menambah akumulasi gas dalam usus. Gejala yang seolah-olah remeh ini dapat menimbulkan
keluhan yang hebat pada penderita dan penekanan gas ke apendiks dapat menimbulkan tanda
seperti apendisitis. Mengindentifikasi kausa adalah yang paling penting untuk memilih
pengobatannya yang tepat.
Peristaltik usus dapat dipacu dengan prostigmin, obstipasi dapat diperbaiki dengan laksans
ringan, dapat sangat membantu mengurangi penumpukan gas yang tak jelas sebabnya.
Pengobatan berlebihan sering menimbulkan masalah lebih banyak, misalnya pengobatan
dengan enzim, antasid, antispasmodik, antibiotik, dsb. Memberi diet bubur lebih tidak
bijaksana; demikian pula membatasi makanan terlalu ketat. Hanya perlu dihindarkan makan
cabe, minum susu dan terlalu banyak sayur atau buah.
Dimetilpolisiloksan perlu disebut disini karena secara in vitro telah diperlihatkan dengan
nyata bahwa dapat mendispersi gelembung gas. Namun efektivitas terapeutiknya tidak terlalu
meyakinkan, mungkin karena dosisnya terlalu kecil.
Demam
Demam tidak selalu harus diobati dengan antipiretik. Pada demam yang jelas disebabkan oleh
penyakit seperti malaria, tifoid, tuberkulosis, pielitis, tonsilitis lakunaris, dsb. rasanya
pengobatan dengan antipiretik adalah berlebihan dan dalam keadaan tertentu dapat
menimbulkan masking effect. Karena itu dalam hal ini antipiretik tidak perlu diberi secara
rutin.
Antipiretik hanya bermanfaat untuk mengurangi penderitaan bila demamnya disebabkan oleh
suatu penyakit yang akan berakhir sendiri, seperti pada infeksi viral, misalnya flu. Inipun
tidak selalu harus diberikan, terutama bila tidak terdapat keluhan terlalu banyak. Jalan lain
ialah dengan mengusap seluruh badan selama 5 menit dengan lap basah. Antipiretik yang
terpilih sama dengan yang dibahas di bawah Sakit Kepala.
Kebiasaan berselimut tebal tidak merupakan tindakan yang baik, karena perasaan dingin
disebabkan panas yang meninggi dan menutupi badan mengurangkan disipasi panas sehingga
demam justru bertambah dan badan berasa pegal dan linu.
Pilek
Penyebab pilek perlu ditentukan dahulu penggunaan airconditioning di kamar tidur dan
mobil perlu dicurigai bila pilek berkepanjangan -, dan setelah menyingkirkan semua sebabsebab spesifik maka dapat dibedakan tiga jenis pilek yaitu rinitis alergika, rinitis vasomotor,
dan rinitis akut seperti pada common cold atau flu. Pengobatan simtomatik sangat membantu
penderita dalam kategori ini. Obat-obat dasar untuk mengurangi gejala pilek ialah : efedrin,
fenilpropranolamin, atau pseudoefedrin, dikombinasi dengan antihistamin bila terdapat faktor
alergis. Efedrin dalam dosis rendah (8-10 mg) sudah efektif dalam menimbulkan
vasokonstriksi di selaput lendir hidung sehingga sekresi lendir berkurang. Fenilpropanolamin
(15-25 mg) juga efektif namun dari penelitian di salah satu pabrik obat di Amerika Serikat,
diakui bahwa sebenarnya efedrin lebih baik. Namun karena efedrin merupakan obat generik
yang sangat murah, maka obat ini tidak begitu disenangi oleh produsen berhubung dengan
profit margin yang kecil. Pseudoefedrin digunakan dalam dosis dua kali efedrin.
Kortikosteroid, walaupun mungkin efektif bila terdapat faktor alergis, tidak dianjurkan
sebagai pengobatan rutin.
Batuk
Terlepas dari berbagai etiologi patologis batuk, misalnya tuberkulosis, bronkiektasi, asma
bronkiale, dsb, sebagian besar penderita yang datang berobat pada dokter,dapat dibedakan
atas mereka dengan batuk kering dan batuk produktif. Batuk yang baru terjadi (beberapa hari)
biasanya merupakan jenis yang iritatif dan kering dan membutuhkan obat penekan batuk,
yaitu kodein, pulvus Doveri, dekstrometorfan, noskapin, dsb. Banyak antihistamin yang
berfungsi juga sebagai penekan batuk (seperti yang terdapat dalam Formula-44, Hustazol,
Phenergan, Prome, Promex, Selvigon, Silomat, Toplexil, Tusival, dsb). Sebagian besar
penderita telah makan salah satu obat batuk tersebut seperti di atas sebelum berobat ke
dokter, kadang-kadang dengan dosis yang berlebihan.
