Вы находитесь на странице: 1из 17

Referat

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh :
Ellya Rismayan sari
1110070100190

Pembimbing :
dr. Elfahmi, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


RUMAH SAKIT UMUM SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. BAITURRAHMAH
2016

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1.................................................................................

Latar

Belakang

........................................................................................................3
1.2.............................................................................. Tujuan Penulisan
........................................................................................................4
1.3.............................................................................Manfaat
Penulisan
........................................................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
2.1. Anatomi Telinga............................................................................5
2.1.1. Telinga Luar........................................................................5
2.1.2. Telinga Tengah....................................................................6
2.2.2. Telinga Dalam.....................................................................7
2.2. Otitis Media Akut..........................................................................8
2.2.1. Telinga Luar................................................................................8
2.2.2. Telinga Tengah............................................................................8
2.2.3. Patofisiologi................................................................................9
2.2.4. Manifestasi Klinis.......................................................................9
2.2.5. Diagnosis..................................................................................12
2.2.6. Diagnosis Banding...................................................................13
2.2.7. Terapi........................................................................................14
2.2.8. Pencegahan...............................................................................16
2.2.9. Prognosis dan Komplikasi........................................................16
BAB 3. PENUTUP.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
OMA merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek

kedokteran sehari-hari. OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh


mukosa telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid
kurang dari 3 minggu.
Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada
masa anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta anakanak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya. Insidens
tertinggi kasus OMA yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah pada umur 6
sampai dengan 20 bulan. 33% anak akan mengalami sekurang-kurangnya satu
episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia kurang dari 15
tahun pernah mengalami satu episode OMA. Menurut Casselbrant menunjukkan
bahwa 19% hingga 62% anak-anak mengalami sekurang-kurangnya satu episode
OMA dalam tahun pertama kehidupannya dan sekitar

50-84% anak-anak

mengalami paling sedikit satu episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di
Indonesia 30,2%. dijumpai pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun.
Anak-anak yang berumur 2 sampai dengan 5 tahun adalah sebanyak 23,3%.
Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun adalah paling tinggi yaitu 32,6%.
Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18 tahun adalah 4,7% dan bagi yang
berumur 18 tahun ke atas adalah 9,2% .
Di Finlandia Utara, ditemukan faktor resiko menderita OMA meliputi
anak-anak usia kurang dari 6 tahun, jenis kelamin laki-laki, kurangnya asupan air
susu ibu (ASI), lingkungan merokok. Otitis media pada anak-anak sering kali
diakibatkan oleh ISPA. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya sistem imun, karena anatomi

tuba

Eustachius yang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal.
1.2.

Tujuan Penulisan

1.3.

Manfaat Penulisan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga

Gambar 2.1. Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus
mastoideus dan tuba Eustachius. Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars
tensa dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan
lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika
maleolaris anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga
tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan

oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius.
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,
inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
saraf korda timpani dan saraf pleksus timpanikus.
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani cabang dari
nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari
pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
2.2. Otitis Media Akut
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3
minggu.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan
kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media
adhesive.
2.2.2.

Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba

ke dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme


pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody)
terganggu. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh ini paling sering terjadi karena
sumbatan dari tuba eustachius.
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur (pada anak-anak lebih
sering), jenis kelamin (lebih sering pada laki-laki), ras, ?embra ?embran, status
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
congenital yang menyebabkan gangguan fungsi tuba, status imunologi dimana
system imunnya menurun, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, membrane tuba Eustachius dan lain-lain. Pada anak
lebih sering teradi karena pada anak tuba eustachius nya pendek, lebar, dan
letaknya agak horizontal.
Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang kadang
ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus

vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Hemofillus influenza sering ditemukan


pada anak usia dibawah 5 tahun.
2.2.3.

Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya pertahanan tubuh yang bertugas menjaga

kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius
sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi
saluran nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan
pada tuba eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan
terjadinya tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi udara oleh
mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membrane timpani lalu
terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di
membrane timpani, protein plasma keluar dan

terkumpulnya cairan yang

menyebabkan efusi serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu
dan adanya infiltrasi kuman pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan
menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan yang terus menerus menyebabkan
membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane timpani ?emb perforasi.
2.2.4.

Manifestasi Klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan

umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran
berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul
keluhan demam, anak gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan
mukosa telinga tengah terdiri dari :

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi
membrane timpani akibat tekanan membrane didalam telinga tengah, karena
adanya absorpsi udara.

Posisi

malleus menjadi lebih horizontal, reflek

cahaya juga berkurang, edema yang terjadi pada tuba eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang membrane timpani tampak
normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak

dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta
edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan membrane timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.2. Membran timpani hiperemis

3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum
timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapilerkapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis
pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat
sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di
tempat ini akan terjadi rupture.

