Вы находитесь на странице: 1из 6

III.

ALAT DAN BAHAN


Bahan:
1. Natrium pentobarbital 3,5% atau natrium thiopental ( stok 3
mg/ml; 6 mg/ml; 30mg/ml)
2. Alkohol 70%
3. Hewan uji : mencit
Alat :
1.
2.
3.
4.
5.

Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml)


Jarum berujung tumpul ( untuk peroral )
Sarung tangan
Stopwatch
Neraca

PEMBAHASAN PART 1
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktekan, dan
membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya
menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya. Dilakukan berbagai cara
pemberian obat untuk mengetahui keefektifan dan kecepatan absorbsi yang dilihat
dari onset dan durasinya. Absorbsi merupakan proses perpindahan obat dari
tempat aplikasinya menuju sirkulasi sistemik. Absorbsi menggambarkan
kecepatan pada saat obat meninggalkan tempat atau sisi pemberian. Onset adalah
waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek mulai obat itu diberikan.
Sedangkan durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek
sampai efek hilang.
Untuk melakukan percobaan ini digunakan hewan uji yaitu mencit. Mencit
yang diperlukan sejumlah 4 ekor dimana setiap mencit mendapatkan perlakuan
yang berbeda berdasarkan tempat pemberian obat. Digunakan mencit (Mus
muculus) sebagai hewan uji berdasarkan analog sistem faal mencit dengan
manusia selain itu, mencit mudah dalam penanganan, siklus hidup pendek,
merupakan binatang mamalia dengan kemampuan berkembang biak sangat tinggi
(cocok untuk percobaan dalam jumlah besar), dan mudah dipelihara.

Setelah masing-masing kelompok diberi 4 ekor mencit kemudian


dilakukan penimbangan mencit satu persatu. Berat mencit perlu diketahui untuk
memperhitungkan dosis pemberian obat, karena bentuk sediaan yang akan
diberikan memerlukan volume maksimal untuk setiap cara pemberian obat.
Pada percobaan digunakan cairan obat Natrium thiopental atau natrium
pentobarbital.
Pemerian

: Natrium thiopental untuk injeksi adalah campuran steril


thiopental natrium dan natrium karbonat anhidrat sebagai dapar.
Mengandung tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0%
C11H17N2NaO2S dari jumlah yang tertera pada etiket. pH antara
10,2 11,2. (Farmakope Indonesia IV,1995)

Indikasi

: sebagai obat anestesi tunggal (umum) untuk prosedur bedah yang


singkat (preposisi fraktur, jahit luka, dilatasi serviks), untuk induksi
sebelum pemberian obat anestesi lain, sedasi pada analgesi
regional, untuk mengatasi kejang-kejang eklapsia atau epilepsi,
untuk narko analisa dan narko sintesa pada kelainan psikiatrik
(ilmu kejiwaan)

Kontra indikasi : status asmatikus (suatu serangan asma yang akut, parah, dan
berlangsung lama), porfilia, hipotensi atau syok berat, anemia
(penurunan di bawah jumlah normal eritrosit, hemoglobin, atau
sel darah merah), disfungsi hepar (kelainan fungsi hati), penyakit
kardiovaskuler hebat, meningginya tekanan intra carnial, asma,
myastemia gravis (lemah otot)
(Kapita Selekta Dispensing I)
Efek samping

