Вы находитесь на странице: 1из 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita,
dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya
untuk menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit
bersama dengan tes penunjang lainya, anamnesis, dan pemeriksaan lainya.
Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang, untuk tujuan
tetrtentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko, memantau
perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan, dan lalinlain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak di jumpai
dan potensial membahayakan. pemeriksaan laboratorium merupakan salah
satu pemeriksaan yang memiliki peran sangat penting, dimana pemeriksaan
laboratorium berfungsi dalam membantu untuk menegakkan diagnosis,
memantau perjalanan penyakit serta serta menentukan prognosis. Dalam
pemeriksaan ada beberapa faktor yang memegang peran penting dalam
mempengaruhi

hasil

pemeriksaan

laboratorium.

Dalam

melakukan

pemeriksaan laboratorium, terdapat 3 tahap yang harus dilaksanakan secara


teliti, guna mencegah kesalahan pada hasil laboratorium pasien. Tahap-tahap
tersebut yakni:
1. Pra-instrumentasi (sebelum dilakukan pemeriksaan). Pada tahap ini sangat
penting diperlukan kerja sama antara petugas kesehatan,pasien dan dokter
seperti pemahaman instruksi, pengisian formulir, persiapan pasien,
persiapan alat yang dipakai, cara pengambilan sampel, penanganan awal
sampel (pengawetan) dll. Karena tanpa kerja sama yang baik dapat
memepngaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Instrumentasi. Pada tahap ini petugas kesehatan akan melakukan
pemeriksaan atau analisa sampel yang dimiliki oleh pasien.
3. Pasca instrumentasi. Pada tahap ini dilakukan penulisan hasil pemeriksan
dari sampel yang dianalisa
Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam
membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan

prognosa. Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan


diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, dan
komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual
maupun potensial.
Diagnostik keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan
potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
mampu dan mempunyai kewenangan standar praktik keperawatan dan kode
etik keperawatan yang berlaku di Indonesia (Gordon,1976 dalam nursalam,
2004).
Diagnostik dan spesimen adalah suatu pemeriksaan yang mutlak
dilakukan untuk menegakkan suatu diagnosa penyakit klien atau pasien.
Karena melalui pemeriksaan ini kita dapat mengetahui tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien terhadap status
kesehatan/penyakit.

Faktor-faktor

yang

menegakkan

suatu

masalah,

kemampuan klien untuk mengatasi masalah.


Kegiatan ini merupakan upaya menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium. Pengumpulan dan pemeriksaan
sampel laboratorium. Tujuannya untuk pengumpulan dan pemeriksaan
specimen laboratorium ini berguan untuk mendapatkan sejumlah informasif
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, mengetahui perjalanan
penyakit, serta sarana untuk mengukur respon pasien terhadap terapi.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari data objektif untuk pengkajian
keperawatan. Penting

untuk

pasien untuk penegakan

dini

diagnosa

awal perawat sebagai advokasi.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penilaian
pemeriksaan diagnostik ?
C. Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini terdapat beberapa tujuan penulisan makalah
tentang peran perawat dalam terapi somatik antara lain yaitu:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil pemeriksaan sistem
imun

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil pemeriksaan sistem


pernafasan
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil pemeriksaan system
pencernaan
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil pemeriksaan system
integumen
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil pemeriksaan system
persyarafan
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh tim penyusun adalah
menggunakan metode:
1. Metode Kepustakaan
Tim Penyusun memilih metode perpustakaan karena metode ini
merupakan metode yang berlandaskan atas referensi yang terdapat dalam
buku buku di perpustakaan serta yang terdapat di web (internet).
2. Metode IPTEK
Dalam pembuatan makalah, tim penyusun menggunakan metode
Iptek karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan terdiri dari 3 bab, yang mana dari
perbab dan isi dalam bab tersebut diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab yang memberikan gambaran awal dari makalah yang berisikan: latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II

: TINJAUAN TEORITIS

Bab yang berisi tentang isi dari makalah yang terdiri dari hasil pemeriksaan
sistem imun, hasil pemeriksaan sistem pernafasan, hasil pemeriksaan sistem
pencernaan, hasil pemeriksaan sistem integument, hasil pemeriksaan sistem
persyrafan.
BAB III