Kontrol batuk iritatif menurut pendapat saya masih paling baik dilakukan dengan kodein atau
pulvus Doveri bila efek samping obstipasi tidak mengganggu. Dalam hal ini perlu dipahami
bahwa dosis antitusif kodein hanya sekitar 8 mg untuk orang dewasa, dan menekan batuk
berlebihan dengan dosis yang jauh lebih besar menimbulkan masalah dalam ekspektorasi dan
batuk malah akan lebih parah. Karena itu jenis batuk yang sudah agak lama (lebih dari kirakira 1-2 minggu) dan sudah diobati harus dicurigai adanya overtreatment dengan obat
penekan batuk, selain tentunya waspada akan adanya penyebab yang spesifik. Pada keadaan
ini sebaiknya kita memberi bronkodilator (beta-2 stimulan atau teofilin) dengan dosis tidak
terlalu besar.
Keracunan
Contoh paling meyakinkan tentang pentingnya pengobatan simtomatik tampak pada kasus
keracunan, karena untuk 95% keadaan yang sering kritis ini tidak tersedia antidotum kausal.
Nalokson, atropin, chelating agent, natrium tiosulfat, metilen biru merupakan antidot spesifik
yang sangat ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Namun,
sebagian terbesar kasus keracunan harus dipuaskan dengan pengobatan gejalanya saja, dan
inipun hanya untuk menjaga fungsi vital tubuh, yaitu pernafasan dan sirkulasi darah (5,6).
Racun akan didetoksikasi oleh hepar secara alamiah dan bila racun atau metabolitnya telah
diekskresi melalui ginjal dan hati maka penderitapun akan bangun. Selama keracunan hanya
perlu dipertahankan pernapasan dan sistem kardiovaskuler (fungsi vital).
Penutup
Berbagai keluhan dan gejala pada penderita yang dianggap tidak penting oleh profesi
kedokteran merupakan penderitaan yang sering dirasakan cukup berat oleh pasien. Perut
kembung dapat menimbulkan gangguan psikis maupun fisik, mual dan muntah
menghilangkan rasa harga diri dan berakibat pada kurangnya masukan makanan. Sakit kepala
menghilangkan nafsu kerja dan anoreksia berakibat buruk terhadap gizi dan physical fitness.
Pengobatan simtomatik yang adekuat akan sangat mengurangi penderitaan dan komplikasi
yang tidak perlu terjadi ini.
Perlu ditekankan bahwa selain pemilihan obat yang tepat takaran dosis tidak boleh terlalu
besar. Berbagai jenis obat yang telah diformulasi dan ditentukan dosisnya di negara Barat
tidak cocok untuk penderita di Indonesia dan negara berkembang lainnya (7). Tidak hanya
berat badan yang berperan tetapi berbagai parameter farmakokinetik dan perbedaan gen juga
menentukan. Karena itu obat-obat yang disebut dalam karangan ini dianjurkan dengan dosis
rata-rata lebih kecil yang berarti bahwa 1 tablet atau 1 kapsul tidak selalu berarti 1 dosis.
Dengan demikian kita dapat memisahkan efek terapeutik dari efek sampingnya. Untuk anakanak hal ini juga berlaku dan pengamatan resep menunjukkan bahwa asetosal, parasetamol,
kodein, pulvus Doveri, antihistamin, luminal, diazepam, dsb. sering diberikan dalam dosis
berlebihan.
Sudah waktunya para penanggung jawab informasi dalam buku seperti IIMS memperbaiki
isinya yang begitu menentukan dalam penulisan resep di Indonesia.
Kepustakaan
1. Beecher HK. The measurement of subjective responses, London, 1959, Oxford University
Press.
2. Garcia-Webb P. Judging the need for chemical pathology tests, World Health Forum 1985:
182-184.
3. Modell W. Relief of symptoms, St. Louis, 1961, The CV Mosby Company.
4. WHO Drug Information, Geneva, volume 1, number 1, 1987, page 29.
5. Matthew H dan Lawson AAH. Penanggulangan keracunan, Medipress 1982 (Terjemahan
resmi).
6. Darmansjah I. Dasar toksikologi. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 4, 1995, Bagian
Farmakologi dan Terapeutik, FKUI.
7. Darrmansjah I and Muchtar A : Dose-response variations among different population. Clin
Pharmacol Ther 1992;52:449-57.
antipiretik
analgetik
antibiotika
PERTANYAAN
DISFAGIA
Disfagia adalah kesulitan menelan. Seseorang dapat mengalami kesulitan menggerakan
makanan dari bagian atas tenggorokan ke dalam kerongkongan karena adanya kelainan di
tenggorokan.
I.Pendahuluan
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan yang berasal
dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan.
Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan.
Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital,
kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan
keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi
pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita
disfagia. Penyebab lain dari disfagia termasuk keganasan kepala- leher, penyakit neurologik
progresif seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis,
scleroderma, achalasia, spasme esofagus difus, lower esophageal (Schatzki) ring, striktur
esofagus, dan keganasan esofagus. Disfagia merupakan gejala dari berbagai penyebab yang
berbeda, yang biasanya dapat ditegakkan diagnosanya dengan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang lainnya, di antaranya pemeriksaan radiologi dengan barium, CT
scan, dan MRI.
II. KLasifikasi Disfagia
Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring (atau transfer
dysphagia) dan disfagia esofagus (1,2) .Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga
mulut, faring, dan esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan
neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia,
masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi, meningkatnya
tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan (sedatif,
antikejang, antihistamin) (1) .
Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan , termasuk ketidakmampuan untuk
mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut, ketidakmampuan
untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan,
batuk dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya,
perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah),
regurgitasi nasal (1,2) . Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan dengan teknik
postural, swallowing maneuvers, modifikasi diet, modifikasi lingkungan, oral sensory
awareness technique, vitalstim therapy, dan pembedahan (1) . Bila tidak diobati, disfagia
dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi (1)
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus bagian bawah,
atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus, keganasan esofagus,
esophageal rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk
spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus nonspesifik (1) . Makanan biasanya
tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi suprasternal notch atau di
belakang sternum sebagai lokasi obstruksi, regurgitasi oral atau faringeal, perubahan
kebiasaan makan, dan pneumonia berulang. Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair,
kemungkinan besar merupakan suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien
mengalami disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka
kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan antara
masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan apakah disfagianya
sementara atau progresif. Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus
difus atau kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat
disebabkan skleroderma atau akhalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang kronis,
regurgitasi, masalah respirasi, atau penurunan berat badan. Disfagia mekanik sementara
dapat disebabkan esophageal ring. Dan disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh
striktur esofagus atau keganasan esofagus (1). Bila sudah dapat disimpulkan bahwa
kelainannya adalah disfagia esofagus, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan
pemeriksaan barium atau endoskopi bagian atas. Pemeriksaan barium harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum endoskopi untuk menghindari perforasi. Bila dicurigai adanya
akhalasia pada pemeriksaan barium, selanjutnya dilakukan manometri untuk menegakkan
diagnosa akhalasia. Bila dicurigai adanya striktur esofagus, maka dilakukan endoskopi. Bila
tidak dicurigai adanya kelainan-kelainan seperti di atas, maka endoskopi dapat dilakukan
terlebih dahulu sebelum pemeriksaan barium. Endoskopi yang normal, harus dilanjutkan
dengan manometri; dan bila manometri juga normal, maka diagnosanya adalah disfagia
fungsional (1) . Foto thorax merupakan pemeriksaan sederhana untuk pneumonia. CT scan
dan MRI memberikan gambaran yang baik mengenai adanya kelainan struktural, terutama
bila digunakan untuk mengevaluasi pasien disfagia yang sebabnya dicurigai karena kelainan
sistem saraf pusat (2) . Setelah diketahui diagnosanya, penderita biasanya dikirim ke Bagian
THT, Gastrointestinal, Paru, atau Onkologi, tergantung penyebabnya. Konsultasi dengan
Bagian Gizi juga diperlukan, karena kebanyakan pasien me-merlukan modifikasi diet.
PENDAHULUAN
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan
makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the
mouth.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ
yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses
menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih
dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam
lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi
kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.
NEUROFISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh
gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk
bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara
di sadari.
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otototot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi
menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah
menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato
faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut
afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus)
dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :
1.m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi
menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior
sehingga menutup daerah nasofaring.
2.m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3.Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid,
(n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4.Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius
(n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan
kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5.Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otototot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam
servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan
lebih lama bila menelan makanan padat.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut
afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu
gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian
atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya
melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1.Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3
depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor
faring.
2.Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah
sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor
faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.
FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih
lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1.
dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi
akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal.
Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2.
Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus
yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini
bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik
dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari
berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
GANGGUAN DEGLUTASI/MENELAN
Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan,
yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun
anak-anak.
Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000
kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup
seseorang.
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut
sampai ke lambung.
Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran
mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi .
Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.
Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi
berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan
mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat
menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya
hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.
ANAMNESIS PENTING.
1.Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)
2.Lama dan progresifitas keluhan disfagia
3.Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress psikis
dan fisik)
4.keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk, perasaan
mengganjal/menyumbat di tenggorokan.
5.Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler dll)
6.Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi, muskulorelaksan pusat)
7.Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan
8.Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK PENTING
1.Keadaan umum pasien
2.Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot lidah.
3.Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn sentuhan spatel
lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara (keterlibatan laring)
4.Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, epiglotis,
pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis.
