Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PEMBERIAN NUTRISI
1.1 Memasang Pipa Lambung/ Sonde (NGT = Naso/ Nasal Gastric Tube)
A. Pengertian
Memasang pipa melalui mulut atau hidung sampai ke lambung pasien.
B. Tujuan
1.
Mengeluarkan cairan/ isi lambung & gas yang ada dalam gaster
2.
3.
4.
5.
Alat
a. Pipa lambung dengan ukuran yang tepat
b. Stetoskop/ spuit 10 cc
c. Bengkok
d. Handuk
e. Penutup pipa lambung
f. Kantong penampung plester dan gunting
g. Spatel
h. Lampu senter
i. Tissue
Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
Cuci tangan
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap kerja
Mengatur posisi pasien
Meletakkan kepala pasien ekstensi
Mengukur panjangnya pila lambung (dari pangkal hidup
ke telinga bagian tragus, laju ke proses xiphoideus)
Memberi batas panjangnya pipa lambung yang harus
dimasukkan
Memberi jelly pada pipa lambung 5-10 cm
Memasukkan pipa lambung ke salah satu lubang hidung
Pada awalnya posisi kepala ekstensi bila pipa sudah
masuk sampai oropharynx, posisi kepala fleksi
Bila pasien batuk-batuk, berhenti memasukkan pipa
lambung dan pasien dianjurkan napas dalam
Setelah pasien rileks lanjutkan memasukkan pipa
lambung
Menguji apakah sudah masuk lambung dengan mengisap
cairan lambung atau memasukkan udara 5 cc 10 cc dan
dengar dengan stetoskop pada perut sebelah kiri kuadran
atas.
Memfiksasi pipa lambung dengan plester, pada daerah
pipi pasien
Menutup/ mengalirkan pipa lambung sesuai kebutuhan
Tahap Terminasi
Merapikan pasien
B
2
3
4
C
5
6
7
D
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
D
17
Nilai
Ya Tidak
Ket
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, __________________201
Penguji
1.2
A. Pengertian
Memasukkan makanan cairan ke dalam lambung pasien melalui pipa
lambung
B. Tujuan
Memasukkan makanan dan obat secara langsung pada lambung/ gaster. Halhal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Respons pasien
b. Kepatenan pipa lambung
C. Format Penilaian Prosedur Tindakan Memberi makan melalui Pipa
Lambung
Nilai
No
Aspek yang Dinilai
Ket
Ya Tidak
A Alat
a. Baki
b. Makanan cair yang hangat dan air minum untuk
pembilas
c. Corong dan spuit 50 cc
1
d. Bila ada obat, dihaluskan dan dilarutkan dengan air
putih secukupnya
e. Stetoskop
f. Serbet makan
B Tahap Pra Interaksi
2 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
3 Cuci tangan
4 Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
C Tahap Orientasi
5 Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
6
keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
7
dilakukan
D Tahap kerja
Mengatur posisi tidur pasien (terlentang dengan bantal
8
atau posisi semi fowler).
11 Memeriksa perut pasien kembung atau tidak
Mengatur pasien dalam posisi semi fowler, kepala
12
dimiringkan
Mengontrol kembali posisi pipa dengan cara auskultasi
13
atau aspirasi
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, __________________201
Penguji
1.3
A. Pengertian
Menolong memberikan makanan dan minuman kepada pasien yang tidak
dapat makan/ minum sendiri.
B. Tujuan
1.
2.
Minum
No
Alat
a. Alat makan dan minum
b. Diet pasien
c. Serbet
d. Tisue
Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
Cuci tangan
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Memeriksa ulang diet pasien
Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap kerja
Membantu pasien dalam posisi yang menyenangkan
Meletakkan serbet di bawah dagu pasien
Memberi kesempatan pasien berdoa
Menanyakan pasien apakah lauk dan sayur boleh
dicampur dengan nasi/ tim
Menyiapkan makanan dengan porsi sedang dan tidak
tergesa-gesa sampai makanan habis atau sampai pasien
sudah merasa cukup
Memberi minum secukupnya
Setelah selesai, mulut dibersihkan dengan serbet
Tahap Terminasi
Merapikan pasien
Berpamitan dengan pasien
1
B
2
3
4
5
C
6
7
8
D
9
10
11
12
13
14
15
D
16
17
Nilai
Ya Tidak
Ket
18
19
20
Membereskan alat-alat
Mencuci tangan
Evaluasi tindakan
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
21
(Mencatat, jenis, jumlah makanan yang dihabiskan)
TOTAL
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, __________________201
Penguji
1.4
A. Pengertian
Memberikan makanan dan minum kepada pasien dengan posisi yang
memudahkan
B. Tujuan
1.
2.
A
1
2
3
B
4
5
6
C
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
D
19
20
21
22
23
Ya
Nilai
Tidak
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, __________________201
Penguji
Ket
1.1 Pengertian
Nasal kanul adalah selang bantu pernafasan yang di letakan pada lubang
hidung. Nasal kanul memiliki keuntungan yaitu pemberian oksigen stabil dengan
volume tidal dan laju, pernafasan teratur, Pemasangannya mudah, Klien bebas
makan, Pasient bebas berbicara dengan nyaman.
Pemberian terapi oksigen dengan menggunakan nasal kanul adalah
pemberian oksigen kepada klien yang memerlukan oksigen ekstra dengan cara
memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam lubang hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga.