: depresi pernafasan, depresi otot jantung, artemis jantung, batuk,


bronkospasmus, laringospasmus

Natrium thiopental adalah turunan golongan barbiturat. Efek terapi pada


natrium thiopental adalah efek sedatif-hipnotik. Sedatif adalah keadaan terjadinya
penurunan kepekaan terhadap rangsangan dari luar karena adanya penekanan
sistem saraf pusat yang berakibat terjadinya penurunan respon. Dalam dosis besar,

sedatif berefek sebagai hipnotik, yaitu menyebabkan tidur pulas. Dosis yang lebih
tinggi lagi akan menyebabkan anestesi. Sedatif digunakan untuk menekan rasa
cemas yang diakibatkan ketegangan emosi dan tekanan kronik yang disebabkan
faktor sosiologis untuk menunjang pengobatan hipertensi, untuk mengontrol
kejang, dan untuk menunjang efek anestesi sistemik tanpa mempengaruhi fungsi
motorik dan mental. Hipnotik adalah efek depresan non selektif yang bekerja pada
sistem saraf pusat dan menginduksi terjadinya tidur. Sedatif-hipnotik diberikan
secara oral. Efek samping golongan ini pada umumnya mengantuk dan perasaan
tidak enak sewaktu bangun. Sedatif mengadakan potensiasi dengan obat analgesik
dan obat penekan saraf pusat lainnya. Mekanisme kerja golongan sedatif-hipnotik
dengan mempengaruhi fungsi pengaktifan retikula, rangsangan pusat tidur, dan
menghambat fungsi pusat arousal.
Kelebihan dosis dapat menyebabkan koma dan kematian karena terjadi
penekanan pusat medula yang vital di otak. Penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik.
Pada mencit yang beratnya 20-30 gram, volume maksimal yang dapat
diberikan untuk pemberian intramuscular adalah 0,05 ml; intraperitonial 1,0 ml;
subkutan 0,5-1,0 ml; dan peroral 1,0 ml. Kemudian dilakukan perhitungan untuk
mengetahui volume yang akan diberikan sesuai dengan dosis Na-thiopental 60
mg/BB. Rumus menghitung volume pemberian obat:
BB mencit ( gram ) x dosis Na pentobarbital(
Volume :
kadar stok (

mg
)
BB

mg
)
ml

Kadar stok yang tersedia adalah untuk intramuscular 0,05mg/ml sedang


subkutan, peroral,dan intraperitonial adalah 0,005 mg/ml. Jika volume obat yang
diberikan melebihi volume maksimum maka dikhawatirkan obat akan melebihi
KTM (Kadar toksik maksimum) dan mencit akan mengalami over dosis. Akan
tetap jika volume obat yang diberikan terlalu sedikit, maka dikhawatirkan obat
tidak akan mencapai KEM (Kadar Efektif Minimum) dan tidak mengakibatkan

efek pada mencit.Semakin panjang rute penggunaan obat, maka semakin kecil
konsentrasi obat yang mencapai sel target , hal inilah yang menyebabkan
pemberian volume obat berbeda.
Setelah semua mencit disuntikkan obat, kemudian dihitung waktu onset
dan durasi. Efek farmakologi yang diamati adalah hilangnya reflek balik badan
yang ditandai dengan hilangnya kemampuan mencit untuk membalikkan badan
dari keadaan terlentang.
Pembahasan masing-masing cara pemberian obat :
1. Per oral
Pemberian obat dengan cara peroral menggunakan jarum berujung tumpul
dan telah berisi obat yang dimasukkan melalui mulut. Mencit yang mendapat
perlakuan ini berbobot 18,7 gram sedangkan volume obat yang diberikan sebesar
0,2244 ml.
Pemberian peroral ini dilakukan dengan hati-hati agar tidak salah masuk
ke dalam tenggorokan (saluran pernapasan). Pada cara ini dilakukan dengan
bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul Hal ini dikarenakan untuk
menghindari atau meminimalisir terjadinya infeksi akibat luka yang disebabkan
oleh jarum suntik. Jarum suntik dimasukkan melalui mulut mencit secara pelanpelan melalui langit-langit kearah

belakang esophagus menuju saluran

pencernaan (kerongkongan). Mencit diposisikan lurus supaya memudahkan jarum


masuk kedalam saluran pencernaan. Tanda apabila jarum telah masuk ke dalam
kerongkongan adalah mencit mengeluarkan lidahnya dan jarum dapat masuk
dengan lancar. Setelah jarum benar-benar masuk esophagus mencit, kemudian
cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum suntik habis.
Penggunaan peroral bertujuan untuk memperoleh efek sistemik yaitu obat
masuk ke dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh permukaan tubuh setelah
terjadi