10

Gambar 2.3. Membran timpani bulging dengan pus purulen


4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani
dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang
keluar terlihat seperti berdenyut. Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun dan anak-anak dapat tidur nyenyak.

Gambra 2.4. Membran timpani perforasi


5. Stadium Resolusi
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka
keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah
terjadi perforasi, kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis
media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media
serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran

11

timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul.
2.2.5. Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga
hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani,

nyeri telinga atau otalgia yang

mengganggu tidur dan aktivitas normal.


Menurut Rubin

et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua

kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah


terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun,
terdapat

bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada

membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan
gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam,

otalgia, gangguan

pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat
meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam
melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
2.2.6.

Diagnosis Banding
1. Otitis eksterna
2. Otitis media efusi
3. Eksaserbasi akut otitis media kronik
4. Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat

menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda
yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat
menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

12

Table 2.1. Perbedaan Gejala dan Tanda antara OMA dan Otitis Media dengan
efusi

2.2.7. Terapi
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :
1.

Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius
sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang dengan
diberikan :
13

Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan


fisiologis (anak<12
tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis

untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.


Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila
penyebabnya kuman.

2.

Stadium hiperemis (presupurasi)


Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7
hari dengan pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai

3.

gejala sisa, dan relaps.


Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretic
Stadium supurasi
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila
membrane timpani masih utuh sehingga gejala-gejala

4.

klinis cepat hilang dan rupture (perforasi) dapat dihindari.


Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3%

5.

selama 3-5 hari


Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup

sendiri dalam 7-10 hari.


Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak

ada perbaikan membrane timpani, secret dan perforasi.


Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis
media akut dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa
pemberian antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternative
lain adalah pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama pada
kasus-kasus yang membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi
umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis secara medis atau timbul reaksi
alergi terhadap antimikroba yang lazim dipakai.

14

2.2.8.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama

pada anak-anak, bisa dengan beberapa seperti : pencegahan terjadinya ISPA pada
bayi dan anak, pemberian ASI minimal 6 bulan, hindari memberi makanan atau
minuman ketika anak berbaring, hindari dari pajanan asap rokok, hindari
memaksa keluarkan terlalu keras mucus, biasakan untuk tidak sering mengorekngorek liang telinga, lindungi telinga selama penerbangan atau saat berenang.
2.2.9.

Prognosis dan Komplikasi


Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala

membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan
yang adekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat
menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal
sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih
dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK.

15

BAB 3
PENUTUP
OMA merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 3
minggu. Penyebab utama terjadinya OMA ini adalah karena masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah yang seharusnya steril, dikarenakan oleh mekanisme
pertahanan tubuh (seperti silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody)
terganggu. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, stafilokokus aeureus, pneumokokus. Kadang kadang
ditemukan juga Haemofilus influenza, E.coli, Streptococus anhemolitikus, proteus
vulgaris, dan pseudomonas aeruginosa. Gejala klinik otitis media akut tergantung
pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah
otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. OMA
terdiri dari 5 satdium yaitu : stadium oklusi tuba, stadium hiperemis atau pre
supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi, stadium resolusi. Terapi yang
dilaksanakan pun sesuai dengan stadium penyakitnya. Sebelum adanya
antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari
mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi
VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta
2. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler.
Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga
Tengah dan Mastoid.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997
3. Titisari, hanekung. 2005. Prevalensi dan sensitivitas haemophillus
influenza pada otitis media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita.
Jakarta. Balai penerbit FKUI
4. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed.

Nelson

Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier.


5. Berman, S., 1995. Otitis Media in Children. N Engl J Med 332 (23): 15601565.
6. Bluestone, C.D., Klein, J.O., 1996. Otitis Media, Atelektasis, and
Eustachian Tube Dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric
Otolaryngology. 3rd ed. London: WB Saunders, Philadelphia, 388-582.
7. Alho, O., Laara, E., Oja, H., 1996. Public Health Impact of Various Risk
Factors for Acute Otitis Media in Northern Finland. Am. J. Epidemiol 143
(11).
8. Revai, K., Dobbs, L.A., Nair, S., Patel, J.A., Grady, J.J., Chonmaitree, T.,
2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper
Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. Pediatrics 119 (6).
9. Vernacchio, L., Lesko, S.M., Vezina, R.M., Corwin, M.J., Hunt, C.E.,
Hoffman, H.J., Mitchell, A.A., 2004. Racial/Ethnic Disparities in the
Diagnosis of Otitis Media in Infancy. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 68:
795-804.
10. Dhingra PL. 2007. Disease of Ear Nose and Throat. 4th Ed.New Delhi,
India : Elsevier
11. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis,
Otitis, and Other Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed.
Harrysonss Principles of Internal Medicine. 17 th ed. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc., 205-214.

17

Вам также может понравиться