Selain itu nasal kanul juga memiliki kerugian di antaranya adalah tidak dapat
memberi konsentrasi oksigen lebih dari 44% , suplai oksigen berkurang bila klien
bernafas melalui mulut, dapat mengiritasi selaput lendir.
1.2 Tujuan
1. Memberikan terapi oksigen dengan konsentrasi rendah
2. Memberikan terapi oksigen tanpa harus ada interupsi aktivitas lain, seperti
makan dan minum
Tabel: Perkiraan rata-rata aliran oksigen dibandingkan dengan
persentasi konsentrasi (FiO2) via nasal kanul
Aliran (lpm)
Konsentrasi (FiO2)
1
21% - 24%
2
24% - 28%
3
28% - 32%
4
32% -36%
5
36% - 40%
6
40% - 44%
1.3 Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula
untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).
1.4 Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat
pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat
1.5 Prinsip
Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
10
1. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah,
biasanya hanya 2-4 liter/menit.
2. Membutuhkan pernapasan hidung
3. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.
1.6 Persiapan Alat dan Bahan
1. Tabung oksigen lengkap dengan manometer dan sarung tabung oksigen
2. Flowmeter oksigen
3. Humidifier
4. Nasal kanul
5. Plester
6. Tanda peringatan (dilarang merokok, menyalakan api karena oksigen sedang
digunakan)
7. Aqua steril
1.7 Alat Dalam Pemberian O2 Dengan Nasal Kanul
1. Nasal Kanula
2. Tabung Oksigen
3. Flow meter
4. Humidifier
5. Plester
11
1. Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebihan atau kurang
dari batas. hal ini penting untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan
membantu untuk mengencerkan sekret di saluran pernafasan klien.
2. Pasanglah tanda: Dilarang Merokok: ada pemakian oksigen di pintu kamar
klien, di bagian kaki atau kepala tempet tidur dan di dekat tabung oksigen.
instruksikan kepada klien dan pengunjung akan bahaya merokok di area
pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.
3. Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi off.
4. pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penakit akut, klien
dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi, perawat harus
mengobservasi lebih sering terhadap respon klien selama pemberian terapi
oksigen.
5. Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberikan rasa tidak nyaman
karena merasa terperangkap.Rasa tersebut dapat diminimalisir jika perawat
dapat meyakinkan klien akan pentingnya pemakaian masker tersebut
6. Pada klien dengan febris, maka perawat perlu melakukan perawatan kulit dan
mulut secara extra karena pemasangan masker tsb dpt menyebabkan efek
kekeringan di sekitar area tersebut.
7. Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan ikatan
tali nasal kanul, face mask dan face tent, maka perawat dapat memakaikan
kassa berukuran 4x4 cm di area tempat penekanan tersebut.
8. Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping klien
dengan terapi oksigen.
9. Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih dahulu
dengan contoh masker.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN
OKSIGEN (O2) NASAL KANUL
PENGERTIAN Pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda
TUJUAN
Mempertahankan dan memenuhi kebutuhan oksigen
KEBIJAKAN Pasien dengan gangguan oksigenasi
PETUGAS
Perawat
1. Kanula nasal
2. Selang O2
3. Humidifier
PERALATAN
4. Cairan steril / aqua
5. Tabung O2 dengan flowmeter
6. Plester
12
13
keperawatan
14
1.9 Format Penilaian Prosedur Ketrampilan Pemberian Oksigen (O2) Nasal Kanul
No
A
1
2
B
4
5
6
C
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
D
22
23
24
25
26
Nilai
Ya Tidak
15
Ket
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, __________________201
Penguji
16
1.1 Pengertian
Pemberian terapi oksigen dengan menggunakan masker (face mask) adalah
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri
oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien.
Pemberian terapi oksigen dengan menggunakan masker (face mask) adalah
memberikan oksigen dengan konsentrasi dan kecepatan aliran lebih tinggi dari
kanula nasal, 40-60% pada kecepatan 5-8 liter/menit.
Masker oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga
dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask bermacammacam. Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada
adanya valve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali.
1.2 Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan
kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul.
1.3 Macam Bentuk Masker
1. Simple Face mask
a. Kecepatan aliran: 5-8 Liter/menit
b. Konsentrasi O2 : 40-60%
Keuntungan:
c. Efektif
mulut
untuk
atau
pernafasan
yang
via
mengalami
sumbatan hidung
d. Kerugian :
Penggunaan flow rate sedikitnya
17
18
rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. hal ini
dikarenakan jenis masker partial rebreathing dan non rebreathing
dapat
2. Tabung Oksigen
3. Flow meter
4. Humidifier
19
Terlampir
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
PETUGAS
PERALATAN
PROSEDUR
PELAKSANAAN
20
21
No
A
1
2
B
4
5
6
C
7
8
9
10
11
Nilai
Ya Tidak
Ket
22
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, __________________201
Penguji
_______________________________
23
24
Intoleransi aktivitas
2.
3.
Kecemasan
4.
5.
Nyeri
6.
Hipoksia
7.
Fatique
Indikasi klien dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif adalah:
1.
2.
Penyakit paru
3.
4.
Klien imobilisasi
1.4 Kontraindikasi
Secara umum, tidak ada kontraindikasi pada latihan nafas dalam.