5.Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial
6.Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa leher, pembesaran KGB
leher dan trauma
PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING
Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik :
Penunjang
Kegunaan
1.Barium Swallow (Esofagogram)
2.CT Scan
3.MRI
4.Laringoskopi direk
5.Esofagoskopi
6.Endoskopi ultrasound
Menilai anatomi dan fs otot faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k tumor, striktur,web,
akalasia, divertikulum
Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada
Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif proses diotak
Menilai keadaan dan pergerakan otot laring
Menilai lumen esofagus, biopsi
Menilai lesi submukosa
Daftar Pustaka :
1.
Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara ilmiah
penglepasan purna tugas Prof Dr. Bambang.2002
2.
SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.1994:40-49
3.
Bailey J Byron. Esophageal disorders.Head and neck surgeryOtolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801
4.
Alper MC, Myers EN, Eibling DE. Dysphagia. Decision making in ENT
Disorders.2001;52:136-37
5.
Thaller SR, Granick MS, Myers EN. Disfagia. Diagram diagnostik penyekit THT.EGC
1993;13:105-11
Modul DISFAGIA
08.16 Febri Irawanto No comments
DISFAGIA
I. Pendahuluan
1.
Batasan disfagia.
3.
Disfagia harus dibedakan dari gejala lain yang berhubungan dengan proses
menelan.
Afagia (tidak bisa menelan sama sekali) terjadi karena obstruksi lengkap
esofagus, biasanya akibat terjepitnya bolus makanan, dan merupakan keadaan
emergensi.
Kesulitan untuk memulai proses menelan timbul apabila terdapat gangguan
pada fase volunter dari proses menelan. Meskipun begitu, bila telah dimulai,
proses menelan dapat diselesaikan secara normal.
Odinofagia berarti nyeri menelan. Seringkali odinofagi dan disfagia terjadi
bersamaan.
Globus faringeus adalah sensasi adanya benjolan yang menyangkut di dalam
tenggorokan, namun tidak disertai dengan kesulitan menelan. Arah aliran
makanan yang salah menyebabkan regurgitasi nasal dan aspirasi laringeal serta
pulmonal selama proses menelan. Hal ini merupakan karakteristik dari disfagia.
Fagofobia berarti rasa takut menelan dan menolak untuk menelan, dapat
terjadi pada histeria, rabies, tetanus, dan paralisis faring akibat ketakutan terjadi
aspirasi. Lesi inflamasi yang nyeri pada odinofagia juga dapat menyebabkan
penderita menolak menelan. Beberapa penderita dapat merasakan makanan
yang berjalan ke bawah dalam esofagus. Sensitivitas esofagus ini tidak
berhubungan dengan perlengketan makanan atau obstruksi.
Perasaan penuh dalam epigastrium yang timbul setelah makan atau setelah
menelan udara juga jangan sampai disalahartikan menjadi disfagia.
Proses menelan bermula dari fase volunter (oral) selama bolus makanan
didorong ke dalam faring oleh kontraksi dari lidah. Bolus kemudian mengaktivasi
reseptor sensoris orofaring yang kemudian akan menginisiasi fase involunter
(faringeal dan esofageal), atau disebut juga refleks deglutisi. Secara lengkap,
tahap-tahap menelan umumnya dapat dibagi menjadi :
Tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari
faring ke lambung.
Sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus
merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu faring, khususnya pada
tiang-tiang tonsil, dan impuls-impuls dari sini berjalan ke batang otak untuk
mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai
berikut :
Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, dengan cara
ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
Lipatan palatofaringeal di kedua sisi faring tertarik ke medial untuk saling
mendekat. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut membentuk celah sagital
yang harus dilewati makanan untuk masuk ke dalam faring posterior. Celah ini
melakukan kerja selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat
lewat dengan mudah sementara menghalangi lewatnya benda yang besar.
Karena tahap ini berlangsung < 1 detik, tiap benda besar apa pun sangat
dihalangi untuk berjalan melewati faring masuk ke esofagus.
Pita suara laring bertautan secara erat, dan laring ditarik ke atas dan anterior
oleh otot-otot leher. Kerja ini, digabung dengan adanya ligamen yang mencegah
pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak ke belakang di
atas pembukaan laring. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam
trakea. Yang paling penting adalah eratnya tautan pita suara, namun epiglotis
juga membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara.
Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya bertautan dapat
menyebabkan strangulasi. Sebaliknya, pembuangan epiglotis biasanya tidak
menyebabkan gangguan yang serius pada penelanan.
Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan esofagus.
Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas dinding otot esofagus, suatu area yang
dinamakan sfingter esofagus bagian atas atau sfingter faringoesofageal
berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari
faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini,
tetap berkontraksi dengan kuat (sebesar tekanan 60 mm Hg di dalam lumen
usus), mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi.
Pada saat yang sama dengan terangkatnya laring dan relaksasi sfingter
faringoesofageal, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari superior
faring dan menyebar ke bawah sebagai gelombang peristaltik yang cepat
melintasi daerah faring media dan inferior, untuk kemudian mendorong makanan
ke dalam esofagus.
Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea tertutup,
esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat berasal dari faring
mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas. Seluruh proses
terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
2.
Daerah taktil paling sensitif dari mulut posterior dan faring yang mengawali
fase penelanan terletak pada suatu cincin yang mengelilingi pembukaan faring,
dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari
daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal dan glosofaringeal ke daerah
medula oblongata di dalam atau yang berhubungan erat dengan traktus
solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari mulut.
Proses menelan selanjutnya diatur secara otomatis dalam urutan yang rapi
oleh daerah-daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh
substansia retikularis dan bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama
dari satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu untuk seluruh siklus
juga tetap sama. Daerah di medula dan pons bagian bawah yang mengatur
penelanan disebut pusat menelan atau pusat deglutisi. Impuls motorik dari pusat
menelan ke faring dan esofagus bagian atas dijalarkan oleh saraf kranial ke-5, 9,
10, dan 12 serta beberapa saraf servikal superior.
Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu
refleks (involunter), yang hampir tidak pernah dimulai oleh rangsangan langsung
pada pusat menelan atau daerah yang lebih tinggi di sistem saraf pusat.
Sebaliknya, proses ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara
volunter (disadari) masuk ke bagian belakang mulut, yang merangsang reseptorreseptor sensoris untuk menimbulkan refleks menelan.
3.
Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu < 2 detik, dan
mengganggu respirasi hanya sekejap. Pusat menelan secara khusus
menghambat pusat respirasi medula selama waktu ini, menghentikan
pernapasan untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Namun bahkan
saat seseorang sedang berbicara, penelanan akan menghentikan pernapasan
selama waktu yang sedemikian singkat sehingga tidak pernah untuk
diperhatikan.
Susunan otot faring dan 1/3 bagian atas esofagus adalah otot lurik. Karena itu,
gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka dalam
saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada 2/3 bagian bawah esofagus, yang
ototnya merupakan otot polos, juga secara kuat diatur oleh saraf vagus melalui
hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Bila saraf vagus yang menuju
esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus
mampu menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat tanpa bantuan
dari refleks vagal. Karena itu, sesudah paralisis refleks penelanan, makanan yang
didorong dengan cara lain ke dalam esofagus bagian bawah tetap siap untuk
masuk ke dalam lambung.
3.
Disfagia esofageal yang disebabkan bolus yang besar (atau benda asing) atau
penyempitan dari lumen saluran yang dilalui dinamakan disfagia mekanik.
Adapun disfagia motorik / neuromuskuler adalah disfagia yang terjadi akibat
kelemahan kontraksi peristaltik, gangguan inhibisi menelan yang menyebabkan
kontraksi non-peristaltik, dan gangguan relaksasi sfingter.
DISFAGIA
FARINGEAL
ESOFAGEAL
Neuromuskuler
Mekanik
Penyempitan intrinsik
Kompresi ekstrinsik
Mekanis
Motoris
Onset
Biasanya perlahan-lahan
Progresivitas
Sering progresif
Tipe bolus
Hubungan temperatur
Tidak ada
Respon terhadap
impaksi bolus
Sering mengalami
regurgitasi
3.
DAFTAR PUSTAKA
Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002. Dysphagia.
Dalam Harrisons Manual of Medicine 15th Edition. India: McGraw-Hill International.
Frank, BW. 1996. Gastrointestinal Problems : Dysphagia. Dalam Problem-Oriented Medical
Diagnosis 6th Edition. Editor : H. Harold Friedman. USA : Little, Brown, and Company.
Goyal, RK. 2001. Alteration in Gastrointestinal Function : Dysphagia. Dalam Harrisons
Principles of Internal Medicine 15th Edition. Editor: Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL;
Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. USA: McGraw-Hill International.
Guyton, AC; Hall, JE. 1996. Fisiologi Gastrointestinal : Transpor dan Pencampuran Makanan
dalam Saluran Pencernaan. Dalam Fisiologi Kedokteran edisi ke-9. Alih bahasa : Irawati
Setiawan, Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso, cetakan I 1997. Jakarta : Penerbit EGC
Mattingly, D; Seward, C. 1989. Disfagia. Dalam Bedside Diagnosis edisi Ke-13. Editor Bahasa
Indonesia : Soeliadi Hadiwandowo, cetakan tahun 1996. Semarang : Gadjah Mada
University Press.
Sleisenger, MH; Fordtran, JS. 1989. Major Symptoms and Syndrome / Pathopysiology,
Diagnosis, and Management : Heartburn, Dysphagia, and Other Esophageal Symptoms.
Dalam Gastrointestinal Disease Pathophysiology, Diagnosis, and Management 4th Edition.
USA : WB Saunders Company.
Spiro, HM. 1994. Esophageal Disorders : General Consideration. Dalam Clinical
Gastroenterology 4th International Edition. USA : Mosby International.
Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan
disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba
menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan,
batuk saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan
makanan, suara lemah, dan berat badan menurun. Sedangkan gejala disfagia
esofagus adalah sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang
menempel di tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar
di dada yang berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan.
Disfagia juga dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti rasa mual, muntah,
regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat
badan yang cepat berkurang.
Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam
menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut.
Oleh karena itu, insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan juga
pada pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia.
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia
motorik, dan disfagia oleh gangguan emosi atau psikogenik. Penyebab utama
disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda
asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat
penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus,
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan
elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat
menyebabkan disfagia, yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul
bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus
orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila
dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan
dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak
n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus
akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan
otot faring, dan scleroderma esofagus.
Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau
tekanan jiwa yang berat (factor psikogenik). Kelainan ini disebut globus
histerikus.
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu
ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi
peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan
kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular mulai
dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan
uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja dengan baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.
Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas
komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh
karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat
persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih tampak
pada kelainan otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat
peregangan langsung dinding esofagus.
Penyakit-penyakit yang memiliki gejala disfagia adalah antara lain keganasan
kepala-leher, penyakit neurologik progresif seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme e
Tenggorokan Sakit Saat Menelan Sakit tenggorokan saat menelan merupakan keluhan yang
sering dialami oleh manusia di segala usia. Hal ini paling sering disebabkan oleh radang
tenggorokan, batuk pilek, dan sejenisnya, dan masih banyak penyebab lain yang mungkin
belum Anda ketahui. Rasa sakit pada tenggorokan biasanya disertai dengan kesulitan
menelan, bahkan ada yang demam atau merasa sakit di seluruh tubuh, bahkan ada pula yang
mengeluh adanya benjolan di leher. Hal ini tergantung pada penyebabnya. sakit tenggorokan
saat menelan sakit tenggorokan dan benjolan di leher Apa Penyebab tenggorokan sakit saat
menelan? Ada banyak penyebab sakit menelan seperti kami rangkumkan di bawah ini:
Pembesaran kelenjar getah bening (radang amandel, kelenjar adenoid) sering kali disertai
dengan demam, sakit kepala dan nyeri otot. Flu atau batuk pilek (common cold), disertai
dengan hidung tersumbat, bersin, ingusan, batuk, dan demam terkadang sakit kepala juga.
Iritasi tenggorokan, biasanya muncul setelah memakan makanan yang mudah mengiritasi
seperti keripik, kerupuk, gorengan, dan sebagainya. Sariawan di tenggorokan Peradangan
pada esofagus (disebabkan oleh refluks asam lambung) biasanya diserta dengan nyeri uluhati
dan panas pada dada (heart burn). Infeksi telinga, disertai dengan rasa sakit pada telinga,
demam, atau keluar cairan dari telinga. Infeksi pada gigi dan gusi. Sakit menelan juga bisa
disebabkan oleh masalah pada gigi dan gusi bagian belakang. Dari sekian banyak potensi
penyebab sakit tenggorokan saat menelan, berikut kami urutkan dari yang tersering:
Bersumber dari: Tenggorokan Sakit Saat Menelan | Mediskus
Radang Tenggorokan Sering sekali kita mendengar jenis penyakit yang disebut Radang
Tenggorokan, mungkin anda sendiri pernah mengalaminya dimana tubuh dalam keadaan
demam disertai atau tidak dengan flu dan batuk dan ketika itu terasa sakit di tenggorokan
terutama saat menelan. Dalam keadaan seperti ini ketika Anda periksa ke dokter sering kali
dikatakan bahwa ini Radang Tenggorokan Kata Dokter. Radang tenggorokan merupakan
istilah umum, yang menggambarkan adanya rasa sakit tenggorokan baik saat menelan ludah
ataupun menelan makanan, bahkan dalam kasus yang berat tidak menelan juga terasa sakit.