absorbsi

obat

dari

bermacam-macam

permukaan

sepanjang

gastrointestinal. Kelemahan pemberian peroral adalah responnya lebih lambat


daripada injeksi.
Secara teori, peroral memiliki onset yang paling lama dibandingkan cara
pemberian lainnya. Hal ini disebabkan karena disini obat akan mengalami rute
yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang
memiliki banyak faktor penghambat seperti protein plasma. Dari hasil percobaan
didapatkan mencit kelompok 1,2, dan 4 tidak didapatkan onset maupun durasi
karena mencit tidak tertidur setelah pemberian obat. Sedang pada kelompok 3
mencit tertidur pada onset 1457 detik dan durasi 1198 detik. Untuk durasi secara
teoritis paling cepat karena saluran cerna memiliki rute yang cukup panjang dan
banyak faktor penghambat maka konsentrasi absorbsi semakin sedikit dan efek
obat lebih cepat. Pada percobaan pada kelompok 1,2, dan 4 tidak mencapai onset
dan durasi dan tidak ada mencit yang mati karena mencit tidak tidur. Hal ini
kemungkinan disebabkan konsentrasi obat yang terabsorbi hingga berada pada sel
sasaran tidak mencapai Konsentrasi Efek Minimum sehingga tidak menimbulkan
efek. Pada kelompok 3 mencapai onset paling lama diantara cara pemberian
yang lainnya hal ini sesuai teori. Namun durasinya juga paling lama, hal ini tidak
sesuai teori karena seharusnya durasinya paling kecil dimana konsentrasi
terabsorbsi seharusnya paling kecil.
2. Subkutan
Pemberian dengan cara ini dilakukan dengan memasukkan obat
menggunakan alat berupa spuit injeksi jarum berujung runcng di jaringan bawah
kulit (rongga antara kulit dan otot) dibagian tengkuk mencit. Cara ini termasuk
ekstravaskuler sehingga sebelum dapat masuk ke aliran darah, obat harus
terabsorbsi terlebih dahulu. Mencit yang digunakan 23,7 gram dengan volume
0,2844 ml. Penginjeksian subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak
menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan
konstant sehingga efeknya bertahan lama.

Penyuntikkan harus dilakukan hati-hati, karena dikhawatirkan justru


menembus daging mencit. Waktu onset kelompok 1 onset 605 detik dengan
durasi 3701 detik, kelompok 2 onset 1032 detik dengan durasi 1053 detik,
kelompok 3 onset 548 detik dengan durasi 266 detik, dan kelompok 4 onset 1596
detik dengan durasi 464 detik. Secara teori waktu onset subkutan berada diurutan
ketiga setelah intraperitonia dan intramuskular. Sedang waktu durasinya paling
lama diantara pemberian lainnya. Berdasarkan percobaan waktu onset sesuai
dengan teori karena waktunya lebih besar dari intraperitonial dan intramuskular.
Hal ini terlihat pada data kelompok 4. Sedang kelompok 1,2, dan 3 tidak dapat
dilihat data waktu onset dan durasi intramuskular. Waktu durasi subkutan tidak
sesuai dengan teori karena durasi pada kelompok 2,3,dan 4 bukan paling lama
diantara cara pemberian lainnya. Seharusnya durasinya paling lama karena
mengandung banyak lapisan lemak sehingga obat akan berefek lebih lama.
Perbedaan hasil dengan teori disebabkan karena konsentrasi yang sampai sel
target tidak mencapai KEM kemungkinan disebabkan ketidakakuratan dalam
menghitung berat badan mencit yang mempengaruhi volume obat yang diberikan.

Вам также может понравиться