Kontraindikasi batuk efektif adalah:
1. Klien yang mengalami peningkatan Tekanan Intra Kranial gangguan fungsi
otak
2. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi berat, aneurisma, gagal jantung, infark
miokard
3. Emphysema karena dapat menyebabkan ruptur dinding alveolar
1.5 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
25
1.
Evaluasi perubahan dari ekspansi dada sebelum dan sesudah melakukan nafas
dalam dan batuk efektif
2.
Terlampir
26
27
PENGERTIAN
28
1.
2.
3.
4.
Total Nilai
X 100%
29
Jumlah Tindakan
30
Ket
31
32
Ket
Ternate, __________________201
Penguji
_______________________________
33
34
35
2. Mengaji kondisi dinding rektum atau vagina dan perineal terhadap tanda
peradangan
3. Untuk administrasi supositoria rektal, klien diminta untuk mengambil
posisi sims. Pada klien yang dibatasi gerakannya di bagian kaki atau
pinggul, maka obat dapat diberikn dengan posisi berbaring dan kaki
abduksi. Sedangkan pada pemberian supositoria vaginal, klien diposisikan
dorsal recumbent.
4. Meminta klien menarik napas panjang saat obat dimasukkan dan
mempertahankan posisi untuk beberapa saat setelah obat masuk agar obat
tidak keluar
5. Mengajarkan kepada klien dan keluarga cara melakukan perianal hygiene.
G. Prosedur Tindakan
1. Menjaga privasi dan mengatur posisi klien
2. Memakai sarung yangan. Mengambli obat dari bungkus dan memberikan
pelumas pada ujung bulan dan pada ujung jari dominan yang akan
digunakan untuk memasukkan obat. Jika klien memunyai penyakit
hemoroid, maka lumaskan pula obat supositoria dengan jumlah yang
cukup.
3. Meminta klien menarik napas panjang ketika obat dimasukkan.
4. Untuk supositoria rektal: memasukkan obat supositoria secara perlahan
menyusuri dinding anus melewati sfringter bagian dalam (10 cm untuk
dewasa dan 5 cm untuk anak). Tekan dengan lembut untuk menahan
bokong sesaat sehingga obat tidak keluar lagi. Obat dimasukkan dengan
hati-hati untuk menghindari iritasi rektum. Jari yang digunakan untuk
memasukkan obat pada klien dewasa adalah telunjuk, sedangkan untuk
klien anak adalah kelingking.
5. Untuk supositoria vaginal: membuka labiya mayora dengan tangan non
dominan kemudian memasukkan obat ke vagina sedalam 8-10 cm
sepanjang dinding vagina posterior.
6. Bila obat telah masuk, keluarkan jari dan bersihkan area anus/vaginal
dengan tisu.
36
7. Meminta klien untuk tetap dalam posisi semula selama kurang lebih 5
menit untuk mencegah obat keluar lagi. Pada klien anak-anak, obat ditakan
dengan cara mengapit kedua belahan bokong selama beberapa menit
sampai obat diabsorbsi oleh tubuh. Pada klien dengan penurunan
kesadaran, mungkin diperlukan pemakaian perianal pad (semacam diapers)
setelah pemberian obat supositoria untuk menampung feces. Pada klien
lansia biasanya klien tidak mampu mengontrol sfringter anal untuk
menahan agar obat tidak kembali keluar.
Kegiatan
Penilaian
Ya Tidak
Ket
37
11
12
13
14
15
16
17
18
D
19
20
21
22
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, __________________201
Penguji
_______________________________
38
39
B. Tujuan
1. Menentukan keamanan dosis yang diberikan
2. Menentukan ketepatan dosis yang diberikan
3. Menghitung jumlah obat yang harus diadministrasikan kepada klien
C. Indikasi
Pada klien yang membutuhkan pengobatan parenteral
D. Kontra Indikasi
Tidak ada
E. Persiapan Alat dan Bahan
1. Alat tulis
2. Obat dalam vial
atau ampul
3. Spuit
4. Kapas alkohol
5. Bengkok
6. Kassa
7. Aquades
8. Sarung
tangan
bersih
40
F. Prosedur Tindakan
1. Mengecek order dokter untuk menentukan banyaknya dosis yang diberikan
pada klien.
2. Mengecek sediaan obat untuk menentukan banyaknya dosis dan volume
obat yang tersedia.
3. Menghitung banyaknya volume yang harus diberikan kepada klien dengan
menggunakan rumus rasio:
4. Untuk obat ampul, memutar ampul seperti membuat lingkaran besar untuk
mengumpulkan isi ampul di badan ampul. Kemudian menempatkan kassa
mengelilingi leher ampul dan mematahkan lehernya. Obat selanjutnya
diaspirasi dengan posisi tegak lurus 90o di depan mata.
5. Untuk obat vial, perawat perlu melepas segel penutup vial yang terbuat dari
logam kemudian melakukan desinfektan pada bagian atas karet penutup.
Apabila obat dalam sediaan cair, lakukan aspirasi udara ke dalam spuit
sebanyak cairan yang akan diambil kemudian memasukkannya ke dalam
vial. Jika obat dalam sediaan serbuk yang telah dilarutkan, perawat dapat
langsung menusukkan jarum dan melakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan
dengan posisi tegak lurus di depan mata.
6. Aspirasi obat sebanyak volume yang akan diberikan. Ukuran ditentukan
dari garis yang di baca di atas karet plunger spuit.
