Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Ellya Rismayan sari
1110070100190
Pembimbing :
dr. Elfahmi, Sp.THT-KL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1.................................................................................
Latar
Belakang
........................................................................................................3
1.2.............................................................................. Tujuan Penulisan
........................................................................................................4
1.3.............................................................................Manfaat
Penulisan
........................................................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
2.1. Anatomi Telinga............................................................................5
2.1.1. Telinga Luar........................................................................5
2.1.2. Telinga Tengah....................................................................6
2.2.2. Telinga Dalam.....................................................................7
2.2. Otitis Media Akut..........................................................................8
2.2.1. Telinga Luar................................................................................8
2.2.2. Telinga Tengah............................................................................8
2.2.3. Patofisiologi................................................................................9
2.2.4. Manifestasi Klinis.......................................................................9
2.2.5. Diagnosis..................................................................................12
2.2.6. Diagnosis Banding...................................................................13
2.2.7. Terapi........................................................................................14
2.2.8. Pencegahan...............................................................................16
2.2.9. Prognosis dan Komplikasi........................................................16
BAB 3. PENUTUP.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
OMA merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek
50-84% anak-anak
mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di
Indonesia 30,2%. dijumpai pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun.
Anak-anak yang berumur 2 sampai dengan 5 tahun adalah sebanyak 23,3%.
Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun adalah paling tinggi yaitu 32,6%.
Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18 tahun adalah 4,7% dan bagi yang
berumur 18 tahun ke atas adalah 9,2% .
Di Finlandia Utara, ditemukan faktor resiko menderita OMA meliputi
anak-anak usia kurang dari 6 tahun, jenis kelamin laki-laki, kurangnya asupan air
susu ibu (ASI), lingkungan merokok. Otitis media pada anak-anak sering kali
diakibatkan oleh ISPA. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya sistem imun, karena anatomi
tuba
Eustachius yang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal.
1.2.
Tujuan Penulisan
1.3.
Manfaat Penulisan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius.
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,
inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
saraf korda timpani dan saraf pleksus timpanikus.
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani cabang dari
nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari
pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
2.2. Otitis Media Akut
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3
minggu.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan
kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media
adhesive.
2.2.2.
Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius
sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi
saluran nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan
pada tuba eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan
terjadinya tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi udara oleh
mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membrane timpani lalu
terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di
membrane timpani, protein plasma keluar dan
menyebabkan efusi serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu
dan adanya infiltrasi kuman pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan
menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan yang terus menerus menyebabkan
membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane timpani ?emb perforasi.
2.2.4.
Manifestasi Klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran
berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul
keluhan demam, anak gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan
mukosa telinga tengah terdiri dari :
Posisi
cahaya juga berkurang, edema yang terjadi pada tuba eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang membrane timpani tampak
normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta
edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan membrane timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum
timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapilerkapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis
pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat
sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di
tempat ini akan terjadi rupture.
10
11
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul.
2.2.5. Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga
hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani,
membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan
gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam,
otalgia, gangguan
pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat
meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam
melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
2.2.6.
Diagnosis Banding
1. Otitis eksterna
2. Otitis media efusi
3. Eksaserbasi akut otitis media kronik
4. Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat
menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda
yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat
menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.
12
Table 2.1. Perbedaan Gejala dan Tanda antara OMA dan Otitis Media dengan
efusi
2.2.7. Terapi
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :
1.
Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius
sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang dengan
diberikan :
13
2.
3.
4.
5.
14
2.2.8.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama
pada anak-anak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada
bayi dan anak, pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau
minuman ketika anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari
memaksa keluarkan terlalu keras mucus, biasakan untuk tidak sering mengorekngorek liang telinga, lindungi telinga selama penerbangan atau saat berenang.
2.2.9.
membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan
yang adekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat
menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih
dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK.
15
BAB 3
PENUTUP
OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3
minggu. Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme
pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody)
terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang kadang
ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus
vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Gejala klinik otitis media akut tergantung
pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah
otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. OMA
terdiri dari 5 satdium yaitu : stadium oklusi tuba, stadium hiperemis atau pre
supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi, stadium resolusi. Terapi yang
dilaksanakan pun sesuai dengan stadium penyakitnya. Sebelum adanya
antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari
mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi
VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta
2. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler.
Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga
Tengah dan Mastoid.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997
3. Titisari, hanekung. 2005. Prevalensi dan sensitivitas haemophillus
influenza pada otitis media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita.
Jakarta. Balai penerbit FKUI
4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed.
Nelson
17