Ada berbagai organ yang terlibat yang menyebabkan sakit tenggorkan. Oleh karena itu lebih
spesifik lagi kondisi ini akan dinamai sesuai dengan organ yang terlibat. Faringitis Faring
adalah daerah tenggorokan tepat di belakang langit-langit mulut, merupakan saluran untuk
makanan, cairan, dan udara. Proses Menelan akan menyalurkan makanan padat dan cair ke
lambung melalui kerongkongan (esofagus). Faringitis adalah nyeri dan radang pada faring
ini. Tonsilitis Tonsilitis merupakan peradangan pada amandel (tonsil terletak di kedua sisi
pangkal lidah). Laringitis Laring, bagian atas tenggorokan (trakea), memiliki fungsi
gatekeeper yang penting. Memungkinkan perjalanan udara masuk dan keluar dari paru-paru
(melalui trakea), namun menghambat masuknya benda padat dan cairan. Produksi Suara pada
pita suara merupakan fungsi lain yang penting dari laring. Laringitis adalah rasa sakit dan
peradangan pada laring (sering dikaitkan dengan suara serak). Croup adalah suatu bentuk
laringitis pada anak-anak (yang cenderung dikaitkan dengan batuk menggonggong dan
kesulitan menghirup udara). Epiglotitis Epiglotitis merupakan tipe radang tenggorokan yang
jarang, merupakan peradangan pada epiglotis (struktur semitubular memisahkan laring dari
pangkal lidah). Masalah atau peradangan bagian ini dapat menimbulkan keadaan darurat
karena jalan napas akan cepat menyempit bahkan tersumbat sama sekali. Penyebab Radang
Tenggorokan Radang tenggorokan umumnya disebabkan oleh virus (paling sering akibat
virus yang sama dengan yang menyebabkan pilek/flu atau penyakit saluran pernapasan atas)
atau bakteri (seperti infeksi dengan bakteri streptokokus yang biasa disebut strep throat). Satu
macam virus yang terkenal sebagai salah satu penyebab Radang tenggorokan adalah
Mononucleosis infectiosa. Jamur Candida dapat menyebabkan peradangan pada tenggorokan
dan infeksi tenggorokan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Radang
Tenggorokan juga bisa disebabkan oleh bahan kimia (racun yang dihirup seperti asap rokok),
cedera (gesekan dari fragmen tulang), alergi atau postnasal drip, atau, jarang, kanker (kanker
dini seringkali muncul dengan gejala nyeri). Perawatan medis tertentu dapat menyebabkan
juga menyebabkan Sakit Tenggorokan dan berujung pada peradangan mislnya operasi
amandel, manajemen saluran napas selama operasi, atau pengobatan kanker dengan
kemoterapi atau radiasi. Lebih lanjut silahkan baca : Penyebab Radang Tenggorokan Tanda
dan Gejala Radang Tenggorokan Gejala Radang Tenggorokan dapat merupakan gejala umum
yang terjadi di seluruh tubuh seperti demam, sakit kepala, mual, dan lemah. Gejala ini
muncul baik akibat infeksi virus atau bakteri. Gejala khusus yang terjadi pada tenggorokan
termasuk rasa sakit saat menelan untuk faringitis dan suara serak pada laringitis. Virus lebih
cenderung menyebabkan batuk dan pilek daripada bakteri. Tanda-tanda Radang Tenggorokan
meliputi: Nanah di permukaan amandel (dapat terjadi dengan bakteri atau virus) Kemerahan
dari orofaring (faring dilihat dari mulut) Kelenjar getah bening leher membesar dan sakit saat
ditekan Cenderung Meludah (karena menelan ludah terasa sakit) Kesulitan bernapas Vesikel
(gelembung cairan dengan dasar merah) di rongga mulut atau orofaring dapat menunjukkan
adanya virus coxsackie atau virus herpes simpleks Radang tenggorokan dan amandel
(tonsilitis) streptococcus Radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri streptococcus
Dua-pertiga dari orang dengan radang tenggorokan akibat bakteri mengalami hanya
kemerahan dengan tidak ada nanah pada amandel. Lebih lanjut baca: Gejala Radang
Tenggorokan Pengobatan Radang Tenggorokan Pengobatan untuk Radang Tenggorokan
tergantung pada penyebab pastinya. Antibiotik dapat menyembuhkan infeksi bakteri tetapi
tidak efektif dalam infeksi virus. Tidak ada obat medis untuk sakit tenggorokan disebabkan
oleh infeksi virus, dan perawatan suportif biasanya diperlukan pada semua penyebab. Orang
dengan epiglotitis biasanya memerlukan antibiotik IV dan masuk rumah sakit, beberapa
orang mungkin memerlukan bantuan pernapasan (intubasi). Perawatan Radang Tenggorokan
yang dapat dilakukan di rumah. Pengobatan nyeri merupakan prioritas utama untuk
meringankan Radang tenggorokan dalam hal ini dapat menggunakan Paracetamol sebagai
analgetik-antipiretik (antidemam-antinyeri). Meskipun efeknya kuang bagus untuk lambung,
NSAID (non-steroid anti-inflammatory drugs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen)
sering penghilang rasa sakit yang lebih efektif daripada parasetamol. Berkumur dengan air
garam (Garam dapur dicampur dengan air hangat dan berkumur) Minum banyak cairan
sangat penting. Demam dapat meningkatkan kebutuhan cairan, dan sakit saat menelan dapat
menurunkan asupan cairan. Bila sulit minum, penting sekali mengurangi kebutuhan tubuh
terhadap cairan seperti dengan istirahat dan dan menurunkan demam. Pilih cairan berkualitas
tinggi seperti sup kaldu (menggantikan kehilangan baik garam dan air) dan cairan gula
(membantu tubuh menyerap cairan lebih cepat). Hindari kafein karena dapat menyebabkan
kehilangan air. Tambah Waktu Tidur. Hal ini dapat membantu mempercepat penyembuhan,
terutama jika virus adalah penyebabnya. Malaise (rasa lemah, lemas) adalah seruan tubuh
untuk beristirahat. Untuk obat-obatan lainnya termasuk antibotik dan lain-lain serahkan pada
dokter yang merawat anda. Lebih lanjut mengenai pengobatannya silahkan baca: Cara
Ampuh Mengobati Radang Tenggorokan Antibitoik yang Tepat Obat Radang Tenggorokan
Tradisional Cara Mencegah Radang Tenggorokan Hindari kontak langsung dengan penderita
radang tenggorokan Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun setelah menyentuh
barang-barang atau fasilitas umum. Hindari memakai alat makan/minum bersama-sama
saling tukar apalagi saling tukar dengan orang yang sedang mengalami Radang Tenggorokan.