7. Setelah obat teraspirasi, segera cabut jarum kemudian menutupnya, dan
mengeluarkan udara dari dalam spuit dengan cara memosisikan spuit tegak
lurus dengan jarum berada di atas. Mendorong plunger hingga ada sedikit
cairan yang keluar dari ujung jarum. Jika terdapat udara yang menempel
pada dinding spuit, ketuk perlahan dinding barrel spuit hingga udara
terlepas. Lalu ulangi mendorong plunger hingga udara benar-benar keluar.
8. Memasang label pada spuit yang berisi nama dan no rekam medis klien,
serta nama obat.
9. Membuang vial/ampul bekas di tempat pembuangan khusus
Penilaian
Ya Tidak
Kegiatan
Fase Pra Interaksi
Mengecek catatan keperawatan dan order dokter
Mencuci tangan
Menyiapkan alat dan bahan:kassa steril, sarung tangan
bersih, obat dalam vial atau ampul, kapas alkohol, spuit 3 cc
atau 5 cc, aquades
Fase Kerja
Menentukan dosis yang diberikan
Menentukan dosis yang tersedia
Menentukan volume yang tersedia
Menghitung volume yang diberikan
Memakai sarung tangan
Menyiapkan Obat dari ampul
Mengumpulkan obat di badan ampul
Memasang kassa di leher ampul
Mematahkan leher ampul
Mengaspirasi obat
Menyiapkan Obat dari vial
Melepas segel dan melakukan desinfeksi
Mengaspirasi udara ke dalam spuit
Memasukkan udara ke dalam vial
Mengaspirasi obat
Membuang vial/ampul bekas ke tempat khusus
Mengeluarkan udara dari dalam spuit
Memberikan label pada spuit
Melepas sarung tangan
Fase Terminasi
Merapikan alat
Mencuci Tangan
Mendokumentasikan hasil tindakan
Total
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, __________________201
Penguji
42
Ket
2.
3.
4.
E. Diagnosa keperawatan
Resiko ketidakseimbangan cairan, kelebihan yang berhubungan denngan
fluktuasi kelebihan cairan
F. Rumus Perhitungan Tetesan
a. Dewasa ( macro)
Cara menghitung tetesan infus
Jumlah cairan x 20
Tetesan /Menit
=
Lamanya infuse (jam) x 60
43
Ket :
20 = Faktor tetesan
60= 1 jam dalam menit
Contoh :
Seorang pasien dewasa membutuhkan 500 ml dalam waktu 4 jam,
maka tetesan infuse yang dibutuhkan adalah?
Jawab :
500 x 20
Tetesan/menit =
1000
=
= 41,7 = 42 tetes/menit
4 x 60
240
=
Tetesan(menit) x 60
Contoh :
Dokter menginstruksikan infuse untuk Tn. H 500 ml dengan tetesan 20
x/m, maka dalam waktu berapa jam cairan akan habis?
Jawab :
500 x 20
Lama infuse =
10000
=
20 x 60
= 8,3 Jam
1200
b. Anak ( micro )
Cara menghitung tetesan infus
Jumlah cairan x 60
Tetesan /Menit
=
Lamanya infuse (jam) x 60
Ket :
60 = Faktor tetesan
Contoh :
Seorang pasien dewasa membutuhkan 500 ml dalam waktu 4 jam,
maka tetesan infuse yang dibutuhkan adalah?
44
Jawab :
500 x 60
Tetesan/menit =
30000
=
= 125 tetes/menit
x 60
240
=
Tetesan(menit) x 60
Contoh :
Dokter menginstruksikan infuse untuk An. M 500 ml dengan tetesan 40
x/m, maka dalam waktu berapa jam cairan akan habis?
Jawab :
500 x 60
30000
Lama infuse =
= 12,5 Jam
40 X 60
2400
2.
3.
Atur
cairan
atau
atur
kecepatan
tetesan
pada
pengatur/regulator cairan
Mengatur Cairan IV
1.
Hitung atau tentukan volume yang tepat per jam atau kecepatan tetesan
(tetesan per menit)
2.
Jika perlu, sediakan plester yang berisi waktu untuk cairan berdasarkan
volume cairan yang diinfuskan dalam 1 jam
Pengaturan Kecepatan Secara Manual
1.
2.
Sesuaiakan ketinggian tiang infus dan buka semua klem kecuali klem
geser/regulator
45
3.
4.
Tutup klem geser sampai cairan menetes dengan keceatan pelan tetapi
tetap
5.
Hitung jumlah tetes yang jatuh dalam interval 15 detik dan kalikan dengan
4
6.
7.
8.
46
Tindakan
Tutup klem regulator, balikkan wadah cairan dan remas cairan dari
bilik tetes sampai bilik tetes terisi setengah atau kurang sedikit
Periksa keadekuatan tinggi cairan dalam bilik tetes dan keamanan
persambungan slang
Masukkan jarum dan spuit kepintu masuk (port) karet mendekati
udara dan aspirasi untuk mengeluarkan udara
Darah mengalir ke Pastikan cairan berada diatas tempat insersi kateter IV dan diatas
slang
jantung
Periksa keamanan persambungan slang
Pastikan bahwa cairan infus tidak mengalir keluar dan bahwa
kateter berada dalam vena bukan dalam arteri (perhatikan adanya
denyutan aliran darah dalam slang)
Alarm
pompa Periksa bilik tetes untuk mengetahui adanya kelebihan atau
infus
kekurangan cairan dalam bilik tetes. Periksa tempat insersi kateter
mengindikasikan
untuk mengetahui adanya bekuan darah (buka klem regulator
adanya
masalah sepenuhnya dan ubah posisi lengan untuk mengetahui apakah
aliran
cairan mengalir dengan lebih baik dalam berbagai posisi).
