Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas karsinoma yang
berasal dari epitel nasofaring. Gejala utamanya adalah pada hidung dan
telinga (Munir, 2010). Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa
Rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak
(Munir, 2010; Butler, et al., 2011).
Gambar 2. Nasofaring
(Sumber: Ellis, H., 2006, Clinical Anatomy)
Klasifikasi WHO
Karsinoma sel skuamosa keratinisasi
Karsinoma nonkeratinisasi
sedang
Karsinoma sel skuamosa diferensiasi buruk
Karsinoma sel inti vesikular
Karsinoma tak berdiferensiasi
berdiferensiasi
Karsinoma tak berdiferensiasi
B. Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya
menyerang usia 30 60 tahun, menduduki 75 90%. Proporsi pria dan
nasofaring
(KNF)
di
Indonesia
cukup
tinggi,
yaitu
4,7
kanker
nasofaring
mungkin
multifaktorial,
proses
1. Kerentanan genetik
Kerentanan terhadap kanker nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen)
dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan
adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring. Penelitian genetika
molekular dan biologi molekular mutakhir menemukan, kanker
nasofaring menunjukkan frekuensi tinggi kehilangan heterozigositas
kromosom terutama pada 1p, 3p, 9p, 9q, 11q, 13q, 14q, 16q, dan 16p
(Desen dan Japaries, 2011).
2. Virus Epstein-Barr (EB)
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaing
didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Virus ini bukan satusatunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis
kelamin,
genetik,
pekerjaan,
lingkungan,
kebiasaan
hidup,
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia,
asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas
(Roezin dan Adham, 2007, dalam Soepardi, dkk., 2010).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Roezin dan Adham (2007), gejala karsinoma nasofaring
dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan
hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat, kalau
perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada
sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih
terdapat di bawah mukosa (creeping tumor). Menurut Herawati dan
Rukmini (2003), karsinoma nasofaring menimbulkan gejala hidung
berupa pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus menerus.
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau. Epistaksis
dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Sekitar 70% pasien mengalami epistaksis. Sewaktu menghisap dengan
kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal palatum
mole bergesekan dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah
di permukaan tumor robek dan menimbulkan epistaksis (Desen dan
Japaries, 2011).
Hidung tersumbat sering hanya sebelah dan secara progresif
bertambah hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung
posterior, insiden sekitar 48% (Desen dan Japaries, 2011).
2. Gejala telinga
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena
tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller).
Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai
rasa nyeri di telinga (otalgia).
Tinitus dan pendengaran menurun disebabkan oleh tumor di resesus
faringeus dan dinding lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba
eustachius menyebabkan tekanan negatif di dalam kavum timpani,
10
11
12
13
rudapaksa
operasi,
fraktur,
deformitas
T2b
T3
T4
perluasan ke parafaring
Disertai perluasan ke parafaring
Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat
keterlibatan saraf kranial, fossa intratemporal, hipofaring,
orbita atau ruang mastikor
14
supraklavikula
Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran
terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa
N3
supraklavikula
Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih
N3a
N3b
M = Metastasis jauh
Stadium
Mx
M0
M1
T
T0
T1
T2a
T1
T2a
T2b
T1
T2a, T2b
T3
T4
Semua T
Semua T
N
N0
N0
N0
N1
N1
N0, N1
N2
N2
N2
N0, N1, N2
N3
Semua N
M
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1
G. Tatalaksana
Terapi terhadap kanker nasofaring berprinsip pada individualisasi dan
tingkat keparahan. Pasien stadium I atau II dengan radioterapi eksternal
ditambah brakiterapi kavum nasofaring, pasien stadium III atau IV dengan
kombinasi radioterapi dan kemoterapi, pasien dengan metastasis jauh harus
bertumpu pada kemoterapi dan radioterapi paliatif (Desen dan Japaries,
2011). Beberapa terapi untuk karsinoma nasofaring, yaitu:
15
1. Radioterapi
Radioterapi merupakan metode terapi paling utama. tapi untuk
sebagian kecil pasien stadium agak lanjut, kombinasi kemoterapi
dapat meningkatkan efektivitas terapi. Sumber radiasi menggunakan
radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau radiasi X energi tinggi
dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrumm
dibantu brakiterapu intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi
stereotaktik (Desen dan Japaries, 20110. Pengobatan tambahan yang
diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan,
sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan
(tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik
sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti
(Roezin dan Adham, 2007, dalam Soepardi, dkk., 2010).
Lingkup radiasi mencakup lesi primer nasofaring, area sekitar yang
mungkin terinfiltrasi, area drainase limfatik nasofaring. Dosis radiasi:
dosis iradiasi nasofaring 66-70 Gy/33-35 kali/6,5-7 minggu; bagi
pasien dengan kelenjar limfe leher positif diberikan dosis kuratif 60
70/30-35 kali/6-7 minggu; pasien dengan kelenjar limfe leher negatif
diberi dosis preventif 50-56 Gy/25-28 kali/5-5,5 minggu.
Reaksi radiasi berupa reaksi sistemik atau lokal akibat radiasi yang
bersifat temporer dan reversibel. Manifestasi sistemik berupa
insomnia,
pusing,
fatig,
mual,
muntah,
dispepsia,
kelainan
16
spinalis radiasi, atrofi kulit dan fibrosis muskular daerah leher akibat
radiasi (Desen dan Japaries, 2011).
2. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemoterapi konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai
adalah: PF (DDP + 5FU), karboplatin + 5FU, paklitaksel + DDP,
paklitaksel + DDP (cisplatin) + 5FU (5-fluorouracil) dan DDP +
gemsitabin, dll.
a. DDP
pasca
radioterapi,
lesi
relatif
terlokalisasi
b. Tiga bulan pasca radioterapi kuratif terdapat residif lesi primer
nasofaring
c. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar
limfe leher
d. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti
karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma.
e. Komplikasi radiasi (misal, parasinusitis radiasi, ulkus radiasi).
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau
timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor
induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologik dan serologi, serta tidak ditemukan adanya metastasis jauh
(Roezin dan Adham, 2007, dalam Soepardi, dkk., 2010).
4. Terapi rehabilitatif
17
a. Terapi psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa
penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, upayakan agar
pasien secepatnya pulith dari situasi emosi depresi (Desen dan
Japaries, 2011).
b. Rehabilitasi fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterapi dan terapi lain, pasien
biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih,
daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi,
berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan
ketahanan meningkat secara bertahap (Desen dan Japaries,
2011).
H. Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggi di daerah
dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan
risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang
salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang
timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan
hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai
hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.
Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA-anti EA secara massal di
masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring secara lebih dini (Roezin dan Adham, 2007, dalam Soepardi,
dkk., 2010).
I. Prognosis
Prognosis
dari
karsinoma
nasofaring
buruk,
dengan
angka
kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 30%. Hal ini berkaitan erat dengan
diagnosis yang terlambat. Diagnosis dini dari gejala dan tanda awal yang
muncul dibutuhkan untuk prognosis yang baik (Bull, 2003). Prognosis pada
stadium dini baik, penderita dapat hidup lebih dari 5 tahun, tetapi pada
stadium lanjut kurang dari 3 tahun (Herawati dan Rukmini, 2003).
18