: PENUTUP

Bab yang berisi tentang kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Hasil Pemeriksaan Sistem Imun
Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang timbul sebagai dampak
berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam
tubuh manusia. Virus HIV menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga
mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Orang
yang terinfeksi HIV belum tentu menjadi penderita AIDS, tergantung tingkat
imunitas atau kekebalan tubuh orang tersebut yang dapat dilihat melalui
komponen CD4. Jika terjadi penurunan CD4 sampai kurang dari 200, orang
akan makin lemah daya tahan tubuhnya dan jatuh pada kondisi AIDS.
CD adalah singkatan dari Cluster of Differentiation, merujuk pada
klaster protein yang membentuk reseptor pada permukaan sel tersebut.
Diantara sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia, maka tanggung jawab selsel CD4 amat besar. Tugas mereka adalah mengatur berfungsinya sistem
kekebalan tubuh. Sel CD4 inilah yang memberi sinyal bahaya dan selanjutnya
menggerakkan sel-sel pertahanan tubuh yang lain untuk menyerang intruder

yang akan mengganggu tubuh manusia, misalnya virus dan bakteri. Bisa
dikatakan bahwa sel CD4 adalah jenderalnya sistem kekebalan tubuh.
Jumlah sel CD4 menjadi indikator yang amat penting dalam
menentukan tingkat kekebalan tubuh manusia. Kita harus mampu
mempertahankan jumlah CD4 dalam batas-batas normal pada kisaran 5001000 sel per milimeter kubik darah, sehingga kita mampu mempertahankan
diri dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan HIV AIDS
khususnya mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Untuk mengetahui
seseorang tertular atau tidak dapat melakukan test HIV dan test HIV dapat
dilakukan paling cepat 3 bulan setelah terinfeksi. Jika seseorang merasa telah
melakukan aktifitas yang beresiko HIV, sebaiknya segera memeriksakan diri
ke dokter untuk dilakukan test. Penanganan yang dini dan tepat akan
menyelamatkan penderita dari keganasan virus ini. Jika hasil test HIV positif,
sebaiknya penderita melakukan pemeriksaan CD4 dan viral load test.
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah
bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Pengecekan CD4 ini
penting karena setelah lama terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 semakin
menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak.
Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan jatuh sakit. Jumlah
CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh atau sistem imun
tubuh. Semakin rendah jumlahnya, semakin besar kerusakan yang
diakibatkan HIV. Jika penderita mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, atau
persentase CD4 di bawah 14% maka dianggap AIDS. Umumnya jumlah CD4
akan mulai naik segera setelah kita mulai ART. Namun kecepatan sangat
beragam, dan kadang pelan. Bila jumlah CD4 di bawah 50 waktu kita mulai
ART, jumlah CD4 kita mungkin tidak akan meningkat menjadi normal (di
atas 500). Bila jumlah CD4 mulai menurun lagi setelah naik, mungkin itu
adalah tanda bahwa ART kita mulai gagal.
B. Hasil Pemeriksaan Sistem Pernafasan
1. TBC
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi
(Mansjoer, 1999, hal. 472). Tuberculosis paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan

melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan


mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2001, hal. 414).
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen
Kesehatan, 2002, hal. 9). Penyebab tuberculosis paru disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1 4 um dan tebal 0,3 0,6 um. Gejala utama TB paru
menurut Mansjoer (1999 hal 472) adalah:
a. Demam
b. Batuk
c. Sesak nafas
a.

Nyeri dada

b.

Maleise
Menurut Mansjoer (1999 hal. 472 ) pemeriksaan penunjang pada

Tuberculosis paru antara lain:


a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, Limfositosis)
c. Foto toraks Postereor Anterior (PA) dan lateral. Gambaran foto toraks
yang menunjang diagnosis tuberculosis, yaitu:
1) Bayang lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah.
2) Bayangan berawan (patchy) berbercak (nodular).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
5) Adanya kalsifikasi.
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
7) Bayangan milier.
d. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30 70% pasien TB yang
dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e. Tes PAP (Peroksislase anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya lg 6 spesifik
terhadap basil TB.
f. Tes Mantoux/Tuberkulin
g. Teknik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam


berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu
mikroorganisme dalam spesimen.
h. Becton Dikinson Diagnotic Instrumen System (BACTEC)
Deteksi Growth Index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh Mycobacterium Tuberculosis.
i. Enzim Inked Immunosorbent Assay
j. Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan

yang

direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik, kemudian


dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam
jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
2. Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995). Pneumonia adalah
penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan
gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001). Manifestasi klinis dari
pneumonia yaitu:
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
1) Nyeri pleuritik
2) Nafas dangkal dan mendengkur
3) Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
1) Mengecil, kemudian menjadi hilang
2) Ronki
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam
e. Anoreksia
f. Malaise
g. Batuk kental, produktif

Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau


berkarat
h. Gelisah
i. Sianosis
1) Area sirkumoral
2) Dasar kuku kebiruan
Pemeriksaan penunjang pada pasien mengalami pneumonia adalah:
a. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat,

empiema(stapilococcus);

infiltrasi

menyebar

atau

terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul


(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Diambil
dengan
biopsi
jarum,

aspirasi

transtrakeal,

bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi


organisme penyebab.
d. JDL
Leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi
Titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED
: meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru
Volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan
nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV)
(Doenges, 1999)
C. Hasil Pemeriksaan Sistem Pencernaan
1. Diare Kronik

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200


mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi
BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau
tanpa inkontinensia fekal. Diare terbagi menjadi diare Akut dan
Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare
kronis lamanya lebih dari 2 minggu.
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare
kronik adalah sebagai berikut:
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan
feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan
pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi.
Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali
kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan
M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik,
toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses
24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali
diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan
apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika
berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat
lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat
lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak
merak orange per lapang pandang dari sample noda sudan adalah
positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test
standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya
dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi
pancreas.

10

e. Osmolalitas Feses
Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau
diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah 290 mosm. Osmotic gap feses
adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces
(Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak
dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri
terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu
tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas
diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau
osmotic gap yang rendahbiasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan
rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan
modifikasi noda asam.
g. Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia.

Albumin

dan

globulin

rendah

akan

mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi


intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin
akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan
vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi
menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah
pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat
dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa
primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.
h. Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum
VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin

11

(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda


urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
D. Hasil Pemeriksaan Integumen
1. Kandidiasis
Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan
mukosa yang disebabakan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu
spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan merupakan
flora normal. Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat
dibantu dengan adanya pemeriksaan penunjang, antara lain:
a. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10 % atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa semu
b. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol )
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 37 0C, koloni tumbuh setelah 24-48
jam, berupa yeast like colony.
3. Syndrome Steven Jhonson
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit,
selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi
dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel /
bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 ). Penyebab
belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat
dianggap sebagai penyebab adalah:
a Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti
b

piretik ), Penisilline, Sthreptomicine, Sulfonamide, Tetrasiklin.


Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol,
metampiron dan paracetamol ), Kloepromazin, Karbamazepin,

Kirin Antipiri, Tegretol.


c Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
d Neoplasma dan factor endokrin
e Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X )
f Makanan (coklat)
Pemeriksaan penunjang pada penderita Syndrome Steven Jhonson
yaitu:

12

Laboratorium
Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi

Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi.


Hispatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis
superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa.

Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.


Imonolgi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan
pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara

tersendiri atau dalam kombinasi


E. Hasil Pemeriksaan Persyarafan
1. Neuralgia
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat
hebat dengan ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus
menerus seperti menusuk atau seperti tersengat aliran listrik yang
berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai
beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat unilateral
dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Pada saat ini
belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia
trigeminal. Diagnosa

neuralgia trigeminal

dibuat berdasarkan

anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada
anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri, kapan
dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan
lamanya, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan,
menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau
tidak,

dsb. Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan

sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita

sedangkan

diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas


untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus

13

bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot


masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan
kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior
bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan
aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat
dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat
mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada
penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya atau waktunya
maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya pada
penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarangjarang ada
saatsaat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif.
Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik
dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa
merupakan gejala gejala dari tumor fossa posterior.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan
proses kehidupan aktual maupun potensial. Hasil suatu pemeriksaan
laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau
perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui
faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca khususnya perawat
dapat menerapkan pengkajian diagnostik ini dalama asuhan keperawatan dan
dapat mencari referensi lain untuk menambah pengetahuan pembaca
mengenai pengkajian diagnostic

Вам также может понравиться