Masukkan jarum dan spuit kepintu masuk obat dan secara perlahan
bilas cairan melalui kateter. Apabila tahanan ditemui, coba
menganspirasi darah/bekuan kedalam slang. Jika tidak berhasil
hentikan infus IV dan pasang/mulai kembali.
IV bersifat
Stabilkan tempat IV dengan papan lengan atau papan tangan, dan
posisional (hanya
pantau infus cairan setiap 1 sampai 2 jam.
mengalir dengan
baik jika lengan
atau tangan berada
dalam posisi
tertentu
Cairan menetes
Hentikan infus IV dan pasang serta mulai kembali di tempat yang
tetapi juga bocor
lain. Letakkan kompres hangat diatas tempat insersi kateter yang
kejaringan sekitar
mengalami infiltrasi.
sisi pungsi
47
ALAT
a. Jam tanga yang ada jarus detik
b. Plester
c. Bulpoin
Tahap Pra Interaksi
Melakukan verivikasi data sebelumnya bila ada
Cuci tangan
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap kerja
Hitung atau tentukan volume yang tepat per jam atau kecepatan
tetesan (tetesan per menit)
Jika perlu, sediakan plester yang berisi waktu untuk cairan
berdasarkan volume cairan yang diinfuskan dalam 1 jam
Hubungkan slang yang tepat dan bersihkan udara dari slang
Sesuaiakan ketinggian tiang infus dan buka semua klem kecuali
klem geser/regulator
Buka regulator sepenuhnya, kemudian secara perlahan tutup
regulator sambil memgobservasi bilik tetes, saat cairan dialirkan,
cairan harus mengalir dengan aliran yang baik
Tutup klem geser sampai cairan menetes dengan kecepatan
pelan tetapi tetap
Hitung jumlah tetes yang jatuh dalam interval 15 detik dan
kalikan dengan 4
Sesuaikan regulator/klem geser, buka klem geser untuk
meningkatkan aliran tetsan jika kecepatan tetesan permenit
kurang dari kecepatan yang telah ditetapkan atau tutup klem
geser untuk mengurangi aliran tetesan jika kecepatan tetesan
permanit lebih dari kecepatan yang telah ditetapkan
Hitung kembali tetesan dan lanjutkan menyesuaikan aliran
sampai kecepatan tetesan yang diinginkan telah didapatkan
Periksa kembali kecepatan tetesan setelah 5 menit dan periksa
1
B
2
3
4
C
5
6
7
D
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Penilaian
Ya Tidak
48
Ket
D
18
19
20
21
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, __________________201
Penguji
49
50
2. Aliran infus tidak dapat berjalan atau tidak menetes sesuai dengan jumlah
tetesan yang diharapkan.
6. Torniquet
2. Spuit 3-10 ml
4. Kapas alkohol
9. Plester
F. Persiapan Klien
1. Menanyakan kepada klien tentang riwayat alergi dan kehamilan
2. Menjelaskan kepada klien tentang tujuan, prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
G. Prosedur Tindakan
1. Injeksi IV langsung
a. Menentukan lokasi injeksi.
Lokasi injeksi harus terbebas dari inflamasi, pembengkakan, infeksi,
maupun lesi kulit. Rute injeksi dapat menggunakan hampir semua vena yang
ada di seluruh tubuh. Namun yang paling sering digunakan adalah vena
basilika atau sefalika karena lebih mudah diakses dan letaknya tidak terlalu
dekat dengan permukaan sehingga tidak menimbulkan rasa nyeri yang
teramat ketika dilakukan penusukan. Jika vena pada area ini sulit ditemukan,
baru digunakan vena yang dekat dengan permukaan seperti pada area
radialis atau punggung telapak tangan.
b. Menyiapkan area yang akan disuntik
51
52
Area tusukan kateter IV perlu dikaji terhadap adanya edema dan tanda
peradangan. Jangan memasukkan obat apabila tetesan infus klien tidak
lancar atau terdapat tanda peradangan pada area tusukan kateter.
c. Menghentikan aliran infus
d. Melakukan desinfeksi
e. Melakukan tusukan
Tusukan dilakukan pada tempat tusukan yang telah disediakan. Tempat
tusukan pada selang infus biasanya terbuat dari karet berwarna cokelat
kekuningan. Apabila klien menggunakan three way yang mengubungkan
selang infus dengan abocate, maka dalam memasukkan obat tidak perlu
menggunakan jarum
f. Membuka aliran infus dan mencabut jarum
g. Mengatur kembali jumlah tetesan infus
53
Langsung (IV)
No
A
1
2
3
B
4
5
6
C
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kegiatan
Penilaian
Ya Tidak
54
Ket
20
21
D
22
23
24
25
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, __________________201
Penguji
55
I.