Sekian dari kami, semoga bermanfaat.
Bersumber dari: Radang Tenggorokan | Mediskus
Sakit Tenggorokan
Pengertian
Gejala
Penyebab
Pengobatan
Sakit kepala
Kelenjar yang membesar pada leher
Nyeri otot
Batuk
Hidung beringus
Pengobatan sakit tenggorokan baru akan ditangani dengan antibiotik jika gejala yang
terdeteksi dianggap berisiko menimbulkan infeksi lebih serius. Sementara itu, kondisi berikut
ini dapat memperburuk sakit tenggorokan:
disebabkan oleh stres, obesitas, mengonsumsi makanan pemicu asam lambung seperti
soda, dan hiatal hernia (kelainan selaput diafragma yang membatasi rongga dada dan
rongga perut).
Radang amandel
Kondisi ini terjadi ketika infeksi pada amandel (dua kelenjar getah bening yang
terletak di setiap sisi bagian belakangan tenggorokan). Seharusnya, amandel bertugas
membantu mencegah infeksi masuk ke dalam tubuh. Radang amandel disebabkan
oleh bakteri dan berbagai virus yang dapat menular. Meski dapat terjadi pada semua
usia, penyakit ini paling banyak terjadi pada anak-anak. Jika tidak diobati, kondisi ini
dapat mengakibatkan komplikasi serius. Gejala radang amandel antara lain demam,
sakit tenggorokan, dan amandel terlihat membengkak dan merah kadang disertai
bercak-bercak putih kekuningan.
Difteri
Disebabkan oleh infeksi bakteri serius, yaitu Corynebacterium diphtheriae. Racun
dari bakteri difteri dapat memengaruhi selaput lendir hidung dan tenggorokan dengan
membentuk selaput putih baru yang tebal diatas permukaan dalam hidung,
tenggorokan, lidah, dan saluran pernapasan lain. Guna menghindari penularannya,
difteri dapat dicegah dengan menggunakan vaksin. Gejala dari difteri antara lain
menggigil, demam, munculnya bercak tebal abu-abu di amandel serta tenggorokan,
pembengkakan kelenjar di leher, batuk seperti menggonggong, kulit kebiruan, sakit
tenggorokan, rasa tidak nyaman, dan mulut terus mengeluarkan air liur.
Selain beberapa penyebab di atas, sakit tenggorokan saat menelan juga bisa disebabkan oleh
kondisi seperti kanker esofagus, esofagitis, esofagitis CMV, arteritis temporalis, herpes
esofagitis, dan candidiasis mulut.
Tidak semua rasa sakit tenggorokan saat menelan disebabkan oleh radang tenggorokan.
Cobalah perhatikan gejala lainnya. Jika menemukan gejala lainnya dan sakit tenggorokan saat
menelan terasa begitu tidak nyaman, segeralah konsultasikan ke dokter guna mendapatkan
penanganan yang tepat.
Referensi :
a) General and Systematic Pathology. Underwood JCE, Cross SS. 5th ed. Churchill
Livingstone. Philadelphia, 2009
b) Robbins Basic Pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed. Elsevier Saunders.
Philadelphia, 2013
c) Indranila KS. Hematologi Rutin. Diktat Patologi Klinik I FK UNDIP. 2013
d) McPherson RA, Pincus MR. Henrys Clinical Diagnostic and Management by
Laboratory Methods. 21st Ed. 2007. Elsevier Saunders: 1353-81
e) Wilson DD. Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. 2008. New York:The McGrawHill Companies, Inc
f) Wu JT, Nakamura RM. Human Circulating Tumor Markers_Current Consepts and
Clinical Applications. 1997. Chicago:ASCP Press
g) Mims CA, Playfair JHL, Roitt IM, Wakelin DW, Williams R, Anderson RM. Medical
microbiology. Mosby. London. 1995.
h) Katzung,BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th Ed. McGraw Hill. 2010.
i) Atkinson AJ. Principles of Clinical Pharmacology. 2nd ed; 2007.