Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH
Kelompok
1
1506325002
1506325004
1506325007
UNIVERSITAS UDAYANA
TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS PPh PASAL 21
pemotongan
pajak
dimana
perusahaan
menanggung
pajak
karyawannya atau dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang terhutang akan
ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang
diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh pasal 21 karena
perusahanlah yang menanggung biaya/beban PPh pasal 21. Perhitungan PPh Pasal
21 tidak dilakukan dengan gross-up. PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan
tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, karena tidak
dimasukan sebagai faktor penambahan pendapatan dalam SPT PPh Pasal 21.
3. Gross up method
Adalah metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak sama besarnya
dengan PPh pasal 21 yang di potong atas gaji karyawan. Metode ini menimbulkan
beban bagi perusahaan yang tidak menimbulkan koreksi positif dan rekonsiliasi
fiskal, sehingga pajak terhutang perusahaan lebih efisien atau dengan kata lain
penerapan metode ini menimbulkan perlakuan fiskal atas beban yang timbul bagi
pemberi penghasilan atau perusahaan merupakan biaya yang dapat menjadi
pengurang penghasilan (deductable) maka ini dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto perusahaan sehingga dapat mengefisienkan (menghemat) besarnya jumlah
pembayaran pajak penghasilan perusahaan. Bagi kayawan pemberian tunjangan
ini diakui sebagai tambahan penghasilan (taxable) yang kemudian jumlah pajak
penghasilan yang dipotong jumlahnya sama besar dengan tunjangan yang
diterima, sehingga take home pay jumlahnya sama dengan apabila menerapkan
metode net dan kewajiban PPh pasal 21 juga terpenuhi. Penggunaan metode gross
Contoh
Tuan Amir , pegawai Tetap PT. ABC dengan status TK/0 mendapatkan gaji
Rp.120.000.000/tahun, Perusahaan memberikan tunjangan JKK 0,89%, JKM
0,30% sedangkan untuk tunjangan JHT sebesar 2% ditanggung sendiri oleh
karyawan PTKP Rp. 36.000.000 , perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai
berikut:
Pembuktian
yang bukan objek pajak, atau sebaliknya mengubah biaya yang tidak boleh
dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan, dengan konsekuensi
terjadinya perubahan pajak terutang akibat perubahan dan konversi tersebut.
Apakah perubahan jumlah pajak terhutang akan menjadi lebih besar, lebih kecil,
atau sama dengan jumlah pajak terhutang akibat koreksi fiskal, tentunya harus
dipertimbangan mana yang lebih baik menguntungkan perusahaan.
Jika kondisi perusahaan baik dan perusahaan menghasilkan laba besar, maka salah
satu alternatif yang direkomendasikan adalah mengkaji mana yang lebih
menguntungkan antara memberikan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk
tunjangan (uang) atau dalam natura (benefit in kind)
Berikut konsep taxable- deductible mengenai imbalan (natura/uang)
Jenis Imbalan
Perusahaan/Pemberi Kerja
Bagi Penerima
Imbalan dalam
bentuk uang
Imbalan dalam
bentuk natura
Deductible
Non Deductible
Taxable
Non Taxable
Berikut ini penjabaran pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit
in kind) kepada para pegawai:
PT. ABC menyediakan dokter dan obat-obatan dengan cuma-cuma untuk
pemeliharaan kesehatan pegawainya.
Sebelum taxplaning: berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf d UU Pajak Penghasilan,
benefit in kind (seperti biaya berobat kedokter dan obat) itu bukan merupakan
objek penghasilan (non taxable) sehingga tidak dikenai pajak. Sebaliknya, dari
sudut pandang perusahaan yang mengeluarkan biaya, secara komersial
pengeluaran itu merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
perusahaan, tetapi secara fiskal (pasal 9 ayat 1 huruf e. UU PPh) merupakan biaya
yang tidak boleh dikurangkan (non deductible) sehingga harus dilakukan koreksi
fiskal.
Konsekuensinya: karena biaya tersebut merupakan biaya fiskal yang tidak boleh
dikurangkan, maka koreksi fiskal yang dilakukan oleh Dirjen Pajak menimbulkan
tambahan pajak (PPh Badan).
Sesudah
tax
planning:
Dengan
mengubah
pemberian
dalam
bentuk
dari pada
menyediakan dokter dan memberikan obat dengan cuma-cuma, yang hanya akan
menambah penghasilan pegawai yang akan dipajaki (taxable). Dan bagi
perusahaan jumlah tersebut merupakan biaya yang boleh dikurangkan
(deductible).
Ditinjau dari segi komersil, biaya fiskal yang besar tersebut tampaknya seperti
pemborosan atau inefisiensi karena adanya kebijakan pemberian tunjangan
kesehatan (tunai), namun harus pula di perhatikan bahwa kebijakan itu akan
berdampak pada laba sebelum pajaknya menjadi lebih kecil dan selanjutnya beban
PPh Badan yang terhutang pun akan menjadi lebih kecil. Namun yang lebih
penting untuk diperhatikan adalah bahwa strategi perpajakan bukanlah satusatunya alat pengambil keputusan, jangan sampai strategi perpajakan ini
menghambat strategi komersial lainnya tetapi harus saling sinergis untuk
mencapai tujuan perusahaan.
4. Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 21 dengan Unsur - Unsur Biaya
Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek PPh pasal 21 telah dipotong
pajaknya, perlu dilakukan rekonsiliasi antara data laporan keuangan, baik yang
berasal dari akun neraca maupun akun biaya. Jika perhitungan PPh Pasal 21
dilakukan oleh bagian SDM, maka rekonsiliasi juga harus dilakukan untuk data
SDM (seperti payroll), dengan data yang ada dibagian akuntansi/keuangan
(seperti data ledger/buku besar). Rekonsiliasi ini sangat berguna dalam rangka
Jika
bagi
karyawan
merupakan
taxable
income
SAK dan UU Perpajakan. Perbedaan ini terbagi menjadi dua jenis yaitu Beda
Tetap dan Beda Waktu
Beda Tetap yaitu perbedaan pengakuan baik biaya ataupun pendapatan oleh wajib
pajak yang untuk pengakuan tersebut tidak diakui oleh perpajakan.dalam hal ini
terkait biaya karyawan, maka pemberian dalam bentuk natura (diluar ketetapan
perpajakan) yang oleh perusahaan telah dibiayakan harus dikeluarkan dari unsur
biaya. Hal ini dikarenakan biaya tersebut tidak boleh diperlakukan sebagai
pengurang pendapatan perusahaan.
Beda Waktu yaitu perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak
yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan memberikan pengaruh dalam
jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasilan
kena pajak akhirnya menjadi sama. Contoh: Pemberian bonus, bila menggunakan
metode akrual harus dibebankan sebagai biaya karena merupakan penghasilan
karyawan, meskipun baru sebagian bonus tersebut diterima.
Referensi:
Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan, Ikatan Akuntan Indonesia
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si.,MBA. Manajemen Perpajakan. Strategi
Perencanaan Pajak dan Bisnis