No
Kegiatan
A
1
2
3
B
4
5
6
C
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
D
18
Penilaian
Ya Tidak
56
Ket
19
20
21
Merapikan alat
Mencuci Tangan
Mendokumentasikan hasil tindakan
Total
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Injeksi intra muskuler (IM) adalah suatu cara pemberian obat secara injeksi ke
dalam lapisan otot, di bawah dermis dan jaringan sub kutan. Absorbsi obat
yang diberikan ke dalam bagian otot berkisar 10 sampai dengan 30 menit (lebih
cepat daripada absorbsi obat yang diberikan secara subkutan). Perawat harus
berhati-hati dalam melakukan injeksi intra muskuler karena cara ini dapat
menyebabkan cedera pada kulit, pembuluh darah, saraf, maupun tulang.
B. Tujuan
Memberikan obat yang memerlukan waktu absorbsi dan aksi yang lebih cepat
daripada rute oral, memliki kemungknan mengiritasi jaringan subkutan, dan
volume yang lumayan besar (3-4 ml)
C. Indikasi
1. Bak instrumen
2. Spuit 5 ml dengan jarum berukuran 19-23 gauge, panjang 2 -3 inchi untuk
dewasa atau 25-27 gauge utk anak
57
: sims
b. Vastus lateralis
c. Deltoid
G. Prosedur Tindakan
1. Mengaji lokasi injeksi terhadap edema, massa, atau nyeri tekan. Hindari
lokasi yang terdapat keluhan tersebut serta lokasi dengan jaringan parut,
memar, lecet, dan infeksi.
2. Mengaji keadekuatan massa otot
3. Menggunakan sarung tangan
4. Melakukan desinfeksi pada kulit lokasi injeksi.
58
59
Muskular (IM)
No
Kegiatan
A
1
2
3
B
4
5
6
C
7
9
10
11
12
13
14
15
16
17
D
18
19
20
Penilaian
Ya Tidak
60
Ket
21
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
61
62
9. Melakukan evaluasi pada 5-10 menit setelah injeksi untuk melihat apakah
terdapat tanda radang atau alergi pada area suntikan.
63
20
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, ________________201
Penguji
64
65
66
Ternate, ________________201
Penguji
Politeknik Kesehatan Kemenkes Ternate
67
Perhitungan balance cairan wajib dilakukan per 24 jam bukan pershift (Iwasa M.
Kogoshi S, 1995).
1.2 Rumus Perhitungan
1. Rumus Menghitung IWL ( Insensible Water Loss)
IWL = (15 x BB)
24 jam
Contoh :
Tn. A BB 60 kg dengan suhu 370C, berapa IWL Tn. A?
Jawab :
IWL = ( 15 x 60 ) = 37,5 cc/jam
24 jam
Kalau dalam 24 jam
37,5 x 24 = 900 cc
Output:
Urine
Feses
Muntah/perdarahan
IWL
68
Contoh :
Tn. Y (35 th), BB 60 kg, dirawat dengan appendix perforasi, keadaan
umum masih lemah terpasang infuse dextrose 5% 2000 cc/jam, terpasang
cateter urine dengan jumlah urine 1750 cc, dan mendapat tranfusi 300 cc,
hitung balance cairan Tn. Y!
Jawab :
Input Cairan
Infus
: 2000 cc
Tranfusi : 300 cc
AM
Output Cairan :
Urine
: 1750 cc
IWL
2650 cc
Balance Cairan = Input Output = 2600 - 2650 = - 50 cc
69
ALAT
a. Alat tulis (bolpoin)
b. Buku
c. Timbangan BB
Tahap Pra Interaksi
Melakukan verivikasi data sebelumnya bila ada
Cuci tangan
Menempatkan alatdi dekat pasien dengan benar
Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap kerja
Timbang berat badan pasien
Hitung air metabolisme
Hitung IWL
Tentukan input dan output pasien
Lakukan perhitungan balance cairan : input - output
Tahap Terminasi
Merapikan pasien dan membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Total
1
B
2
3
4
C
5
6
7
D
8
9
10
11
12
D
13
14
15
16
Penilaian
Ya Tidak
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, ________________201
Penguji
70
Ket
PEMERIKSAAN HB SAHLI
1.1 Konsep
Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar Hb, kadar Hb terendah
terjadi pada sekitar umur kehamilan 30 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan Hb
harus dilakukan pada kehamilan dini untuk melihat data awal, kemudian diulang
sekitar usia kehamilan 30 minggu. Pengklasifikasian menurut Manuaba, 2001 :
a. Tidak anemia : Hb>11 gr%
b. Anemia ringan : Hb 9-10,5 gr%
c. Anemia sedang Hb 7-8 gr%
d. Anemia berat Hb <7 gr%
Apabila terjadi anemia ringan, sebab yang sering adalah defisiensi besi dan
dapat diobati secara efektif dengan suplemen besi. Nasehat gizi untuk ibu hamil
saat meminum tablet Fe adalah menghindari tembakau, kopi, dan teh, serta
mengkonsumsi makanan yang kaya protein dan vitamin C.
71
No
1.
2.
3.
4.
5.
6
10
11
12
13
14
15
16
17
Penilaian
Ya Tidak
72
Ket
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Keterangan:
Ya
: 1, Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : 0, Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
Jumlah Tindakan
X 100%
Ternate, ________________201
Penguji
PERAWATAN LUKA
73
1.1 Pengertian
Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang
menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit. Luka juga dapat diartikan
sebagai interupsi kontinuitas jaringan, biasanya akibat dari suatu trauma atau
cedera.
Luka dapat diklasifikasikan secara umum, yaitu;
a. Luka akut adalah luka yang sesuai dengan proses penyembuhan yang normal,
yang dapat dikategorikan menjadi luka pembedahan (insisi), non pembedahan
(luka bakar) dan atau trauma.
b. luka kronis adalah suatu proses penyembuhan luka yang mengalami
keterlambatan, misalnya luka dekubitus, luka diabetik, dan atau leg ulcer.
Luka juga dapat diklasifikasikan dari kedalamanan luka itu sendiri
berdasarkan The
UK
consencious
clasiffication
of
pressure
sores yang
diadaptasikan juga untuk menggambarkan luka yang lain, Seperti dalam table
berikut:
74
b. Penyembuhan sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara
pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat
kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan
memiliki resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma,
ulkus diabetik, dan lainnya
c. Penyembuhan primer yang terlambat/ tersier
Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan perawatan
luka/ pembersihan luka secara intensif maka luka tersebut termasuk
penyembuhan primer yang terlambat. Penyembuhan luka tersier diprioritaskan
menutup dalam 3-5 hari berikutnya. Misalnya luka terinfeksi, luka infeksi
pada abdomen dibiarkan terbuka untuk mengeluarkan drainase sebelum
ditutup kembali, dan lainnya.
1.3 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis . Proses ini tidak
hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh faktor endegon seperti; umur, nutrisi, imunologi, pemakaian
obat-obatan, kondisi metabolik. Fase-fase penyembuhan luka dapat dibagi
menjadi tiga fase, yaitu;
1. Fase inflamasi
Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari).
Pembuluh kapiler yang cedera mengalami kontraksi dan trombosis
memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka melepaskan histamin dan agen
kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan vasodilatasi disekitar jaringan.
Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan
eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi
berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan oleh PMN
(Polimononuklear) atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan
melindungi luka dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris
pada luka.
2. Fase rekontruksi
75
Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini
dibagi menjadi fase destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini
merupakan fase dengan aktivitas yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan
dan penggantian jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri patogen
dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha
membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses
penyembuhan luka karena dapat menstimulasi fibriblastik sel untuk membuat
kolagen.
Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah
baru. Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy),
jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel
terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi
sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea
dalam luka. Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka.
Sel tersebut sangat rapuh dan mudah dihilangkan dengan sesuatu yang lain
daripada pembersihan dengan hati-hati. Migrasi berhenti ketika luka menutup
dan mitosis epetilium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk
membentuk epidermis.
Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang menggambarkan
tepi luka secara bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka,
sehingga pengurangan jumlah jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka
terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang drainase luka. Pada umumnya,
24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari sinus dalam
keadaan tertutup
3. Fase maturasi
Merupakan
fase
remodeling,
dimana
fungsi
utamanya
adalah
76
Mencapai hemostasis
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mendorong
kesembuhan
luka
dengan
penyembuhan
primer
dan
penyembuhan sekunder
1.5 Macam-macam Luka
77
A. Luka Gangren
Gangren adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang
mati. Oleh karena itu perlu diganti balutan secara khusus gunanya sebagai:
a) Mencegah meluasnya infeksi
b) Memberi rasa nyaman pada klien
Operasional dilakukan pada:
-
luka Gangren
B. Luka Bakar
1. Pengertian
Luka bakar : luka yang disebabkan oleh pengalihan energI dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran / radiasi
elektromagnetik. Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka
bakar & lamanya kontak dengan agen tersebut.
2. Etiologi
a. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) berupa Gas, Cairan, Bahan padat
(Solid)
b. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
c. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
d. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
3. Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang
rusak
a. Luka bakar derajat pertama superfisial terbatas pada epdermis yang
ditandai dengan adanya nyeri & eritema tanpa lepuh
b. Luka bakar derajat ke2 ketebalan parsial dalam meluas ke epidermia & ke
dalam lapisan dermis
c. Luka bakar derajat ke2 ketebalan parsial dalam ke seluruh dermis
d. Luka bakar derajat ke3 ketebalan penuh meluas ke epidermis, dermis &
jaringan subkutis.
78
e. Luka bakar derajat ke4 meluas ke otot, tulang dan jaringan dalam
4. Klasifikasi luka bakar berdasarkan luas permukaan tubuh yang terbakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher
= 9%
b. Lengan masing-masing 9%
= 18%
= 36%
= 36%
e. Genetalia/perineum
= 1%
Total
: 100%
cairan
dalam
ruang
interstisium
di
seluruh
tubuh
79
80
Nilai
Ya Tidak
81
Ket
3
4
B
5
6
7
C
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
D
18
19
20
21
82
22
23
24
Mencuci tangan
Evaluasi
Mendokumentasikan tindakan
TOTAL
Keterangan:
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
Nilai
Ya Tidak
83
Ket
4
B
5
6
7
C
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
D
19
20
21
22
23
24
25
26
27
a. Pinset anatomis
b. Pinset chirurgis
c. Gunting debridemand
d. Kassa steril
e. Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:
a. Spuit 5 cc atau 10 cc
b. Sarung tangan
c. Gunting plester
d. Plester atau perekat
e. Desinfektant
f. NaCl 0,9%
g. Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektant
h. Verband
i. Obat luka sesuai kebutuhan
Mendekatkan alat ke klien
Fase Orientasi
Menyapa klien dan memperkenalkan diri
menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
Menanyakan persetujuan klien dan keluarga
Fase Kerja
Menjaga privacy klien
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
Membuka peralatan
Memakai sarung tangan
Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan
NaCl 0,9%
Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%
Melakukan debridemand bila terdapat jaringan nekrotik. (Bila
ada bula jangan dipecah, tapi dihisap dengan spuit steril setelah
hari ke-3)
Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
Mengeringkan luka dengan menggunakan kassa steril
Memberikan obat topical sesuai order pada luka
Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang verband
dan diplester
Memasang verband dan plester
Fase Terminasi
Merapikan Klien
Mengevaluasi hasil tindakan
Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
Membuka Pintu/sampiran
Alat alat dibereskan dan dikembalikan ketempatnya semula
Lepas sarung tangan
Mencuci tangan
Evaluasi
Mendokumentasikan tindakan
84
TOTAL
Keterangan:
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
85
PETUGAS
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
D
20
21
22
23
24
Perawat
Keterangan:
86
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
87
PETUGAS
No
A
1
2
3
4
B
5
6
7
C
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
D
20
21
22
23
24
Nilai
Ya Tidak
88
Ket
Keterangan:
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
Nilai
89
Ya
A
1
2
4
B
5
6
7
C
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
D
23
24
Tidak
90
Ket
25
26
27
Keterangan:
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
Nilai
91
Ya
A
1
2
4
B
5
6
7
C
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tidak
92
Ket
22
23
D
24
25
26
27
28
Keterangan:
Ya
: Jika melakukan tindakan secara benar dan berurutan
Tidak : Jika melakukan tindakan kurang tepat dan tidak berurutan
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
93
Kematian adalah bagian dari alami kehidupan yang akan dialami oleh semua
makhluk & merupakan akhir kehidupan dari seluruh proses vital. Kematian adalah
ketiadaan total dari aktivitas otak sebagaimana dinilai dan dinyatakan oleh dokter.
B. Spiritualitas dan kematian
Kematian menjadi sesuatu yang mendorong seseorang untuk berpikir tentang
berbagai hal: tentang kehidupan, eksistensi jiwa, dan juga tentang kehidupan
setelah kematian itu terjadi. Ketika mereka atau orang-orang terdekatnya
menghadapi kematian, semuanya bergantung pada landasan spiritual untuk
memenuhi konsep yang sangat menantang ini. Spiritualitas atau kerohanian benarbenar mengambil peran penting bagi siapapun dalam menghadapi kematian.
Menurut Bernard dan Schneider ada tiga tingkatan untuk mendukung spiritual
seseorang dalam mengahdapi kematian:
a. Tingkat pertama adalah menggambarkan kekuatan dari Tuhan.
b. Tingkat kedua adalah kekuatan yang dihasilkanoleh doa.
c. Tingkat ke-3 adalah kekuatan yang timbul dari kepedulian dengan orang lain.
Bagi mereka yang nilai spiritual dan keyakinannya tidak berdasarkan pada
agama yang kuat, maka dukungan itu hanya bisa berupa perawatan penuh kasih
sayang dan penerimaan keyakinan pribadi.
Mempertimbangkan dimensi spiritual setiap orang, memenuhi kebutuhan
dasar mereka, merupakan bentuk perhatian dan kepedulian sesama umat manusia.
Karena bagaimanapun orang-orang yang sudah meninggal, mereka juga bisa
menghargai orang lain meskipun tidak bisa lagi berkomunikasi secara verbal.
C. Tahapan Menjelang Kematian
Elizabeth Kubler-Ross (1969) membagi perilaku dan proses berpikir
seseorang yang sekarat menjadi lima fase: penolakan dan isolasi kemarahan,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Fase pertama adalah penolakan (denial), ini merupakan fase dimana
seseorang pada awalnya menolak bahwa kematian benar-benar ada. Namun,
penolakan itu biasanya hanya sebuah pembelaan diri yang bersifat sementara yang
94
Penilaian/pengkajian
Mengamati gejala-gejala fisik.
95
b. Palpitasi/jantung berdebar.
e. Penarikan.
c. Keluhan pencernaan.
Menentukan tingkat depresi yang klien mungkin/dapat alami.
a. Tingkat kelelahan atau kelesuan tinggi.
b. Kurang nafsu makan, mual, atau muntah.
c. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
d. Ekspresi kesedihan, keputusasaan, atau ketidakbergunaan.
2.
Perencanaan/tujuan-tujuan
telah meninggal.
E. Format Penilaian Prosedur Tindakan Membantu klien yang Sekarat
No
A
Nilai
Ya Tidak
96
Ket
1
2
B
3
4
C
5
6
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
97
23
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
A. Pengertian
98
adalah perawatan yang diberikan pada tubuh setelah kematian. Juga disebut
perawatan post mortem.
B. Tujuan
1. Untuk menunjukkan rasa hormat kepada klien yang mati.
2. Untuk menyiapkan tubuh untuk penguburan/pemakaman.
3. Untuk mencegah penyebaran infeksi.
4. Untuk menunjukkan kebaikan/kasih pada keluarga.
C. Format Penilaian Prosedur Tindakan Perawatan Post Mortem
No
A
1
3
B
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Nilai
Ya Tidak
99
Ket
Rumus:
Nilai =
Total Nilai
X 100%
Jumlah Tindakan
Ternate, ________________201
Penguji
DAFTAR PUSTAKA
100
101